You are on page 1of 52

0

RESUME BLOK 17
SKENARIO 4 PERTEMUAN 2
INFEKSI DAN INFESTASI CACING


Oleh:
1. Anastasia Citra P. 112010101001
2. Nisful Lail J. A. 112010101002
3. Fajar Kurniawan H. 112010101008
4. Rizky Ratnawati 112010101010
5. Anas Bakhtiar D. 112010101011
6. Devani Bagus A. 112010101020
7. Rr. Lidia Imaniar 112010101034
8. Fauziah Damayanti 112010101040
9. Budiono 112010101053
10. Khoirunisa Binti M. 112010101056
11. Tamzila Akbar Nila S. 112010101061
12. Aisyiyah Alviana A. 112010101064
13. Rina Nur Anisa 112010101078
14. Mumtaz Zuhhad 112010101083
15. Galuh Dharanindya Ica M. 112010101087
16. Ika Sriwinarni



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1

Skenario 4
Infeksi dan Infestasi Cacing

Pak Tejo, 50 tahun, seorang pekerja di perkebunan, datang ke dokter dengan keluhan gatal-
gatal pada kakinya sejak beberapa minggu terakhir. Selain itu, Pak Tejo juga mengeluh
rasa tidak enak pada perutnya dan seringkali diare akhir-akhir ini serta sering batuk-batuk.
Selama bekerja biasanya Pak Tejo tidak pernah menggunakan alas kaki yang memadai.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan pasien tampak anemis, dengan status gizi kurang.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan untuk menegakkan
diagnosisnya.






















2

Learning Object
1. Nematoda
a. Ascariasis
b. Strongylidiasis
c. Trichiuriasis
d. Hookworm
e. Enterobiasis
2. Trematoda
a. Fascioliasis hepatica
b. Clonorchiasis
c. Paragonimiasis
3. Cestoda
a. Taeniasis
b. Diphilobotriasis
c. Hymenolepsiasis
d. Dyphilidiasis












3

INFEKSI PARASIT

A. INFEKSI CACING
1. NEMATODA
ASCARIASIS
Ascaris lumbricoides

Cacing ini sering menginfeksi anak dibawah umur, telurnya sangat tahan hidup
sampai berbulan-bulan. Telur tersebut tahan terhadap formalin 2%, dan beberapa jenis
asam. Cacing banyak menginfeksi anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia. Cacing jantan
berukuran panjang 15-31 cm dengan diameter 2-4 mm, dan betinanya berukuran panjang
20-40 cm dan diameter 3-6 mm.

Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam usus halus (usus kecil), memakan sari makan dalam
usus (diduga menembus mukosa usus untuk menghisap darah). Kopulasi (kawin) terjadi
dalam usus. Cacing betina dapat memproduksi telur sampai 27 juta butir/ekor, dengan
ukuran telur 60-70 m X 40-50 m. Kulit telur transparan dengan diselaputi lendir
albumin yang berwarna kecoklatan.
Telur yang dibuahi membentuk zigot dan keluar bersama feses. Zigot berkembang
pada suhu optimun (15,5-30
o
C), mati pada suhu 38
o
C. Pada kondisi alamiah telur
berkembang dalam tanah aerobik dan membentuk larva didalam telur selama 10-14 hari
(pada fase ini bila tertelan tidak menyebabkan infeksi). Tetapi bila bentul L
1
berkembang
dan membentuk L
2
dalam telur, maka telur tersebut menjadi telur infektif.
Bilamana telur infektif tertelan maka L
2
menetas dan secara aktif menembus dinding
mukosa usus dan terbawa ke hati melalui saluran limfe usus atau venula usus. Dari hati
larva terbawa kebilik kanan jantung dan kemudian ke paru-paru melalui arteri paru-paru.
Larva biasanya tinggal dalam paru selama beberapa hari dan tumbuh bergerak melewati
kapiler masuk kedalam alveoli. Kemudian bergerak ke bronchioli, bronchi, trachea menuju
4

glottis. Penderita terbatuk dan larva tertelan dan masuk kedalam saluran pencernaan
menuju usus halus kemudian menjadi dewasa.
Selama proses migrasi tersebut larva tumbuh dari ukuran 200 m sampai 300 m.
Ecdysis terjadi dalam usus halus dalam selang waktu 25-29 hari setelah larva tertelan.
Hanya larva yang mencapai moulting yang ke 4 yang dapat hidup menjadi dewasa.

Patologi
Infeksi ringan: Terjadi kerusakan kecil karena penetrasi melalui dinding mukosa usus oleh
larva yang baru menetas (L
2
). Terjadi respon peradangan (inflamatory respons) pada saat
larva bermigrasi yaitu pada organ limpa, hati, kelenjar limfe dan otak. Hal tersebut juga
terjadi pada saat larva bergerak dari kapiler paru ke sistem respirasi sehingga menyebabkan
perdarahan kecil (foci haemoragik).
Infeksi berat: Terjadi bila sejumlah besar larva penetrasi melalui dinding usus sehingga
menimbulkan perdarahan pada dinding usus dan pada waktu bermigrasi ke paru akan
menimbuklkan pneumonia pada area yang luas sehingga dapat menyebabkan kematian
(Ascaris pneumonitis). Bilamana sejumlah cacing dewasa ada dalam usus, dapat
menimbulkan gejala sakit perut, asthma, insomnia dan sakit pada mata. Disamping itu akan
menimbulkan respon alergik bilamana cacing mengeluarkan bahan ekskresi maupun
sekresi. Sejumlah cacing dewasa dalam usus akan menyumbat saluran usus yang
mengakibatkan cacing dewasa menembus dinding usus atau apendiks usus. Hal tersebut
menyebabkan peritonitis yang mengakibatkan kematian pada penderita. Bila cacing masuk
kedalam apendiks dapat menimbulkan perdarahan lokal.

Diagnosis
Diagnosis secara akurat pada waktu terjadi migrasi larva sulit dilakukan. Dengan
melakukan pemeriksaan pada dahak (sputum) penderita kadang dapat dilakukan. Diagnosis
pada umumnya dilakukan dengan memeriksa telur cacing pada feses penderita atau cacing
dewasa yang keluar dari anus penderita. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan gejala
patogenik yang diderita pasien tetapi kebanyakan infeksi ringan tidak menunjukkan gejala.

Pengobatan
Beberapa obat aman diberikan dan efektif yaitu piperazin sering digunakan dan cukup
efisien. Obat lainnya seperti levamisol, pyrantel dan mebendazol juga cukup baik.
5


STRONGYLIDIASIS
Strongyloides stercoralis

Adalah merupakan salah satu cacing nematoda yang terkecil yang sering
menginfeksi orang dan hewan, seperti anjing, kucing dan ruminansia. Cacing S. papillosus
menginfeksi hewan domba, S. ransoni, pada babi dan S. ratti Pada tikus. Cacing betina
panjangnya 2,0-2,5 mm, dan yangt jantan sekitar 0,7 mm.

Daur hidup
Cacing betina menancapkan bagian depan tubuhnya (anterior end) didalam mukosa
usus halus dan sampai kedalam sub mukosa. Cacing dewasa tersebut juga kadang dijumpai
dala sistem saluran nafas, kantong empedu dan dalam pankreas. Cacing betina
memproduksi telur yang telah berembrio dan dikeluarkan dalam submukosa atau lumen
usus. Telur berukuran 50-58 um x 30-34 um. Telur tersebut menetas didalam submukosa
atau waktu masuk kedalam lumen usus, dan cacing muda berada dalam lumen usus
kemudian dikeluarkan melalui feses. Cacing muda bentuk filaria akan menginfeksi hospes
melalui pori kulit atau tertelan masuk slauran pencernaan. Cacing muda yang masuk
melalui kulit akan terbawa aliran darah menuju paru dan masuk kedalam alveoli, bergerak
ke trachea yang kemudian menjadi dewasa dan bertelur didalam usus halus. Sedangkan
yang masuk melalui mulut, akan langsung menjadi dewasa didalam usus halus. Cacing
dewasa juga dapat hidup diluar hospes (free living adults), yaitu didalam tanah dan bertelur
yang kemudian menetas dan menjadi cacing muda yang infektif dan dapat menginfeksi
hospes. Tetapi bila tidak menginfeksi, cacing juga dapat tumbuh menjadi dewasa dan dapat
memproduksi telur. Sehingga disini ada dua bentuk dar hidup yaitu: 1. Daur hidup
heterogenik dan 2. Daur hidup homogenik.
Bilaman cacing muda berkesempatan moulting dua kali pada saat turun kebawah
saluran cerna, cacing tersebut dapat melakukan penetrasi dalam mukosa bagian bawah
malalui darah dan terus menjadi dewasa lagi dalam usus. Proses tersebut disebut:
Autoinfeksi. Dalam kondisi tersebut pasien dapat menderita infeksi cacing ini sampai 36
tahun.

6

Patologi
Pengaruh patologi dari cacing ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu: fase invasi;
pulmonaris dan intestinal.
Penetrasi melalui kulit dengan larva invasif dapat mengakibatkan perdarahan kecil
dan pembengkakan sehingga menimbulkan rasa gatal pada lokasi masuknya cacing. Luka
tersebut dapat menyebabkan infeksi sekundar oleh bakteri patogen yang dapat
menyebabkan inflamasi.
Selama migrasi dari cacing muda menuju paru dapat menyebabkan kerusakan
jaringan paru sehingga menimbulkan reaksi sel paru dan dapat sedikit memperlambat
migrasi cacing tersebut. Hal ini dapat menyebabkan cacing dapat bertahan di paru dan
bahkan dapat beradaptasi dan kemudian berproduksi seperti di dalam intestinum, karena
cacing dapat menyesuaikan diri pada kondisi dalam paru. Hal demikian dapat
menimbulkan rasa panas didaerah dada dan terjadi batuk kering (tanpa dahak) juga
menyebabkan broncho-pneumonia. Gejala tersebut dapat dikelirukan dengan gejala
penyakit TBC.
Setelah tertelan, cacing betina muda masuk kedalam kripta mukosa intestinum dan
cepat menjadi dewasa dan menembus jaringan sampai sub-mukosa atau sampai kedalam
muskularis mukosa. Cacing bermigrasi kemukosa dan mengeluarkan telur tiap hari, pada
saat ini akan timbul rasa sakit dan panas pada perut. Kerusakan jaringan oleh cacing
dewasa dan larva menimbulkan pengelupasan mukosa dan pada kondisi kronis dapat
diganti oleh jaringan ikat kadang menimbulkan nekrotik jaringan yang diikuti oleh ilserasi
dari intestinum.

Diagnosis
Dengan cara fecal smear secara langsung biasanya segera dapat terdeteksi pada
kasus infeksi yang berat. Pada kasus terjadinya diare, telur dapat dilihat dalam feses dan
bentuknya mirip dengan telur cacing kait (hook worm) tetapi lebih bulat.
Pengobatan
Yang paling efektif adalah dengan Thiabendazole



7

TRICHURIASIS
Trichuris trichura

Jenis cacing nematoda yang sering dijumpai menginfeksi orang setelah Ascaris dan
Enterobiosis. Kebanyakan anak balita sering terinfeksi oleh cacing ini baik melalui air
minum yang terkontaminasi maupun telur cacing yang menempel pada tangan waktu
bermain. Cacing dewasa panjangnya sekitar 30-50 mm, dimana cacing jantan lebih kecil
daripada cacing betina.

Daur hidup
Cacing betina bertelur sekitar 1000-7000 butir/hari dan keluar melalui feses. Telur
berkembang membentuk embrio setelah 21 hari dalam tanah yang lembab. Bila telur
tersebut tertelan, larva infekstif akan menetas di dalam usus halus dan masuk kedalam
kripta liberkuhn. Dalam waktu singkat larva berkembang masuk kembali kedalam lumen
usus dan bermigrasi kedaerah ileo-cecal dan menjadi dewasa setelah 3 bulan. Cacing
dewasa dapat hidup sampai beberapa tahun, sehingga sejumlah besar cacing dewasa dapat
tertimbun dalam tubuh satu orang, walupun dalam suatu daerah penderita infeksi baru
relatif kecil.

