You are on page 1of 28

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Low Back Pain
a. Anatomi dan Fisiologi Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah
struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebrata atau
ruas tulang belakang. Tulang belakang mempunyai bantalan diantara ruas antar
tulang. Panjang rangkaian tulang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai
67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 7 servikalis (C), 12 torakal
(T), 5 lumbal (L), 5 sakral (S) dan 4 koksigis (Pearce, 2009).
Kolumna vartebralis bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh dan
sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan
cakram invertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan
memungkinkan pembongkokon tanpa terjadinya fraktur. Cakramnya juga
berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi ketika menggerakkan berat
badan seperti berlari, meloncat, mengangkat beban tubuh ataupun benda dan
dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang dapat terlindungi dari
goncangan (Pearce, 2009).
b. Pengertian
Low back pain adalah rasa nyeri yang terjadi di daerah pinggang bagian
bawah dan dapat menjalar ke kaki terutama bagian sebelah belakang dan
samping luar. Keluhan ini dapat demikian hebatnya sehingga pasien
8



mengalami kesulitan dalam setiap pergerakan (salah tingkah) dan pasien harus
istirahat serta dirawat di rumah sakit (RSPI, 2001).
Low back pain dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu low
back pain kronik dan akut. Low back pain akut ditandai dengan sakit yang pada
umumnya berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Nyeri ini
bisanya berasal dari trauma pada punggung bawah atau gangguan lain seperti
arthritis. Low back pain kronis telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan,
dan lebih bersifat progresif (NINDS, 2003).
c. Etiologi
Kebanyakan low back pain dipicu oleh beberapa kondisi yang
berlebihan seperti ketegangan otot, cedera otot-otot, ligamen, dan cakram yang
mendukung tulang belakang. Banyak ahli percaya bahwa dari waktu ke waktu
ketegangan otot dapat menyebabkan ketidakseimbangan secara keseluruhan
dalam struktur tulang belakang. Hal ini menyebabkan terjadinya tegangan
konstan pada otot, ligamen, tulang, dan cakram, sehingga rentan terhadap
cedera (Healthwise, 2010). Menurut Jonathan (2010), etiologi low back pain
adalah:
1) Otot lumbar strain
Strain otot merupakan penyebab paling umum sekitar (70%). Strain
otot dapat ditemukan dalam sistem myofascial (otot-otot, ligamen dan
tendon yang mengikat tulang belakang bersama-sama dan mendukungnya).
Pasien biasanya tidak ingat kejadian awal yang memicu kejang otot
mereka.

9



2) Rupture disk
Sebuah cakram intervertebralis pecah yang dikenal dengan herniasi,
hal ini sering terjadi pada getaran berulang atau gerak (seperti saat
menggunakan mesin atau kegiatan olahraga atau ketika mengangkat tidak
benar), atau oleh strain berat mendadak atau meningkatkan tekanan ke
punggung bawah.
3) Discogenic back pain
Discogenic back pain diduga menjadi penyebab umum nyeri
pinggang. Discogenic back pain adalah hasil kerusakan pada disk
intervertabral, tapi tanpa herniasi disk
4) Spinal stenosis
Spinal stenosis atau dikenal dengan penyempitan kanal tulang
belakang, yang biasanya berkembang dengan usia.
5) Lumbar spine arthritis
Arthritis paling sering mempengaruhi sendi seperti lutut dan jari-jari.
Arthritis juga dapat mempengaruhi setiap sendi di tubuh, termasuk sendi
kecil tulang belakang. Arthritis pada tulang belakang bisa menyebabkan
sakit punggung dengan gerakan.
6) Fraktur tulang belakang
Fraktur tulang belakang yang ini biasanya disebabkan oleh kekuatan
yang signifikan seperti dari kecelakaan mobil atau sepeda, pukulan
langsung pada tulang belakang, atau menekan tulang belakang dengan jatuh
ke pantat atau kepala.

