You are on page 1of 15

[1]

Penghijauan Lingkungan Perdesaan









Pohon adalah penyangga langit,
Dan sebagai tiang kehidupan,
Apabila pohon rusak,
Maka langit akan runtuh,
Dan akan menghancurkan kehidupan

Kata-kata di atas adalah cuplikan pepatah Indian di
pedalaman Amerika Latin. Mereka percaya bahwa pohon
adalah tiang langit, tiang bagi kehidupan. Ketika pohon
hilang atau rusak, maka langit pun akan runtuh.

Kini sudah menjadi kenyataan. Ketika pohon semakin
hilang, hutan semakin rusak dan lahan kritis semakin
meluas, maka bencana pun datang silih berganti. Langit di
kutub runtuh atau berlubang sehingga sinar ultra violet
dari matahari mengancam kehidupan. Bumi semakin
panas dan es di kutub mencair. Maka, lengkap sudah
bencana lingkungan yang menerpa umat manusia.

Lingkungan hidup di sekitar kita semakin rusak dan
menurun kualitasnya, bencana silih berganti. Di daerah
hulu pedesaan, di mana daerah tangkapan hujan semakin
sempit, air yang turun dari langit terus mengalir ke sungai

[2]

tanpa ada kesempatan untuk meresap ke dalam tanah.
Akhirnya, manusia yang tinggal di hilir menuai bencana
banjir di musim hujan, atau kekurangan air di saat
kemarau.

Hutan kita sebagai penyaring gas karbon dan penghasil
oksigen, juga semakin habis sehingga tercipta efek rumah
kaca, dan bumi pun semakin gerah. Namun kita masih bisa
berbuat, masih bisa bertindak untuk menyelamatkan
lingkungan di sekitar kita, untuk mengulur waktu
kehancuran, untuk mengurangi bencana yang terus
menerpa. Lantas perbaikan-perbaikan apa yang dapat kita
lakukan pada lingkungan di sekitar kita.

Lahan kritis di sekitar kita terus bertambah seirama
dengan perkembangan ekonomi dan pertambahan jumlah
penduduk. Menurut laporan Bank Dunia, hanya dalam
waktu 12 tahun (19851998) Sulawesi telah kehilangan 2,2
juta hektar atau sekitar 20 % dari total hutan yang ada.

Untuk mengatasi persoalan lahan kritis ini, ada dua
kegiatan yang bisa diakukan kelompok masyarakat di
dalam program PNPM Lingkungan Pedesaan Mandiri ini,
yaitu:
Penghijauan
Agroforestry

Perbaikan lahan kritis di daerah perbukitan atau resapan
air dapat dilakukan bersama dengan semua komponen
masyarakat, Untuk daerah perbukitan sebaiknya dibuat
juga teras siring untuk mengurangi erosi.

[3]

Apa yang dapat dilakukan di daerah resapan?

Banjir di Indonesia saat musim hujan tiba sepertinya
menjadi langganan yang selalu terjadi. Hujan bukan
mendatangkan berkah, melainkan musibah, dan
masyarakat di hilir selalu was-was saat musim hujan
datang.

Beberapa hal yang menyebabkan semua ini adalah karena
di daerah hulu, di mana lokasi sebagai kawasan resapan
air, sudah berubah untuk berbagai keperluan, baik untuk
perumahan atau kadang peristirahatan bagi orang kota,
pertanian, perkebunan dan sebagainya. Hutan
dikorbankan, pohon ditebangi, dan perbukitan dipangkas.

Untuk itu daerah yang diperkirakan sebagai daerah
tangkapan hujan, daerah aliran sungai yang umumnya ada
di daerah hulu atau perbukitan perlu dihijaukan kembali.
Tehnik atau pelaksanaan penghijauan kembali dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya :
penanaman pohon buah di pekarangan, kebun atau
dihutan. Dengan harapan pohon buah akan dirawat
oleh masyarakat.
Pembuatan biopori dihalaman perumahan,
perkantoran, sekolah, rumah ibadah atau di
perkebunan, ladang. Akan lebih baik lagi bila biopori
ini dibuat pada daerah ladang yang telah melakukan
pembuatan teras siring. Sehingga air hujan dapat
meresap ke dalam tanah (lihat bab berikutnya).



[4]

Pembuatan sumur resapan, di perkantoran, rumah,
rumah ibadah, sekolah atau tempat-tempat lain yang
diperkirakan dapa membantu meresapkan air hujan
ke dalam tanah.



Gambar di atas adalah kawasan perbukitan di daerah
Tomohon (Minahasa) yang merupakan salah satu daerah
tangkapan hujan, namun kini sudah berubah menjadi
daerah perkebunan dan perumahan. Sebenarnya bisa
dilakukan perbaikan lingkungan untuk membantu
meresapkan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi
banjir, dengan cara pembuatan teras siring, biopori atau
penanaman kembali di daerah puncak.

