Catatan perjalanan bersama Adun ke Gua Barat ini dibuat dengan segala kehati-hatian dan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kesalah-pahaman. Maksud awalnya untuk membuat sebuah kritik-otokritik agar dapat menjadi lebih baik, tidak lebih.
Catatan perjalanan bersama Adun ke Gua Barat ini dibuat dengan segala kehati-hatian dan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kesalah-pahaman. Maksud awalnya untuk membuat sebuah kritik-otokritik agar dapat menjadi lebih baik, tidak lebih.
Catatan perjalanan bersama Adun ke Gua Barat ini dibuat dengan segala kehati-hatian dan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kesalah-pahaman. Maksud awalnya untuk membuat sebuah kritik-otokritik agar dapat menjadi lebih baik, tidak lebih.
kill nothing but time leave nothing but footprint Bersama Adun Kita Ke Gua Barat Mirza Ahmad Langkah kaki kami terus bergerak semakin masuk lebih dalam. Setelah tidak lebih dari lima menit melintasi permulaan lorong Gua Barat yang berlantai tangga beton, suara gemuruh aliran sungai mulai terdengar dan tidak lama kemudian lorong berbelok ke kanan. Di titik tersebut aliran air sungai yang mengalir di da- lam Gua Barat mulai terlihat. Suaranya yang bergemuruh sempat menciutkan nyali. Tampak tetesan air dari stalaktit yang menggantung di atap, sebagian terlihat putih bersinar dan tampak seperti batu kristal. Di beberapa titik terlihat koloni kelelawar yang bergantungan di langit-langit dan beberapa berkelebat melintasi kami. Di bebera- pa lorong terasa suasana hening, sejuk, air dingin. Suasana yang membuat betah. Bagi petualang, arus cukup deras dalam gua tentu akan menjadi medan berat yang memacu adrenalin. Arti kata barat yang menjadi nama gua tersebut tidak secara langsung dapat diartikan sebagai nama penanda mata angin yang secara diametral berlawanan dengan arah timur. Kata barat dalam nama tersebut merujuk pada kata dalam bahasa Jawa (Gombong) untuk menyebut angin. Konon pada zaman dahulu lubang Gua Barat mengeluarkan angin yang berembus kuat, hal tersebutlah yang mendorong penamaan Gua Barat (Wind Cave). Gua Barat berada di Dusun Palamarta, Desa Jatijajar, Kecama- tan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah. Gua Barat merupakan sistem perguaan tidak sederhana yang memiliki beberapa buah lubang masuk. Beberapa tim ekspedisi luar negeri telah memetakan se- bagian besar lorongnya. Kami mulai masuk ke dalam aliran sungai. Beberapa ornamen gua (speleothem) terlihat menggantung di atap dan menempel di dinding serta lantai lorong. Keindahan hiasan interior alami yang ada di dalam gua sering kali menjadi motif dilakukannya pen- elusuran gua. Beberapa tahun terakhir ini Gua Barat telah dires- mikan sebagai objek wisata alam minat umum dan khusus yang dikelola oleh masyarakat tempatan. Pembuatan setapak bertang- ga dengan bahan beton serta dipasangnya instalasi penerangan listrik di gua menjadi bagian dari pengelolaan. Mas Wat (Fathul Mubarrok, 38 tahun), ketua pemandu wisata gua di Palamarta, banyak bercerita kepada kami tentang visi dan prospek pengelolaan Gua Barat. Beberapa kali Mas Wat mengi- kuti pelatihan yang diadakan oleh instansi negara terkait dengan usaha jasa wisata dan pengelolaan air untuk warga di sekitar gua. Kami mendengarkan dengan seksama setiap ujaran yang disam- paikan Mas Wat dalam obrolan. Secara ringkas dan sederhana dapat ditarik simpulan bahwa keberadaan Gua Barat signifkan di dalam kehidupan masyarakat. Gombong Selatan menyimpan bentang alam karst yang men- gagumkan, bahkan keindahannya yang unik sudah dapat terlihat sejak dari permukaannya (eksokarst). Ahli karst (Budi Brahman- tyio, dll.) menyebutkan bahwa tipe conical karst yang terdapat di Gombong Selatan memiliki kekhasan tersendiri, sedangkan Balaz (1968) menyebut Gombong sebagai bagian dari formasi Gunung- sewu. Bentukan positif seperti perbukitan karst yang berbentuk kerucut (conical limestone) dan kubah (doline), sedang bentuk negatifnya berupa lembah-lembah (poltje) dan telaga karst. Juga, fenomena di bawah permukaan (endokarst) meliputi gua-gua lengkap dengan berbagai varian ornamen khas dunia bawah tanah. Cahaya senter di kepala Adun bergerak ke atas. Gerak sorot cahaya senter kepalanya menandakan dia mulai memanjat. Itu mengejutkan. Ada yang kurang: koordinasi belum dilakukan. Derasnya air terjun membuat setiap suara seperti tiada. Teriakan pun seperti sia-sia belaka. Gemuruh memenuhi ruangan. Air terjun dan telaga yang dalam bagai takberdasar, atau ter- hubung dengan lorong lain yang mengharuskan penelusur me- nyelam, bergaris tengah sekira limabelas meter, berada di dalam aula-gua beratap tinggi. Sebentuk studio alam yang elok takterki- ra menjadi latar berlangsungnya ketegangan yang tidak mudah dideskripsikan. Air yang meluap dari telaga membentuk arus deras mengikuti lorong gua, berkelok, dan terus menggerus lantai gua sebelum kelak meruntuhkannya. Perlu tiga jam perjalanan untuk kembali tiba di permukaan bumi; lebih dari dua kilometer jarak ke en- trance, dan itu bukan perjalanan ringan.Bayangkan jika terjadi kecelakaan? Adun berhasil menggapai teras panjang di sebelah kiri air terjun. Ichsan pun mulai bergerak di balik air terjun. Sorot lampu di kepalanya menunjukkan itu. Ia mengikuti jalur yang digunakan Adun. Meski tampak kesulitan menggapai cacat batuan untuk pegangan agar dapat bergerak ke samping kiri, namun akhirnya pijakan kaki kiri yang direntangkan membuatnya berhasil keluar dari kondisi mati kutu. Degub jantung seolah berhenti. Adun dan Ichsan berada di puncak air terjun yang berada jauh dari lubang ke permukaan. Kecelakaan bisa saja terjadi. Kecelakaan tidak boleh terjadi. Berdasarkan peta yang dibuat orang-orang Eropa, lokasi ini berada di pertengahan sistem sungai bawah tanah yang belum pernah kami lihat ujungnya. Jatuhan air menciptakan angin, menerbangkan butiran halus uap air yang menempel di seluruh permukaan dinding. Perjalanan selanjutnya tidak kalah men- debarkan. Penelusur secara perlahan dapat merayap merapat dinding sebelah kiri. Pengetahuan dasar rock climbing sangatlah membantuuntuk tidak mengatakannya mutlak. Setiap gerakan harus dilakukan dengan tegas serta pasti dan sekaligus hati-hati, terutama karena kali ini pergerakan dilakukan tanpa dilengkapi pengaman. Dapat dibayangkan, satu kesalahan kecil dapat secara otomatis berakibat fatal sehingga terjadilah apa yang dinamakan kecelakaan. Medan berbentuk lorong sempit berundak tiga. Di bagian ini aliran sangatlah deras. Besarnya debit air dan penyempitan lorong menjadikan bagian yang menyerupai leher botol ini berat untuk dilalui. Tidak mustahil penelusur akan terpelanting keras didorong derasnya air jika tidak berhati-hati atau salah posisi. Kondisi lorong memungkinkan penelusur untuk bridging. Ke- jernihan air memperlihatkan lubang-lubang berbentuk lingkaran di dasar aliran. Kami berjajar di tepian telaga memperhatikan tubuh Adun dan Ichsan yang kian mengecil. Penelusuran Adun dan Ichsan berhenti di ujung undakan, sekira lima belas meter dari permukaan air telaga; diikuti Polin yang turut menyusul, juga tanpa koordinasi, dan terhenti beberapa meter di bawahnya. Konsekuensi dari pergerakan upstream adalah melakukan pemanjatan demi pemanjatan. Selain nyali, diperlukan penguasaan taktik dan teknik yang mumpuni. Dan bergerak turun tanpa pengaman sering kali tidak sederhana dan lebih rumit dibandingkan mulanya, saat pemanjatan dilakukan. Seperti yang sudah dapat diduga dan memang nyata, akhirnya penelusuran berakhir dengan aman. Semua berhasil keluar tanpa kurang suatu apa pun alias lengkap. Catatan ini ditulis seusai perjalanan. Mulanya dimaksudkan untuk refeksi tapi juga akh- irnya terjadi sedikit evaluasi. Bagi saya, awal dan akhir masalah kunci yang meletupkan ketegangan ultima di dalam penelusuran gua kali ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah soal komunikasi. Jadi tidak berlebihan jika selanjutnya, sebagai tim, kita harus mempersering praktik komunikasi, di dalam maupun di luar gua. Jadi? Mari susun rencana eksplorasi dan berbuat lebih baik lagi. 2013 PAL AWA UNPAD