You are on page 1of 25

NAMA : Annisa Karla Arini Sesunan

NPM : 1102013035


LI.1. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas

1.1. Definisi
Peningkatan reaktivitas atau sensitifitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau
dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan yang
heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara (Baratawidjaja,2012)

Imunologi dasar edisi ke 10



1.2. Klasifikasi


MENURUT WAKTU



1. Reaksi Cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang
antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator
vasoaktif.


2. Reaksi Intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi
ini melibatkkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalalui
aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC . menifestasi reaksi intermediet dapat
berupa:
Reaksi transfusi darah
Reaksi athus lokal dan sistemik seperti serum sickness


3. Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48jam setelah terjadi pajanan dengan antigen
yang terjadi oleh aktivasi sel Th.







MENURUT GELL DAN COOMBS

Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963) di bagi
dalam 4 tipe yaitu :




1. Reaksi Hipersensitivitas type 1 :
Merupakan reaksi IgE atau reaksi anafilaktik. Reaksi yang timbul segera
sesudah badan terpajan oleh antigen kurang dari 1 jam.
2. Reaksi Hipersensitivitas type 2 :
Merupakan reaksi sitotoksik atau reaksi yang melibatkan IgG atau IgM. IgG
atau IgM bekerja pada antigen yang terdapat dalam permukaan sel atau
jaringan.
3. Reaksi Hipersensitivitas type 3 :
Merupakan reaksi kompleks imun yaitu komplek Ab-Ag yang mengaktifkan
komplemen setelah mengedap di pembuluh darah atau jaringan.
4. Reaksi Hipersensitivitas type 4:
Merupakan reaksi selular. Terdiri dari 4 reaksi:
Reaksi Jonas Mote : Ditandai oleh adanya infiltrasi dibawah epidermis
Hipersensitiv kontak atau dermatitis kontak : terjadi pada tempat kontak
dengan allergen sel langerhans sbg APC berperan.
Reaksi Tuberkulin: Terjadi 20 jam setelah terpajan. Terjadi atas infiltrasi
sel mononuclear
Reaksi Granuloma : Paling penting karena menimbulkan efek patologis
yaitu karena adanya antigen yang peresisten dalam makrofag.
(Bratawidjaja,2002;dr.Insan Sosiawan,2013)


1.3. Etiologi

Benda asing pada lingkungan (dapat berupa pakaian, makanan)
Perbedaan keadaan fisik tiap bahan, misalnya berat molekul tiap bahan
berbeda. Apabila berat molekulnya besar maka daya sensitivitasnya juga lebih
besar
Kekerapan pajanan
Daya tahan tubuh seseorang, contohnya org tersebut penderita
imunodefesiensi atau tidak
Daya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi.
(Retno W Soebaryo,2002)
LI. 2 Memahami dan menjelaskan reaksi Hipersensitivitas tipe 1





2.1. Definisi



Reaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara
cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu
antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel
basofilia (sel mast) dan basofil.
















2.2. Mekanisme



Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai
diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.
b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan
granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara
antigen dan IgE.
c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi)
sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan
aktivasi farmakologik.















Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan
bantuan sel Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan
basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan
antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan sel mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan
basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu
beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang
menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.





Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
Histamin
Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi
otot polos, sekresi mukosa gaster
ECF-A Kemotaksis eosinofil
NCF-A Kemotaksis neutrofil
Protease
Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal
pembuluh darah, pembentukan produk pemecah
komplemen
PAF
Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos
paru
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
Sitokin Aktivasi berbagai sel radang
Bradikinin
Peningkatan permebilitas kapiler,
vasodilatasi, kontraksi otot polos,
stimulasi ujung saraf nyeri
Prostaglandin D2
Kontrakso otot polos paru,
vasodilatasi, agregasi trombosit
Leukotrien
Kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas, kemotaksis

2.3. Gambaran Klinik
a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau
organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan
masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah
diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan
penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis
atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh
sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan
menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif
bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi
orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran
nafas.

b. Reaksi sistemik anafilaksisi
Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam
beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan
Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat
mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang
melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti
makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan
juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak
dapat diidentifikasi.

c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum
yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak
melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor
nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok,
urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas
reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan
satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk
menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba,
protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan
pelemas otot.