Patologi
Sejumlah kurang dari 100 cacing yang menginfeksi orang tidak menimbulkan
gejala yang nyata. Tetapi bila infeksi berat terjadi, dapat menyebabkan kondisi yang
bermacam-macam, kadang dapat menimbulkan kematian. Bagian anterior ccing masuk
kedalam mukosa usus, dimana cacing tersebut memakan sel darah merah. Hal tersebut
menyebabkan trauma dari sel epitel usus dan mukosa, sehingga dapat menyebabkan
perdarahan kronis yang menyebabkan anemia. Kemudian dapat menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri dan reaksi alergi yang menyebabkan colitis, proctitis yang berat
sehingga dapat menyebabkan prolapsus rektum. Apendiks akan membengkak
menyebabkan radang apendisitis. Komplikasi dapat terjadi oleh infeksi amuboid yang
menyebabkan desentri.
Gejala yang terlihat adalah insomnia, nervous, hilang nafsu makan, vomitus,
urticaria, diaree, constipasi dan intoksikasi. Pengaruh toksik tidak seluruhnya disebabkan
oleh cacing, tetapi oleh karena malnutrisi.
8


Diagnosis
Diagnosis spesifik dilakukan dengan melihat telur cacing dalam feses yang
berbentuk bipolar dangan ukuran 50-54 m panjang dan lebar 22-23 m dan dibungkus
selaput tipis.

Pengobatan
Karena lokasinya dalam cecum, appendix dan ileum maka sulit dijangkau oleh obat
peroral. Obat yang paling efektif adalah Mebendazole.
Pencegahan dilakukan dengan memberikan petunjuk pada anak-anak mengenai
pentingnya kebersihan, sanitasi dan harus selalu mencuci tangan sebelum makan, sehingga
dapat mencegah terjadinya reinfeksi.

INFEKSI HOOKWORM (Ground itch)
Spesies Hookworm yang paling sering menginfeksi manusia dan menyebabkan ground itch
adalah A. duodenale dan N. americanus. Keduanya dibedakan berdasarkan bentuk dan
ukuran cacing dewasa, buccal cavity (rongga mulut), bursa copulatrix pada jantan.
A. duodenale mempunyai ukuran lebih besar dan panjang dari pada N. americanus. N.
americanus jantan mempunyai panjang 8-11 mm dengan diameter 0,4-0,5 mm, sedangkan
cacing betina mempunyai panjang 10-13 mm dan diameter 0,6 mm. Pada buccal cavity
(rongga mulut) mempunyai 2 pasang cutting plates yaitu sepasang di ventral dan
sepasang di dorsal. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf S. A. Duodenale
jantan mempunyai panjang 7-9 mm dan diameter 0,3 mm sedang cacing betinanya
mempunyai panjang 9-11 mm dan diameter 0.4 mm. Pada buccal cavity (rongga mulut)
mempunyai 2 pasang gigi di anterior dan di posterior. Dalam keadaan istirahat tubuhnya
menyerupai huruf C.

Siklus hidup Hookworm
9


Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif, biasanya berisi blastomer.
Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir dan hangat memudahkan untuk pertumbuhan
telur biasanya telur menetas dalam 1-2 hari dalam bentuk rhabditiform larva. Setelah
waktu kurang lebih 5-10 hari tubuh menjadi larva filariform yang merupakan bentuk
infektife. Bentuk dari larva filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutup.
Bila selama periode infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva
akan menembus kulit dan masuk ke jaringan kemudian memasuki peredaran darah dan
pembuluh lympe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai ke jantung kanan masuk
ke paru-paru lewat arteri pulmonalis kemudian masuk ke kapiler, karena ukuran larva lebih
besar akhirnya kapiler pecah (lung migration > Lffler syndrome) kemudian bermigrasi
menuju alveoli, bronchus, larink, pharink dan akhirnya ikut tertelan masuk kedalam usus.
Setelah di usus halus larva melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukosa usus,
tumbuh sampai menjadi dewasa.
Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing dewasa betina menghasilkan
telur kurang lebih 5 minggu. Infeksi juga bisa melalui mulut apabila manusia tanpa sengaja
menelan filariform larva langsung ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung
migration .

Patologi dan Gejala Klinis
10

Gejala klinik Hookworm dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya.
Larva yang masuk ke dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut ground-itch,
sedang larva yang mengadakan migrasi paru (Lung migration) hanya menimbulkan
gangguan yang ringan. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofili.
Cacing dewasa yang menghisap darah penderita akan menimbulkan anemia hipokrom
mikrositer. Seekor cacing Necator americanus dapat menimbulkan kekurangan darah
sampai 0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari. Akibat
terjadi anemia, maka penderita akan mengalami gangguan perut, penurunan keasaman
lambung, sembelit dan steatore. Penderita tampak pucat, perut buncit, rambut kering dan
mudah lepas.
Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi Hookworm antara lain pneumonia, batuk
terus-menerus, dyspnue dan hemoptysis yang dapat menandai adanya migrasi larva ke
paru-paru. Bergantung pada infeksi cacing dewasa, infeksi pencernaan dapat menyebabkan
anorexia, panas, diare, berat badan turun dan anemia.

Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur/cacing dewasa pada feses
penderita.

INFEKSI HOOKWORM (Cutaneus Larva Migran)
Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah dikenal
sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah-daerah tropikal dan subtropikal
beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian dunia, penyakit
ini tidak lagi dikhususkan pada daerah-daerah tersebut. Creeping itch atau rasa gatal yang
menjalar, merupakan karakteristik utama dari CLM.
Pemeliharaan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing jika tidak diimbangi
dengan pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit dapat meningkatkan resiko
penularan penyakit dari hewan ke hewan lain atau ke manusia lain. Ditambah lagi dengan
banyak nya hewan yang hidup liar dan tidak mempunyai majikan, sehingga angka
penularan penyakit akan meningkat.
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas
kaki,atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani
11

atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis
atau subtropis yang hangat dan lembab misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat di
Indonesia pun banyak dijumpai.
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau
berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit ini lebih
sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa,
faktor resiko nya adalah pada tukang kebun, petani, dan orang-orang dengan hobi atau
aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir. CLM dapat diterapi dengan
beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan
beberapa penelitian yang ada terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat
keberhasilannya lebih baik daripada terapi topical.
Creeping eruption adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok-kelok,
progresif, akibat larva yang kesasar. Sedangkan creeping eruption, istilah ini digunakan
pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok,
menimbul dan progresif, disebabkan oleh invansi larva cacing tambang yang berasal dari
anjing dan kucing. Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption,
dermatosis linearis migrans, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering
ditemukan ditanah pasir atau di pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada
punggung).

Penyebabnya adalah cacing tambang yang biasa hidup di dalam tubuh kucing atau anjing,
yaitu ancylostoma braziliensis dan ancylostoma caninum. Telur cacing masuk ke tubuh
manusia melalui kontak kulit dengan telur yang berada di kotoran anjing atau kucing.
Etiologi umum dan di mana parasit dari kulit larva migrans (CLM) yang paling sering
ditemukan adalah sebagai berikut:
12

a. braziliense Ancylostoma (cacing tambang dan domestik anjing liar dan kucing) adalah
penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia.
b. Ancylostoma caninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia.
c. Uncinaria stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa.
d. Bunostomum phlebotomum (ternak cacing tambang)

PATOGENESIS

Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan
kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan
cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada
hospes (anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena
kelembapan berubah menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit.
Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah
beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di kulit. Reaksi yang timbul pada kulit, bukan
diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan oleh reaksi inflammasi dan alergi oleh sistem
immun terhadap larva dan produknya. Pada hewan, Larva ini mampu menembus dermis
dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam.

Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, fissura atau menembus
kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada epidermis
13

karena tidak memiliki enzym collagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit
yang lebih dalam.

GEJALA KLINIS
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula, pada point of
entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk
linear atau berkelok-kelok (snakelike appearance bentuk seperti ular) yang terasa sangat
gatal, menimbul dengan lebar 2-3 mm, panjang 3-4 cm dari point of entry, dan berwarna
kemerahan.

Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit
selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah
infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM. Perkembangan selanjutnya papul
merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan
membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter dan bertambah
panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien
hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2-5 cm. Rasa gatal biasanya lebih
hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur.
Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati. Terowongan yang
sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila pasien sering menggaruk, dapat
menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat
ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.
Tempat predileksi adalah di tempat-tempat yang kontak langsung dengan tanah,
baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus,
bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat
larva berada.

14

PATOFISIOLOGI
Telur parasit dalam kotoran binatang yang terinfeksi cacing tambang ( anjing dan kucing)
dilepaskan ke tanah, lumpur dan pasir hingga menjadi larva. Manusia mendapatkan infeksi
apabila larva infektif dari tanah menembus kulit. Biasanya larva ini merupakan stadium
tiga siklus hidupnya. Pada Manusia, bila tanah, lumpur dan pasir yang terkontaminasi
kotoran tadi kontak dengan kulit, larva akan berpenetrasi kekulit manusia dan memulai
migrasinya pada epidermis bagian bawah melalui folikel rambut atau kulit yang terluka.
Larva ini tidak dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi
siklus hidup yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut,
sehingga larva akhirnya akan mati. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari dan penyakit
ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila tidak diobati.
Pada binatang, larva dapat berpenetrasi lebih dalam sampai lapisan dermis serta
menginfeksi darah dan jaringan limpha. Cacing tambang yang sampai lumen usus akan
bereproduksi menghasilkan lebih banyak telur lalu dieksresikan melalui feces dan mulailah
siklus baru.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis dengan ditemukannya lesi yang
khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul
dan terdapat papul atau vesikel diatasnya. Biopsi kurang mempunyai arti karena larva sulit
ditemukan. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self limited), sekitar 50% larva mati dalam
12 minggu walaupun tanpa terapi.

DIAGNOSIS DIFFERENTIAL
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies, pada skabies
terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila melihat
bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi
berupa papul, sering diduga insect bite.
Dengan melihat adanya terowongan harus di bedakan dengan scabies,pada scabies
terowongan yang terbentuk tidak sepanjang penyakit ini.bila melihat bentuk yang
polisiklik sering di kacaukan dengan dermatofitosis.pada permulaan lesi berupa
papul,karena itu sering di duga insects bite.bila infasi larva yang mutipel timbul
serempak,papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.
15


PENATALAKSANAAN
Cutaneous larva migrans ini adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Berapa lama
penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tergantung spesies larva yang menginfeksi.
Pada beberapa kasus, lesi akan sembuh tanpa terapi dalam 4 sampai 8 minggu. Tetapi,
terapi yang efektif dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini. Adapun terapi yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut :
a. Medikamentosa
1) Pengobatan sistemik ( oral )
Obat oral tiabendazol digunakan dengan dosis 25-50 mg/kgBB dua kali sehari selama
2-4 hari dengan dosis maksimal 2-4 gram sehari. Terapi ini diberikan jika lesi luas dan
terapi topikal tidak berhasil Efek samping berupa pusing, kram, mual dan muntah. Juga
dapat digunakan albendazol 400 mg per oral, dosis tunggal selama 2 hari berturut-turut
Gatal dapat hilang dalam 24-48 jam estela terapi dimulai dan dalam seminggu sebagian
lesi atau terowongan dapat diresolusi.
2) Pengobatan topikal
Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama satu
minggu.Topikal thiabendazole adalah pilihan terapi pada lesi yang awal, untuk melokalisir
lesi., menurangi lesi multiple dan infeksi folikel oleh cacing tambang. Obat ini perlu
diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi. Dapat juga digunakan
solutio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) atau tiobendazol topikal
ditambah kortikosteroid topikal yang digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam.
3)Cryotheraph
Terapi lama, yaitu pembekuan lesi, menggunkan etil klorida atau dry ice. Terapi ini efektif
bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh terowongan harus dibekukan karena
parasit diperkirakan berada dalam teroongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya
kurang dapat dipercaya.
Berikut tabel beberapa obat antihelmintes yang bisa digunakan.
Non Medikamentosa
Dapat dicegah dengan meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait
dengan feses . Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing
tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan
hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang.
16

