You are on page 1of 38

1

BAB I
STATUS PASIEN

1.1. Identifikasi
Nama : Rico Fadli Mahfuz
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Warga Negara Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Alamat : Jln Basuki Rahmat No 72 RT 24 RW 9 Kelurahan
Talang Aman Kecamatan Kemuning Palembang
30127
No Rekam Medis : 783939
No Registrasi : 13035047
MRS : 13 Desember 2013

1.2. Anamnesis
(Autoanamnesis dan alloanamnesis, pada tanggal 14 Desember 2013, pukul
16.00 WIB)
Keluhan Utama:
Nyeri pada rahang bawah dan wajah setelah kecelakaan lalu lintas

Riwayat Perjalanan Penyakit:
+ 2 jam sebelum masuk rumah sakit, motor yang dikendarai penderita
tergelincir, penderita terjatuh dengan rahang bawah membentur benda keras.
Penderita mengeluh nyeri pada rahang bawah dan wajah. Nyeri kepala ada.
Pingsan setelah kecelakaan tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Rasa baal
pada wajah tidak ada. Penderita kemudian dibawa ke RSMH Palembang.

2

1.3. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS : 15, E4 M6 V5. Pupil isokor, refleks cahaya
(+)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 86 x/menit
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Temperatur
Berat Badan
Tinggi Badan
Indeks Masa Tubuh
Status Gizi
:
:
:
:
:

36,5
O
C
65 kg
170 cm
22,49 kg/m
2

Normoweight
b. Keadaan Spesifik
Kepala : Lihat status lokalis
Leher : Dalam batas normal
Thorax
Jantung : HR 86 x/menit, reguler, bunyi jantung I dan II
normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : RR 20 x/menit, vesikuler normal, ronkhi tidak ada,
wheezing tidak ada
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris
- Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+)

Ekstremitas
- Superior : Tidak ada kelainan
3

- Inferior
Regio Genu dekstra
Regio Genu sinistra
Regio Pedis sinistra
:
:
:
:

Tampak luka lecet ukuran 5 x 1 cm
Tampak luka lecet ukuran 4 x 5 cm
Tampak luka ukuran 3 x 3 cm, telah dijahit
sebanyak 2 jahitan

c. Status Lokalis


Regio frontal : dalam batas normal
Regio orbita : dalam batas normal
Regio zigomatikomaksilaris :
- Inspeksi : deformitas (-), simetris
- Palpasi : nyeri tekan (-), malar depressed (-), krepitasi (-)
Regio nasal :
- Inspeksi : deviasi septum (-), epistaksis (-), deformitas (-)
- Palpasi : krepitasi (-), nyeri (-)
Regio mandibula :
- Inspeksi : tampak luka robek ukuran 5 cm , telah dijahit, tepi
tidak rata, dasar otot, deformitas (+), asimetris, hematoma (+)
4

- Palpasi : step off (+), nyeri tekan (+)

Regio oral :
- Inspeksi : maloklusi (+), cedera lidah(-), avulsi gigi (+),
hematoma (+)

1.4. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (tanggal 13 Desember 2013)
Darah Rutin
Hemoglobin : 12,9g/dl (Normal : 13,2-17,3 g/dl)
Eritrosit : 5,08 x 10
5
/mm
3
(Normal : 4,20-4,87x10
5
/mm
3
)
Leukosit : 17,2 x 10
5
/mm
3
(Normal : 4,5-11,0x 10
5
/mm
3
)
Hematokrit : 38 % (Normal : 43-49%)
Trombosit : 273 x 10
3
/L (Normal : 150-450 x 10
3
/L)
Hitung Jenis Leukosit
Basofil : 0% (Normal 0-1%)
Eosinofil : 4% (Normal 1-6%)
Neutrofil batang : 0% (Normal 2-6%)
Neutrofil segmen : 66 % (Normal : 50-70%)
Limfosit : 18 % (Normal : 25-40%)
Monosit : 12 % (Normal : 2-8%)
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu : 111 mg/dL (Normal : <200 mg/dL)
Natrium : 142 mEq/L (Normal : 135-155 mEq/L)
Kalium : 4,6 mEq/L (Normal : 3,6-5,5 mEq/L)
- Laboratorium (tanggal 19 Desember 2013)
Darah Rutin
Hemoglobin : 9,3 g/dl (Normal : 13,2-17,3 g/dl)
Eritrosit : 3,61 x 10
5
/mm
3
(Normal : 4,20-4,87x10
5
/mm
3
)
Leukosit : 11,6 x 10
5
/mm
3
(Normal : 4,5-11,0x 10
5
/mm
3
)
Hematokrit : 28 % (Normal : 43-49%)
5