10



7. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis menyebabkan sakit punggung karena tulang
belakang berdekatan menjadi tidak stabil. Penyebab paling umum
spondylolisthesis adalah akibat perubahan degeneratif yang menyebabkan
hilangnya struktur menstabilkan normal tulang belakang akibatnya tulang
belakang tidak stabil dan nyeri punggung bisa menjadi masalah.
8. Osteoporosis
Fraktur kompresi lebih sering terjadi pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis atau pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid
dalam waktu lama. Pada orang dengan osteoporosis, bahkan sejumlah kecil
gaya memakai tulang belakang seperti dari bersin dapat menyebabkan
kompresi fraktur.
9. Scoliosis atau kyphosis.
d. Patofisiologi
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang
tersusun atas banyak unit rigid (vertebra) dan unit fleksibel (diskus
invertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai
ligamen dan otot vertebralis. Kontruksi punggung yang unik tersebut
memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan
perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan
tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau
melompat.
Diskus invertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang berusia muda, diskus terutama tersusun atas
11



fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lanjut usia akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Diskus pada segmen lumbal bawah
(L4-L5 dan L5-S1) adalah diskus yang mengalami stres mekanis paling berat
dan perubahan degenerasi terberat. Akibat dari stres dan degenerasi tersebut
diskus dapat menonjol ke satu arah. Penonjolan diskus dikenal sebagai hernia
nucleus purposus (HNP). Hernia nucleus pusposus dapat menyebabkan
penjepitan saraf. Penjepitan saraf akan menyebab nyeri yang menyebar di
sepanjang jalur saraf tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
Nyeri merupakan cara tubuh untuk memberitahu kita bahwa terjadi
sesuatu yang salah. Nyeri bekerja sebagai suatu sistem alarm yang merupakan
sinyal yang memberitahukan kita untuk berhenti untuk melakukan sesuatu yang
mungkin menyakitkan kita dan dengan cara ini melindungi kita dari keadaan
yang berbahaya (Bull, 2007).
Nyeri yang dialami bersifat subjektif dan sangat bersifat individual.
Menurut Potter (2005) menemukan empat hal yang pasti dialami pada saat
merasakan nyeri, yaitu bersifat individual, tidak menyenangkan, merupakan
suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat terus menerus dirasakan.
e. Faktor resiko
Banyak faktor yang meningkatkan risiko pengembangan nyeri
pinggang. Menurut Continuum Center for Health and Healing (2004) faktor
risiko yang paling penting untuk perkembangan sakit punggung adalah.
1) Pekerjaan
Beberapa aktivitas dapat menyebabkan peradangan otot, degenerasi
pada diskus vertebralis dan trauma seperti berdiri dan duduk dalam waktu
12



yang lama, mengangkat objek yang berat dapat menjadi faktor resiko untuk
masalah punggung.
2) Usia
Studi menunjukkan bahwa risiko low back pain meningkat
berhubungan dengan bertambah usia, tapi begitu mencapai usia sekitar 65
risiko berhenti meningkat. Low back pain paling sering terjadi pada usia 30-
50 tahun (Idyan,2007).
3) Riwayat keluarga
Penyakit kongenital, skoliosis dan lardosis dapat pendukung
vertebra dan ligamen sehingga dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
4) Jenis kelamin
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa laki-laki berada pada
risiko lebih besar untuk nyeri pinggang. Wanita yang memiliki dua atau
lebih kehamilan memiliki risiko lebih tinggi terkena nyeri pinggang.
5) Tingkat aktivitas dan kebugaran fisik
Kekuatan, daya tahan dan otot punggung perut telah terbukti
berhubungan dengan terjadinya low back pain. Penelitian telah
menunjukkan bahwa kebugaran fisik membantu untuk mencegah cedera
punggung.
6) Obesitas
Meskipun tidak konklusif, beberapa penelitian telah menunjukkan
peningkatan nyeri punggung pada pasien obesitas, terutama pada wanita.


13



7) Gangguan postur dan alignment
Gangguan postur atau keselarasan yang tidak benar dapat
mempengaruhi terjadinya nyeri dan dari waktu ke waktu karena
menyebabkan stress yang tidak semestinya pada area tertentu pada
punggung.
8) Riwayat cedera
Analisa yang paling umum dikaji ialah riwayat cedera sebelumnya.
Nyeri pada punggung dapat bersifat episode sesuai dengan kondisi yang
mencetusnya.
9) Psikologis, sosial dan faktor spiritual
Hal ini semakin diakui bahwa berbagai faktor psikologis dan sosial
dapat meningkatkan risiko nyeri pinggang. Kecemasan, depresi, tanggung
jawab penuh tekanan, ketidakpuasan kerja, stres mental di tempat kerja, dan
penyalahgunaan zat dapat meningkatkan resiko terjadinya low back pain.
Takut sakit, keyakinan negatif, pelecehan seksual, ketakutan, menghindari
dan gejala somatisasi (merasa sakit tanpa penyakit sebenarnya) juga dapat
meningkatkan risiko. Studi juga menunjukkan bahwa ibu yang bekerja
sendiri berada pada risiko tinggi untuk terjadi low back pain. Kurangnya
makna dalam hidup atau kurangnya kedamaian batin juga dapat
mempengaruhi individu untuk sakit punggung kronis adalah salah satu
faktor spiritual.



