You are on page 1of 32

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Ovum yang telah dibuahi oleh sperma (blastokista) secara normal akan berimplantasi
pada lapisan endometrium di dalam kavum uteri. Pada kehamilan ektopik, ovum yang telah
dibuahi berimplantasi pada jaringan selain endometrium di dalam kavum uteri. Menurut
American Collage of Obstreticans and Ginecologists Sekitar 2% dari seluruh kehamilan pada
trimester pertama di Amerika Serikat adalah kehamilan ekstopik dan sekitar 95% pada tuba
fallopii. Kehamilan ektopik mengambil peran sebesar 9% terhadap kematian maternal di
Amerika Serikat. Insidensi kehamilan ektopik sering terjadi pada wanita berusia 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan
atau keterlambatan haid yang disertai nyeri perut yang hebat bagian bawah, perlu dipikirkan
kehamilan ektopik terganggu.
1
Bentuk lain pada kehamilan ektopik yaitu kehamilan servikal, kehamilan ovarikal, dan
kehamilan abdominal. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan
insiden kehamilan ektopik sebesar 17.800 kasus dan pada tahun 1992, meningkat menjadi
108.800 kasus. Namun,angka kematian menurun dari 35,5 kematian per 10.000 kasus pada tahun
1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.
Peningkatan insiden kehamilan ektopik dapat disebabkan oleh:
Peningkatan pada insiden faktor risiko terjadi pada penyakit menular seksual, penyakit
tuba, zigot yang abnormal, faktor ovarium, pengaruh hormonal dan faktor lain seperti
penggunaan AKDR serta infeksi
Peningkatan metode diagnostik.
Penggunaan Assisted Reproductive Technology (ART) untuk terapi infertilitas (kehamilan
ektopik pada kehamilan dengan ART sekitar 2%)
Prognosis keberhasilan kehamilan setelah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
menurun pada wanita yang pernah menderita kehamilan ektopik. Hanya 1 dari 2 wanita yang
kemudian dapat melahirkan janin hidup,sebagian tidak pernah hamil dan hingga 14,6%
mengalami kehamilan ektopik lagi.
2

2

BAB II
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
I. Definisi
Kehamilan ektopik terjadi ketika ovum yang telah dibuahi oleh sperma (blastokista)
berimplantasi dan tumbuh di luar atau selain di endometrium kavum uteri. Kehamilan
ekstrauterin tidak sama dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisial
tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
1
Berdasarkan tempat implantasinya, kehamilan ektopik dapat dikelompokan dalam
berbagai macam, yaitu:
1. Kehamilan Tuba, meliputi 95-96%: pars ampularis (70%), pars isthmus (12%),
pars fimbrae (11%) dan pars interstisial (2-3%)
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus (<1%), ovarium
(3%) atau abdominal (1%).
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat jarang
4. Kehamilan heteropik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di
kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik dengan insidensi
satu per 15.000-40.000 kehamilan.
5. Kehamilan ektopik bilateral, sangat jarang terjadi.
Jadi berdasarkan pengelompokan kehamilan ektopik di atas, kehamilan ektopik paling
sering terjadi di tuba (95-96%), di mana meliputi pars ampularis (70%), pars isthmus (12%),
pars fimbrae (11%) dan pars interstisial (2-3%). Urutan selanjutnya di serviks uterus (<1%),
ovarium (3%) atau abdominal (1%).
2


3


Gambar 1. Lokasi implantasi dari kehamilan ektopik
II. Epidemiologi
Denominator yang umumnya digunakan dalam menentukan insidensi kehamilan
ektopik adalah jumlah konsepsi yang diketahui, yang digambarkan dengan jumlah kehamilan
ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia produktif,
yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000 wanita dalam rentang usia
14 - 44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan
ektopik per 1000 kelahiran.
3
Penggunaan terapi antibiotika dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik.
Antibiotika dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi, tetapi
perlekatan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu dan menghambat
perjalanan ovum yang dibuahi dari ampulla ke uterus, sehingga implantasi terjadi pada tuba.
Selain itu kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik
terhadap jumlah kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa
reproduksi tanpa faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan
kontrasepsi, sehingga jumlah kelahiran menurun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap
kelahiran secara relatif meningkat. AKDR dapat mencegah secara efektif kehamilan
intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berusia antara 20-40 tahun
dengan usia rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0-14,6%.
4,5