Trombosit : 379 x 10
3
/L (Normal : 150-450 x 10
3
/L)

Hitung Jenis Leukosit
Basofil : 0 % (Normal 0-1%)
Eosinofil : 2 % (Normal 1-6%)
Neutrofil batang : 0 % (Normal 2-6%)
Neutrofil segmen : 72 % (Normal : 50-70%)
Limfosit : 20 % (Normal : 25-40%)
Monosit : 6 % (Normal : 2-8%)
Kimia Klinik
Protein total : 7,2 g/dL (Normal : 6,4-8,3 g/dL)
Albumin : 2,9 g/dL (Normal : 3,5-5,0 g/dL)
Globulin : 4,3 g/dL (Normal : 2,6-3,6 g/dL)
Glukosa sewaktu : 98 mg/dL (Normal : <200 mg/dL)
Ureum : 12 mg/dl (Normal : 16,6 48,5 mg/dl)
Kreatinin : 0,66 mg /dl (Normal : 0,70-1,20 mg/dl)
Natrium : 144 mEq /L (Normal : 135-155 mEq/L)
Kalium : 4,5 mEq/L (Normal : 3,6-5,5 mEq/L)

- Rontgen cranium AP/Lateral (pada tanggal 13 Desember 2013)
6


Kesan :
o Tampak fraktur segmental mandibula

- Rontgen panoramic (pada tanggal 13 Desember 2013)

Kesan:
Tampak fraktur segmental mandibula

7

- Rontgen thoraks (pada tanggal 13 Desember 2013)

Kesan:
Dalam batas normal

1.5. Diagnosis Kerja
Fraktur segmental mandibula

1.6. Penatalaksanaan
- O2 sungkup 8L/menit
- Head up 30
O

- IVFD NaCl 0,9 % gtt xx/menit
- Injeksi ceftriaxone 1x2 gram (iv)
- Injeksi ketorolac 3x30 mg (iv)
- Injeksi ranitidin 2x50 mg (iv)
- Injeksi ATS 1500 IU
- Pro ORIF dan arch bars

1.7. Prognosis
- Quo ad Vitam : bonam
8

- Quo ad Functionam : dubia ad bonam

1.8. Laporan Intraoperatif (pada tanggal 20 Desember 2013)
Dilakukan tindakan operasi yaitu Archbars dan ORIF
Prosedur operasi :
1. Operasi dimulai pada pukul 09.30 wib
2. Pasien dalam posisi supinasi dengan general anestesi
3. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dan
sekitarnya dengan menggunakan povidon iodin 10 %
4. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
5. Luka diregio mandibula dibuka , dilakukan identifikasi fraktur
mandibula, dan didapatkan pus pada sisi kiri dan dilakukan pencucian
dengan menggunakan NaCl 0,9 %
6. Didapatkan fraktur mandibula kompleks
7. Dilakukan pemasangan mini plat 3 hole 3 screw dan 1 hole 2 screw di
sisi kiri dan pemasangan mini plat 3 hole 2 screw, fragmen sisa difiksasi
dengan wire
8. Luka operasi dijahit
9. Dilakukan pemasangan interdental wire dan arch bars pada mandibula
dan maksila , oklusi disesuaikan
10. Archbars difiksasi dengan wire
11. Operasi selesai pukul 12.30 wib