14



10) Merokok
Merokok merupakan faktor resiko yang berpotensi terjadinya low
back pain diakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke disk dan penurunan
oksigen darah dari efek nikotin pada penyempitan pembuluh darah.
11) Olahraga
Olahraga seperti ski, snowboarding, senam, gulat dan olahraga
kontak seperti sepak bola dan rugby meningkatkan risiko untuk sebagai
akibat dari cedera. Cedera ini dapat mengakibatkan terjadinya low back pain
melalui cedera langsung di punggung atau melalui luka ke bagian lain dari
tubuh yang menyebabkan stres abnormal di punggung.
12) Faktor-faktor lain
Faktor lain mungkin berperan penting dalam nyeri pinggang.
Kondisi tulang belakang yang mendasarinya seperti osteoporosis,
spondylolysis, penyakit diskogenic, penyakit sendi degeneratif tulang
belakang (osteoarthritis) dan scoliosis.
f. Manifestasi klinis
Nyeri merupakan perasaan yang subjektif dan tingkat keparahannya
sangat dipengaruhi oleh pendapat pribadi dan keadaan nyeri tersebut terjadi.
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada pinggang dan mengalami kelemahan.
Nyeri dapat berlangsung kurang atau lebih dari dua bulan (Smeltzer & Bare,
2001). Menurut Bull (2007), gejala-gejala nyeri punggung dapat sangat
bervariasi dari satu orang ke orang lain. Gejala tersebut meliputi nyeri pada
saat pergantian posisi, kekakuan, rasa baal (mati rasa), kelemahan dan rasa
kesemutan.
15



g. Pengkajian
1) Pengukuran nyeri
Menurut Tamsuri (2006), intensitas nyeri adalah gambaran tentang
tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas
nyeri sangat subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang berbeda.
Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
alat pengukuran nyeri salah satunya yaitu menggunakan skala nyeri
numerik. Pengkajian menggunakan skala intensitas nyeri numerik 0-10
dengan bertanya ke pasien. Nilai nol berarti tidak ada nyeri dan nilai sepuluh
artinya nyeri paling hebat yang pernah terjadi.

Skema 1
Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10








Sumber: Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR).


2) Pemeriksaan fisik
Menurut Wagiu (2005) pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik
inspeksi, palpasi dan perkusi
a) Inspeksi
Inspeksi dimulai dengan sikap dan posisi klien pada saat berdiri,
duduk dan gerakan lainnya. Inspeksi tulang belakang klien serta

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak
Ada
nyeri
Nyeri
sangat
berat
Nyeri
sedang
Nyeri
berat
Nyeri
ringan
16



deformitas yang terlihat. Bila klien tetap berdiri dan menolak untuk
duduk, maka sudah dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan-
gerakan yang perlu diperhatikan pada klien adalah adanya keterbatasan
gerak pada salah satu arah. Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen invertebralis di lumbal dan
arthritis lumbal. Secara khas fleksi ke depan akan menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada herniasi nucleus pulposus. Gerakan ekstensi ke
belakang pada seorang dewasa muda dapat mengindikasikan adanya
spondilitis. Gerakan lateral dan rotasi pada tulang belakang juga bisa
untuk melihat rentang gerak dan nyeri mungkin timbul.
b) Palpasi
Palpasi dapat dilakukan untuk menentukan lokasi nyeri dengan
menekan pada ruangan invertebralis atau dengan menggerakkan
prosessus spinosus sambil melihat respon klien. Spondilitis yang berat
dapat diraba adanya ketidakrataan pada bagian yang terkena. Penekanan
prosessus spinalis dengan jari jempol untuk mengetahui adanya fraktur
pada vertebra.
c) Perkusi
Penurunan atau menghilangnya refleks patella mengindikasikan
adanya gangguan pada radiks L4, L2, dan L3. Pada refleks achilles
menunjukkan gangguan pada S1. Abnormal pada refleks babinski
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN).