Reaksi Alergi
Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran
Anafilaksis
Obat, serum, kacang-
kacangan
Edema dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi
trakea , koleps sirkulasi yang
dapat menyebabkan kematian
Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merah
Rinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal
Asma Polen, tungau debu rumah
Konstriksi bronkial,
peningkatan produksi mukus,
inflamasi saluran nafas
Makanan
Kerang, susu, telur, ikan,
bahan asal gandum
Urtikaria yang gatal dan
potensial menjadi anafilaksis
Ekzem atopi
Polen, tungau debu runah,
beberapa makanan
Inflamasi pada kulit yang
terasa gatal, biasanya merah
dan ada kalanya vesikular



LI.3.Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas Tipe 2

3.1. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksik atau sitoliktik terjadi akibat di
bentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen IgM yang merupakan bagian sel
pejamu. Reaksi.diawali oleh reaksi terhadap antibodi dan determinan antigen yangb
merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul
asesori dan metobholisme sel dilihatkan.
Reaksi sitotoksik lebih tepat mengingat reaaksi oleh lisis bukan efek toksik. Antibodi
tersbut dapaat mengaktifkan sel yang memilik reseptor Fcy-R dan Juga sel NK yang
dapat berperan sebagai sel efecktor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC.
Reaksi tipe II mengambarkan dan menunjukkan manisfestasi klinik.
(KarnenGarna Baratwidjaja IrisRengganis :Imunologi Dasar,Edisi 10 ,2012)
3.2. Mekanisme reaksi Hipersensitivitas tipe II
Pada hipersensitivitas tipe II ,antibodi yang ditunjukkan kepada antigen
permukaan sel ataubjaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel
efektor .untuk merusak sel sasasaran .Setelah antibodi melekat pada permukaaan
sel,antibodi akan mengikata dan mengaktivasi komplemen C1 komplemen
Konsekuensinya adalah ;
Fragmen Komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen
akan menarik makrofag dan dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus
menstimulasi sel mastosit dan basofil untuk memproduksi molekul yang
menarik dan mengaktifasi sel efektor lain.
Aktifasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b,C3bi dan C3D
pada membran sel sasaran
Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan
membran attack complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran
sel.
Sel sel efektor ,yaitu makrofag , neutrofil, eosinofil.dan sel NK,.Berikatan pada
komplekx antibodi melalui reseptpr Fc atau berikatan dengan komponen
komplemen yang melekat pada permukaan sel tersebut.Pengikatan antibodi pada
reseptor Fc merangsang fagosit untuk memproduksi lebih banyak leukotrien dan
plostraglandin ,yang merupakan molekul molekul yang berperan pada rewspon
inflamasi .Sel sel efektor yang telah terikat kuat pada membaran sel sasaran .
(Siti Boedina Kresno ; Diagnosis dan prosedur



Tipe II Hipersensitifitas Sitotoksik
Antigen yang terikat pada permukaan sel bereaksi dengan antibodi (misalnya reaksi
hemaglutinasi dan hemolisis) dan menyebabkan :
1. Fagositosis sel itu melalui proses Opsonic Adherence (Fc) atau Immune
adeherens (C3).
2. Reaksi sitotoksik ekstraseluler oleh sel K (Killler Cell) yang mempunyai
reseptor untuk IgFc.
3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen.
Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada atigen lewat daerah Fab dan bekerja
sebagai suatu jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi
lisis yang berperantara-komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik,
reaksi transfusi darah atau penyakit Inkompabilitas hemolitik
Rhesus, transplantasi jaringan, reaksi auto-imun (Autoimmune reaction) dan
reaksi obat.
LI.3.3 Memahami dan Menjelaskan Gmbaran Klinik Hipersensitivitas tipe
II
Hipersensitivitas Tipe 2: Sitotoksik
Reaksi transfusi
Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh
berbagai gen. Bila darah individu golongan darah A mendapat transfusi
golongan B terjadi reaksi transfusi, oleh karena anti B isohemaglutinin
berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk
oleh hemolisis masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat.
Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas
dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan
menimbulkan hemoglobinuria. Beberapa hemoglobin diubah menjadi
bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gejala khasnya berupa
demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri
pinggang bawah dan hemoglobinuria.

Reaksi transfusi darah yang lambat terjadi pada mereka yang pernah
mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun
inkompatibel dengan golongan darah lainnya. Reaksi terjadi 2 sampai 6
hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan
IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah
golongan Rhesus, Kidd, Kell, dan Duffy .