ENTEROBIASIS

Enterobius vermiculatus (oxyurid nematode/ cacing kremi)

Cacing ini banyak menyerang anak balita diseluruh dunia, terutama didaerah tropik.
Tetapi kejadian infeksi dilaporkan juga didaerah Alaska, daerah subtropik Florida,
Sanfransisco California dan sebagainya. Dilaporkan paling sedikit 500 juta orang terinfeksi
oleh parasit ini. Cacing betina panjang 8-13 mm dan jantan 1-5 mm.
Daur hidup
Infeksi mudah terjadi karena telur mudah tersebar dimana-mana dan telur dapat
bertahan berminggu-minggu pada kondisi yang lembab dan dingin. Telur berkembang
menjadi bentuk infektif dalam waktu 6 jam pada suhu tubuh. Telur yang mengandung fase
L
3
akan menetas didalam duodenum dan bergerak ke usus halus (usus kecil), akan
mengalami moulting dua kali sebelum menjadi dewasa dan fase tersebut cacing mencapai
ileo-cecal. Total waktu sejak telur tertelan dan menjadi dewasa adalah 15-43 hari. Cacing
dewasa biasanya tinggal di daerah ileo-cecal, tetapi mereka sering bergerak sepanjang
saluran gastro-intestinal dari lambung sampai ke anus. Cacing memakan sel epithel usus
dan bakteri dalam usus. Cacing betina yang mengandung telur bergerak didalam lumen
intestinum dan sering keluar melalui anus sampai ke perianal. Di daerah sekitar anus
(perianal) cacing betina tersebut mengeluarkan telurnya sampai 4600-16000 butir telur.
Cacing betina mati segera setelah mengeluarkan telur dan cacing jantan mati setelah
kopulasi. Sehingga biasanya banyak ditemukan cacing betina daripada cacing jantan
didalam tubuh hospes.
Bilamana pada lipatan perianal tidak dibersihkan dalam waktu yang lama, telur
yang menempel pada daerah tersebut akan menetas dan larva bergerak masuk kedalam
anus kemudian menuju usus. Proses tersebut dinamakan Retrofection. Proses penetasan
telur di dalam intestinum tidak pernah terjadi, kecuali bilamana terjadi konstipasi.
Patologi
Pada infeksi ringan tidak menimbulkan gejala dan sering diabaikan. Tetapi bila
terjadi infeksi berat dan sejumlah besar cacing berada da;am usus akan menimbulkan
gejala serius. Sehingga patogenesis dapat menyebabkan dua aspek yaitu:
1. Kerusakan disebabkan oleh cacing dalam intestinum
2. Kerusakan disebabkan oleh deposit telur cacing disekitar anus.
17

Timbulnya kerusakan pada mukosa intestinal karena perlekatan dengan cacing dewasa
menyebabkan pembengkakan ringan dan menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
Pergerakan cacing betina keluar dari anus dan melepaskan telur, terutama bila penderita
sedang tidur, menyebabkan gatal sekitar anus, sehingga penderita menggaruknya. Garukan
tersebut dapat menimbulkan luka berdarah sehingga timbul infeksi sekunder oleh bakteri.
Rasa gatal pada usus tersebut menyebabkan pasien menjadi merasa tidak nyaman.
Sering dijumpai cacing bergerak masuk kedalam vulva (pada wanita), dan cacing
tersebut tinggal beberapa hari di lokasi tersebut sehingga menyebabkan iritasi ringan.
Beberapa kasus dilaporkan cacing bergerak keatas masuk vagina, uterus dan sampai
oviduct menerobos terus membentuk cysta di peritoneum.
Anak yang terinfeksi berat oleh cacing ini menyebabkan nervous, gelisah dan iritasi
sehingga megakibatkan anoreksia, kurus, tidak bisa tidur dan kesakitan pada lokasi sekitar
anus.
Diagnosis
Diagnosis positif bila ditemukan telur ataupun cacing pada tubuh pasien. Pada
umumnya dengan pemeriksaan feses tidak memuaskan karena hanya sedikit telur yang
dikelusrkan dalam intestinum sehingga sedikit pula telur yang keluar melalui feses. Pada
infeksi yang berat telur dapat ditemukan pada ekitar anus dan akan terlihat dengan
penerangan lampu yang terang pada malam hari dan pagi hari. Cacing yang bergerak
terlihat menggeliat disekitar anus dan mudah terlihat disekitar lipatan anus.
Sepotong selopan tape ditempelkan pada sekeping kayu tipis dengan permukaan
yang lengket menghadap keluar, kemudian ditempelkan pada lokasi sekitar anus dan
perianus. Selopan kemudian ditempelkan diatas slide kaca. Diteteskan satu tetes xylen atau
toluen pada permukaan selopan sehingga melarutkan zat perekat dan dilihat dibawah
mikroskop akan terlihat telur cacing tersebut. Hal tersebut dilakukan waktu pasien baru
bangun.
Pengobatan
Dengan obat piperazin sitrat, pyrinium pamoat dan mebendazole, sangat efektif
terhadap cacing ini, pengobatan harus diulang setelah 10 hari untuk membunuh cacing
yang masih hidup pada pengobatan pertama. Bersamaan dengan pengobatan tersebut,
sanitasi lingkungan rumah harus dilakukan. Semua anggota rumah harus diobati, wlaupun
mereka tidak menunjukkan gejala sakit.
18

Walaupun diagnosis dan perawatan enterobiasis ini relatif mudah, pencegahan
terjadinya reinfeksi lebih sulit dilakukan dan kebersihan individu sangat penting. Semua
selimut, sprei, handuk harus direndam dalam air panas dan rumah dibersihkan sebersih
mungkin untuk menurunkan prevalensi dari telur infektif dalam rumah tersebut.

2. TREMATODA
FASCIOLIASIS

Sinonim
Fasciolisis dikenal dibanyak Negara dengan berbagai istilah yang berbeda namun
mempunyai arti yang sama. Nama lain dari fascioliasis adalah Distomatosishepatik,
Fasciolosis, cattle liver fluke, Giant liver fluke (Akoso,1991).
Etiologi
Fascioliasis adalah penyakit yang disebabkan cacing dari genus fasciola. Berdasarkan
taxonominya cacing ini mempunyai klsifikasi sebagai berikut:
Phylum : Platyhelminthes
Sub Phylum : -
Kelas : Trematoda
Ordo : Digenea
Family : Fasciolidae
Genus : Fasciola
19

Species : Fasciola hepatica, Fasciola gigantika
Nama Daerah : Tidak diketahui.
Sedang secara anatomi fasciola berbentuk pipih dorsoventral. Ukuran dan bentuk
fasciola bervariasi F. gigantika berukuran 25-75 X 5-12 mm, berwarna terang dan
pundaknya tidak begitu nyata, telurnya berukuran 156-197 X 90-104 mikron. F. hepatika
berukuran 25-30 X 8-15 mm, berwarna coklat keabuan dan pundaknya lebar, telurnya
berukuran 130-160 X 63-90 mikron (Levin, 1994).
Distribusi
Distribusi penyakit ini hampir ada diseluruh hewan produksi seperti sapi dan kambing
diseluruh dunia. FascioliAsis biasanya terjadi pada daerah daerah yang mempunyai
populasi hospes intermedietnya saja (Anonim, 2005).
Kejadian dan penyakit pada manusia
Menurut data yang ditulis dalam jurnal wikipedia tahun 2005. Fasciolosis pada manusia
banyak dilaporkan dari negara-negara Eropa, Amerika, Asia, Afrika, dan Oceania.
Prevalensi penyakit pada manusia berkorelasi dengan penyakit pada hewan.
Eropa
Dari tahun 1970-1982 di Prancis terdapat 5863 kasus yang dilaporkan di rumah
sakit. Penyakit tersebut secara serologis 3.01% berada di Antalusia dan 6.1% di Isparta,
Amerika
Di Amerika serikat penyakit ini bersifat sporadik sedang di Mexico terdapat 53 kasus yang
dilaporkan.
Afrika
Prevalensi yang tinggi telah di laporkan di Egypt, penyakit tersebar di lingkungan
sekitar Nile delta. Kecuali di bagia utara tidak ada laporan.
Asia
20

Di Asia kasus yang dilaporkan di Iran dengan jumlah 10 000 kasus yang terdeteksi
sedang di Asia tenggara kasus ini bersifat sporadik.
Kejadian dan penyakit pada hewan
Pada hewan di dunia terdapat 89.5% kasus infeksi. Penyebaran Kejadian penyakit pada
hewan terdapat di beberapa negara diantaranya:
Europa : Ireland, Prancis, Portugal, Italia, Jerman.
Asia : Thailand, Iraq, Iran, China, Vietnam, Jepang.
Afrika : Kenya, Zimbabwe, Maroko
Amerika : Mexico, Peru, Brazil.
Australia : Australia, New Zaeland.
Hewan yang rentan adalah domba dan kambing, hewan yang kurang rentan adalah sapi,
kerbau dan ruminan lain, dan dapat juga menyerang babi, anjing, kucing, kuda, kelinci dan
manusia. (Anonim 2005)
Kejadian dan penyakit di Indonesia
Fascioliasis mula-mula dilaporklan oleh Van Velzen di Tangerang pada tahun 1890
dan sekarang diketahui tersebar di seluruh Indonesia sesuai dengan peny
ebaran siput Lymnea yang menjadi induk semang antara. Fasciola gigantika
merupakan parasit asli dari Indonesia sedangkan F. hepatica datang ke Indonesia mungkin
bersama-sama dengan di bawanya sapi perah FH dari Belanda. Fasciolosis pada sapi dan
kerbau bersifat kronis, sedangkan pada domba dan kambing bersifat akut. Fasciola
gigantika dapat menimbulkan kematian pada hewan, terutama biri-biri dan sapi (Soedarto,
2003)


21

Sumber Infeksi
Sumber infeksi yang utama berasal dari kontamianan air dan daging atau produk
lain asal hewan yang terinfeksi stadium infektif dari cacing fasciola (Akoso,1996)
Penularan
Infeksi terjadi didaerah yang basah atau lembab, rawa atau daerah payau, dimana
banyak terdapat siput., cacing akan keluar dan berenang dan berkeliling akhirnya
menempel dan tinggal pada tumbuh-tumbuhan yang akan termakan oleh hewan yang
kemudian menjadi induk semang. Penularan ini juga berhubungan erat dengan siklus hidup
cacing ini:

Induk semang dari fasciola adalah siput, umumnya genus Lymnea. Di Indonesia telah
diketahui adalah Lymnea rubiginosa. Telur fasciola keluar bersam
a tinja induk semang dari telur yang menetas keluar mirasidium yang terus masuk ke
dalam siput. Dalam tubuh siput mirasidium berubah menjadi sporokista. Sporokista
menghasilkan redia, dan redia menghasilkan serkaria. Serkaria keluar dari siput yang
merupakan fase infektif. Bila serkaria tidak termakan oleh induk semang maka akan
menghasilkan kisata (metaserkaria), tenggelam ke dalam air atau menempel pada rumput
(Levin, 1994).
22

Infeksi terjadi bila induk semang memakan rumput atau meminum air yang tercemar.
Dalam usus serkaria keluar dari metaserkaria dan terus menembus dindin
g usus masuk keruang peritoneum, selanjutnya menembus selaput hati dan
meninggalkan jalur-jalur hemorhagik pada parenkim hati dalam perjalanannya menuju
saluran empedu untuk menjadi dewasa. Masa prepaten 2-3 bulan (Soedarto, 2003).
Penularan pada manusia pada prinsipnya sama dengan penularan pada hewan. Skema
penularan pada manusia

Gejala klinis
Gejala klinis fascioliasis dapat sangat ringan atau tanpa gejala, namun gangguan pada
fungsi hati dapat juga terjadi. Bentuk akut pada sapi mempunyai ciri-ciri gangguan
pencernaan, adanya gejala konstipasi yang jelas dan kadang-kadang mencret. Terjadi
pengurusan yang cepat, lemah dan anemia. Bentuk kronik pada sapi berupa penurunan
produktivitas dan pertumbuhan yang terhambat.
23