17



3) Pemeriksaan neurologis (tanda-tanda perangsangan meningeal)
Tanda laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya
ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda
laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul
sampai 90
0
lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut
dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di
betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan
fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut
dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda
laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri
radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral
merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus.
Tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Hal
ini juga dapat ditandai dengan laseque kontralateral. Tanda laseque adalah
tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8%
dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada
hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien.
Adanya tanda laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1
daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif
pada 73,3% penderita (Wagiu, 2005).
4) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi biasanya dilakukan, X-ray, CT, mielografi,
MRI, Diskografi, Elektromiografi (EMG), Elektroneurografi (ENG,
18



Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/
SSEP).
a) X-ray
X-ray dapat menggambarkan secara detail dari struktur tulang
belakang, biasanya digunakan untuk melihat sakit punggung yang
diakibatkan ketidakstabilan seperti spondylolisthesis, tumor dan fraktur.
X-ray digunakan untuk pemeriksaan yang memperlihatkan gambaran
tulang, gambaran itu adalah kalsium yang menyusun sulang, tetapi
cakram dan akar saraf kalsium tidak bisa dilihat, sehingga X-ray itu tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis herniasi lumbal atau penyebab lain
dari saraf yang terjepit (Ullrich, 2010).
b) CT dan MRI scan
CT dan MRI scan merupakan cara yang relatif cepat dan mudah
untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai keadaan dalam tubuh tanpa
perlu melakukan pembedahan. Selama CT scan, sinar X diarahkan
ketubuh pada berbagai sudut. Saat sinar X dideteksi oleh suatu scanner
yang menggunakan informasi tersebut untuk menghasilkan gambaran dua
dimensi dari struktur di dalam punggung. CT scan saat ini sudah banyak
digantikan oleh MRI scan yang menggunakan gelombang radio dan
medan magnetic berkekuatan tinggi untuk menghasilkan gambaran dua
atau tiga dimensi. MRI scan dapat membedakan antara tulang dan
jaringan lunak sehingga memberikan gambaran keadaan dalam tubuh
lebih rinci (Bull, 2007).

19



c) Mielografi dan diskografi
Pasien yang melakukan mielografi, zat pewarna disuntikkan ke
dalam kanalis spinalis, kemudian pasien dimiringkan keatas dan kebawah
pada meja sinar X sementara gambar radiografi diambil. Walaupun saat
ini mielografi tidak terlalu beresiko, namun pada masa yang lalu
beberapa pasien mengalami araknoiditis (peradangan pada sumsum
tulang belakang) setelah mereka disuntik zat pewarna.
Pada diskografi, zat warna disuntikkan kedalam diskus yang memisahkan
satu vertebra dengan vertebra yang lain. Zat warna ini akan menandai
daerah diskus yang rusak dan dapat membantu untuk menentukan
penyebab nyeri (Bull, 2007).
d) Elektromiografi (EMG)
Elektromiografi adalah pengujian aktivitas listrik dari otot. EMG
seringkali dilakukan dengan tes lain untuk mengukur fungsi saraf seperti
studi konduksi saraf. Arus listrik diberikan lebih rendah dari arus listrik
dirumah. EMG dapat membantu untuk mendiagnosis kompresi saraf atau
cedera (seperti carpal tunnel sindrome), cedera saraf akar (seperti linu
panggul), dan masalah lain yang berhubungan dengan otot atau saraf
seperti amyotrophic lateral sclerosis, myasthenia gravis dan distrofi otot
(Ullrich, 2010).
e) Somato-Sensory Evoked Potentials (SSEP)
SSEP digunakan untuk menilai kecepatan konduksi listrik di
spinal cord dan kadang-kadang juga digunakan untuk pasien dengan
nyeri punggung. Jika spinal cord terdapat masalah, maka perjalanan
20



sinyal listrik akan lebih lambat dari biasanya. SSEP juga dapat digunakan
untuk memantau fungsi spinal cord selama prosedur bedah (Ullrich,
2010).
5) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat laju
endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan
fungsi ginjal. Terhadap penderita ini tak didapatkan kelainan yang mengarah
kepada penyebab LBP karena infeksi ataupun kelainan ginjal (Debyanti,
2010).
6) Pemeriksaan fungsi lumbal
Lumbal fungsi akan normal pada fase permulaan prolaps diskus
namun belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight
albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali
level normal. Pada pasien ini tak dilakukan tindakan lumbal fungsi karena
pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran yang spesifik terhadap HNP,
juga perannya telah dapat digantikan oleh adanya gambaran radiologis yang
lebih objektif dan tidak invasif (Debyanti, 2010).
h. Komplikasi
Nyeri punggung dirasakan secara terus-menerus atau intermiten pada
satu tempat dan kemudian perasaan itu meluas ke area tubuh yang lain. Rasa
sakit dapat menyebar ke leher dan mungkin juga ke lengan tangan atau ke area
kaki dan biasanya pada waktu berjalan terasa linu dikaki. Kebanyakan kasus,
komplikasi utama dari nyeri punggung meliputi tidak lebih dari fleksibilitas
menurun dan gerakan atau pun kecacatan (HCI, 2004). Nyeri punggung juga
21