4

Di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih merupakan penyebab terbesar pada
kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir 32.000 kehamilan ektopik tercatat setiap
tahunnya di Inggris Raya. Di Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari
58.178 pada tahun 1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Kehamilan ektopik merupakan
salah satu penyebab kematian maternal, sekitar 4% pada 20 wanita hamil di Kanada.
4
III. Etiologi
Sebagian besar penyebab belum diketahui sepenuhnya. Tiap kehamilan diawali
dengan pembuahan ovum oleh sperma di bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke
uterus ovum mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba.
1
Insiden terjadinya kehamilan ektopik meningkat dengan adanya beberapa faktor,
termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba,
infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), dan penggunaan IUD. Faktor-faktor
tersebut dipengaruhi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis, fungsional,
atau keduanya. Kenyataannya sangat sulit untuk menilai penyebab dari implantasi ektopik
dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba.

Tabel 1.
Pada kehamilan ovarium, spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang baru pecah dan
membuahi ovum yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila ovum yang dibuahi bernidasi di
daerah endometriosis di ovarium. Kemudian kehamilan intraligamenter biasanya terjadi secara
sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah
5

masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Sedangkan pada kehamilan servikal berkaitan
dengan faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim
termasuk seksio sesarea. Lalu kehamilan abdominal biasanya terjadi secara sekunder dari
kehamilan tuba, walaupun ada yang primer terjadi di rongga abdomen.
2

Adapun faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung terjadinya kehamilan ektopik:

1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia uteri. Hal ini
dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak
sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba:
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan ovum yang
dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba:
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain:
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri - atau sebaliknya -
dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan telur yang
terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature;
b) Fertilisasi in vitro, yakni penyatuan ovum dan spermatozoa terjadi di ampulla tuba, dari
sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat yang akhir ini
mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang menghambat atau
menghalangi gerakan ini dapat menjadi sebab terjadinya implantasi pada endosalping dan
bila ada kelainan pada ovum, maka akan memberi predisposisi terjadinya implantasi di
luar kavum uteri.
5

6

IV. Patofisiologi
Ovum di tuba bernidasi secara kolumner atau intrakoluumner. Pada kolumner, ovum
berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan ovum selanjutnya
terganggu oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya ovum mati secara dini dan diresorbsi. Pada
nidasi secara interkolumner ovum bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Kemudian setelah
tempat nidasi tertutup, ovum dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan disebut pseudokapsularis. Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan dan
tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan
otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Selanjutnya perkembangan janin
bergantung pada beberapa faktor seperti, tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
1

Estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan trofoblas mempengaruhi
pertkembangan uterus menjadi lebih besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah
menjadi desidua. Terjadi perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-
Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk
tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan
mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
2
Tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu antara
lain :
1. Kehamilan tuba
Fertilisasi dapat terjadi semua bagian tuba fallopi, sekitar 95-96% terjadi di ampulla, 25%
di ismus, dan 17% di fimbrae. Lapisan submukosa dari tuba fallopi yang tipis dapat membuat
ovum yang telah dibuahi dapat menembus ke lapisan epitel, bahkan zigot akan sampai
terimplantasi sampai lapisan muskuler. Kemudian trofoblas akan berprolifreasi dengan cepat dan
menginvasi daerah sekitarnya. Pembuluh darah maternal menjadi ruptur dan menyebabkan
perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara trofoblas dengan jaringan di bawahnya. Pada
7

