Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 1
B A B I PENDAHULUAN
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 5 tahun, maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada orang dewasa. 1-3
Akhir akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam pemilihan antibiotik yang tepat. 4 Walaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. 5,6
Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara medikamentosa dan operatif . Insisi abses retrofaring dapat dilakukan secara intra oral atau pendekatan eksternal bergantung dari luasnya abses. 1,,5 Pada umumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang baik apabila didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat sehingga komplikasi tidak terjadi. 7
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 2
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING
II. ANATOMI Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. II.1. BAGIAN FARING Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).
Gambar 1. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing 11
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 3
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain : batas atas : Basis Kranii batas bawah : Palatum mole batas depan : rongga hidung batas belakang : vertebra servikal Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vagus dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : batas atas : palatum mole batas bawah : tepi atas epiglottis batas depan : rongga mulut batas belakang : vertebra servikalis Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fossa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : batas atas : epiglotis batas bawah : kartilago krikodea batas depan : laring REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 4
batas belakang : vertebra servikalis Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang Retrofaring Dinding anterior ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda. 2,8
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. 2,8
Fasia servikalis profunda terdiri dari 3 lapisan yaitu : 2
1. Lapisan superficial Lapisan ini membungku s leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus m. sternokleidomastoideus, m.trapezius, m. masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior. 2. Lapisan media REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 5
Lapisan ini dibagi atas 2 divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m. tirohioid dan m. omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi viscera membungkus organ organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Disebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian posteriorfaring dan menutupi m. konstriktor dan m. buccinator. 3. Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi 2 divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis ( carotid sheath ) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.
F a s i a s e r v i k a l i s : A. Fasia servikalis superfisialis B.Fasia servikalis profunda : 1. Lapisan superficial 2. Lapisan media : - divisi muskular - divisi viscera 3. Lapisan profunda : - divisi alar - divisi prevertebra REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 6
Tabel 1. Fasia servikalis 4
Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi oleh : 1,2,5,6,9
- anterior : fasia bukkofaringeal ( divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda ) yang mengelilingi faring, trakea,esofagus dan tiroid - posterior : divisi alar lapisan profunda fasia servikalis profunda - lateral : selubung karotis ( carotid sheath) dan daerah parafaring
Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II ) dimana divisi viscera dan alar bersatu. Daerah retrofaring terbagi menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh midline raphe. Tiap tiap bagian mengandung 2 5 buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur 4 5 tahun. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Daerah ini disebut juga dengan ruang retroviscera, retroesofagus dan ruang viscera posterior. 1,2,5,6,9,10
Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu : 1,2
- danger space : dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi prevertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang ruang retrofaring ). -prevertebral space : dibatasi oleh divisi prevertebra pada bagian anterior dan korpus vertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang danger space). Ruang ini berjalan sepanjang kollumna vertebralis dan merupakan jalur penyebaran infeksi leher dalam ke daerah koksigeus.
Ruang Parafaring (fosa faringomaksial) Merupakan ruang berbentuk kerucut dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu mayus hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M. Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M. Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 7
menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid ) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. II.1.2. OTOT-OTOT FARING Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M. Konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot- otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.
Gambar 2. Otot-otot Faring dan Esofagus 3 REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 8
Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M. Stilofaring dan M. Palatofaring, letak otot-otot ini di sebelah dalam. M. Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M. Palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M. Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M. Levator veli palatini, M. Tensor veli palatine, M. Palatoglosus, M. Palatofaring dan M. Azigos uvula. M. Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M. Tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M. Palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. M. Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M. Azigos uvula merupakan otot yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas II.1.3. VASKULARISASI FARING Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotid eksternal. Kontribusi utama adalah dari arteri faring ascending, yang datang dari karotid eksternal hanya unggul bifurkasi karotid dan melewati posterior selubung karotis, memberikan dari cabang ke faring dan tonsil. Cabang palatine arteri memasuki faring hanya unggul dari konstriktor faring superior. Arteri wajah juga memberikan cabang-cabang palatina dan tonsil ascending, yang membantu pasokan konstriktor faring superior dan langit-langit. Arteri maksilaris memberikan dari arteri REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 9
palatina yang lebih besar dan cabang pterygoideus, dan arteri dorsalis lingual datang dari arteri lingual menambahkan kontribusi yang kecil. Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa internal dan pleksus faring eksternal yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar. Pleksus mengalir ke vena jugularis internal dan, kadang-kadang, vena wajah anterior. Komunikasi yang luas ada antara vena yang mengeringkan tenggorokan dan mereka yang mengalirkan lidah, kerongkongan, dan laring. Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo- digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. II.1.4. PERSARAFAN FARING Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali M. Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus. Pleksus saraf faring menyediakan pasokan saraf eferen dan aferen dari faring dan dibentuk oleh cabang dari nervus glossopharingeus (kranial saraf IX), saraf vagus (X saraf kranial), dan simpatik serat dari rantai serviks. Selain stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot faring dipersarafi oleh saraf vagus. Semua otot-otot intrinsik dari laring dipersarafi oleh saraf laring berulang, cabang saraf vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari cabang eksternal dari nervus laring superior, juga cabang saraf vagus. Pleksus faring menerima cabang-cabang saraf vagus untuk glossopharingeus dan pasokan persarafan sensorik ke faring serta. Sepertiga posterior lidah, di orofaring, menerima baik rasa REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 10
