You are on page 1of 8

Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th.

XVI, 1 Juli 2014


1
No.35/07/32/Th. XVI , 1 Juli 2014

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT MARET 2014
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada
bulan Maret 2014 sebesar 4.327.065 orang (9,44 persen). Dibandingkan dengan bulan September
2013 yang berjumlah 4.375.172 orang (9,61 persen), jumlah penduduk miskin bulan Maret 2014
mengalami penurunan sebesar 48.107 orang (0,18 persen).
Jumlah penduduk miskin bulan Maret 2014 untuk daerah perkotaan sebanyak 2.578.358 orang (8,47
persen terhadap jumlah penduduk perkotaan) sedangkan di daerah perdesaan sebanyak 1.748.707
orang (11,35 persen terhadap total penduduk perdesaan). Dibandingkan dengan September 2013
terjadi penurunan persentase penduduk miskin di perkotaan, dari 8,69 persen menjadi 8,47 persen.
Sebaliknya, di pedesaan terjadi penurunan dari 11,42 persen menjadi 11,35 persen.
Garis kemiskinan Jawa Barat bulan Maret 2014 sebesar Rp. 285.013,- atau mengalami peningkatan
sebesar 2,96 persen dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan September 2013 (Rp. 276.825,-).
Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan bulan Maret 2014 sebesar Rp. 288.742,- atau naik 2,69
persen dari kondisi September 2013 (Rp. 281.189,-). Garis kemiskinan di daerah perdesaan
mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu 3,50 persen menjadi sebesar Rp. 277.645,-
dibandingkan dengan kondisi September 2013 yaitu sebesar Rp. 268.251,-
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 70,11 persen untuk daerah
perkotaan. Sedangkan di daerah pedesaan sebesar 75,98 persen. Secara total peranan komoditi
makanan terhadap GK adalah sebesar 72,03 persen.
Pada periode September 2013 - Maret 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) sama-sama menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga cenderung menyempit. Indeks Kedalaman
Kemiskinan turun dari 1.653 pada keadaan September 2013 menjadi 1.524 pada keadaaan Maret
2014 sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan dari 0,442 pada
keadaan September 2013 menjadi 0,381 pada keadaaan Maret 2014.



BPS PROVINSI JAWA BARAT
Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014 2
1. PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI JAWA BARAT SEPTEMBER 2013 MARET 2014
Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan Maret 2014 sebanyak 4.327.065
orang (9,44 %). Mengalami penurunan sebesar 48.107 orang (0.18 %) dibandingkan kondisi
pada bulan September 2013 yang berjumlah 4.375.172 orang (9,61 %).
Dalam kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di
daerah pedesaan turun sebesar 0,07 persen (dari 11,42 % menjadi 11,35 %) sedangkan di daerah
perkotaan turun 0,22 persen ( dari 8,69 % menjadi 8,47 %). Secara absolut selama periode
September 2013 Maret 2014, penduduk miskin di pedesaan berkurang 4.776 orang (dari
1.753.483 orang menjadi 1.748.707 orang) sementara di perkotaan turun sebanyak 43.332 orang
(dari 2.621.690 orang menjadi 2.578.358 orang).

Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan Maret
2014 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 40,41 persen. Ini mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan September 2013 (40,07 %).

Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan Maret
2014 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 59,59 persen. Ini mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan September 2013 (59,92 %).
Tabel 1
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Barat
Menurut Daerah September 2013 Maret 2014
Daerah/Tahun
Garis Kemiskian (Rp/kapita
Makanan Bukan Total
Makanan
Jumlah
Penduduk
Miskin
Persentase
Penduduk Miskin (%)
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
Perkotaan
September 2013 196.895

84.294 281.189 2.621.690 8,69
Maret 2014
202.435

86.307 288.742 2.578.358 8,47
Perdesaan
September 2013 202.861 65.391 268.251 1.753.483 11,42
Maret 2014 210.958 66.688 277.645 1.748.707 11,35
Perkotaan + Desa
September 2013
198.907
77.918 276.825 4.375.172 9,61
Maret 2014 205.299 79.715 285.013 4.327.065 9,44
Sumber : Susenas Triwulan I 2014



Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014
3
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin
Grafik 1.
Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
September 2013 Maret 2014
Sumber : Susenas Triwulan I 2014

2. PERUBAHAN GARIS KEMISKINAN SEPTEMBER 2013 MARET 2014
Dalam proses penghitungan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat
dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Batasan penduduk miskin adalah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
Selama September 2013 Maret 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,96 persen
yaitu dari Rp. 276.825,- per kapita per bulan pada bulan September 2013 menjadi Rp.
285.013,- pada Maret 2014. Dengan memperhatikan Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari
GK Daerah Perkotaan dan Pedesaan, terlihat bahwa GK perkotaan naik sebesar 2,69 persen
yaitu dari Rp. 281.189,- menjadi Rp. 288.742,- pada Maret 2014. Sedangkan GK
perdesaan mengalami kenaikan yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,50 persen dari
Rp 268.251.,- menjadi Rp 277.645,-.

Besarnya nilai Garis Kemiskinan Makanan (GKM) pada Maret 2014 di daerah
perkotaan adalah sebesar Rp. 202.435,- dan untuk Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM) sebesar Rp. 86.307,-. Sedangkan GKM di pedesaan sebesar Rp. 210.958,- dan
GKNM nya sebesar Rp. 66.688,-. GKM total sebesar Rp. 205.299,- dan GKNM total
sebesar Rp. 79.715.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sangat dominan dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Hal
ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih
dominan untuk pengeluaran kebutuhan makanan dibandingkan non makanan. Sumbangan
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 70,11 persen
untuk daerah perkotaan. Sedangkan di daerah pedesaan sebesar 75,98 persen. Secara total
peranan komoditi makanan terhadap GK adalah sebesar 72,03 persen.