Tiga Mekanisme Utama Hipersensitivitas Tipe II
Hemolytic diseases of the newborn (HDN)
Terjadi ketidaksesuaian faktor Rhesus (Rhesus incompatibility) dimana
anti-D IgG yang berasal dari ibu menembus plasenta dan masuk ke dalam
sirkulasi darah janin dan melapisi permukaan eritrosi janin kemudian
mencetuskan reaksi hipersensitivitas tipe II. HDN terjadi apabila seorang
ibu memiliki Rhesus negatif dan mempunyai janin dengan Rhesus positif.
Sensitisasi pada ibu umumnya terjadi pada saat persalinan pertama,
karena itu HDN umumnya tidak timbul pada bayi pertama. Baru pada
kehamilan berikutnya, limfosit ibu akan membentuk anti-D IgG yang
dapat menembus placenta dan mengadakan interaksi dengan faktor rhesus
pada permukaan eritrosit janin (eritroblastosis fetalis).


Anemia hemolitik
Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat
diabsorpsi nonspesifik pada protein membran SDM yang membentuk
kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa yang
membentuk antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan
Bantuan komplemen dapat menimbulkan lisis. Dengan dan anemia progresif.



LI 4. Memahami dan menjelaskan reaksi Hipersensitivitas 3
4.1. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun
adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian
mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui
infiltrasi masif neutrofil.

4.2. Mekanisme
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan
diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel
fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan
oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi
hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit
dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.

1. Komleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah
Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun
sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan
yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:
Agregasi trombosit
Aktivasi makrofag
Perubahan permeabilitas vaskuler
Aktivasi sel mast
Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
Pelepasan bahan kemotaksis
Influks neutrofil

2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan
Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah
ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat.
Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

4.3. Gambaran Klinik
Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua
bentuk reaksi, yaitu lokal dan sistemik.

A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus
Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang
di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan
edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan
nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang
merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah
presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan
nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:

1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke
jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu
berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah
(eritema) sampai nekrosis.

2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan
C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil
dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian
menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.

3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-
bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama
trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis
jaringan setempat.

B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness
Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan
mekanisme sebagai berikut:

1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan
C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah
yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi
pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)
3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk
mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv
tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan inflamasi.
4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil
yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi
akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan
lebih banyak kerusakan jaringan.
5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-
mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum
asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak,
kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah
bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan
artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

LI.5 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV
5.1 Definisi
Baik CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi tipe IV. Sel T melepas
sitokin bersama dengan produksi mediator sitotoksik lainnya menimbulkan respons
inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. (Imunologi Dasar
FK UI Edisi ke-10: hal. 389)

5.2 Mekanisme
Ada 2 fase pada respons tipe IV yang dimulai dengan fase sensitasi yang mebutuhkan
1-2 minggus etelah kontak primer. Dalam fase itu, Th diaktifkan oleh APC melalui
MHC-II. Reaksi khas DTH seperti respons imun lainnya mempunyai 2 fase yang
dapat dibedakan yaitu fase sensitasi dan fase efektor.
Pada fase sensitasi bakteri intarseluler dimakan oleh makrofag APC, lalu APC
mensekresi sitokin, terbentuklah sel T CD4+ dan sel TDTH. Lalu pada fase efektor
sel TDTH yang tersensitasi mensekresikan IFN-gamma yang akan membuat
makrofag beristirahat. Sel TDTH juga mensekresikan TNF-beta membrane yang akan
mengaktivasi makrofag. Dampak aktivasi dari makrofag adalah sintesis molekul
MHC-II, sintesis reseptor TNF, sintesis oksigen radikal, dan sintesis oksida nitrit.
(Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 391)

5.3 Gambaran Klinis
1. Dermatitis Kontak
Penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak
berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak sdengan bahan seperti
formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang
menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1.
(Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393)
2. Hipersensitivitas Tuberkulin
Bentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk filtrate biakan M.
Tuberkulosis yang bila disuntikan ke kulit, akan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang berperan dalam reaksi ini adalah sel
limfosit CD4+ T. Setelah suntikan intrakutan ekstrak tuberculin atau derivate
protein yang dimurnikan (PPD), daerah kemerahan dan indurasi timbul di
tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan
M. Tuberkulosis, kulit bengkak terjadi oada hari 7-10 pasca induksi. Reaksi
dapat dipindahkan melalui sel T. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393)
3. Reaksi Jones Mote
Reaksi hipetsensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang ebrhubungan
dengan infiltrasi basophil mencolok di kulit di bawah dermis. Reaksi juga
disebut hipersensitivitas basophil kutan. Dibanding dengan hipersensitivitas
tipe IV lainnya, reaksi ini adalah lemah dan nampak beberapa hari setelah
pajanan dengan protein dalam jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan reaksi
dapat diinduksi dengan suntikan antigen larut seperti ovalbumin dengan
ajuvan Freund. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393)
4. T Cell Mediated Cytolisis (Penyakit CD8+)
Dalam T Cell Mediated Cytolisis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/ CTL/
Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan
hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan
biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak
sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap hepatosit
yang terinfeksi. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 394)