1.9. Laporan Post-Operasi
Gambaran klinis
9



Pre-operasi Post-operasi








Gambaran radiologi
Foto rontgen AP
10



Pre-operasi

Post-operasi
Foto rontgen lateral
11




Pre-Operasi

Post-operasi
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mandibula

Gambar 1. Anatomi dari Mandibula

Gambar 2. Anatomi dari Mandibula
13


Setelah hidung, mandibula merupakan kedua terbanyak yang
mengalami fraktur pada tulang facial. Lokasi dan bentuk dari fraktur
mandibula bergantung pada mekanisme dari luka dan arah dari tekanan pada
mandibula. Fraktur dari mandibula memerlukan pengobatan yang signifikan
karena posisi dari mandibula yang dikelilingi oleh kelenjar saliva dari mulut
dan mandibula memiliki fungsi sebagai tempat pertumbuhan dari gigi.
1

Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pa da daerah
muka. Dibentuk oleh dua bagian simetris yang mengadakan fusi dalam
tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu
lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-
masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus
kondiloideus dan prosesus koronoideus. Permukaan luar dari korpus
mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut
simfisis mentum yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua
buah tulang.
2

Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian
bawah korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada
pertengahan korpus mandibula kurang lebih 1nchi dari simfisis didapatkan
foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan
dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang
merupakan origo m. Milohioid. Angulus mandibula adalah pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula.
Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari
dibawah lobulus aurikularis. Secara keseluruhan tulang mandibula ini
berbentuk tapal kuda melebar di belakang, memipih dan meninggi pada
bagian ramus kanan dan kiri sehingga membentuk pilar, ramus membentuk
sudut 120
0
terhadap korpus pada orang dewasa.
2
14

Mandibula dibagi menjadi 8 bagian. Simfisis terletak pada garis
tengah atau diantara incisor dimana terdapat dari prosesus alveolar menuju
inferior dari mandibula. Parasimfisis berlokasi dari kedua sisi dari simfisis
dan terdapat diantara caninus dan foramen mental. Korpus atau badan
terdapat antara foramen mental hingga bagian distal dari molar kedua.
Angulus terdapat pada bagian distal dari molar kedua yang mana
membentuk cekungan antara korpus dan ramus. Ramus merupakan bagian
vertikal dari mandibula yang membentuk sudut terhadap zygomatic arch dan
berakhir pada prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosesus
kondiloideusberartikulasi pada fosa glenoid dan terdiri dari kaput kondiloid,
leher kondiloid dan subkondiloid. Mandibular notch terdapat di antara
prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Mandibula berartikulasi
pada sendi temporomandibular. Mandibula dibagi menjadi bagian horisontal
dan vertikal. Bagian horisontal terdiri dari simfisis, parasimifisis, korpus
dan tulang alveolar. Sementara bagian vertikal terdiri dari angulus,
ramus,prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus
3,4

Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang
merupakan cabang pertama dari arteri maxillaris yang masuk melalui
foramen mandibula bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan
dalam kanalis alveolaris. Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-
gigi bawah serta gusi sekitarnya kemudian di foramen mentalis keluar
sebagai a. Mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang
menuju incisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang.
Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan
arteri labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan
cabang dari arteri facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran
darah balik dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis
posterior. Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang
selanjutnya mengalirkan darah ke vena facialis anterior. Vena facialis
anterior dan vena facialis posterior bergabung menjadi vena fascialis
communis yang mengalirkan darah ke vena jugularis interna.
3,5
15


Gambar 3. Otot yang berperan dalam gerakan dari mandibula

Gerakan dari mandibula dipengaruhi dari 4 pasang otot yaitu otot
masseter, temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis.Musculus
pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-
mandibular, diskus artikularis dan juga berinsersi pada leher dari prosesus
kondiloideus dan berperan untuk membuka mandibula. Terdapat 3 pasang
otot yang berperan dalam menutup mandibula. M. Pterigodeus medial
berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus mandibula. M.
Masseter yang berasal dari prosesus zigomatikus maxilda dan berinsersi
pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M. Temporalis yang berasal
dari fossa dan fascia temporal dan berinsersi disisi medial pada ujung
prosesus koronoideus.
4


2.2. Defenisi Fraktur Mandibula
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur
mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh
16

wajah ataupun keadaan patologis, dapatberakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar.
7


2.3. Klasifikasi Fraktur Mandibula

Gambar 4. Pembagian Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula menurut daerah terjadinya fraktur diklasifikasikan
menjadi:
4