dan sensasi somatik dari saraf glossopharingeus. Para cricopharyngeus (UES) menerima masukan parasimpatis untuk relaksasi dari saraf vagus dan masukan simpatik untuk kontraksi dari serat postganglionik dari ganglion cervicalis superior. II.2. FISIOLOGI FARING Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan artikulasi. II.2.1. Fungsi Menelan Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut: a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan kearah lambung. f. Usaha untuk membersihkan kembali esophagus Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. 1. Fase Oral Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 11
berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik) Mandibula n. V.2 (maksilaris) n.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid Bibir n. V.2 (maksilaris) n.VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator Lidah n.V.3 (lingualis) n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus Tabel 2. Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral. 13
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik) Bibir n. V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis) n. VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m. depressor labius, m.mentalis Mulut & pipi n. V.2 (mandibularis) n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus Uvula n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 12
Tabel 3. Peranan saraf kranial fase oral 12 Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII). Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik). 2. Fase Faringeal Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring. 2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) 5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat. REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 13
Organ Afferen Efferen Lidah n.V.3 n.V :m.milohyoid, m.digastrikus n.VII : m.stilohyoid n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid n.XII :m.stiloglosus Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini n.V :m.tensor veli palatini Hyoid n.Laringeus superior cab internus (n.X) n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus n.VII : m. Stilohioid n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus Faring n.X n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med. n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf. Laring n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring Esofagus n.X n.X : m.krikofaring Tabel 4. Peranan saraf kranial pada fase faringeal 12 REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 14
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. 3. Fase Esofageal Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan : Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah. 2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bagian dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yang berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yang berhubungan dgn proses menelan. 3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 15
II.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula M. Salpingofaring dan M. Palatofaring, kemudian M. Levator veli palatine bersama-sama M. Konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring M. Levator veli palatine menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan M. Palatofaring (bersama M. Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M. Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 16
BAB III ABSES RETROFARING
III.1. DEFINISI Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daeah retrofaring.
III. 2. ETIOLOGI dan PATOGENESIS Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu : 1,3,6,9
1. Akut Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4 5 tahun. Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid,nasofaring, rongga hidung, sinus menyebabkan supurasi pada daerah tersebut. Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi,sewaktu adenoidektomi ) atau benda asing. 2. Kronis Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaanini terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimanapus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior.Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar limferetrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.
Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah: 1,4,5,9
1. Kuman aerob : Streptococcus beta hemolyticus group A ( paling sering ), Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non hemolyticus, Staphylococcus aureus , Haemophilus sp 2. Kuman anaerob : Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 17
III.3. INSIDENSI Abses retrofaring jarang ditemukan dan lebih sering terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe. 7,10
Penelitian selama 35 tahun terhadap anak-anak yang diterapi di Childrens Hospital, Los Angeles dijumpai sebanyak 50% kasus berusia kurang dari 3 tahun dan71% kasus berusia kurang dari 6 tahun. Sedangkan di Sydney, Australia didapati sebanyak 55% kasus berusia kurang dari 1 tahun dimana 10% diantaranya dijumpai pada periode neonatus. 5
Doodds, dkk ( 1988 ) seperti yang dikutip oleh Purnama H, melaporkan selama 15 tahun penelitiannya dijumpai sebanyak 93 kasus abses leher dalam dan dari jumlah tersebut sebanyak 9 anak ( 9,6% ) menderita abses retrofaring. 7 Kusuma H ( 1995 ) dalam suatu penelitiannya selama 3 tahun ( Januari 1992 Desember 1994 ) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapati sebanyak 57 kasus infeksi leher bagian dalam dimana sebanyak 3 orang ( 5,26 % ) menderita abses retrofaring. 4
III.4. GEJALA dan TANDA KLINIS Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala dantanda klinis yang sering dijumpai pada anak : 1,5,79,
1. demam 2. sukar dan nyeri menelan 3. suara sengau 4. dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis pada satu sisi. 5. pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan 6. pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ). Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisadijumpai adanya 7. kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan 8. air liur menetes (drooling) 9. obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 18
Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah : 4,5,7
1. demam 2. sukar dan nyeri menelan 3. rasa sakit di leher (neck pain) 4. keterbatasan gerak leher 5. dispnea
Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas. 10
a. darah rutin : lekositosis b. kultur spesimen ( hasil aspirasi ) 4. Radiologis :1-3,5 a. Foto jaringan lunak leher lateral Dijumpai penebalan jaringan lunak retrofaring ( prevertebra ) : - setinggi C2 : > 7 mm ( normal 1 - 7 mm ) pada anak-anak dan dewasa - setinggi C6 : > 14 mm ( anak-anak , N : 5 14 mm ) dan > 22 mm ( dewasa, N : 9 22 mm ) Pembuatan foto dilakukan dengan posisi kepala hiperekstensi danselama inspirasi. Kadang-kadang dijumpai udara dalam jaringanlunak prevertebra dan erosi korpus vertebra yang terlibat. b. CT Scan c. MRI REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 19
III.7. PENATALAKSANAAN I . Mempertahankan jalan nafas yang adekuat : 1,2,5,9
- posisi pasien supinedengan leher ekstensi - pemberian O2 - intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik - trakeostomi / krikotirotomi II. Medikamentosa 1. Antibiotik ( parenteral ) Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama, tetap isejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua ( seperti cefuroxime ) atau beta lactamase resistant penicillin Seperti ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, ampicillin / sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 1,3
2. Simtomatis 3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangancairan elektrolit.4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 20
.III. Operatif : 1,2,5,7,9,12,14,16
a. Aspirasi pus (needle aspiration) b. Insisi dan drainase : Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasien diletakkan pada posisi Trendelenburg, dimana leher dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untukmemudahkan evakuasi pus. Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secaraanterior atau posterior : untuk abses yang besar danmeluas ke arah hipofaring Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat m.sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunamtumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisidapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain (Penrose drain). Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus. Kepala diputar kearah yang berlawanan dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m.sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.