Bentuk akut pada domba dan kambing, berupa mati mendadak disertai darah yang
merembes atau keluar dari hidung dan anus. Bentuk kronik pada tahap pertama pada
domba menunjukan gejala menjadi gemuk akibat banyaknya empedu yang disalurkan ke
dalam usus, karena lemak kurang berfungsi atau tidak dipergunakan akibat adanya anemia.
Meskipun gemuk terjadi kelemahan otot. Selanjutnya diikuti penurunan nafsu makan,
selaput lendir pucat, serta bulu menjadi kering dan rontok, akhirnya terjadi kebotakan dan
hewan menjadi lemah dan kurus (AAK, 1995)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit penderita yang mengalami
pembesaran hati yang melunak, dan disertai sindrom demam eosinofilik. Migrasi cacing
muda dari usus ke hati dapat menimbulkan lesi ektopik di dinding usus, jantung, bola mata,
paru dan jaringan dibawah kulit, sehingga menimbulkan keluhan setempat (Akoso, 1994)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, dilakukan pemeriksan tinja atau cairan
duodenum atau cairan empedu hospes untuk menemukan telur cacing fasciola.
Penghitungan jumlah telur tiap gram tinja, menemukan metaserkaria pada rumput. Untuk
membantu menegakkan diagnosis terutama fasciolosis jaringan dan fascioliasis dalam
periode prepaten, maka dapat dilakukan berbagai uji imunodiagnostik misalnya uji
imunofluoresen tak langsung, uji hemaglutinasi pasif, uji presipitasi gel atau metode
imunodiagnostik lainnya (Akoso, 1995)
Diagnosa banding
Bentuk akut dapat keliru dengan penyakit antrax, karena adanya pengeluaran darah
dari hidung dan anus. Bentuk kronik pada domba dapat keliru dengan haemonchosis
karena adanya bottle jaw, anemia pada fascioliasis dapat keliru dengan anemia oleh
penyebab yang lain (Akoso, 1991).
Perubahan pascamati
Pada hewan dewasa perubahan-perubahan sering hanya terbatas pada hati. Mungkin hewan
itu sedikit kurus atau pucat. Pada hewan muda perubahan-perubahan biasanya lebih
menyolok, kekurusan, anemi, busung air dimana-mana merupakan perubahan-perubahan
24

terpenting. Pada infeksi akut hati bengkak karena degenerasi parenkim atau infiltrasi
lemak; di bawah selubung hati dan pada bidang sayatan nya terlihat perdarahan-perdarahan
disebabkan oleh migrasi parasit-parasit muda. Dalam tingkat hal ini kita harus waspada
terhadap infeksi sekunder dengan salmonella. Perubahan-perubahan pada hati dalam
tingkat menahun ialah cholangitis, peri- cholangitis yang menjadikan hepatitis chronica
indurativa (sirosis parasiter). Dinding saluran saluran empedu sangat tebal karena
pembentukan jaringan ikat dan endapan kalsium. Di dalam saluran saluran itu tertimbun
massa`detritus yang berlendir dan mengandung distoma dewasa. Sarang sarang
distomum sekali sekali ditemukan di dalam paru paru dan limpa (Ressang, 1984).
Tindakan
Menurut soedarto(2003), Pemberantasan atau tindakan fascioliasis ini yang sangat
merugikan peternak hendaknya mendapat perhatian lebih banyak. Pemberantasan ini
berdasarkan profilaksis termasuk pemberantasan induk-induk semang antara yaitu siput.
Untuk mencegah penyebaran fascioliasis pada manusia, selain dengan
mengendalikan fascioliasis pada hewan, juga dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi
makanan atau air yang tercemar stadium infektif. Makanan atau minuman hendaknya
dimasak. Pendidikan kesehatan untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan hidup.
Tindakannya meliputi :
1. Administrasi
a. pemeriksaan hati ternak yang dipotong terhadap infeksi fasciola sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
b. Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan secara teratur.
2. Pencegahan
a. pemotongan siklus hidup dengan mollusida
b. memberantas siput secara biologi, misalnya dengan pemeliharaan itik.
c. Rotasi lapangan rumput.
d. Memperbaiki sistem pengairan sehingga memungkinkan tindakan pengeringan.
e. Menyebarkan copper sulphat atau trusi di lapangan penggembalaan.
25

f. Melakukan pemberian obat cacing secara teratur.
3. Pengendalian
Secara umum paling tidak pengobatan harus dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu :
a. permulaan musim hujan, untuk menghilangkan cacing didapat selama musim kemarau
dan menghadapi perluasan habitat siput.
b. Pertengahan musim hujan, untuk mengeluarkan cacing yang diperoleh selama musim
hujan, dan untuk mengurangi peluang infeksi mirasidium pada siput yang habitatnya
meluas.
c. Pada akhir musim hujan, untuk menghilangkan cacing yang didapat selama musim hujan
serta mengurangi potensi untuk terkontaminasi dimusim kemarau.
Pengobatan
- Hexachloroethane (Egitol 20-30 mg/kg BB, PO)
- Hexachlorophene (Distodin 15-20 mg/kg BB, PO)
- Nitroxynil (Dovenik 10 mg/kg BB, SC. Trodak 10-12,5 mg/kg BB, SC)
- Derivat Benzimidazol (Albendazol, Triclabendazol, Prebendazol, Febantel) Dosis 10-15
mg/kg BB untuk sapi dan kerbau, 10 mg/kg BB untuk domba dan kambing.
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap fascioliasis pada manusia, namun pemberian
Praziquantel dengan dosis 25 mg/kg BB 3 kali sehari sesudah makan, yang diberikan
selama 1-2 hari ternyata memberikan hasil yang cukup memuaskan (Soedarto, 2003).




26

CHLONORCHIASIS

Identifikasi Clonorchiasis
adalah penyakit trematoda saluran empedu. Gejala klinis mungkin ringan atau tidak ada
sama sekali pada infeksi ringan; gejala disebabkan oleh iritasi lokal dari saluran empedu
oleh cacing. Hilang nafsu makan, diare dan rasa tertekan pada perut adalah gejala awal
yang umum terjadi. Jarang sekali, sumbatan saluran empedu menyebabkan ikterus diikuti
sirosis, hepatomegali, melunaknya hati, asites progresif dan edema. Penyakit ini adalah
penyakit kronis, kadang-kadang berlangsung 30 tahun atau lebih, jarang menimbulkan
kematian langsung dan terkadang sama sekali tidak menampakkan gejala. Namun,
penyakit ini sebagai faktor risiko yang signifikan untuk berkembang menjadi
cholangiocarcinoma. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur yang khas pada tinja atau
cairan cuci duodenum. Telur cacing dengan ciri khas ini membedakan cacing ini dengan
cacing lain. Diagnosa serologis dapat di lakukan dengan ELISA.
Penyebab penyakit Chlonorchis sinensis
Cacing hati Cina.
Distribusi penyakit
27

Sangat endemis di bagian tenggara Cina, namun tersebar hampir di seluruh daratan Cina
kecuali di bagian barat daya; juga ditemukan di Jepang, Taiwan, Korea, Vietnam dan
mungkin di Laos dan Kamboja, terutama di delta sungai Mekong. Di bagian lain dunia,
kasus import ditemukan dikalangan imigran dari Asia. Di kebanyakan daerah endemis
prevalensi tertinggi ditemukan pada orang dewasa diatas usia 30 tahun.
Reservoir
Manusia, kucing, anjing, babi, tikus dan binatang lain.
Cara penularan
Orang terinfeksi sesudah memakan ikan mentah atau setengah matang yang mengandung
kista larva. Setelah dicerna, larva lepas dari kista dan migrasi melalui saluran empedu
utama ke cabang-cabang saluran empedu. Telur diletakkan di saluran empedu dan dibuang
melalui tinja. Telur di dalam tinja mengandung mirasidia yang sudah matang; jika ditelan
oleh siput (misalnya Parafossarulus), mereka menetas di dalam usus siput, masuk ke dalam
jaringan dan menjadi larva yang aseksual (serkaria) dan masuk ke dalam air. Pada saat
kontak dengan hospes perantara kedua (ada sekitar 110 spesies ikan air tawar terutama
yang masuk dalam famili Cyprinidae), serkaria masuk ke hospes ikan dan membentuk
kista, biasanya di otot, terkadang hanya pada bagian bawah dari sisik. Siklus hidup yang
lengkap, dari manusia ke siput hingga ikan dan akhirnya kembali ke manusia lagi,
membutuhkan waktu setidaknya 3 bulan.
Masa inkubasi
tidak diketahui dengan tepat, bervariasi tergantung jumlah cacing yang ada; cacing menjadi
dewasa dalam waktu 1 bulan sesudah kista larva tertelan.
Masa penularan Orang yang terinfeksi bisa mengeluarkan telur cacing terus menerus
selama 30 tahun; penularan tidak berlangsung dari orang ke orang.
Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap penyakit ini.
Cara cara pemberantasan
A. Cara pencegahan :
Semua ikan air tawar yang akan dikonsumsi hendaknya dimasak dengan benar atau
diradiasi. Dianjurkan untuk membekukan ikan pada suhu 10 oC (14oF) minimal
selama 5 hari atau disimpan dalam waktu beberapa minggu didalam larutan garam
jenuh, tetapi cara ini belum terbukti bermanfaat. 1). Di daerah endemis; lakukan
penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi ikan mentah atau yang
tidak di masak dengan baik dan pentingnya pembuangan tinja dijamban yang saniter
28

untuk menghindari pencemaran terhadap sumber makanan ikan. Jangan membuang
tinja dan kotoran binatang ke dalam kolam ikan.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar:
1). Laporan ke instansi kesehatan setempat
2). Isolasi : Tidak dilakukan.
3). Disinfeksi serentak : Lakukan pembuangan tinja pada jamban yang saniter.
4). Karantina : Tidak dilakukan.
5). Imunisasi kontak : Tidak dilakukan.
6). Investigasi kontak dan sumber infeksi : Untuk kasus individual, biasanya tidak
dilakukan. Penyakit ini merupakan masalah masyarakat (lihat 9C dibawah).
7). Pengobatan spesifik : Obat yang menjadi pilihan adalah praziquantel (Biltricide)
C. Penanggulangan wabah : Cari dan temukan sumber ikan yang terinfeksi. Ikan yang
diawetkan atau acar ikan yang dikapalkan dari daerah non endemis diduga sebagai sumber
penularan. Sedangkan ikan air tawar segar atau yang dibekukan yang diangkut ke AS
setiap hari dari daerah endemis juga sebagai sumber penularan.
D. Implikasi bencana : Tidak ada.
E. Tindakan internasional : Lakukan pengawasan ikan atau produk ikan yang dimpor dari
daerah endemis.

PARAGONIMIASIS
2.1 Sejarah penemuan
Menurut Sejarah Manusia Parasitologi oleh FEG Cox Departemen Penyakit Infeksi dan
Tropis di London School of Hygiene dan Ilmu Kedokteran Tropis, westermani P.
ditemukan di paru-paru manusia dengan Ringer pada tahun 1879 dan telur dalam dahak
diakui secara independen oleh Manson dan Erwin von Baelz pada tahun 1880.Manson
mengusulkan bekicot sebagai tuan rumah menengah, dan berbagai pekerja Jepang rinci
seluruh siklus hidup dalam siput antara 1916 dan 1922. Nama spesies P westermani itu.
dinamai zookeeper, Mr P. Westermani, yang mencatat trematode dalam harimau Bengal di
Zoo Amsterdam.
2.2 Hospes dan penyakit
29


Hospes definitif:
-Manusia
-kucing
-Anjing
-Srigala
-dll.
Hospes perantara:
-Udang
-Ikan
-Keong
-DLL
Penyakit:
paragonimiasis

2.3 Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Jepang, Korea, Filipina, Thailand, India, Malaysia,
Afrika, Amerika Latin dan Vietnam. Di Indonesia ditemukan asli pada binatang,
sedangkan pada manusia hanya paad kasus impor saja.
2.4Morfologi

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelmintes dan hidup
sebagai parasit.Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma.
Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas Digenea, yang hidup
sebagai endoparasit.Paragonimus westermani
Ukuran, bentuk, dan warna menyerupai biji kopi ketika hidup. cacing dewasa adalah
sebesar 7,5 mm sampai 12 mm dan 4 mm sampai 6 mm lebar. ketebalan berkisar dari 3,5
mm sampai 5 mm. Kulit cacing (kulit) adalah sangat ditutupi dengan duri scalelike.Batil
isap mulut hampir sama besar batil isap perut.Ovarium terletak di belakang batil isap perut.
Telur: telur westermani Paragonimus rentang 80-120 m panjang dengan 45-70 m lebar.
30

Mereka adalah kuning-cokelat, bujur telur atau memanjang, dengan tempurung tebal, dan
sering asimetris dengan salah satu ujung agak pipih. Pada akhir besar, operkulum ini jelas
terlihat. Kebalikan akhirnya adalah menebal. Telur yang unembryonated ketika lulus dalam
dahak.