Grafik 3.
Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014 4
Garis Kemiskinan September 2013 Maret 2014









Sumber : Susenas Triwulan I 2014
Grafik 4.
Peranan Komoditi Makanan dan Non Makanan
Terhadap Garis Kemiskinan Maret 2014








Sumber : Susenas Triwulan I 2014

Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014
5

Tabel 2
Persentase Penduduk Miskin (P0), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Dirinci Menurut Daerah Perkotaan dan Pedesaan Di
Provinsi Jawa Barat Bulan September 2013 dan Maret 2014
Bulan
Kota Desa Kota+Desa
P0 P1 P2 P0 P1 P2 P0 P1 P2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
September 2013 8,69 1,534 0,440 11,42 1,887 0,446 9,61 1,653 0,442
Maret 2014 8,47 1,395 0,366 11,35 1,776 0,412 9,44 1,523 0,381
Sumber : Susenas Triwulan I 2014
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk
miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari
kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan
kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari
kemiskinan.
Pada periode September 2013 - Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks
Kedalaman Kemiskinan turun dari 1.653 pada keadaan September 2013 menjadi 1.523 pada
keadaaan Maret 2014 sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan
penurunan dari 0,442 pada keadaan September 2013 menjadi 0,381 pada keadaaan Maret
2014. Penurunan nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar
penduduk miskin juga cenderung menyempit.





Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014 6

PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA


KONSEP KEMISKINAN


Konsep yang dipakai BPS adalah basic needs approach adalah pendekatan kebutuhan
dasar: Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran)
Kebutuhan dasar makanan adalah pengeluaran untuk memenuhi konsumsi 2100 kkal
perkapita perhari (diwakili paket komoditi kebutuhan dasar makanan sebanyak 52 jenis
komoditi)
Kebutuhan dasar non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
pendidikan, kesehatan, dan lainnya (diwakili 51 jenis komoditi non makanan di perkotaan
dan 47 jenis komoditi non-makanan di pedesaan)










KOMPONEN GARIS KEMISKINAN
Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014
7

I. Garis Kemiskinan Makanan (GKM)

GKM adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan enerji
minimal 2100 kilo kalori per kapita per hari.
Nilai rupiah dari 2100 kilo kalori makanan diperoleh dari 52 komoditi makanan yang
dihasilkan dari Susenas.

Komoditi untuk penghitungan
Garis Kemiskinan Makanan
BERAS DAGING BABI NANGKA MUDA GULA PASIR
BERAS KETAN DAGING AYAM RAS BAWANG MERAH GULA MERAH
JAGUNG PIPILAN DAGING AYAM KAMPUNG CABE MERAH TEH
TEPUNG TERIGU TETELAN CABE RAWIT KOPI
KETELA POHON TELUR AYAM RAS KACANG TANAH GARAM
KETELA RAMBAT TELUR ITIK/MANILA TAHU KEMIRI
GAPLEK SUSU KENTAL MANIS TEMPE TERASI/PETIS
TONGKOL/TUNA SUSU BUBUK MANGGA KERUPUK
KEMBUNG BAYAM SALAK MIE INSTANT
TERI BUNCIS PISANG AMBON ROTI MANIS
BANDENG KACANG PANJANG PEPAYA KUE KERING
MUJAIR TOMAT SAYUR MINYAK KELAPA KUE BASAH
DAGING SAPI DAUN KETELA POHON KELAPA ROKOK KRETEK FILTER


II. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM)

GKNM adalah nilai rata-rata pengeluaran dalam rupiah dari 51 jenis komoditi dasar non
makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan hasil Survei Paket Komoditi
Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Nilai rupiah dari kebutuhan dasar bukan makanan dihitung dengan menggunakan
pendekatan Budget Share.
Komoditi untuk penghitungan
Garis Kemiskinan Non Makanan
PERUMAHAN BENSIN HANDUK / IKAT PINGGANG
LISTRIK POS DAN BENDA POS PERABOT RUMAH TANGGA
AIR PENGANGKUTAN PERKAKAS RUMAHTANGGA
MINYAK TANAH FOTO ALAT DAPUR/MAKAN
KAYU BAKAR PAKAIAN JADI LAKI2, DEWASA ARLOJI/JAM DINDING
OBAT NYAMUK, BATERAI PAKAIAN JADI PEREMPUAN DEWASA TAS
BARANG KECANTIKAN KEPERLUAN MENJAHIT MAINAN ANAK
PERAWATAN KULIT/MUKA ALAS KAKI PBB
KESEHATAN TUTUP KEPALA PUNGUTAN LAIN
PEMELIHARAAN KESEHATAN SABUN CUCI PERAYAAN HARI AGAMA
PENDIDIKAN BAHAN PEMELIHARAAN PAKAIAN UPACARA AGAMA
Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 35/07/32/Th. XVI, 1 Juli 2014 8
INDIKATOR KEMISKINAN


Headcount Index (P0)
Persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

Poverty Gap Index (P1) / Indeks Kedalaman Kemiskinan:
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran dari garis
kemiskinan

Poverty Severity (P2) / Indeks Keparahan Kemiskinan:
Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskin

You might also like