dinding tuba fallopi yang merupakan tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah
terhadap invasi trofoblas. Embrio pada kehamilan ektopik sering kali tidak berkembang.
2. Ruptur Tuba
Implantasi ovum pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda, Sebaliknya ruptur pada
pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba kemudian ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut dengan jumlah
sedikit sampai banyak, yang dapat menimbulkan syok sampai kematian. Bila pseudokapsularis
ikut pecah maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam
rongga perut melalui ostium tuba abdominale.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba tertutup. Dalam hal
ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan
darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi pada daerah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada
ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan
terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak meninggal karena
perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
2,10
3. Abortus ke dalam lumen tuba
Abortus tuba ialah gangguan yang umumnya tidak begitu mendadak, dan dapat memberi
gambaran yang beraneka ragam. Timbul perdarahan dari uterus yang berwarna hitam, dan
rasa nyeri di samping uterus bertambah keras. Perdarahan yang terjadi karena pembukaan
pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari
derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba
8

abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi.
Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan
penembusan dinding tuba oleh villi koriales kearah peritoneum biasanya terjadi pada
kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas,
sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan
bagian isthmus dengan lumen sempit.
1
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara
khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup,
tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hemato retrouterina.
2


Gambar 3 : abortus ke dalam tuba

V. Gambaran Klinik

Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin
merasa nyeri sedikit pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan vaginal toucher uterus
membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang
mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
1

9

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu dimulai dari perdarahan banyak yang tiba-
tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala-gejala klinik klasik, tergantung pada lamanya
kehamilan, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore,
dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 20% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara
khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa
kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenoe
baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas,
dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.
2

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.Sekitar 75% pasien
yang datang mengeluh nyeri terutama di daerah abdomen. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian
bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan
penderita pingsan dan jatuh ke dalam syok. Rasa nyeri berawal pada satu sisi, setelah darah
masuk ke dalam rongga perut rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah..
Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan
bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan nyeri defekasi.
1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan jumlahnya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan
dikemukakan dari 51 93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin.
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya
amenorea tergantung pada kehidupan janin. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Frekuensi amenorea dikemukakan dari 23
97%.
4

Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri , yang disebut dengan nyeri goyang (+) atau
slinger pijn (bahasa belanda). Demikian pula kavum Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan
10

oleh karena terisi darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat
diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan
darah dapat menurun dan nadi meningkat, bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.
5
Pada pemeriksaan bimanual, teraba massa pelvik dengan ukuran 5 sampai 15 cm, yang
mana teraba pada sekitar 20% wanita hamil. Massa tersebut terdapat pada posterior atau lateral
dari uterus dan biasanya lembek dan elastis. Tetapi dengan adanya infiltrasi darah ke dinding
tuba, massa tersebut dapat menjadi keras.
Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral
abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan merupakan
temuan yang bermakna.
6

VI. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum terganggu
sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu sehingga
menimbulkan gejala.
1
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa waktu
dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut bagian
bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan
biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya,
warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah
keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah
hamil, riwayat menstruasinya.
2
Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.
Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan pasien
merasakan nyeri perut yang mendadak yang mana mirip dengan keluhan pada penderita
appendisitis akut. Pada jenis yang tidak mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah
yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.
2

11

Pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan
muda. Perabaan serviks dan gerakannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan
adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan
perbedaan dengan infeksi pelvik.
4
Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Penurunan haemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat.
Juga dinilai kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh
kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih
tinggi hingga dapat lebih dari 20.000.
2
Tes kehamilan berguna bila positif. Akan tetapi, tes
kehamilan bisa saja negatif, hal ini terjadi karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi
trofoblas yang menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurun dan
menyebabkan tes negatif.
7
12


Algoritma : Diagnosa dan Penanganan Kehamilan Ektopik
7

VII. Diagnosa Banding
Beberapa keadaan patologik, seperti infeksi pelvik, abortus imminens, kista folikel,
korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan appendisitis dapat
memberikan gejala yang hampir sama.