Pembuatan Teras Siring
Masih banyak petani atau peladang yang membuat kebun
palawija pada lahan kering atau perkebunan dengan
kemiringan lebih dari 30 derajat. Mereka masih belum
menggunakan disain teras siring.

[5]


Teras siring menyerupai anak tangga. Lebar anak tangga
yang ditanami tergantung dari kemiringan lahan yang akan
digunakan (lihat gambar).

Teras siring ini mempunyai banyak keunggulan dalam
membantu konservasi atau pelestarian tanah dan air
tanah. Untuk tanah, saat musim hujan teras siring dapat
membantu mencegah atau mengurangi erosi. Dan untuk
air hujan, teras siring dapat membantu meresapkan air
hujan ke dalam tanah.


Di beberapa
desa atau
tempat,
seperti di Bali,
pembuatan
teras siring
sudah
dilakukan
untuk sawah
atau perkebunan, sedangkan di beberapa tempat lain
sebagai penghasil sayur, buah-buahan atau palawija
seperti di Sumatera Utara, Jawa dan daerah lain, tradisi ini
sudah lama diterapkan.

Di Sulawesi baru beberapa tempat saja yang sudah
membuat teras siring, misalnya di Sulawesi Tengah.
Mereka kebanyakan adalah petani padi dan sayuran yang
berasal dari Bali dan Jawa.

[6]

Pertanian di daerah tangkapan air
Daerah-daerah tangkapan air mempunyai peranan yang
sangat penting dalam melestarikan air dan tanah.
Keduanya tidak terlepas satu sama lain dan sangat
berkaitan dengan erat. Ada beberapa teknologi pertanian
untuk membantu usaha pelestarian tanah yang bertujuan
untuk mengendalikan erosi dan mencegah degradasi lahan
ini, antara lain:

1. Sistem Pertanaman Lorong
Ini adalah sistem yang telah dikembangkan dan banyak
dilakukan oleh masyarakat, di mana tanaman pangan
ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar.

Sistem ini sangat bermanfaat untuk mengurangi laju
limpasan permukaan dan erosi, serta bisa menjadi sumber
bahan organik dan hara terutama untuk tanaman lorong.







[7]

2. Strip Rumput
Adalah sistem pertanaman yang hampir sama dengan
pertanaman lorong, tetapi tanaman pagarnya adalah
rumput.


Strip
rumput
dibuat
mengikuti
kontur
dengan
lebar strip
0,5 m atau
lebih.
Semakin
lebar strip
semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat
diintegrasikan dengan peternakan.


3. Tanaman Penutup Tanah
Merupakan tanaman yang
ditanam tersendiri atau
bersamaan dengan tanaman
pokok. Tanaman ini bermanfaat
untuk menutupi tanah dari
terpaan langsung curah hujan,
mengurangi erosi, menyediakan
bahan organik tanah, dan
menjaga kesuburan tanah.

[8]

Pengendali Erosi
Salah satu sistem pengendalian erosi secara mekanis
adalah barisan gulud yang dilengkapi rumput penguat
gulud dan saluran air di bagian lereng atas. Sistem itu
bermanfaat untuk mengurangi laju limpasan permukaan
dan meningkatkan resapan air ke dalam tanah. Hal ini
dapat diterapkan pada tanah dengan
infiltrasi/permeabilitas tinggi dan tanah-tanah yang agak
dangkal dengan lereng 10 sampai 30 derajat.


1. Teras Bangku/teras siring.
Dibuat dengan cara
memotong lereng dan
meratakan tanah di bidang
olah sehingga terjadi deretan
menyerupai tangga.

Teras siring bermanfaat
sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Cara ini
diterapkan pada lahan dengan lereng 10 hingga 40derajat,
tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif
tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung
unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan besi.


2. Rorak
Adalah lubang atau
penampang yang dibuat
memotong lereng yang
berfungsi untuk menampung
dan meresapkan air aliran

[9]

permukaan. Lubang ini bermanfaat untuk: (1)
memperbesar peresapan air ke dalam tanah; (2)
memperlambat limpasan air pada saluran peresapan; dan
(3) sebagai pengumpul tanah yang erosi sehingga sedimen
tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah.

Ukuran rorak sangat bergantung pada kondisi dan
kemiringan lahan serta besarnya limpasan permukaan.
Umumnya rorak dibuat dengan ukuran panjang 1-2 m,
lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m. Atau, panjang 1-
2 m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-
rorak dalam kontur adalah 2-3 m dan jarak antara rorak
bagian atas dengan rorak di bawahnya 3-5 m.

