You are on page 1of 4

Hati Yang Berkualitas, Dengan Banyak Berdzikir

Lisan pun merupakan piranti takwa. Jika seseorang merutinkan dzikir pagi dan petang, membaca doa dan
dzikir nabawiy pada kondisi atau situasi yang memang dianjurkan untuk berdoa dan berdzikir,
mengucapkan kata-kata yang baik dan menahan diri dari ungkapan yang tak pantas maka sejatinya ia
sedang menyempurnakan komponen takwa.

Lihatlah mereka yang tawadhu dan lisannya basah dengan rinai-rinai doa dan dzikir, kan didapati
keteduhannya di wajahnya dan kelembutan hatinya. Dalam dada mereka sedang bertandang musim semi
yang menyemikan rasa dan kebahagiaan spesial yang tak akan pernah tergambarkan dan terwakili oleh
ungkapan kebahagiaan manapun.

Lemah Berdzikir Tanda Munafik
Dzikir adalah ketenangan sekaligus cahaya yang meronakan hati. Memperbanyak berdzikir kepada Allah
adalah juga benteng seorang muslim dari sifat munafik. Termasuk ciri-ciri orang munafik adalah
menyedikitkan berdzikir. Allah berfirman tentang orang-orang munafik:


Mereka tidak berdzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit.[1]
Kaab bertutur:


Siapa yang memperbanyak dzikir kepada Allah maka ia terlepas dari kemunafikan.[2]
Oleh karena itu, di bagian akhir surat Al-Munafiqun, Allah mengungkapkan:


Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.[3]
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin hafizhahullah mengomentari ayat di atas dengan bertutur: dalam
ayat ini terdapat peringatan dari fitnah-fitnah orang munafik yang lalai dari berdzikir. Mereka terjebak
dalam kemunafikan.[4]

Ali bin Abi Thalib ditanya tentang orang-orang khawarij apakah mereka termasuk orang munafik atau
bukan. Beliau menjawab:


Orang munafik itu tidak berdzikir kecuali hanya sedikit.[5]
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin hafizhahullah berkata: ini adalah ciri-ciri orang munafik yaitu
sedikit berdzikir. Memperbanyak dzikir adalah penjaga/penyelamat dari kemunafikan.[6]

Antara Dzikir, Takwa dan Al-Furqaan
Dzikir akan meningkatkan kualitas takwa seorang hamba. Dengan pesona takwa yang membias dari mata
air keimanan ini, seorang penuntut ilmu kan meraih mutiara Al-Furqaan yang Allah hadiahkan
untuknya. Dengan mutiara Al-Furqaan yang cahayanya berkemilau tersebut, bertambahlah kemampuan
untuk membedakan yang haq dan bathil, bertambahlah hidayah yang Allah kucurkan dan terkikislah
kesesatan.

Allah menegaskan mutiara Al-Furqaan dalam Al-Quran:


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan
kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)
mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.[7]

Makna-makna Al-Furqaan yang Disebutkan Mufassirin
Apakah yang dimaksud Al-Furqaan dalam ayat di atas? Muhammad Ibnu Ishaq berkata, seperti yang
dikutip Ibnu Katsir: Al-Furqaan adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan[8]

Jabir bin Musa Al-jazairi rahimahullah berkata: Al-Furqaan adalah cahaya dalam pandangan kalian
sehingga kalian dapat membedakan hal yang bermanfaat dan mencelakan atau antara yang baik dan
kerusakan.[9]

Dalam kitab At-Tafsir al-Hadits dikatakan: Al-Furqaan bermakna hidayah, pertolongan, pengokohan
(iman), kemampuan dalam membedakan yang haq dan bathil, bermakna jalan keluar dari syubhat dan
merupakan sebuah taufiq.[10]