III.8. KOMPLIKASI Komplikasi abses retrofaring dapat terjadi akibat : 1,5,9
1. Massa itu sendiri : obstruksi jalan nafas 2. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru 3. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya :a. inferior : edema laring , mediastinitis, pleuritis, empiema,abses mediastinumb. lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, absesparafaringc. posterior : osteomielitis dan erosi kollumna spinalis REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 21
4. Infeksi itu sendiri : necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.
III.9. PROGNOSIS Pada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna. 7 Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40 - 50%walaupun dengan pemberian antibiotik. 1,5,9 Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20 40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%. 1
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 22
BAB IV KESIMPULAN
Abses retrofaring paling sering dijumpai pada anak anak, terutama disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas yang menjalar ke ruang retrofaring. Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh trauma, benda asing atau infeksi TBC pada korpus vertebra. Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa gejala yang ringan seperti demam, sulit dan sakit menelan sampai timbul gejala yang berat seperti obstruksi jalan nafas dan dapat menimbulkan kematian.. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis disertai aspirasi dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara medikamentosa antibiotic dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob. Dan operatif bergantung dari luasnya abses dapat berupa aspirasi pus, insisi dan drainase. 7 komplikasi dapat terjadi karena masa itu sendiri, rupture abses, infeksi ke organ lain dan infeksi itu sendiri. Prognosis bergantung dari penanganan yang cepat dan tepat sehingga komplikasi yang membahayakan jiwa tidak terjadi.
REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 23
DAFTAR PUSTAKA
1. Flint W, Paul. Cumming Otolaryngology Head and Neck Surgery, Ed. 5th, Vol. 1. Elsevier : Mosby. 2010. 2. Berger TJ, Shahidi H. retropharyngeal abscess. eMedicine Journal.August 13 2001, Volume 2, Number 8 :http://author.emedicine.com/PED/topic2682.htm 3. Scott BA, Stiernberg CM. Deep neck space infections. Dalam : Bailey BJ,Ed. Head and neck surgery otolaryngology, Vol 1. Philadelphia: JBLippincott Company , 1993 . h.738-49.3. Retropharyngeal abscess. University of Maryland Medicine : 4. http://umm.drkoop.com/conditions/ency/article/000984.htm 5. Boonprakong OL, Yamamoto LG. a complication of a retropharyngealabscess. Radiology casesin pediatric emergency medicine, Vol 7, Case 10 : http : //www.hawaii.edu/ medicine/ pediatrics/pemxray/v7c10.html 6. Purnama H, Fachrudin D, Rusmarjono. Abses retrofaring. Disampaikanpada Kongres Nasional PERHATI XI, Yogyakarta, 4 7 Oktober, 1995 7. 4. Kusuma H. Infeksi leher bagian dalam. Disampaikan pada KongresNasional PERHATI XI, Yogyakarta, 4 7 Oktober, 1995.5. Kahn J. retropharyngeal abscess. eMedicine Journal. February 1 2001,Volume 2, Number 2 :http://www.emedicine.com/EMERG/topic506.htm 8. 6. Velankar HK. retropharyngeal abscess. Padmashri DY Patil MedicalCollege, Mumbai: http://www.bhj.org/journal/2001 4303 july01/review371.htm 9. Soepardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok kepala & Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI. 2007. 10. Adams GL. Penyakit penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Boies LR,Adams GL, Higler PA, Ed. Buku ajar penyakit THT, Edisi ke 6, Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, h. 347 8 11. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Ed. III Jilid I hal. 118. Jakarta : Media Aesculapius. 2000. REFERAT ABSES RETROFARING
Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Fakultas kedokteran universitas Yarsi RSUD dr.Slamet Garut Page 24