2.5 Patologi
Karena cacing dewasaberada dalam kista di paru-paru, maka gejala dimulai dengan batuk
kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah.Keadaan ini disebut
endemiknhemoptyosis.Cacing dewasa juga dapat berimigran ke alat-alat lain dan
menimbulkan abses pada alat-alat tersebut antara lain : hati,limpa,usus,otot,otak,dll.
2.6 Daur hidup
Telur yang lulus dalam dahak dari seorang manusia maupun. Dua minggu kemudian
menjadi matang,lalu menetas miracidium mencari tuan rumah pertama yang menembus
antara yang (siput). Dalam bentuk siput ibu sporocyst dan menghasilkan banyak rediae ibu,
yang kemudian menghasilkan banyak rediae putri yang ditumpahkan serkaria merangkak
ke dalam air segar. Serkaria merangkak menembus kepiting air tawar dan ketam, lalu ia
membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya. Manusia atau kucing lalu memakan kepiting
mentah yang terinfeksi. Setelah makan, metacerciaria menjadi cacing dewasa muda di
duodenum. Cacing dewasa muda berimigrasi menembus dinding usus, diafragma dan paru-
paru.Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehinga cacing dewasa terbungkus dalam
kista,biasanyaditemukan 2 ekor di dalamnya.

2.7 Diagnosis dan pengobatan
Cara untuk mendiagnosa infeksi parasit ini adalah dengan melihat dahak dan menemukan
telur. Kadang-kadang telur ditemukan dalam tinja. Metode ini adalah salah didiagnosis
dengan mudah, karena infeksi paru-paru terlihat seperti tuberkulosis, pneumonia, atau
spirochaetosis. Biopsi paru-paru juga dapat digunakan untuk mendiagnosis parasit ini.
Sebuah uji yang mendeteksi antigen cacing dengan antibodi monoklonal juga dapat
digunakan untuk diagnosis. Obat pilihan prazikuantel dan bitiniol.

2.8 Epidemiologi
31

Asia Tenggara lebih didominasi lebih banyak terinfeksi karena gaya hidup. makanan laut
mentah sangat populer di negara-negara. Kepiting kolektor string baku kepiting bersama-
sama dan membawa mereka mil darat untuk menjual di pasar Taiwan. Kepiting ini mentah
ini kemudian direndam atau acar dalam cuka atau anggur untuk membekukannya. Proses
memasak tidak membunuh metaserkaria itu, akibatnya menginfeksi host.westermani
Paragonimus didistribusikan di Asia Tenggara dan Jepang. spesies lainnya Paragonimus
yang umum di bagian Asia, Afrika dan Amerika Selatan dan Tengah. P. Westermani telah
semakin diakui di Amerika Serikat selama 15 tahun terakhir karena peningkatan imigran
dari daerah-daerah endemik seperti Asia Tenggara. Diperkirakan menginfeksi 22 juta
orang di seluruh dunia.

3. CESTODA
TAENIASIS SAGINATA
A. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Taeniidae
Genus : Taenia
Species :Taenia saginata
B. Morfologi
Telur
32

Telur dibungkus embriofor, yang bergaris-garis radial, berukuran 30-40 x 20-30 mikron,
berisi suatu embrio heksakan yang disebut onkosfer. Telur yang baru keluar dari uterus
masih diseliputi selaput tipis yang disebut lapisan luar telur. Sebuah proglotid gravid berisi
kira-kira 100.000 buah telur. Waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi
koyak, cairan putih susu mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior
proglotid tersebut, terutama bila proglotid berkontraksi waktu gerak.
Skoleks
Skoleks hanya berukuran 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot
yang kuat, tanpa kait-kait. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa
(imatur) yang dewasa (matur) dan yang mengandung telur atau disebut gravid. Pada
proglotid yang belum dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada
proglotid yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah
300-400 buah, tersebar di bidang dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke
rongga kelamin (genital atrium), yang berakhir di lubang kelamin (genital pore). Lubang
kelamin ini letaknya selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila. Di bagian posterior
lubang kelamin, dekat vas deferens, terdapat tabung vagina yang berpangkal pada ootip.
Ovarium terdiri dari 2 lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama. Letak ovarium di
sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria letaknya di belakang ovarium dan
merupakan kumpulan folikel yang eliptik. Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip dan
menjulur kebagian anterior proglotid. Setelah uterus ini penuh dengan telur, maka cabang-
cabangnya akan tumbuh, yang berjumlah 15-30 buah pada satu sisinya dan tidak memiliki
lubang uterus (porus uterinus). Proglotid yang sudah gravid letaknya terminal dan sering
terlepas dari strobila. Proglotid ini dapat bergerak aktif, keluar dengan tinja atau keluar
sendiri dari lubang dubur (spontan). Setiap harinya kira-kira 9 buah proglotid dilepas.
Proglotid ini bentuknya lebih panjang dari pada lebar.
C. Siklus Hidup
Telur-telur cacing ini melekat pada rumput bersama tinja, bila orang berdefekasi di padang
rumput, atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan
rumput akan terkontaminasi atau dihinggapi cacing gelembung karena telur yang tertelan
akan dicerna sehingga embrio heksakan menetas. Embrio heksakan di saluran pencernaan
33

ternak menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan
aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung
yang disebut Sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata. Peristiwa ini terjadi setelah 12-
15 minggu.
Bagian tubuh ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter, paha
belakang dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Setelah 1 tahun cacing
gelembung ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada yang dapat hidup sampai 3
tahun.
Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang dimasak kurang matang
termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi
dan melekat pada mukosa usus halus seperti yeyunum. Cacing gelembung tersebut dalam
waktu 8-10 minggu tumbuh menjadi dewasa. Biasanya di rongga usus hospes terdapat
seekor cacing. Hospes definitif dari cacing pita Taenia saginata adalah manusia sedangkan
hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi, kerbau dan lainnya adalah
hospes perantara.
D. Patologi
Nama penyakitnya disebut Taeniasis saginata. Cacing dewasa Taenia saginata, biasanya
menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak,
mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Umumnya gejala tersebut berkaitan dengan
ditemukannya cacing yang bergerak-gerak dalam tinja, atau cacing yang keluar dari
lubang dubur, yang keluar sebenarnya adalah proglotid. Gejala yang lebih berat dapat
terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang
disebabkan obstruksi usus oleh strobila cacing. Berat badan tidak jelas menurun.
Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.

1. E. Pencegahan dan Pengendalian
Tindakan pencegahan terdiri atas:
34

1. Menghilangkan infeksi dengan mengobati oorang yang mengandung parasit ini
dan mencegah kontaminasi tanah dengan tinja manusia.
2. Pemeriksaan daging sapi akan adanya sistiserkus.
3. Pendinginan daging sapi pada suhu -10
o
C selama 5 hari.
4. Memasak daging sapi sampai matang diatas suhu 57
o
C
5. Mengasinkan didalam larutan garam 25% selama 5 hari dapat membunuh
sistiserkus.
6. Obat yang digunakan untuk mengobati taeniasis saginata, secara singkat dibagi
dalam:
Obat tradisional : biji labu merah, biji pinang
Obat lama : kuinakrin, amodiakuin, niklosamid
Obat baru : prazikuantel
Perbandingan morfologi dari Taenia saginata dan Taenia solium
Pembanding Taenia saginata Taenia solium
Skoleks
4 batil isap tanpa
pengait
4 batil isap memiliki
rostellum dengan
pengait
Telur
Embriofor yang
bergaris radial dan
terdapat embrio
heksakan
Embriofor yang
bergaris radial dan
terdapat embrio
heksakan
Ovarium pada segmen
matur
2 lobus besar 1 lobus kecil dan 2
lobus besar
Testis
Testis kecil berfolikel
berjumlah 300 400
buah
Testis kecil berfolikel
berjumlah 150 200
buah
Percabangan uterus 15 30 buah 7 12 buah
35

pada segmen gravid
Larva
1. Disebut Cysticercus
bovis, berbentuk oval
merah muda, memiliki
skoleks dengan 4 buah
batil isap yang melipat
ke dalam (invaginasi)
2. Dalam 1 tahun dapat
mengalami degenerasi
dan kalsifikasi
(pengapuran)
1. Disebut Cysticercus
cellulosae
2. Paling sering
menyerang otak dan
otot serat lintang, otak,
otot jantung, hati,
ginjal, paru paru dan
mata
3. Dapat bertahan 5 tahun
untuk kemudian
mengalami degenerasi
dan kalsifikasi
4. Bila menyerang mata
atau otak, dapat
menimbulkan gejala
yang serius
TAENIASIS SOLIUM
Taeniasis adalah infestasi cacing pita Taenia sp. Berasal dari sapi atau babi pada manusia.
Mausia merupakan induk semang definitive atau induk semang akhir(final host) cacing
pita pada sapi. Sedangkan cacing pita pada babi, manusia bertindak sebagai induk semang
antara (intermediate host) dan juga induk semang definitive. Apabila infestasi disebabkan
oleh larva dari Taenia sp, penyakitnya disebut Cysticercosis.
Infestasi cacaing pita asal sapi umumnya bersifat sporadic beberapa Negara mempunyai
prevalensi cacing pita asal sapi cukup tinggi, sehinga turis atau mereka yang pernah tinggal
didaerah Mediteranian, Afrika atau Amerika Selatan perlu waspada terhadap Taeniasis asal
sapi.
Kira-kira 50 juta manusia diseluruh dunia terinfeksi oleh Taenia sp. Pemerintah di
Amerika memberikan penyeluhan dan pemeriksaan pangan hewan domestik untuk
menghapus permasalahan cysticercosis.
36

Penyebaran cacing ini diseluruh dunia, di Indonesia, banyak dilaporkan di Papua dan NTB.
Di dunia banyak kasus terdapat di Amerika Utara, Eropa Tengah, Afrika dan Asia terutama
China dan India dan Asia Tenggara.

Kejadian Dan Penyakit Pada Hewan
Babi cacing dewasa ada dibagian proximal jejenum, sedangkan cysticercosis sellulosae
bertempat di otot lidah, M.Masseter mucosa, diafragma, jantung, hati, ginjal, pulmo, otak,
mata.
Sapi, infestasi cacing Taenia bersifat sporadik. Cysticercosis bovis berada terutama di m.
Maseter (Schunrrenberger, 1991).

Kejadian Dan Penyakit Di Indonesia
Ditemukan pertama kali oleh LE COUELTRE, ada babi Bali tahun 1920, dari hasil
penelitian tersebut babi yang terinfeksi oleh cystcerkus 1,8-3,2 %. Pada tahun 1977
dilaporkan oleh Dinas Peternakan provinsi Bali ditemukan kasus 0,16 %.