1. Simfisis : fraktur yang terjadi pada garis tengah dari mandibula atau
insisor dari prosesus alveolar hingga inferior dari mandibula.
2. Parasimfisis : fraktur yang terjadi antara mental foramen dan caninus dari
prosesus alveolar hingga inferior dari mandibula.
3. Alveolar
4. Badan mandibula : fraktur yang terhadi pada regio di antara foramen
montal dan bagian distal dari molar kedua dari prosesus alveolar hingga
inferior dari mandibula.
5. Angulus ; fraktur yang terjadi pada bagian distal dari molar kedua yang
merupakan pertemuan antara korpus dan ramus.
6. Ramus : fraktur yang terjadi pada mandibula diatas garis horisontal dari
alveolar dan berakhir pada sigmoid notch.
7. Prosesus koronoid : fraktur yang terdapat pada anterior superior ke ramus.
17

8. Prosesus kondiloid : fraktur yang paling banyak terjadi , dimana fraktur
berasal dari sigmoid notch ke superior posterior dari ramus. Dapat dibagi
menjad 3 bagian fraktur yaitu :
- Condylar Head atau fraktur intrakapsular
- Condylar Neck
- Subcondylar

Gambar 5. Pembagian Fraktur pada Prosesus Kondiloideus

Berdasarkan tipe fraktur dan beratnya fraktur mandibula dibedakan menjadi :
4,6

- Fraktur simple / closed : tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak
ada diskontinuitas dari jaringan sekitar fraktur.
- Fraktur open / compound : fraktur berhubungan dengan dunia luar yang
melibatkan kulit, mukosa atau membran periodontal
- Fraktur favorable : tidak dipengaruhi oleh tarikan dari otot dan arah fragmen
memudahkan untuk mereduksi tulang waktu reposisi
- Fraktur unfavourable : dipengaruhi oleh tarikan dari otot dan garis fraktur
menyulitkan untuk reposisi.
- Fraktur komunitif : fraktur yang menyebabkan terjadinya fragmen-fragmen
dari satu fraktur
- Fraktur kompleks/komplikasi : melibatkan kerusakan dari jaringan ikat,
pembuluh darah, saraf, dan sendi.
- Fraktur multipel : fraktur yang terjadi pada 2 tempat atau lebih dari satu tulang
- Fraktur indirek : fraktur yang terjadi jauh dari lokasi trauma
- Fraktur impacted : fraktur dengan salah satu fragmen fraktur di dalam fragmen
fraktur yang lain
18

- Fraktur greenstick : biasa terjadi pada anak-anak yang menyebabkan hilangnya
kontinuitas dari tulang dimana salah satu korteks fraktur dan korteks yang lain
bengkok.
- Fraktur patologi : fraktur yang terjadi pada tulang yang normal akibat kelainan
patologis. Kelainan patologis dapat terjadi pada bagian dari fraktur seperti
karena tumor metastasis atau dapat terjadi karena kelainan tulang seperti
osteoporosis.
- Fraktur atrofi : fraktur dari tulang yang mengalami atrofi akibat kehilangan
kekuatan dari tulang alveolar pada rahang yang tak bergigi.


Tabel 1. Pembagian Tipe Fraktur Mandibula
19


Gambar 6. Tipe Fraktur Mandibula

Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ; kelas 1 :
gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu
bagian dari garis fraktur, kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen,
mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi
hilang saat terjadi trauma.
4,6


2.4. Evaluasi dan Diagnosis dari Fraktur Mandibula
Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa,
apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme
traumanya (mode of injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3

Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan
awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing,
circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula
harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa
diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan
intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot.
3

20

Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil,
dilanjutkan dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu
pemeriksaan menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.
3