dapat menyebabkan hilangnya aktivitas dan membatasi gerakan menyebabkan
penambahan berat badan dan akhirnya obesitas. Otot juga dapat menjadi lemah
dan atrofi karena otot tidak bergerak di satu posisi untuk waktu yang lama dan
akibatnya lemak akan terakumulasi didalam tubuh.
i. Penatalaksanaan
Apabila pasien telah mencapai kondisi yang lebih nyaman saat istirahat,
secara bertahap aktivitas bisa dikembalikan pada keadaan semula dan jika
memungkinkan program latihan sudah dapat dimulai. Sasaran dari program ini
adalah peningkatan mobilitas, kekuatan otot dan kelenturan (Smeltzer & Bare,
2001).
Kebanyakan nyeri punggung dapat hilang sendiri dan akan sembuh
dengan tirah baring, pengurangan stres dan relaksasi. Tirah baring yang terlalu
lama tidak akan mempercepat proses penyembuhan bahkan dapat menunda
proses penyembuhan (Porth, 2005). Penatalaksanaan secara terperinci dapat
dilakukan pada pasien dengan low back pain adalah sebagai berikut:
1) Fisioterapi
Menurut Priyambodo (2008), fisioterapi yang biasa digunakan ialah
Infra Red (IR) Massage, terapi latihan dengan metode William Fexion
Exercise.
a) Sinar infra merah
Sinar Infra Merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7.700 Amstrong (Ao) 4.000.000 Ao yang
digunakan untuk tujuan pengobatan berkisar antara 7.700 Ao - 120.000
Ao atau 150.000 Ao. Jika sinar ini diabsorbsi oleh kulit maka panas
22



akan timbul pada tempat di mana sinar tersebut diabsorbsi sehingga
dapat meningkatkan proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah,
rilexasi otot dan mengurangi (menghilangkan) rasa sakit. Disamping itu
juga dapat berpengaruh terhadap pigmentasi, mengaktifkan kelenjar-
kelenjar keringat bahkan destruksi jaringan. Apabila penyinaran
diberikan menimbulkan temperatur cukup tinggi dan lama sehingga di
luar toleransi pasien. Oleh karena itu, pemberian Infra Merah ini harus
disesuaikan dengan toleransi pasien.
b) Massage
Fisioterapi dengang massage ini dibedakan menjadi stroking,
effleurage, fricktion, vibration.
(1) Stroking
Stroking adalah manipulasi gosokan yang ringan dan halus dengan
menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari
dagu ke atas pelipis dan dari tengah dahi turun kebawah menuju ke
telinga. Stroking ini harus dikerjakan dengan gentle dan
menimbulkan rangsangan pada otot-otot wajah.
(2) Effleurage
Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau dangkal.
Effleurage pada umumnya digunakan untuk membantu
pengembalian kandungan getah bening dan pembuluh darah di
dalam ekstrimitas tersebut. Effleurage juga digunakan untuk
memeriksa dan mengevaluasi area nyeri dan ketidakteraturan
jaringan lunak atau peregangan kelompok otot yang spesifik.
23



(3) Friction
Friction atau tekanan dalam adalah untuk menggerakkan dan
memisahkan jaringan lembut. Friction adalah memenuhi
pergerakan ke serabut seperti di dalam urat daging atau ligament,
strukturnya membujur atau gerak lingkar bertujuan untuk
melepaskan kekakuan otot dan untuk mengurangi kerusakan
jaringan lunak.
(4) Vibration
Vibration adalah gerakan getaran mengendurkan jaringan lembut
atas dan tingkatkan peredaran. Vibration dapat menenangkan atau
merangsang menurut intensitas dan kecepatan. Vibration pada
umumnya digunakan pada otot yang sangat lemah, gas dalam perut,
atau luka sambungan spesifik.
c) William Flexion Exercise
Posisi Wiliam adalah posisi yang lebih nyaman bagi klien dengan
low back pain. Pada posisi ini klien berbaring pada posisi semi fowler
dan area lutut dalam keadaan rileks begitu juga dengan ototnya. Sebagai
alas untuk menyokong posisi ini dan untuk membantu mengurangi nyeri
dapat digunakan matras yang agak lembut dan datar.
Latihan ini terdiri dari enam bentuk gerakan yang dirancang
untuk mengurangi nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang
memfleksikan spinal lumbal sakral terutama otot abdominal dan otot
gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor. Bentuk-
bentuk latihannya sebagai berikut:
24