L.I.6. Antihistamin

6.1.Definisi

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan
atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk
kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk
sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah
signifikan di tubuh.

6.2. Famokokinetik

1. AH
1

Setelah pemberian oral atau parental, AH
1
diabsorpsi secara baik.
Efeknya timbul 15-30 menitsetelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2
jam. Lama kerja AH
1
generasi I setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-
6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan limpa, ginjal, otak,
otot, dan kulit kadarnya rendah. Tempat utama biotransfarmasi AH
1
adalah
hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH
1
diekskresi melalui urin
setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
2. AH
2

Simetidin
Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70 %. Sama dengan setelah pemberian
IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanyalah 20 %. Absorpsi simetidin
diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera
setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada periode
pasca makan. Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60-90.
Simetidin masuk ke dalam SPP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20 %
dari kadar serum. Sekitar 50-80 % dari dosis IV dan 40 % dari dosis oral
simetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa peruh eliminasinya
sekitar 2 jam.
Renitidin
Biovailabilitas renitidin yang diberikan secara oral sekitar 50 % dan
meningkat pada pasien penyakit hati. Masa [paruhnya kira-kira 1,7 3 jam
pada orang dewasa, dan menmanjang pada orang tua dan pada pasien gagal
ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidine juga memanjang
menskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kada puncak pada plasma dicapai
1.3 ja setalah penggunana 150 mg ranitidine secara oral, dan yang terikat
protein plasma hanya 15%. Ranitidine mengalami metabolisme lintas utama
dihati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Rranitidin dan
metabolitnya dieksresi rerutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar
70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara
oral dieksresi dalam urin dalam bentuk asal.
Famotidin
Famotidin mencapai kadar puncak diplasma kira-kira dalam 2 jam setelah
penggunaanan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam dan bioavailibitas
40-50%. Metabolit utama adalah famotidine-S-oksida. Setelah dosis oral
tunggal, sekitar 25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin.npada
pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melebnihi 20 jam.
Nizatidin
o Bioavailibitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh
makanan atau antikolinergik. Klirens menurun pada pasien uremik dan
usia lanjut.
o Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oraldicapai dalam 1 jam,
masa paruh plasma sekitar satu setengah jam dan lama kerja sampai
dengan 10 jam. Nizatidin disekresikan terutama melalui ginjal; 90 % dari
dosis yang digunakan ditemukan diurin dalam 16 jam.

6.3. farmakodinamik

Antagonis Reseptor H
1
(AH
1
)

1. Antagonis terhadap histamin. AH
1
menghambat efek histamine pada
pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu AH
1

bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai penglepasan histamine endogen berlebihan..
2. Otot polos. AH
1
efektif menghambat kerja histamine pada otot polos usus
dan bronkus
3. Permeabilitas kapiler, Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat
histamine, dapat dihambat dengan efektif oleh AH
1.

4. Reaksi anafilaksis dan alergi. Reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi
refrakter terhadap pemberian AH
1
, karena disini bukan histamine saja yang
berperan tetapi autacoid lain yang dilepaskan. Efektivitas AH
1
melawan
beratnya reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala
akibat histamine
5. Kelenjar Eksokrin. Efek perangsang histamine terhadap sekresi cairan
lambung tidak dapat dihambat oleh AH
1
. AH
1
dapat menghambat sekresi
saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamine.
6. Susunan syaraf pusat. AH
1
dapat merangsang maupun menghambat SSP.
Efek perangsangan yang kadangpkadang terlihat dengan dosis AH
1
biasanya
adalah insomnia, gelisah, dan eksitasi. Dosis terapi AH
1
umumnya
menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk,
berkurangnya kewaspadaan, dam waktu reaksi yang lambat.
7. Anastesi local. AH
1
yang baik untuk anastesi local adalah prometazin dan
prilamin. Akan tetapi untuk menibulkan efek tersebut dibutuhkan kadat yang
beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
8. Antikolinergik. Dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering,
kesukaran miksi dan impotensi.
9. Sistem kardiovaskular. Dalam dosis terapi, AH
1
tidak memperlihatkan efek
yang berarti pada system kardiovaskular.