VIII. Pemeriksaan Penunjang
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah terdiagnosis
pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal diperlukan untuk
13

perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi terjadinya perdarahan
intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%)
kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang merupakan acuan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal Ultrasonography dan pemeriksaan kadar
hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi
karena lebih menguntungkan.
8

Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini :
1. Tes kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk
mengetahui ada atau tidaknya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dalam air
kemih, dimana juga dapat membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan
ektopik.
Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah
daripada kehamilan intrauterin normal dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1
minggu sebelum haid berikutnya, sehingga dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat
sensitifitas yang tinggi. Jika tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 25 iu/l, maka 90-100%
kehamilan ektopik akan memberi hasil positif. Faktor sensitifitas dipengaruhi oleh berat jenis
air kemih yang diperiksa. Yang lebih penting ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat
membedakan kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
9

2. Kuldosentesis
5

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum
terganggu.
14


Gambar 4: Kuldosentesis
Teknik
a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian
dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
d. Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
Hasil
a. Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.
b. Negatif, apabila darah yang diisap bersifat:
- Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium
yang pecah;
- Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang apendiks yang
pecah;
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c. Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.
Hasil positif palsu dijumpai pada 5-10% kasus yang disebabkan oleh karena korpus
luteum yang rupture, abortus inkomplit, menstruasi retrograd, atau endometriosis. Hasil
15

negative palsu dijumpai pada 11-14% kasus, oleh karena banyaknya darah dalam kavum
Douglas sangat sedikit.

3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga
mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa
kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterin adalah
1:30000 kasus, maka dalam dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam
pemeriksaan ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterin, kemungkinan kehamilan
ektopik dapat disingkirkan.
10





Gambar 5. USG kehamilan ektopik

4. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan untuk diagnosis kehamilan ektopik pada
umumnya. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglas dan
ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat
kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi dilakukannya laparotomi.
10


5. Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau serum
kadar progesterone kurang dari 5 mg/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin yang
terlihat dengan transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi
16

pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk
menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku 93
% akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang terlihat
pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan dilakukan
tindakan.
11
IX. Penatalaksanaan
Banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah
dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik.
9
Terapi bedah:
Tindakan bedah dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (biasanya salpingotomi)
dan tindakan itu dilakukan dengan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan teknik
yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih
dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada
hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang
terlihat komplit melalui laparaskop.
9


17

Gambar 5: Teknik Salpingotomi Insisi 1 2 cm di buat di bagian antimesenterik tuba
menggunakan jarum electrode.
Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah
di kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan menggunakan
benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi
di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam
muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.
9

Gambar 6 : Teknik Salpingektomi. Pedicel di potong dan diligasi dengan ligasi sutura.

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih
awal, maka pada tempat isthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang
berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seperti memeras (milking) untuk
mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.
9
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
18

laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada dan
diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling
sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang
tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis
para pasien resiko tinggi.
10
Terapi Obat:
Diagnosis dini yang dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-obatan
memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta segala resiko
yang mengikutinya, mempertahankan potensi dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-
zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik (misal:
methotrexate dan actinomycin), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas
lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
10

METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan oleh Tanaka dkk. untuk
kehamilan pada intersisial. Kemudian diikuti oleh Miyazaki (1983) dan Ory dkk. yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak
dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil.
Dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai diperbandingkan
pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
11
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting, oleh Pisarska dkk. (1997)
direkomendasikan bahwa methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan jika ukuran lebih
dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari
3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan -hCG kurang dari 15.000 mIU. Menurut American
College of Obstetricians and Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.
19

Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis asam
folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium darah
yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis
tunggal (50 mg/m
2
IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke
1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian
methotrexate yang berhasil, -hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14
dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan -hCG, kemungkinan ada massa ektopik
persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.
12

X. Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka angka kematian
akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan mati dan tidak dapat
dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang, kemungkinan ibu untuk
dapat hamil kembali besar, namun ini harus didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis
dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.