Penyebab
Penyakit taeniasis, sering disebut juga infeksi cacing pita pada babi. Taenia solium. Cacing
pitadaging babi,adalah cacing yang daapat diperoleh manusia karena makan daging babi
yang tidak masak. Angka insidensi pada manusia bervariasi tergantung daerahnya mulai
kurang dari 1 % sampai kira-kira 8%, dengan angka diseluruh dunia 2-3%. Angka tersebut
kemungkinan tidak tepat karena spesies ini dapat terkecoh dengan spesies cacing pita
daging sapi, yaitu Taeniarhynchus saginatus dahulu disebut Taenia saginata
Epidemiologi frekuensi infeksi T.solium pada manusia berbeda didunia. Di Amerika
serikat, parasit dewasa jarang sekali ditemukan padamanusia karena babi tidak diijinkan
masuk ke tempat tinja manusia. Kebiasaan menghidangkan makanan dan adat keagamaan
yang berhubungan dengan daging babi mempengaruhi ada tidaknya parasit in. Frekuensi
parasit pada babi, yang dibeberapa negeri mencapai 25%, adalah paling tinggi dimana
sanitasi tidak ada dan dimana pembuangan tinja dilakukan menurut cara-cara yang salah.
Cacing pita pada sapi Taenia saginata (Taeniarynchus saginatus) dan cacing pita pada babi
Taenia solium merupakan penyebab Taeniasis. Cacing ini mempunyai kepala (scolex)
yang dilengkapi 4 buah sucker berbentuk elips, sehingga dapat menempel dengan kuat
pada dinding usus, penemepelan pada dinding usus dapat berlangsung dalam waktu sangat
37

lama (sampai 25 tahun). Scolex dari T.saginata tidak mempunyai kait (rostellum),
Sedangkan pada T.solium ditemukan 2 baris kait.
T.saginata dewasa umumnya mempunyai panjang 4-8 m, namun ada yang mencapai 25 m,
sedangkan T.solium dewasa panjang 3-5 m, kadang mencapai 8 m. Dibelakang dari scolex
terdapat segmen-segmen yang disebut proglotid. T.saginata bersifat motil, sehingga dapat
bergerak sendiri apabila dilepaskan dari scolex, sedangkan progloti T.solium tidak motil
sehingga tetap tinggal pada tinja. Panjang proglotid T.solium sekitar 10-12 mm dan lebar
5-6 mm. Dalam sehari, dari usus manusia dapat dikeluarkan 9 proglotid T.saginata yang
masing-masing berisi lebih dari 80.000 telur cacing. Sedangkan dalam hal T.solium
proglotid dikeluarkan dalam bentuk rantai panjnag, masing-masing mengandung sekitar
40.000 telur.
Tempat hidup cacing ini adalah bagian proksimal jejenum. Cacing ini mempunyai jangka
waktu hidup yang lama, sampai 25 athun. Makanannya didapat dari usus . proglotid gravid
pada ujung strobila dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 5-6 segmen. Proglotid
gravid mengeluarkan kira-kira 30.000 sampai 50.000 telur bila pecah sebelum atau setelah
meninggalkan hospes.
Babi dan beruang adalah hospes perarantara yang biasanya mengandung kistanya.
Kambing, rusa, anjing dan kucing lebih jarang mendapat infeksi. Telurnya yang dieluarkan
oleh hospes definitif, dimakan dengan makanan atau air oleh hospes perantara yang sesuai.
Embrio hexacanth keluar dari kulit telur, menembus dinding usus dan masuk ke pembuluh
limfe atau darah dan dibawa keberbagai alat badan. Cysticercus matang dikenal sebagai
Cysticercus sellulosae. Adalah kista bujur yang jernih, 10 kali 5 mm dengan scolex keruh
yang menonjol kedalam, dilengkapi dengan batil isap dan kait. Otot-otot lidah, masseter,
mukosa, difraghma dan jantung adalah yang terutama dihinggapi kista ini, tetapi hati,
ginjal, paru-paru, otak dan mata juga dapat dihinggapi, bila daging babi yang mengandung
parasit dimakan oleh manusia, kista dilarutkan oleh saluran pencernaan dan scolex yang
menonjol keluar, memperlihatkan diri pada mukosa jejenum dan tumbuh menjadi cacing
dewasa dalam waktu beberapa bulan.

Simtomologi
Parasit dewasa biasanya hanya berjumlah satu, hanya menyebabkan peradangan mukosa
usus setempat yan ringan karena iritasi mekanik oleh srobila. Dan perlekatan skolek.
Kebanyakan orang yang menderita infeksi tidak menunjukan gejala yang berarti. Mungkin
38

terdapat gangguan pencernaan yang ringan dan menahun seperti nafsu makan tidak tetap,
sakit kepala dan sakit perut, diare dan konstipasi bergantian, dan gizi buruk. Pada anak dan
orang lemah, gejala-gejala seperti itu mungkin lebih nyata dan dapat disertai kelelahan,
kelemahan, anemia dan gangguan syaraf. Mungkin ada eosinofil yang tidak tetap yang
dapat mencapai 28% dan lekopeni.

Siklus Hidup
Daur hidup T.solium mulai dari telur m. Telur iniyang bulat berdinding tebal, dengan
diameter rata-rata 38 berisi embrio yang khas dengan tiga pasang kait, biasanya telur tetap
berada didalam proglotida yang terlepas dari strobila dan keluar dari tubuh hospes. Babi,
manusia, anjing dan hewan lain menelan telur ini bersama makanan yang tercemar.
Onkosfera dibebaskan dalam usus kecil. Membuatjalan pada dinding usus menuju ke
pembuluh darah dan terbawa ke seluruh bagian tubuh. Didalam berbagai organ terutama
oto. Larva tersebut meninggalkan pembuluh darah dan berkembang menjadi sisticercus
atau cacing gelembung. Gejala sistiserkus pada manusia mungkin tidak tampak sampai
beberapa tahun sesudah infeksi, bahkan tidak tampak sama sekali. Organ-organ yang
menderita berturut-turut dengan frekuensi semakin menurun adalah otak besar, selaput
otak, otak kecil, otot skelet dan jantung. Infeksi sistem syaraf pusat menunjukkan gejala-
gejala yang sangat bervariasi dan dapat mencakup gangguan-gangguan penglihatan dan
psikis, epileptiform. Perubahan watak serta paralsis syaraf motor dan sensoris. Sista
akhirnya dapat mengalami disintegrasi, tetapi biasanya, terutama pada otot akan
mengalami kalsifikasi. Penelitian tentang sistiserkus pada babi dan sapi menujukkan
bahwa lokasi parasit berada didalam kapiler-kapiler limfa otot. Otot babi babi kadang-
kadang penuh dengan parasit ini sehingga daging tersebut dinamakan measyl pork.
Cairan didalam sistiserkus sebagian terdiri atas plasma darah hospes. Manusia memperoleh
cacing dewasa setelah makan daging babi mentah atau setengah matang yang terinfeksi.
Setelah masuk kedalam usus kecil, cacing-cacing gelembung mengalami evaginasi,
kemudian kait-kait dan batil isap memungkinkan mereka melekat pada dinding usus dan
akhirnya cacing menjadi dewasa. Manusia dapat terinfeksi secara langsung karena menelan
telur pada makanan dan minuman yang tercemar tinja. Autoinfeksi dapat pula terjadi
dengan menjilat jari tercemar tinja yang mengandung telur cacing.
Sumber Penularan
39

Manusia tertular lewat makanan berupa daging sapi atau daging babi kurang matang yang
berisi larva cacing pita hidup. Larva cacing pita ini terdapat pada otot, terutama pada otot
rahang (maseter), lidah, jantung, diafragma dan bahu. Dalam hal cacing pita babi lewat
makanan atau tangan tercemar.
Penularan
Penularan pada manusia terjadi per os dari daging mengandung Cysticercosis bovis yang
tidak mati apabila proses pemasakan kurang sempurna. Penularan pada sapi terjadi per os
akibat memakan rumput atau minum air yang tercemar telur atau proglotid yang berisi
telur cacing. Telur cacing pita sapi dapat tahan 71 hari dalam tinja, 33 hari dalam air sungai
dan 159 hari pada rumput. Sampai di usus halus, telur menetas menjadi oncosphore.
Oncosphore bermigrasi kejaringan otot yang disukai (predileksi) melalui aliran darah.
Dalam waktu sekitar 3 bulan akan terbentuk kista (Cysticercosis bovis) dalam otot. Kista
ini dapat hidup 9 bulan atau lebih.
Cara penulara T.solium mirip dengan T. Saginata. Manusia sebagai induk semang definitif
tertular lewat makan daging babi mengandun Cysticercosis cellulosae, tettapi sebagai
induk semang antara tertular oleh telur cacing per os lewat makanan atau tangan tercemar
telur cacing. Babi tertular telur T.solium per os lewat makanan tercemar, minuman
tercemar atau tinja orang tertular.

Gejala Klinik
Infestasi T.saginata umumnya bersifat asimptomatik. Masa inkubasi berlangsung selama 8-
10 minggu. Segmen cacing yang disebut proglotid dapat keluar dari anus secara sendiri
atau bersama tinja. Pada beberapa kasus dapat ditemukan gejala sakit perut, kolik, nausea,
kelelahan dan penurunan berat badan. Nafsu makan dapat turun, tetapi ada juga yang
meningkat. Perut menggembung dan merasa kurang nyaman akibat akumulasi gas dalam
saluran pencernaan.
Gejala klinik yang ditimbulkan oleh infestasi T.solium mirip dengan T.saginata. gejala
klinik yang cukup parah dapat terjadi apabila manusia bertindak sebagai induk semang
antara. Cysticercus umumnya terbentuk pada jaringan dibawah kulit, namun dapat pula
terbentuk di otak dan mata. Apabila terbentuk diota, gejala klinik yang timbul berupa
kelumpuhan, epilepsi, bahakan dapat bersifat fatal. Gejala epilepsi akibat cysticercus
terbentuk diotak pernah dilaporkan di Papua.
40


Diagnosa
Untuk diagnosis infeksi usus, didasarkan atas penemuan proglotid atau telur dalam tinja
dan diteguhkan dengan penemuan skoleks. Apabila skoleks tidak ditemukan, maka
diperlukan waktu 4-6 bulan untuk meyakinkan bahwa seluruh cacing sudah tidak ada lagi.
Pengobatan sistiserkosis selain dengan pembedahan tidak banyak manfaatnya, untuk
pencegahan perlu dilakukan pemasakan daging babi dengan sempurna sebelum dimakan.
Pembuangan kotoran dengan cara yang benar.
Cacing gelembung dapat menyebabkan sakit yang lebih berat bagi hospes daripada yang
disebabkan oleh cacing dewasa. Stadium larva cacing pita Taenia solium merupakan salah
satu dari beberapa tipe cacing gelembung pada babi. Larva-larva itu juga pernah
dilaporkan terdapat pada mamalia piaraan lainnya. Parasit tersebut biasanya berukuran
kira-kira 5x10 mm bila sudah masak dan infektif untuk manusia. Kadang-kadang jumlah
sistiserkus sedemikian banyak sehingga menempati lebih dari separo volume sepotong
daging. Cacing gelembung ini umumnya berada di dalam jaringan ikat otot serat lintang
tetapi kadang-kadang terdapat disemua organ atau jaringan tubuh.
1. Diagnosa Taeniasis
Untuk membuat diagnosa penyakit Taeniasis dapat dilakukan dengan 2 cara :
a. Menanyakan riwayat penyakit (anamnesa)
Didalam anamnesa perlu ditanyakan apakah penderita pernah mengeluarkan proglotid
(segmen) dari cacing pita pada waktu defekasi.
b. Pemeriksaan tinja secara mikroskopis
Pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode natif, bilamana ditemukan telur cacing Taenia
sp. Maka pemeriksaan feses menunjukkan hasil positif. Dari satu spesimen feses dapat
digunakan menjadi 4 sediaan untuk pemeriksaan mikroskopik. Pada pemeriksaan tinja juga
ditemukan proglotid jika keluar.
2. Diagnosa Cysticercosis
Diagnosa dilakukan dengan pemeriksaan klinis terhadap adanya benjolan dibawah kulit,
biopsy, CT scan untuk neurocysticercosis. Sedangkan secara serologis dapat dilakukan
dengan ELISA.
Prognosis : Taeniasis usus baik, tetapi infeksi ini harus diakhiri untuk mengurangi bahaya
cystiserkosis.
Diagnosis : proglotid atau telur sering ditemukan didalam tinja atau daerah perianal.
41

Diagnosis spesies dibuat dengan identifikasi proglotid. Karena telurnya tidak dapat
dibedakan dengan telur saginata. Proglotid gravidnya dibedakan dari proglotid gravid
taenia saginata karena jumlah pasangan cabang lateral uterus lebih kecil yaitu 7-12
(Brown, 1979).