Penggolongan Antihistamin (AH
1
)
Golongan dan Dosis Dwasa Masa Kerja Aktivitas
Contoh Obat Antikolinergik
ANTIHISTAMIN GENERASI I
Etanolamin
-Karbinoksamin 4-8 mg 3-4 jam +++
-Difenhidramin 25-50 mg 4-6 jam +++
-Dimenhidrinat 50 mg 4-6 jam +++
Etilenediamin
-Pirilamin 25-50 mg 4-6 jam +
-Tripelenamin 25-50 mg 4-6 jam +
Piperazin
-Hidroksizin 25-100 mg 6-24 jam ?
-Siklizin 25-50 mg 4-6 jam -
-Meklizin 25-50 mg 12-24 Jam -
Alkilamin
-Klorfeniramin 4-8 mg 4-6 jam +
-Bromfeniramin 4-8 mg 4-6 jam +
Derivat Fenotiazin
-prometazin 10-25 mg 4-6 jam +++
Lain-Lain
-siprogeptadin 4 mg 6 jam

+
-mebhidrolin
napadisilat
50-100 mg 4 jam +
ANTIHISTAMIN GENERASI II
-astemizol 10 mg < 21 jam -
-faksofenadin 60 mg 12-24 jam -
Lain-Lain
-loratadin 10 mg 24 jam -
-setirizin 5-10 mg 12-24 jam

Antagonis Reptor H
2
(AH
2
)

Antagonis reseptor H
2
berkerja menghambat sekresi asam lambung.
Burimamin dan metiamid merupakan antagonis resptor H
2
yang pertama kali
ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan diklinik. Antagonis reseptor
H
2
yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidine, famotidine, dan nizatidin.

1. Simetidin dan Ranitidin
Simetidin dan renitidin menghambat reseptro H
2
secara selektif dan
reversible. Perangsang reseptor H
2
akan merangsang sekresi asal m=lambung,
sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidine sekresi asam lambung
dihambat. Pengaruh fisiologik simetidin dan ranitidine terhadap resptor H
2

lainnya =, tidak begitu penting. Walaupun tidak sebaik penekanan sekresi
asam lambung pada keadaan basal, simetidin dan ranitidine dapat
menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik,
stimulasi vagus, atau gastrin. Simetidin dan ranitidine juga mengganggu
volume dan kadar pepsin cairan lambung.



2. Famotidine
Sama halnya dengan simitidin dan ranitidine, famotidine merupakan AH
2

sehingga dapat menghambat sekresi asam labung pada keadaan basal, malam
dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidine 3x lebih poten daripada
ranitidine dan 20x lebih poten dari pada simetidin.

3. Nizatidine
Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama
dengan ranitidine.

6.4.Efek Samping
A. AH
1

Efek yang palingsering adalah sedaso, yang justru menguntungkan
pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Tapi efek ini
menggangu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tingkat tinggi.
Sehingga kemungkinan terjadi nya kecelakaan.
Efek sampung yang berhubungan dengan efek sentral AH
1
adalah
vertigo, tinnitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia,
euphora, gelisah, insomnia, dan tremor. Efek samping yang paling sering juga
nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi
atau diar; efek samping ini akan berkurang jika AH
1
diberikan sewaktu makan.
Efek samping yang mungkin timbul oleh AH
1
adalah mulut kering,
dysuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.
AH
1
bisa menimbulkan aleri pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi
akibat penggunaan local berupa dermatitis alergik. Demam dan
fotosensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi AH
1
jarang menimbulkan
komplikasi berupa leukopenia dan agranulositosis.

B. AH
2

Simetidin dan Ranitidin
Efek samping ini antara lain nyeri kepala, pusing, malaise, myalgia, mual,
diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido, dan impoten.
Famotidin
Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit
kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan renitidin,
famotidine nampaknya lebih baik dari simetidin karena tidak menimbulkan
efek antiandrogenik
Nizatidin
Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek samping. Efek samping ringan
saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan kadar asam urat dan transaminase
serum ditemukan pada beberapa pasien yang nampaknnya tidak
menimbulkan gejala klinik yang bermakna.