(1) William Flexion Exercise nomor 1
Posisi awal: terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada
permukaan matras.
Gerakan: pasian diminta meratakan pinggang dengan menekan
pinggang ke bawah melawan matras dengan mengkontraksikan otot
perut dan otot pantat. Setiap kontraksi ditahan 5 detik kemudian
lemas, ulangi 10 kali. Usahakan pada waktu lemas pinggang tetap rata.
Gambar 1
William Flexion Exercise nomor 1

Sumber: http://www.wrongdiagnosis.com

(2) William Flexion Exercise nomor 2
Posisi awal: terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada
permukaan matras.
Gerakan: pasien diminta mengkontraksikan otot perut dan
memfleksikan kepala, sehingga dagu menyentuh dada dan bahu
terangkat dari matras. Setiap kontraksi ditahan 5 detik, kemudian
lemas, ulangi sebanyak 10 kali.






25



Gambar 2
William Flexion Exercise nomor 2

Sumber: http://www.wrongdiagnosis.com
(3) William Flexion Exercise nomor 3
Posisi awal: terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada
permukaan matras.
Gerakan: pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada
sejauh mungkin, kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan
menarik lututnya ke dada. Pada waktu bersamaan angkat kepala
hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras, tahan 5
detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, ulangi latihan sebanyak
10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus dihindari, karena akan
memperberat masalah pinggangnya.
Gambar 3
William Flexion Exercise nomor 3

Sumber: http://www.wrongdiagnosis.com


26



(4) William Flexion Exercise nomor 4
Posisi awal: terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada
permukaan matras.
Gerakan: pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama dengan
nomor 3, tetapi kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas
dan ditarik dengan kedua tangn kearah dada, naikkan kepala dan bahu
dari matras, ulangi 10 kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke
atas sejauh mungkin ia rapat, baru ditarik dengan kedua tangan
mendekati dada.
(5) William Flexion Exercise nomor 5
Posisi awal: exaggregated starters position
Gerakan: kontraksikan otot perut dan gluteus maksimus serta tekankan
dada ke paha, tahan 5 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi,
pertahankan kaki depan rata dengan lantai dan berat badan disangga
oleh kaki bagian depan tungkai yang belakang.
(6) William Flexion Exercise nomor 6
Posisi awal: berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan
tumit 10-15 cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding.
Gerakan: satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi
lumbal pada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali /
sesi. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi.
2) Latihan
Latihan dapat menguatkan punggung, mengurangi tekanan, kompresi
saraf dan melindungi punggung dari cedera. Latihan yang biasanya
27



dilakukan adalah peregangan punggung, deep lunge, berdiri satu kaki
kedepan, kebelakang dan lutut ke dada (Bull, 2007).
3) Terapi obat
Untuk menangani nyeri akut penatalaksanaan secara farmakologi,
dapat digunakan obat-obatan. Analgetik narkolitik dapat digunakan untuk
menghentikan nyeri. Relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat
paisen rileks dan otot pasien yang spasme bisa lebih rileks sehingga nyeri
lainnya bisa digunakan aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
(Porth, 2005).
4) Terapi kompres hangat dan dingin
Kompres hangat dapat meningkatkan aliran darah ke area yang
tertekan dan dapat membantu penyembuhan pada saraf yang mengalami
cedera. Kompres hangat dengan handuk atau kain dilakukan pada area yang
terkena selama lebih kurang 20-30 menit, minimal 4 kali setiap hari.
Tindakan alternatif yang lebih efektif yang sebagian orang lakukan ialah
dengan kompres hangat untuk meredakan nyeri. Kompres dingin diberikan
pada area yang terkena selama 10-15 menit setiap 1-2 jam. Tetapi cara
apapun yang dipilih, harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap
kondisi kulit dan nyeri tekan (Porth, 2005).
5) Terapi diet
Pengontrolan berat badan akan membantu mengurangi nyeri kronik
pada punggung bagian bawah dan dapat menurunkan kerja dari vertebra
yang disebabkan oleh obesitas. Pembatasan kalori dibutuhkan untuk
28