20

BAB III
IKHTISAR KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 th
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Pesanggerahan, Jakarta Selatan.
No RM : 01301890
II. ANAMNESIS ( Tanggal 2 Juni 2014 )
A. Keluhan utama
Nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirujuk dari RS Muhammadiyah dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien datang Nyeri perut hilang timbul, nyeri perut terutama terasa
21

pada perut bagian kanan bawah. Nyeri tidak hilang meskipun pasien mengganti posisi
tubuh nya, Skala nyeri VAS 5-6. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah dirasakan
pasien. Pasien menyangkal ada keluar darah dari kemaluan. Pasien mengaku lemas sejak
1 hari SMRS, sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Pasien juga merasa mual
dan sulit untuk makan, muntah disangkal. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Pasien
menyangkal adanya pingsan, demam dan berat badan turun. Pasien mengaku memiliki
keputihan sejak remaja dan belum pernah di obati,
C. Riwayat Haid :
Menarche : 11 tahun
Siklus haid : teratur
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : 3-4 x/ hari ganti pembalut
Dismenorea : (-)
HPHT : 5/5/14
D. Riwayat pernikahan :
Menikah 1x, usia pernikahan 7 tahun, masih menikah
E. Riwayat obstetri :
1. normal, laki-laki, 9 tahun, 2900 gram, bidan, sehat
2. normal, perempuan , 8 tahun,3000 gram, bidan,sehat
3. Tahun 2010, keguguran usia kandungan 5 bulan
4. normal, laki-laki, 4 tahun, 2800 gr, bidan sehat
22

5. normal, laki-laki, 2 tahun, 3000 gr, bidan sehat
6. hamil ini
F. Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi (-) Diabetes mellitus (-) Penyakit Jantung (-), keganasan (-), ginjal (-), Alergi
(-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi (-) ayah, Diabetes mellitus (-) Penyakit Jantung (-) Alergi (-)
G. Riwayat KB :
Suntik
I. Riwayat Operasi : (-)


III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 2 Juni 2014)
A. Status Generalis
KU/Kes : SB/CM
Tanda vital : TD : 90/60 mmHg N : 81x/menit RR : 19x/menit S : 36,8C
Kepala : normocephali, rambut hitam, distribusi merata.
Mata : pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-.
THT : mukosa tidak hiperemis, sekret (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
23

Thorax
Cor : S1-S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Abdomen : lihat status ginekologik
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai -/-
Status Ginekologi
Abdomen
Inspeksi : simetris, Striae(+)
Palpasi : tegang, Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (-), Defans Muskuler (-), tanda
akut abdomnen (-).
Perkusi : nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Anogenital
I : V/U tenang, perdarahan (-)
Io : tidak dilakukan.
VT : Nyeri goyang portio(+), massa adnexa sulit diraba, cavum Douglassi menonjol.



24

IV. LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL (2/6-
2014)
HASIL (2/01-
2014)
DARAH
Hemoglobin

7,4

9,1
Hematokrit 23 27
Lekosit 5,0 9,4
Trombosit 354 311
Eritrosit 3,31 3.79
VER 68,5 72,0
HER 22,4 24,0
KHER 32,7 33,4
RDW 15,0 16,5
Hemostasis
APTT 30,5
Kontrol APTT 31,5
PT 14,7
Kontrol PT 13,5

Tes kehamilan Positive


25

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG (2/06-2014)
Tampak uterus bentuk dan ukuran normal 6,64 x 4,77 x 5,05 cm anteflexi, tidak tampak GS
intrauterine.Tampak area hipoechoic ukuran 5,9 x 5,2 cm Hematokel. Tampak ovarium kiri
ukuran normal 3,93 x 2,57cm, cairan bebas (+).
Kesan: KET Tuba Kanan.


VI. RESUME
Ny.D 32 tahun G6P4A1, mengeluhkan nyeri perut sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut hilang timbul,
nyeri perut terutama terasa pada perut bagian kanan bawah. Nyeri tidak hilang meskipun pasien
mengganti posisi tubuh nya, Skala nyeri VAS 5-6. Lemas (+), mual (+), keputihan (+) sejak
remaja dan belum pernah di obati, Riwayat nyeri seperti ini (-), keluar darah dari kemaluan(-),
muntah (-), pingsan (-), demam (-) berat badan turun (-). BAK dan BAB normal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital stabil tidak terdapat ada tanda tanda syok maupun
pre syok. Pada pemeriksaan ginekologi didapatkan abdomen nyeri tekan (+),tidak terlihat ada
perdarahan dari vagina, VT didapatkan nyeri goyang portio, cavum Douglassi menonjol.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya tes kehamilan postove dan anemia. Dari
pemeriksaan USG didapatkan kesan KET tuba kanan.
VII. DIAGNOSIS
Akut abdomen ec hemoperitoneum ec KET, susp rupture tuba kanan pada G6P4A1 hamil 4
minggu.