Selain rorak ada cara yang lain untuk membantu
peresapan air ke dalam tanah, yaitu dengan tehnik biopori.
Biopori juga dapat membantu penyuburan tanah, karena
di dalam lubang itu dimasukkan sampah organik.

3. Embung
Merupakan
bangunan
penampung air
yang berfungsi
sebagai pemanen
limpasan air
permukaan dan
air hujan.
Bangunan ini
bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau.


[10]


Agar pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan
mudah, embung hendaknya dibangun dekat dengan
saluran air dan pada lahan dengan kemiringan 5 hingga 30
derajat. Tanah-tanah bertekstur liat atau lempung sangat
cocok untuk pembuatan embung.

4. Mulsa
Adalah bahan-
bahan (sisa-sisa
panen, plastik,
dan lain-lain)
yang disebar
atau digunakan
untuk menutup
permukaan
tanah.

Bermanfaat
untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta
melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan
yang akan mengurangi kepadatan tanah

5. Dam Parit
Adalah cara mengumpulkan atau membendung aliran air
pada suatu parit dengan tujuan menampung aliran air
permukaan sehingga dapat digunakan untuk mengairi
lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran
permukaan, erosi, dan sedimentasi.
Keunggulan dam parit adalah:

[11]

Menampung air dalam volume besar akibat
terbendungnya aliran air di saluran/parit.
Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang
produktif.
Mampu mengairi lahan cukup luas, karena dibangun
berseri di seluruh daerah aliran sungai (DAS).
Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga
mengurangi erosi dan hilangnya lapisan tanah atas
yang subur serta sedimentasi.
Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam
tanah di seluruh wilayah DAS, sehingga mengurangi
risiko kekeringan pada musim kemarau.
Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat
dijangkau petani.

Bagaimana cara perbaikan lahan
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
20042009, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup diarahkan untuk
memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya alam agar
mampu memberi manfaat ekonomi, termasuk jasa
lingkungannya, dalam jangka panjang dengan tetap
menjamin kelestariannya. Kondisi hutan dan lahan yang
memprihatinkan memerlukan upaya perbaikan.

Tahapan kegiatan yang bisa dilakukan
untuk perbaikan tersebut adalah:

a. Pengadaan Bibit.
Pengadaan bibit ini dapat
dilakukan melalui biji maupun

[12]

persemaian alami, atau anakan yang tumbuh di sekitar
pohon induk.















Gambar 1. Persemaian Alami

b. Pembuatan Bedeng Sapih dan Penyiapan Lahan.
Pembuatan bedeng sapih dilakukan dengan bahan
sederhana, seperti bambu dan naungan ijuk atau daun
kelapa. Penyiapan lahan dilakukan dengan pembersihan
lahan dan pembuatan ajir.








Gambar 2. Persemaian Biji

[13]

c. Pemeliharaan.
Setelah bedeng dan lahan disiapkan, tanaman bibit
tetap perlu tetap perlu diperhatikan pemeliharaannya.
Pemeliharaan tanaman meliputi:
Penyulaman: mengganti tanaman yang rusak atau
mati setelah dilakukan 15-20 hari, tanaman sejenis,
Pemupukan: untuk mempercepat pertumbuhan
(sebaiknya menggunakan pupuk kandang/kompos).
Penyiangan: membersihkan belukar atau
tumbuhan pengganggu, diulangi beberapa kali
hingga tumbuhan tumbuh dengan baik.
Pengendalian hama dan penyakit: mengendalikan
semua hama yang mengganggu pertumbuhan
Pendangiran: menggemburkan tanah di sekitarnya
agar tumbuh dengan baik.
















Gambar : Persemaian Biji

[14]

d. Penyiapan lahan
Proses selanjutnya adalah menyiapkan lokasi di mana
bibit tumbuhan itu akan ditanam, baik untuk
penanaman skala luas maupun kecil. Persiapan yang
perlu dilakukan adalah dengan membersihkan lahan,
membuat lubang, pembuatan anjir, atau pelindung
selama anakan masih belum bisa tumbuh secara
sempurna.

e. Penanaman.
Setelah bibit siap (setinggi kira-kira 20-40 cm dan
perakaran kira-kira 20cm), bibit dapat diangkut dengan
menggunakan gerobak atau dipikul menuju lokasi yang
akan ditanami. Sebelum tanaman baru siap ditanam,
buatlah lajur penanaman dan lubang.





[15]

f. Pemeliharaan.
Pemeliharan setelah penanaman sangat penting
dilakukan karena di sinilah kunci kesuksesan.
Pemeliharaan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
ismalnya: penyiraman saat musin kemarau, pembuatan
sekat-sekat bakar bila terjadi kebakaran lahan,
pemupukan, dan penyiangan.

You might also like