LI.7. Memahami dan Menjelaskan Kortikosteroid

7.1 Definisi
Kortikosteroid adalah hormon yang disintesis di korteks adrenal,
berasal dari kolesterol dengan struktur utama siklopentanoperhidrofenantren
dan hasil akhir berupa aldosteron dan kortisol (21 atom C). Selain
kortikosteroid juga dihasilkan androgen lemah (19 atom C). Istilah
kortikosteroid sendiri sebenarnya mengacu baik kepada glukokortikoid dan
mineralokortikoid, namun dalam penggunaan sehari-hari lebih banyak
mengacu kepada glukokortikoid saja.
Kortikosteroid bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis
protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara
difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor
protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-
steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju
nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan
menghasilkan efek fisiologik steroid.
Kortikosteroid memiliki dua efek utama, yaitu dalam metabolisme dan
inflamasi. Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati,
lipolisis dan mobilisasi asam amino (sebagai substrat untuk glukoneogenesis)
serta menghambat/inhibisi ambilan glukosa di otot dan jaringan adiposa.
Sedangkan untuk efek antiinflamatiknya, efek tersebut terjadi melalui
penekanan pembentukan berbagai mediator inflamasi (fosfolipase A,
cyclooxigenase, degranulasi sel mast), menghambat fungsi makrofag, dan
bekerja dalam keadaan inflamasi akut maupun kronik.
Penggunaan kortikosteroid dapat dibagi sebagai terapi substitusi
hormon maupun terapi non endokrin. Untuk terapi substitusi hormon,
kortikosteroid diberikan kepada penderita insuffisiensi adrenal, sedangkan
untuk terapi non-endokrin antara lain untuk pengobatan arthritis, asthma
bronkial, alergik, penyakit kulit (dermatitis), shock anafilaktik,
penyempurnaan fungsi paru pada fetus dll.

7.2 Farmakokinetik
Kortikosteroid diabsorbsi cukup baik pada pemberian oral. Untuk
mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh diberikan secara IV.
Untuk mendapatkan efek yang lama, diberikan secara IM. Glikokortikoid
dapat diabsorbsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang synovial.
Biotransformasi terjadi didalam dan diluar hati. Metabolitnya merupakan senyawa
inaktif atau berpotensi rendah. Proses reduksi dan menjadi lebih mudah larut yang
kemudian dieksresikan terutama terjadi di hepar dan sebagian kecil di ginjal.


7.3 Farmakodinamik
- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular,
ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.
- Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen
hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada
keseimbangan air dan elektrolit kecil.
Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air
dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan
glikogen hepar sangat kecil.
- Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan
berdasarkan massa kerjanya.
Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang
dari 12 jam.
Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara
12-36 jam.
Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari
36 jam.


7.4 Efek samping

Efek samping jangka pendek
Peningkatan tekanan cairan di mata (glaukoma)
Retensi cairan, menyebabkan pembengkakan di tungkai.
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan deposit lemak di perut, wajah dan leher bagian belakang


Efek samping jangka panjang.
Katarak
Penurunan kalsium tulang yang menyebabkan osteoporosis dan tulang
rapuh sehingga mudah patah.
Menurunkan produksi hormon oleh kelenjar adrenal
Menstruasi tidak teratur
Mudah terinfeksi
Penyembuhan luka yang lama

LI.8. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Hati-hati
(Tabayun, Istiqomah, Manfaat dan Mudarat)
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada
penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan
panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal,
minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku
menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di
bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan
larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-
manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya :
manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat
(bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan
dalam QS : Al-Baqorah :219


2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.

1. Firman Allah taala :
)751 : (
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi
mereka segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )
Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang
lain serta tak sedap baunya.
2. ) : 195 (
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan ( al
baqoroh : 195)
Rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker,
penyakir paru-paru dan lain sebagainya.
3. ) 92 : (
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian
Maha menyayangi ( an nisa : 29 )
Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan
4. ) : 19 (
Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada
manfaatnya. (QS Al-Baqoroh : 219 )
Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri
ataupun orang lain.
5. ) : 26 (
Janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros,
sesungguhnya pemborosan itu adalah saudaranya syaithon. (QS Al-Isra :
26 )
Membeli rokok adalah merupakan pemborosan dan pemborosan termasuk
perbuatannya syaithon.
6. Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda :
tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain
Merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain dan membuang-
buang harta.
7. Sabda Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam :
) ( ) (
Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta. ( HR bukhari-
muslim ).
Merokok adalah menyia-nyiakan harta dan dibenci Allah.
8. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam :

) (
Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek
ialah seperti pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai
besi) (HR Bukhari-Muslim)
Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa
membakar orang di sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap.
9.
) (
Barang siapa menghirup (meminum) racun hingga mati maka racun itu akan
berada di tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam.
(HR Muslim).
Rokok mengandung racun (nikotin) yang membunuh penghisapnya perlahan-
lahan dan menyiksanya.
10. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam :
) (
Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya
menyingkir (menjauh) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah
dirumah. (HR Bukhari-Muslim).
Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah .
11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak
mengaharamkan rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit
kanker dan paru-paru yang bisa membunun penghisapnya.



Tabayyun
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-
Hujurat: 6)

Ayat ini seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir- termasuk ayat yang
agung karena mengandung sebuah pelajaran yang penting agar umat tidak mudah
terpancing, atau mudah menerima begitu saja berita yang tidak jelas sumbernya, atau
berita yang jelas sumbernya tetapi sumber itu dikenal sebagai media penyebar berita
palsu, isu murahan atau berita yang menebar fitnah. Apalagi perintah Allah ini berada
di dalam surah Al-Hujurat, surah yang sarat dengan pesan etika, moralitas dan
prinsip-prinsip muamalah sehingga Sayyid Quthb mengkategorikannya sebagai surah
yang sangat agung lagi padat (surat jalilah dhakhmah), karena memang komitmen
seorang muslim dengan adab dan etika agama dalam kehidupannya menunjukkan
kualitas akalnya (adabul abdi unwanu aqlihi).
Peringatan dan pesan Allah dalam ayat ini tentu bukan tanpa sebab atau
peristiwa yang melatarbelakangi. Terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat
ini yang pada kesimpulannya turun karena peristiwa berita bohong yang harus diteliti
kebenarannya dari seorang Al-Walid bin Uqbah bin Abi Muith tatkala ia diutus oleh
Rasulullah untuk mengambil dana zakat dari Suku Bani Al-Musththaliq yang
dipimpin waktu itu oleh Al-Harits bin Dhirar seperti dalam riwayat Imam Ahmad. Al-
Walid malah menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan
membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke
perkampungan Bani Musththaliq. Kontan Rasulullah murka dengan berita tersebut
dan mengutus Khalid untuk mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini
mengingatkan bahaya berita palsu yang coba disebarkan oleh orang fasik yang hampir
berakibat terjadinya permusuhan antar sesama umat Islam saat itu. Yang menjadi
catatan disini bahwa peristiwa ini justru terjadi di zaman Rasulullah yang masih
sangat kental dan dominan dengan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran. Lantas
bagaimana dengan zaman sekarang yang semakin sukar mencari sosok yang jujur dan
senantiasa beritikad baik dalam setiap berita dan informasi yang disampaikan?.
Secara bahasa, kata fasiq dan naba yang menjadi kata kunci dalam ayat di
atas disebut dalam bentuk nakirah (indifinitive) sehingga menunjukkan seseorang
yang dikenal dengan kefasikannya serta menunjukkan segala bentuk berita dan
informasi secara umum; berita yang besar atau kecil, yang terkait dengan masalah
pribadi atau sosial, apalagi berita yang besar yang melibatkan segolongan kaum atau
komunitas tertentu yang berdampak sosial yang buruk.
Sayyid Thanthawi mengemukakan analisa redaksional bahwa kata in yang
berarti jika dalam ayat jika datang kepadamu orang fasik membawa berita
menunjukkan suatu keraguan sehingga secara prinsip seorang mumin semestinya
bersikap ragu dan berhati-hati terlebih dahulu terhadap segala informasi dari seorang
yang fasik untuk kemudian melakukan pengecekan akan kebenaran berita tersebut
sehingga tidak menerima berita itu begitu saja atas dasar kebodohan (jahalah) yang
akan berujung kepada kerugian dan penyesalan. Maka berdasarkan acuan ini,
sebagian ulama hadits melarang dan tidak menerima berita dari seseorang yang
majhul (tidak diketahui kepribadiannya) karena kemungkinan fasiknya sangat jelas.
Berdasarkan hukumnya, As-Sadi membagikan sumber (media) berita kepada
tiga klasifikasi:
Pertama, berita dari seorang yang jujur yang secara hukum harus diterima.
Kedua, berita dari seorang pendusta yang harus ditolak.
Ketiga, berita dari seorang yang fasik yang membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek
akan kebenarannya.
Disini, yang harus diwaspadai adalah berita dari seorang yang fasik, seorang
yang masih suka melakukan kemaksiatan, tidak komit dengan nilai-nilai Islam dan
cenderung mengabaikan aturannya. Lantas bagaimana jika sumber berita itu datang
dari media yang cenderung memusuhi Islam dan ingin menyebar benih permusuhan
dan perpecahan di tengah umat, tentu lebih prioritas untuk mendapatkan kewaspadaan
dan kehati-hatian.
Selain sikap waspada dan tidak mudah percaya begitu saja terhadap sebuah
informasi yang datang dari seorang fasik, Allah juga mengingatkan agar tidak
menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya tersebut sebelum jelas kedudukannya.
Allah swt berfirman,
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaaf: 18).
Sehingga sikap yang terbaik dari seorang mukmin seperti yang pernah dicontohkan
oleh para sahabat yang dipelihara oleh Allah saat tersebarnya isu yang mencemarkan
nama baik Aisyah ra adalah mereka tetap berbaik sangka terhadap sesama mukmin
dan senantiasa berwaspada terhadap orang yang fasik, apalagi terhadap musuh Allah
yang jelas memang menginginkan perpecahan dan perselisihan di tubuh umat Islam.
Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu:
Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya
Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar. (An-Nur: 16).
Dalam sebuah riwayat dari Qatadah disebutkan, At-Tabayyun minaLlah wal
ajalatu Minasy Syaithan, sikap tabayun merupakan perintah Allah, sementara sikap
terburu-buru merupakan arahan syaitan.