26

VIII. PENATALAKSANAN
Rencana laparatomi salphingektomi dekstra cito
Rencana Tubektomi Pomeroy sinistra
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : dubia
X. LAPORAN OPERASI
Diagnosis pre op : Akut abdomen ec hemoperitoneum ec KET, susp rupture tuba kanan
pada G6P4A1 hamil 4 minggu.
Diagnosis post op : P4A2 Post laparotomi salfingektomi dekstra ai rupture tuba dekstra pars
ampularis dan tubektomi sinistra.
Tanggal : 02/06/2014
Laporan operasi :
- Pasien telentang dalam anestesia umum
- A dan asepsis daerah operasi
- Insisi pfanenstiel pada dinding abdomen.. Setelah peritoneum dibuka, keluar darah dan
bekuan darah lebih kurang 300 cc
- Dilakukan eksplorasi, uterus, tuba dan ovarium kiri dalam batas normal
- Tuba pars ampularis dekstra tampak rupture compang camping dengan perdarahan aktif.
- Pangkal tuba dekstra sampai mesosalfing ke arah ovarium sinistra dijepit, dipotong, dan
dijahit dengan jahitan transfix menggunakan safil no.1.0
- Eksplorasi lebih lanjut tampak ovarium kiri berdarah aktif suspek bekas perlengketan
dengan massa KET. Dilakukan penjahitan hemostasis dengan chromic no. 2.0
- Rongga abdomen dicuci dengan NaCl 0,9% 1000cc
27

- Diyakinkan alat dan kassa lengkap, tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis
demi lapis, kulit dijahit subkutikuler dengan safil no. 3.0
- Perdarahan intra op 100 cc, urin 200 cc jernih

XII. Instruksi post op
Observasi tanda vital , perdarahan tiap 15 menit( 1 jam pertama) dan tiap 30 menit (1 jam
kedua)
Cek Hb post transfusi
Medikamentosa :
NaCl 20 tetes per menit
Doxiciclin 2x100 mg iv
Profenid supp 3 x 1
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Hygiene vulva / perineum
GV hari ke 3
Foley catether selama observasi

XIII. Follow up post operasi
3 juni 2014
S: nyeri luka OP (+) VAS : 2-3, lemas.
O: KU/kes: SS/CM
TD 110/70 N 90x/mnt RR 16 x/mnt S 36,5C
St. gen: Mata: konjungtiva anemis -/-
Thorax: J: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
P : Suara napas vesikuler,rhonchi (-/-),wheezing(-/-)
Abdomen: Supel,BU (+)
28

Ekstremitas: akral hangat (+/+)
St. Gyn: Ins: V/U tenang, tertutup kassa kering, rembesan (-)
A : P4A2 Post laparotomi salfingektomi dekstra ai rupture tuba dekstra pars ampularis dan
tubektomi sinistra.
P : Mobilisasi bertahap
As.Mefenamat 3x500 mg
Doksisiclin 2 x 100 mg
Higiene v/p
GV hari ke-2

4 Juni 2014
S: lemas
O: KU/kes: SR/CM
TD 110/80 N 80x/mnt RR 20/mnt S 36,5C
St. gen: Mata: konjungtiva anemis -/-
Thorax: J: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
P : Suara napas vesikuler,rhonchi (-/-),wheezing(-/-)
Abdomen: Supel,BU (+)
Ekstremitas: akral hangat (+/+)
St. Gyn: Ins: V/U tenang, tertutup kassa kering, rembesan (-)
Lab: Hb: 9,1 L: 9,4
29

Ht : 27 Tr: 311.000
A : P4A2 Post laparotomi salfingektomi dekstra ai rupture tuba dekstra pars ampularis dan
tubektomi sinistra
P : As.Mefenamat 3x500 mg
Doksisiclin 2 x 100 mg
Higiene v/p
GV hari ke-2