menjaga tubuh tetap ideal. Hal ini dilakukan jika berat badan klien lebih dari
10% dari berat badan ideal (Porth, 2005).
6) Penanganan nyeri lainnya
Penggunaaan sepatu bertumit datar membuat pemakainya
memerlukan energi lebih banyak untuk melangkah, sebab tumit harus
diangkat lebih tinggi. Menurut O'Niel, hak sepatu atau sandal yang ideal
adalah sekitar 2-3 cm. Hal ini akan membuat tendon achilles dalam posisi
rileks dan nyaman (Syifaa, 2008).
j. Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi low back
pain, terutama pada beban yang diangkat dan teknik mengangkat yang benar.
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan korset, tali
penyokong punggung dan peralatan kerja yang ergonomik. Hal tersebut dapat
dilakuakan dengan cara pendidikan kesehatan, misalnya pendidikan kesehatan
tentang low back pain ditempat kerja. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
upaya pencegahan terhadap terjadinya low back pain adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kekuatan otot perut dengan latihan penyiapan, yang terbaik
adalah sit up dengan lutut ditekuk
2) Menggunakan postur yang benar pada saat duduk, berdiri dan berjalan.
3) Menggunakan sepatu dan sandal dengan tumit 2-3 cm
4) Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat
duduk dikursi
5) Bila harus mengangkat beban, usahakan punggung lurus jangan
membungkuk tanpa membengkokkan lutut
29



6) Menjaga berat badan tidak sampai lebih dari 10% dari berat badan dan
memastikan masukan kalsium yang adekuat
7) Berhenti merokok
2. Pemindahan Material secara Manual
Menurut Nurmianto dalam Rahmawati (2010), pemindahan bahan secara
manual apabila tidak dilakukan secara benar akan menimbulkan kecelakaan dalam
pekerjaan. Kecelakaan kerja yang timbul dapat berupa kerusakan jaringan tubuh
yang diakibatkan oleh beban angkut yang berlebihan (over exertion-lifting and
carrying). Masalah tersebut muncul bukan hanya karena gangguan beban yang
berat pada otot tapi robekan dari celah antar tulang belakang (intervertebral dics)
yang menyebabkan ganggunan mobilitas tulang dalam jangka lama. Kegiatan
memindahkan bahan secara manual jika dilakukan berulang-ulang dan dalam
jangka waktu yang relatif lama akan menyebabkan proses degenerasi (rusaknya)
tulang-tulang belakang.
Menurut Nurmianto dalam Rahmawati (2010), beberapa parameter yang
harus diperhatikan dalam memindahkan bahan secara manual adalah sebagai
berikut:
a. Beban yang harus diangkat
b. Perbandingan antara beban dengan orangnya
c. Jarak horizontal dari beban terhadap orangnya
d. Ukuran beban yang akan diangkat
Batasan angkat di Indonesia ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. PER.01/Men/1978 tentang kesehatan dan
keselamatan kerja dalam bidang penebangan dan pengangkutan kayu. Beban angkat
30



ditetapkan dengan dasar perhitungan 5/7 kg berat badan, contohnya seorang lelaki
dengan berat badan 70 kg berarti beban yang dapat diangkat sebesar 50 kg. Batasan
tersebut dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 1
Beban angkat menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Koperasi No. 01 tahun 1978
Aktivitas
Mengangkat
Dewasa ( > 17 tahun) Tenaga kerja muda ( 17 tahun)
Laki-laki (kg) Wanita (kg) Laki-laki (kg) Wanita(kg)
- Sekali-kali 40 15 15 10-12
- Terus menerus 15-18 10 10-15 6-9
Sumber: Permentenakertranskop No:PER.01/MEN/1978, Nurmianto dalam Rahmawati (2010).

Berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya mendapatkan berat
pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbedabeda. Batasan berat
beban yang dapat diangkat dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 2
Berat Beban yang dapat Ditolelir untuk Aktivitas Angkat yang Sering

Frekuensi angkat

Berat yang boleh diangkat (kg)

Satu kali dalam 30 menit
Satu kali dalam 25 menit
Satu kali dalam 15 20 menit
Satu kali dalam 10 15 menit
Satu kali dalam 5 menit