Pencegahan dan Pengobatan
Tindakan pencegahan meliputi pengobatan terhadap orang tertular, pendidikan masyrakat,
kesehatan dan kebersihan lingkungan, dan pemeriksaan daging secara seksama di rumah
potong hewan. Daging yang tertular cysticercosis harus disingkirkan atau mengalami
pembekuan dengan suhu dibawah -100 C atau dimasak dengan suhu diatas 600 C. Perlu
dicermati bahwa pemerikasaan karkas di RPH tidak 100 % mendeteksi Taeniasis,
meskipun dapat menyingkirkan sebagian besar jaringan tertular.
Pengobatan pada hakekatnya sama untuk semua cacing pita manusia. Untuk mencapai
penyembuhan sempurna. Scolexnya harus dikeluarkan. Maka untuk memeriksa hasil
pengobatan, pencarian teliti daripada scolex dalam tinja harus dilakukan. Bila scolex tidak
ditemukan, perlu ditunggu 3 bulan untuk memastikan apakah penderita sudah tidak
mengeluarkan proglotid atau telur lagi
Obat terbaik terhadap cacing pita adalah kuinakrin hidroklorida (Atabrin).Oleorespin
aspidium hasilnya sama baik, tetapi mungkin lebih toksik. Kedua obat ini mempunyai efek
samping, menyebabkan muntah jika diberikan pada anak-anak. Penderita harus disiapkn
dulu sebelum diberi obat cacing. Sehari sebelum diberi pengobatan, penderita harus
diberikan makanan cair dan makan malam tidak diberikan kecuali kopi hitam, teh atau air.
Enema air sabun harus diberikan malam harinya untuk mengurangi jumlah tinja yang kan
diperiksa setelah pengobatan. Dua jam setelah pemberian dosis obat cacing yang terakhir,
diberi pencahar garam untuk mengeluarkan cacing yang sudah rusak atau mati. Bila cacing
tidak dikelauarkan oleh pencahar atau bila kepalanya tidak ditemukan, maka harus
diberikan enema air sabun. Karena cacingnya atau scoleknya mungkin ketinggalan di usus
besar. Kertas toilet yang dipakai oleh penderita jangan dimasukkan ke pot tinja karena
sangat menyukarkan pencarian scolex cacing. Cacing pita yang besar sering dikeluarkan
(berwarna kuning) dengan sekali pengobatan.
Dosis kuinarkin hidroklorida untuk orang dewasa adalah 0,8 g untuk menghindari muntah-
muntah, dosis seluruhnya dapat dibagi dalam dua bagian dan diberikan dengan antara
setengah jam. Anak-anak diberi dosis total sebagai berikut : anak dengan berat badan 40-
42

75 pound sebanyak 0,4 g. 76-100 pound sebanyak 0,6 g, 100 pound dan lebih 0,8 g.
Bila pengobatan per os tidak berhasil, suspensi dari 0,8 g kuinakrin dalam 40 ml air suling
dimasukkan melalui pipa duodenum, dibagi dalam dua dosis. Emursi yang sangat baik,
mengandung 5 g eleoresin aspidium, 8 g acacia dan ditambah air sampai 60 ml, setengah
dosis tersebut diberikan pada pagi hari, disusul dengan bagian kedua setelah satu jam.
Dosis selurhnya untuk anak adalah 4 ml dari emulsi tersebut per 10 pound berat badan.
Penyelidikan baru dengan 4-aminokuinalin (camoquin), diklorofen, dan niklosamid
(yomesan) menunjukkan bahwa obat-obat ini cukup berkhasiat pada pengobatan infeksi
cestoda (Brotowidjoyo, 1987).
Pada Manusia
Praziquantel, dosis 100 mg/kg, dosis tunggal. Cara pemberian obat praziquantel adalah
sebagai berikut:
- satu hari sebelum pemberian obat cacing, penderita dianjurkan untuk makan makanan
yang lunak tanpa minyak dan serat.
- Malam harinya setelah makan malam penderita menjalani puasa.
- Kesekan harinya dalam keadaan perut kosong penderita diberi obat cacing. Dua sampai
dua setengah jam kemudian diberikan garam inggris, 30 g untuk dewasa dan 15 g atau 1,5
g untuk anak-anak. Sesuai dengan umur yang dilarutkan dalam sirop. Penderita tidak boleh
makan sampai buang besar yang pertama. Setelah buang air besar penderita diberi makan
bubur.
- Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama dikumpulkan dalam botol yang berisi
formalin 5-10 % untuk pemeriksaan telur Taenia sp. Tinja dari buang air besar pertama dan
berikutnya selama 24 jam ditampung dalam baskom plastik dan disiram dengan air
panas/mendidih supaya cacingnya relaks. Kemudian diayak dan disaring untuk
mendapatkan proglotid dan skoleks Taenia sp.
- Proglotid dan skoleks dikumpulkan dan disimpan dalam botol yang berisi alkohol 70 %
untuk pemeriksaan morfologi yang sangat penting dalam identifikasi spesies cacing pita
tersebut.
- Pengobatan taeniasis dinyatakan berhasil bila skoleks taenia sp. Dapat ditemukan utuh
bersama proglotid.
Pada Hewan
- praziquantel, dosis 100 mg/kg 3-5 hari
- librax (7-chloro-2-methylamin-5phenyl-311-1,4-benzodiazepepine-4-oxide).
43

- Atrabin
- Niclosamid atau praziquantel
- Fenbendazole selama 7 hari
- Mebendazole selama 5 hari.
Praziquantel dilaporkan sering digunakan untuk pengobatan taeniasis asal sapi, tetapi obat
ini tidak terdaftar di Australia untuk manusia, meskipun disana banyak digunakan untuk
pengobatan cacing pita pada anjing yang disebabkan oleh Dypilidium caninum atau
Dypilobothrium latum.
Niclosamid dapat memberikan kesembuhan baik, tetapi penggunaanyan memrlukan
identifikasi cacing sebelum obat diberikan. Sebab, apabila proglotid berasal dari T.solium,
maka penderita perlu dimonitor terhadap neural atau visceral cysticercosis.
Pencegahan dan Pengendalian
Pemberantasan infeksi T.solium terdiri pengobatan orang yang mengandung parasit,
sanitasi,pemeriksaan daging babi dan memasak dan mengolah daging babi sebaik-
baiknya.pengobatan segera orang-orang yang menderita infeksi ini tidak hanya mengurangi
sumber infeksi. Tetapi juga menghilangkan bahaya autoinfeksi cysticercus. Didaerah
endemik tinja manusia tidak boleh dibuang ketempat-tempat yang dapat dimasuki babi.
Pemeriksaan daging babi oleh pemerintah dapat mengurangi frekuensi infeksi pada
manusia di negara dimana daging babi dimakan mentah atau setengah matang. Memasak
daging babi sebaik-baiknya adalah 45-500C . daging babi harus dimasak paling sedikit 30
menit untuk tiap pound atau sampai berwarna kelabu. Cysticercosis dimatikan pada suhu
dibawah -20C dalam waktu hampir dua bulan, pada suhu kamar selama 26 hari pada suhu -
100C selama 4 hari. Pengasinan daging kurang berhasil dalam mematikan cysticercosis.
Kontrol Taenia sp, perbaikan infrastruktur bersih, pemeriksaan daging perkakas, mencegah
kontaminasi perdagangan daging babi, penyuluhan tentang kebiasaan hidup sehat dan
mencuci tangan, menghindari pangan terkontaminasi.

DIPHYLLOBOTRIASIS
Hospes :
hospes definitifnya adalah manusia sedangkan hospes reservoarnya meliputi anjing,
kucinh, dan 22 mamalia lainnya antara lain beruang, singa laut. nama penyakitnya adalah
difilobotriasis.
44

Distribusi :
banyak dijumpai pada negara dengan kebiasaan makan ikan kurang matang misal di eropa,
jepang, amerika. di Indonesia penyakit ini belum ditemukan.
Daur Hidup :
Telur yang ada di dalam feses manusia --> masuk air tawar --> menetas menjadi
korasidium, larva bersilia --> masuk ke dalam tubuh kopepoda, yaitu Cyclops dan
Dioptpmus --> berubah menjadi proserkoid --> kopepoda yang mengandung proserkoid
dimakan oleh ikan air tawar --> proserkoid berubah menjadi pleroserkoid --> menginfeksi
manusia
jadi, satdium infektifnya adalah pleroserkoid.
Gejala:
biasanya tidak ada tanda spesifik.
gejala yang khas ialah terjadi anemia defisiensi vitamin B12, atau anemia megaloblastik.
gejala obstruksi usus mungkin terjadi apabila jumlah cacing banyak.
Diagnosis :
ada telur dalam feses atau proglotid
Tx :
Atabrin dalam keadaan perut kosong dan ditambah Na Bikarbonat dosis 0,5 gram dua jam
setelah makan obat diberikan sebagai pencahar magnesium sulfat 15 gram
niclosamid diberikan 4 tablet (2 gram) dikunyah sekaligus
paramomisin dosis 1 gram tiap 4 jam sebanyak 4 dosis
praziquantel dosis tunggal 10 mg/kgBB
DIPHILIDIASIS
Dipylidiasis merupakan penyakit cacing pita yang secara primer terjadi pada anjing.
Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis karena dapat ditularkan kepada manusia melalui
hospes perantara berupa pinjal atau kutu anjing. Di Indonesia kasus dypilidiasis pada
manusia belum pernah dilaporkan. Dari Laporan hasil penelitian terjadinya dipylidiasis
pada anjing Bali disebutkan bahwa 18% dari anjing yang diperiksa , positif terinfeksi
Dipylidium caninum ( Dharmawan NS dkk, 2003)
45

ETIOLOGI
Dipylidiasis merupakan penyakit cacing pita pada anjing yang disebabkan oleh Dipylidium
caninum. Selain anjing, hospes definitif lainnya adalah kucing dan karnivora liar. Manusia
terutama anak anak dapat sebagai occasional host . Sebagai intermediate hostnya (hospes
perantara) adalah flea (pinjal) anjing (Ctenocephalides canis) , pinjal kucing
(Ctenocephalides felis). Selain itu Pulex irritans dan kutu / tuma anjing (Trichodectes
canis) juga diduga sebagai intermediate host. (Levine ND,1994)
Morfologi dan siklus hidup :
Cacing dewasa dari Dipylidium caninum yang predeleksinya pada usus halus ini
panjangnya berkisar antara 15 sampai 70 cm dan mempunyai sekitar 60 sampai 175
proglottid. Scolex cacing ini berbentuk belah ketupat (rhomboidal) dan mempunyai 4 buah
sucker yang menonjol dan berbentuk oval. Sucker dilengkapi dengan rostellum yang
retraktil dan berbentuk kerucut serta dilengkapi dengan sekitar 30 sampai 150 kait (hook)
berbentuk duri mawar yang tersusun melengkung transversal. Proglottid mature berbentuk
seperti vas bunga dan Tiap segmennya mempunyai 2 perangkat alat reproduksi serta 1
lubang kelamin di tengah tengah sisi lateralnya. Proglottid gravid penuh berisi telur yang
berada di dalam kapsul / selubung (kantung). Tiap kantung berisi sekitar 15 sampai 25
telur. Fenomena inilah yang disebut sebagai eggball. Tiap butir telur berdiameter sekitar 35
sampai 60 dan berisi oncosphere yang mempunyai 6 kait. Proglottid gravid dapat
terpisah dari strobila satu demi satu atau berkelompok 2 sampai 3 segmen. Segmen
segmen tersebut dapat bergerak aktif beberapa inci per jam dan keluar melewati anus atau
bersama feces.
Pinjal (flea) dari anjing (Ctenocephalides canis) dan kucing ( Ctenocehalides felis) atau
kutu / tuma anjing (Trichodectes canis) merupakan intermediate host ( hospes perantara )
dari Dipylidium caninum ini. Apabila telur Dipylidium caninum tertelan oleh larva dari
hospes perantara, maka oncosphere akan keluar dari telur dan menembus dinding usus
hospes perantara dan selanjutnya akan berkembang menjadi larva infektif yang disebut
larva cysticercoid. Apabila hospes perantara yang mengandung larva cysticercoid tersebut
tertelan oleh hospes definitive, maka larva cysticercoid akan menembus keluar dan masuk
ke dalam usus halus hospes definitive serta tumbuh dan berkembang menjadi cacing
dewasa setelah kurun waktu sekitar 20 hari. ( Soulsby,1982 ; Brown,1975)
46