30

BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini didiagnosis sebagai Akut abdomen ec hemoperitoneum ec KET, susp
rupture tuba kanan pada G6P4A1 hamil 4 minggu. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan yang ditemukan.
Pada anamnesis didapatkan bahwa nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. didukung
dengan pemeriksaan fisik yaitu didapatkan adanya nyeri goyang portio dan cavum douglasi
menonjol. Kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi darah.
Berdasarkan letak nyeri tersebut dapat dipikirkan diagnosa banding appendisitis, namun saat
dilakukan anamnesa, pasien mengaku tidak ada nyeri yang pada awalnya berasal dari pusat dan
gejala obstruksi, ditambah pula dengan hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya KET
di tuba kanan. Ada 3 kemungkinan yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri pada pasien ini: (1)
terjadi kerusakan pada otot tuba akibat desakan KE, (2) terjadi peregangan ligament sekitar tuba
akibat pembesaran tuba akibat KE, (3) terjadi rangsangan pada peritoneum akibat tumpahan
darah dari kerusakan jaringan yang dihasilkan oleh KE. Pada pasien ini diperkirakan telah terjadi
ketiganya. Penatalaksanaan pada pasien ini direncanakan laparotomi cito di karenakan hb pada
pasien ini 7,4 dan untuk mencegah terjadinya pemburukan dari keadaan pasien. Kemudian pada
saat dilakukan laparotomi, diketahui telah terjadi ruptur pada pars ampularis dari tuba kanan
sehingga diputuskan untuk dilakukan salpingektomi dekstra. Pasien merupakan akspetor MOW,
sehingga dilakukan juga tubektomi pada operasi.

31

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita dan timbul bila
ovum yang telah dibuahi berimplantasi pada jaringan selain endometrium. Berdasarkan
penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di Tuba ( 97% ). Berdasarkan
epidemiologinya, KET masih sering ditemukan. Hampir 32.000 kehamilan ektopik tercatat setiap
tahunnya di Inggris Raya
Pemeriksaan fisik yang penting dalam mendiagnosa KET adalah pemeriksaan abdomen
dan anogenital. Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan tanda-tanda akut abdomen, seperti
defans muskuler, nyeri tekan maupun nyeri lepas. Pada pemeriksaan anogenital dapat ditemukan
nyeri goyang portio dan penonjolan dari kavum Douglassi. Pemeriksaan penunjang seperti USG
merupakan pemeriksaan yang sangat penting.
Pilihan pengobatan KET tergantung kondisi penderita, keinginan penderita pada fungsi
reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan bedah
mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.Pada pengobatan
KET pada tuba yang belum pecah dapat diberikan Methrotrexate dengan kriteria: (1) Kehamilan
di tuba belum pecah, (2) diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4 cm, (3) perdarahan
dalam rongga perut kurang atau sama dengan 100 ml, (4) tanda vital baik dan stabil. Pada pasien
dengan keadaan yang kurang stabil, dapat dilakukan tindakan operatif, baik radikal maupun
konservatif. Diagnosa dini pada pasien dengan kecurigaan KET dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG. Hauth JC. Leveno KJ et al. Ectopic Pregnancy. Williams
Obstetrics. 23
st
ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2010. 253 272.
2. Cunningham FG. et al. Reproductive Succes and Failure. Williams Obstetrics, 23
st

ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2010. 884-
905.
3. Vicken S, Ellen W. Ectopic Pregnancy. www.emedicine.com/health/topic3212.html.
4. Josie T. Ectopic Pregnancy. www.aafp.org.
5. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu Kebidanan edisi keempat.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2009.hal 459 491.
6. Wiknjosastro H. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu Kandungan edisi
kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.1999.hal 250-260.
7. Lozeau, AM, Potter B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy.
American Family Physician. 2005 .72( 9):1707-14.
8. Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2000.hal 198-210.
9. Nathan L. Ectopic Pregnancy. A Lange medical book. Current Obstetric &
Gynecologic Diagnosis and Treatment ninth edition. Internal Edition 2003.
10. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Kehamilan
Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
11. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan ektopik
Terganggu.Jakarta.2002
12. Jazayeri A, Coussons HS. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. www.
Emedicine. Medscape.com/article/267384.

You might also like