95
85
66
50
33
Sumber: Nurmianto dalam Rahmawati (2010).
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dalam pemindahan material
secara manual maka perlu dikenali faktor risiko berpengaruh. Faktor risiko menurut
Rahmawati (2006) adalah sebagai berikut:
a) Berat beban yang diangkat dan perbandingannya terhadap berat beban pekerja.
b) Jarak horizontal dari beban relatif terhadap pekerja.
31



c) Ukuran beban yang harus diangkat maksudnya beban yang berukuran besar
akan memiliki pusat massa yang letaknya jauh dari badan dan dapat
menghalangi pandangan pekerja.
d) Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban.
e) Mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit dari pada
mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang.
f) Beban puntir pada pekerja selama aktivitas angkat beban. Stabilitas beban yang
akan diangkat maksudnya keseimbangan beban yang akan diangkat.
g) Kemudahan dijangkau oleh pekerja.
h) Berbagai macam rintangan yang menghalangi atau pun keterbatasan postur
tubuh yang berada pada suatu tempat kerja.
i) Kondisi kerja yang meliputi kerja yang monoton, pencahayaan, temperatur,
kebisingan dan kelicinan lantai.
j) Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktivitas angkat.
k) Metode angkat yang benar (tidak boleh mengangkat beban secara tiba-tiba).
l) Tidak terkoordinasinya kelompok kerja (lifting team).
m) Diangkatnya beban dalam suatu periode.
Menurut Rachmawati (2006), mengangkat dan memindahkan yang baik
harus memenuhi dua prinsip yaitu:
a) Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin tulang belakang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.
b) Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis diatas kegiatan mengangkut dan
memindahkan harus dilakukan sebagai berikut:
32



a) Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan
memegang hanya dengan beberapa jari dapat menyebabkan ketegangan statis
lokal pada jari tersebut. Lengan harus berada sedekat-dekatnya pada badan dan
dalam posisi lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkut dan mengangkat
menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan.
b) Punggung harus lurus, jangan membungkuk karena dapat menyebabkan otot-
otot pinggang merasa nyeri.
c) Dagu ditarik segera setelah kepala ditegakkan lagi seperti pada permulaan
gerakan dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang
diluruskan.
d) Posisi kaki dibuat sedemikian rupa/ pasang kuda-kuda sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
e) Berat badan dimanfaatkan untuk menaruh dan mendorong serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
f) Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui
pusat gravitasi tubuh, dengan begitu upaya yang bersifat mengimbangi
berkurang dan dihindari aktivitas otot statis yang tidak perlu.
3. Proses kerja
a) Pengerukan pasir dan batu dari air sungai
Sebagian besar proses ini penambang di Kuantan Singing telah
menggunakan mesin pompa disel. Manusia hanya berperan sebagai monitor
kerjanya mesin. Pasir dan batu yang keluar dari mesin tersebut lalu
dikelompokan menggunakan alat ayakan. Alat ini berguna untuk membedakan
antara batu dan pasir.
33



b) Mengisi pasir dan batu ke dalam mobil angkut
Pengisian pasir dan batu ke dalam mobil angkut masih dilakukan secara
manual dengan menggunakan skop. Pada proses ini pekerja melakukan sikap
kerja membungkuk (bending) dan membungkuk sambil memutar (twisting).
Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi tubuh. Otot bagian
perut dan sisi vertebra disk pada bagian lumbal mengalami penekanan (OHS,
2010).
Low back pain disebabkan adanya penekanan pada susunan saraf tepi
didaerah pinggang menjadi tegang, atau dengan kata lain sarafnya terjepit
(Smeltzer & Bare, 2001). Hal ini ada kaitanya dengan otot yang mengalami
spasme. Spasme ini dapat terjadi karena gerakan pinggang yang terlalu
mendadak atau berlebihan melampaui kekutan otot sehingga akan
menyebabkan rasa nyeri pada bagian pinggang.
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui atau penelitian-penelitian yang akan dilanjutkan (Notoatmodjo,
2005). Penyusunan kerangka konsep akan membantu kita untuk membuat hipotesis,
menguji hubungan tertentu, dan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan
dengan teori yang hanya dapat diamati atau diukur melalui variabel (Nursalam, 2008).
Skema 2
Kerangka konsep

Variabel independen Variabel dependen



Posisi kerja
posisi mengangkut beban
- Benar
- Salah
Kejadian low back
pain
- Terjadi
- Tidak terjadi
34



C. Hipotesis
1. Hipotesis nol
Tidak ada hubungan posisi kerja pada bongkar muat penambang batu dan pasir
dengan kejadian low back pain.
2. Hipotesis alternatif
Ada hubungan posisi kerja pada bongkar muat penambang batu dan pasir dengan
kejadian low back pain.

You might also like