Sikap Muslim dalam Istiqamah
Lewat pengetahuan pemaparan makna istiqamah dalam berbagai konteksnya seperti
diungkap oleh para sahabat dan ulama, kita dapat mengetahui bahwa istiqamah adalah
suatu sikap konsisten, ajeg, dalam berbagai aspek kehidupan.
Seorang muslim, kapanpun dan di manapun, ia dituntut untuk bersikap teguh, tidak
maju mundur, tetap berpendirian teguh dalam memurnikan iman dan akidah dari
segala bentuk kesyirikan dan kekufuran.
Teguh dalam iman berarti memegang erat-erat dalam hati bahwa tiada tuhan yang
layak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta`ala. Segala bentuk penyembahan
kepada selain Allah Subhanahu wa Ta`ala merupakan sikap tidak istiqamah.
Seorang Muslim, tentunya juga bersikap teguh berdiri dalam ketakwaan, melaksakan
perintah Allah Subhanahu wa Ta`ala dan menjauhi larangannya. Bertakwa tidak
hanya saat berada di bulan Ramadhan saja, atau pada momen-momen tertentu, namun
harus dilaksanakan dalam segala kondisi. Tujuannya, membangun jiwa dan pribadi
yang muttaqin yang bercirikhaskan : beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat,
menafkahkan sebagian harta, beriman kepada Al Qur`an dan kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelumnya, dan yakin akan adanya kehidupan akhirat. (Qs. Al-Baqarah :
3-4).
Selain itu, ciri lain ketakwaan yang Allah Subhanahu wa Ta`ala paparkan adalah,
mereka istiqamah dalam menafkahkan harta baik di waktu lapang maupun sempit,
cerdas dalam meluapkan emosi, mudah memaafkan, dan bergegas memohon ampunan
kepada Allah di tiap perbuatan dosa yang dilakukan. (QS. Ali Imran : 134-135).
Seorang Muslim, kapanpun dan di manapun, dituntut untuk beristiqamah dalam
mencari ilmu sebagai landasan perkataan dan perbuatan kita. Artinya, orang yang
istiqamah tidak akan melakukan dan melepas suatu ucapan seleum diketahui sumber
ilmu guna menegaskan kebenaran dari perbuatan dan ucapannya.
Orang yang istiqamah selalu menjadikan ilmu sebagai makanan hati dan ruh. Jika
tubuh menjadi lunglai dan lemas akibat tidak mengonsumsi makanan dan minuman,
maka hati kita akan mati, sunyi, berselimut kegelapan, ketika ia kosong dari asupan
ilmu yang bermanfaat.

You might also like