Syaikh Muhyiddin bin Ahmad Musthafa Darwis berkata: Berkata sebagian ulama, Al-Furqaan
berkmakna sesuatu yang bisa membedakan antara haq dan bathil. Maknanya pula bahwa Allah
menjadikan mereka dalam ketetapan hati, tajamnya pandangan dan kebaikan hidayah[11]
Ibnu Katsir berkata: Dikatakan pula bahwa Al-Furqaan adalah jalan keluar dari syubhat[12]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sadi rahimahullah berkata: Al-Furqaan bermakna ilmu dan
petunjuk yang mampu menjadikan pemiliknya dapat memisahkan petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan
kebathilan, halal dan haram[13]

Al-Furqaan dan Sensitifitas Jiwa
Dari ungkapan ulama yang termaktub, terlihat adanya kesan sensitif dalam makna-makna yang ada.
Sensitif yang kami maksudkan adalah kepekaan jiwa dalam membedakan antara kebenaran dan
kebathilan, kepekaan hati dalam menangkap sinyal yang menandakan bahwa syubhat maupun syahwat
sedang menguji keimanan, kepekaan dalam membedakan halal dan haram , kepekaan dalam menjaga
hidayah dan sensitifitas lainnya yang merupakan instrumen pengokoh ataupun penambah keimanan.
Al-Furqaan ibarat mutiara hati yang kemilaunya amat menakjubkan. Inilah anugerah Allah kepada
sosok-sosok yang berusaha meningkatkan kualitas ketakwaannya sehingga mereka lebih sensitif dalam
mendeteksi adanya fitnah syubhat dan syahwat. Tak hanya mendeteksi, mereka juga diberi taufik oleh
Allah untuk keluar dari fitnah tersebut.

Syaikh Muhyiddin bin ahmad Musthafa Darwis berkata: Berkata sebagian ulama, Al-Furqaan
berkmakna sesuatu yang bisa membedakan antara haq dan bathil. Maknanya pula bahwa Allah
menjadikan mereka dalam ketetapan hati, tajamnya pandangan dan kebaikan hidayah[14]
Ibnu Katsir berkata:Dikatakan pula bahwa Al-Furqaan adalah jalan keluar dari syubhat[15]
_______
Foot Notes:
[1] QS An-Nisa: 142
[2] Lihat kitab Fiqh al-Adiyyah wal Adzkar Jilid 1 karya syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin hafizhahullah.
Penerbit Dar Ibn Affan, hal 24.
[3] QS Al-Munafiqun: 9
[4] Fiqh al-Adiyyah wal Adzkar, hal 24
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] QS Al-Anfal: 29
[8] Lihat Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir oleh Muhammad Ali ash-Shabuni II/99, Asy-syamilah
[9] Lihat kitab tafsir beliau yang berjudul Aisaru At-Tafaasir Likalaami Al-Ali Al-Kabiir II/229 penerbit Maktabah
Al-Ulum Wa Al-Hukm. Madinah Munawwarah 1424 H, asy-Syamilah
[10] Lihat kitab At-Tafsir al-Hadits VII/32, penerbit Dar ihya Alkutub al-Arabiyyah, Al-qahirah, 1383 H, Asy-
syamilah
[11] Lihat kitab Irabul Quran Wa Bayanuhu (III/558) karya syaikh Muhyiddin Ibnu Ahmad Musthafa Darwis,
penerbit Dar Ibnu Katsir, Beirut 1415 H.
[12] Lihat end notes no. 1
[13] Lihat kitab tafsir Taisiru Al-Karim Ar-Rahman Fie Tafsir Al-Kalam Al-Mannan I/139, penerbit Muassisah ar-
Risalah, 1420 H. Asy-syamilah
[14] Lihat kitab Irabul Quran Wa Bayanuhu (III/558) karya syaikh Muhyiddin Ibnu Ahmad Musthafa Darwis,
penerbit Dar Ibnu Katsir, Beirut 1415 H. Asy-syamilah
[15] Lihat end notes no. 7
Penyusun: Fachriy Aboe Syazwiena
Artikel Muslim.Or.Id

You might also like