EPIDEMIOLOGI :
Dipylidiasis pada manusia umumnya dilaporkan terjadi pada anak anak usia di bawah 8
tahun. Penularan biasanya terjadi per oral malalui makanan , minuman atau tangan yang
tercemar pinjal anjing atau kucing serta kutu anjing yang mengandung cysticercoid .
(Soedarto,2003).
Orang yang mempunyai resiko tinggi adalah yang mempunyai hewan peliharaan anjing
atau kucing yang menderita dipylidiasis. Rupanya orang orang yang menyayangi hewan
peliharaannya pasti selalu kontak dan adakalanya menciumi atau membawa hewan tersebut
ke kamar tidur, sehingga ada kemungkinan terjadi infeksi dipylidiasis melalui tertelannya
pinjal dari hewan tersebut. Terdapat kemungkinan lain mengenai tertelannya pinjal
tersebut yaitu melalui tangan yang tercemar pinjal ke mulut.
Penyebaran penyakit ini pada hewan maupun manusia sangat tergantung pada ada atau
tidaknya hospes perantara karena perkembangan telur Dipylidium caninum untuk menjadi
larva yang infektif yaitu cysticercoid harus di dalam tubuh hospes perantara yaitu pinjal
atau kutu anjing.
PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS :
Pada anjing atau kucing yang terinfeksi ringan tidak terlihat gejala yang jelas, hanya
tampak gelisah dan menggosok gosokkan anusnya ke tanah. Pada infeksi berat terlihat
diare , konstipasi dan obstruksi usus. (Soulsby, 1982)
Infeksi pada manusia umumnya sangat ringan , kadang kadang terjadi nyeri epigastrium,
diare atau reaksi alergi disertai penurunan berat badan ( Soedarto,2008)
DIAGNOSA:
Berdasarkan anamnesa yaitu perilaku keeratan hubungan dengan anjing atau kucing
peliharaannya dan status kesehatan anjing atau kucing peliharaannya serta gejala klinis
yang tampak dapat diprediksi kemungkinan menderita dipylidiasis.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk kepastian diagnosa dengan cara
memeriksa adanya telur dalam feces atau adanya segmen proglottid yang keluar bersama
feces. Kadang kadang ditemukan sejumlah eggball pada perianal penderita.
47

PENGOBATAN :
Anthelmintik yang dapat digunakan untuk dipylidiasis adalah praziquantel 600 mg dosis
tunggal, niclosamide (Yomesan) dosis tunggal 2 gr untuk dewasa atau 1,5 gr untuk anak
dengan berat badan lebih dari 34 kg atau 1 gr untuk anak dengan berat badan 11-34 kg.
Selain itu Quinakrin (atabrin) dapat juga digunakan. ( Natadisastra D & Agoes R, 2009;
Markell EK, et al, 1992)
Pada anjing dan kucing anthelmimtik yang digunakan adalah arecoline hydrobromide,
arecolineacetasol, Bithional, Niclosamide atau Praziquantel (Soulsby EJL,1982)
PENCEGAHAN
Penularan dan infeksi dapat dicegah dengan cara menghindari kontak antara anak anak
dengan anjing atau kucing. Anjing atau kucing penderita dipylidiasis harus diobati. Selain
itu perlu dilakukan pemberantasan pinjal atau kutu dengan insektisida

HYMENOLEPSIASIS
Hymenolepis nana dikenal sebagai cacing pita kerdil pada manusia(dwarf tapeworm of
man),walaupun cacing biasa hidup pada tikus.Cacing ini banyak ditemukan didaerah
amerika serikat yang biasanya pada anak-anak dibawah usia 8 tahun.Penyakit yang
disebabkan oleh hymenolepis nana disebut hymenolepiasis nana.Habitatnya diusus baik
manusia maupun hewan
Distribusi geografis

Cacing ini terdapat diseluruh dunia,tetapi daya hidupnya tertinggi didaerah beriklim tropis
dan subtropis.Diperkirakan ada sekitar 20 juta penduduk terinfeksi cacing ini.prevalensi
pada tikus antara 1-10 % bahkan mencapai 45 % dibeberapa tempat.
Morfologi
merupakan ukuran terkecil dari species cestoda.Cacing dewasa berukutan 24-40 mm
dengan scolex dapat ditemukan 4 buah alat penghisap berbentuk hemispheris serta
48

rosetelum yang terinvaginasi disekelilingi oleh saut baris kait-kait yang terdiri dari 20-30
buah.Scolex berbentuk rhomboid dengan diameter 0,32 mm
Leher cacing ini panjang dan ramping diikuti strobila yang panjang yang biasanya
berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam hospesnya.strobils immature
segment pendek dan tidak lebar sedangkan mautr segment lebar.Mature segment memiliki
3 buah testes yang tersusun dalam saut garis dan genital pore nya terbuka disebelah
lateral strobilo terakhir mem bulat pada bagian posteriornya
Telur hymenolepis nana berukuran 30-47 u,dan berbentuk bulat ,dibagian dalam telur
terdapat 4 buah penebalan yang berlanjut sebagai 4 buah filament,nampak pula pada
oncosphere yang memilki 3 buah pasang kait-kait.Telur cacing ini keluar dari segment
terakhir yang mengalami disintegrasi.Telur hymenolepis nana bentuk lonjong ,mempunyai
lapisan yang jernih dan lapisan dalm yang mengelilingi sebuah onkosfer dengan penebalan
pada kedua kutub,dari masing-masign kutub keluar 4-8 filamen.Dalam onkosfer terdapat 3
pasang duri(kait) yang berbentuk lanset
Siklus hidup hymenolepis nana
Telur yang tertelan oelh manusia segera menetas dan oncospherenya segera membenamkan
diri dimukosa usus .Oncosphere ini akan tetap tinggal dimukosa usus 4-5 hari kemudian
berkembang menjadi cysticeroid larva.Cysticeroid yang sudah tua akan kembali ke lumen
usus dan menjadi dewasa dalam waktu 8-10 hari.Cacing dewasa mampu hidup diusus
bertahun- tahun.Cacing Proglotid gravid melepaskan diri dari badan,telurnya dapat
ditemukan dalam tinja .Cacing ini tidak memerlukan hospes perantara.Pada infeksi
percobaan,berbagai pinjal dan kutu beras dapat menularkan murine strain.
Orang dewasa kurang rentan dibandingkan anqk-anak.Kadang-kadang telur dapat menetas
dirongga usus halus sebelum dilepaskan bersama tinja ,keadaan ini disebut autoinfeksi
terna.Hal ini memberikan kemungkinan terjadi infeksi berat sekali yang disebut
hiperinfeksi,sehingga cacign dewasa dapat mencapai jumlah 2000 ekor pada seorang
penderita.
Patologi dan manifestasi klinis

49

Parasit ini biasanya tidak menyebabkan gejala.Jumlahyang besar dari cacing yang
menempel pada dinding usus halus menimbulkan iritasi mukosa usus.Kelainan yang sering
itmbul adalah toksemia umum karena penyerapan sisa metabolit dari parasit yang masuk
kedalam system peredaran darah penderita.Pada anak kecil dengan infeksi berat ,cacing ini
kadang- kadang menyebabkan keluhan neurologi yang gawat ,diare,kejang-kejang,sukar
tidur dan pusing.eosinofilia sebesar 8-16 %,(obstipasi,dan anoreksia merupakan gejala
ringan)
Diagnosis laboratories
Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur yang mempunyai cirri khusus(penebalan
dengan 4 buah filament dan oncosphere yang mempunyai kait )Adanya filament pada telur
cacing ini digunakan untuk membedakan dengan telur hymenolepis diminuta.Kadang-
kadang pasien membawa scolex yang mereka temukan ditinja mereka .Pada scolex cacing
ini ditemukan adanya 4 buah alat penghisap dan rosetellum yang berkait-kait
Pengobatan dan upaya pencegahan
Praziquantel merupakan obat pilihan yang mampu membunuh 88 % larva maupun cacing
dewasa (sulit sekali menghilangkan cacing ini secara keseluruhan).Obat alternatif adalah
niclosamid dan paromycin.Sebaiknya penderita di-follw-up 2-3 bulan setelah pengobatan
dengan pemeriksaan tinja.
Upaya pencegahannya antaraa lain:
Menjaga kebersihan makanan dan minuman
Meningkatkan hygene pribadi
Perbaikan cara pembuangan feces
Pemberantasan tikus untuk menghindari penularan dari tikus
Pengobatan penderita untuk menghilangkan sumber penularan
Epidemiologi
Infeksi dengan cacing ini sering terjadi didaerah yang berpenduduk padat dengan
kebersihan pribadi yang buruk serta
50

Kebersihan lingkungan yang tidak sehat,misalnya dilembaga-lembaga dan panti asuhan
Penularan langsung lebih sering terjadi dari pada penularan tidak langsung.(melalui
insecta)

HYMENOLEPIS DIMINUTA
Nama Penyakit : Hymenolepiasis diminuta
Hospes : Definitif : Manusia, tikus
Perantara : Pinjal, kumbang tepung
Morfologi
Telur
Bentuk relatif lebih bulat daripada telur Hymenolepis nana.
Ukuran 60 x 79 mikron
Dinding telur agak tebal, pada kutub-kutub menebal
Tidak memiliki filamen dari kutub-kutubnya
Berisi embrio heksakan (embrio dengan 3 pasang kait)
Dewasa
Panjang badan dapat mencapai 30 60 cm, lebar 3 5 mm.
Terbagi atas kepala (skolek), leher dan proglotid-proglotid.
Skolek memiliki 4 batil isap tanpa rostelum.
Proglotid terdiri atas proglotid immature mature dan gravid, kurang lebih 800
1000 segmen.
51

Siklus Hidup
Cacing dewasa berada di usus halus manusia akan mengalami perkembangbiakan dari
proglotid immature menjadi mature selanjutnya menjadi proglotid gravid yang
mengandung banyak telur cacing pada uterusnya. Proglotid gravid akan melepaskan diri
dan bila pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa dikeluarkan bersama feses manusia.
Telur yang berisi embrio tersebut memerlukan hospes perantara, yaitu pinjal. Dalam usus
pinjal, telur menetas menjadi larva dan berkembang menjadi sistiserkoid dalam rongga
tubuh. Apabila pinjal secara kebetulan termakan oleh manusia atau tikus selanjutnya di
usus halus sistiserkoid pecah dan keluarlah skolek yang selanjutnya akan melekat pada
mukosa usus. Skolek akan berkembang lebih lanjut menghasilkan proglotid immature,
mature dan gravid. Proglotid gravid akan terlepas dari strobila dan bila pecah akan
mengeluarkan telur yang dikeluarkan bersama feses.
Patologi Dan Gejala Klinis
Parasit ini umumnya tidak menimbulkan gejala yang berarti pada hospes.
Epidemiologi
Cacing ini tersebar secara kosmopolit, tetapi lebih suka daerah beriklim panas daripada
dingin termasuk Indonesia.
Diagnosa Laboratorium
Diagnosa laboratorium dapat ditegakkan apabila ditemukan telur atau bagian dari cacing
dewasa dalam feses. Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung atau dengan cara tak
langsung (konsentrasi).

You might also like