A. Anamnesis
Simptom dari fraktur mandibula yang dikeluhkan dari pasien :
4,6

- Nyeri
- Abnormalitas dalam menggigit
- Berdarah
- Bengkak
- Sesak nafas
Sign dari fraktur mandibula :
4,6
- Deformitas
- Nyeri pada daerah yang mengalami fraktur
- Hipermobilitas dari fragmen dan gigi
- Berdarah, hematoma dan bengkak dapat terjadi akibat robekan dari
periosteum dan otot yang menempel pada mandibula sehingga
menyebabkan timbulnya pendarahan yang menghasilkan hematoma dan
bengkak.
- Krepitasi adalah suara yang dihasilkan dari bersentuhnya permukaan
keras dari tulang satu sama lain.
- Deviasi ke daerah yang terjadi fraktur
Kelainan Pergerakan
Mandibula
Daerah yang Kemungkinan Mengalami
Fraktur
Ketidakmampuan membuka
rahang
Prosesus koroniod, ramus dan lengkung
zigomatikum
Ketidak mampuan menutup
rahang
Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau
symphysis
Pergerakan lateral Kondilus (bilateral), ramus dengan
displacement tulang
Tabel 2. Kelainan Pergerakan Mandibula

21

- Maloklusi
Oklusi adalah suatu keadaan dimana gigi dari maksila dan
mandibula berelasi satu sama lain pada saat rahang menutup.Pasien
dengan fraktur mandibula biasanya memiliki gangguan oklusi, sebagai
klinisi kita bisa menanyakan pada pasien mengenai ada atau tidaknya
kelainan yang dirasakan ketika mereka mengoklusikan gigi karena,
perubahan oklusi dapat di anggap sebagai tanda diagnostik utama dari
fraktur mandibula.
Pembagian maloklusi berdasarkan angle :
3,11

- Kelas 1 Angle Oklusi
Hubungan anteroposterior yang normal antara mandibula ke maksila.
Tonjolan mesiobuccal dari gigi molar pertama maksila akan beroklusi
dengan cekungan buccal dari gigi molar pertama mandibula.

Gambar 7. Kelas 1 Angle Oklusi

- Kelas 2 Angle Oklusi
Hubungan posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjolan
mesiobuccal dari gigi molar pertama maksila akan beroklusi mesial
dengan cekungan buccal dari gigi molar pertama mandibula.
22


Gambar 8. Kelas 2 Angle Oklusi

- Kelas 3 Angle Oklusi
Hubungan anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjolan
mesiobuccal dari gigi molar pertama maksila akan beroklusi distal
dengan cekungan buccal dari gigi molar pertama mandibula.

Gambar 9. Kelas 3 Angle Oklusi

Fraktur pada gigi, tulang alveolar, trauma TMJ serta otot
pengunyahan bisa menyebabkan kelainan oklusi ini. Sebagai contoh:
Kelainan Oklusi Daerah yang diduga mengalami fraktur
Kontak prematur gigi post.
Openbite anterior
Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)
Openbite posterior Prosesus alveolar anterior atau daerah
parasymphyseal
23

Posterior crossbite Kondilus dan midline symphyseal dengan
miringnya segmen posterior dari mandibula
Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula
Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal
Prognatik Efusi TMJ
Tabel 3. Kelainan Oklusi

- Anestesia, Parestesia Bibir Bawah
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior
dimana nervus ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati
rasa, mungkin saja terjadi fraktur pada daerah distal foramen mandibula.

B. Pemeriksaan Fisik
4,8


Dari inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan
evaluasi susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut,
menilai ada/tidaknya maloklusi. Dilihat juga ada/tidaknya gigi yang hilang
atau fraktur. Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah
TMJ dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri,
deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula
dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di
intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan
keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan
gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron
antara kanan dan kiri maka false movement +, apalagi dijumpai perdarahan
disela gusi. Periksa juga status gusi, apakah terdapat ekimosis, perdarahan,
atauhematom, bila terdapat hal tersebut, menunjukkan adanya fraktur.




24














Gambar 10. Pemeriksaan Fraktur Mandibula

C. Pemeriksaan Penunjang
4,6,9

Beberapa tehnik Roentgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur
mandibula antara lain ;
- foto skull AP/Lateral
- Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotational radiography
dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan
sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi
maksila. Dibuat film didepan mulut pada alat yang rotasi dari pipi kanan
ke pipi kiri, sinar-x juga berlawanan arah rotasi dari arah tengkuk sehingga
tercapai proyeksi dari kondulus kanan sampai kondilus kiri.
Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi
rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita
trismus,. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang
jelas daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intra oral
25

-CT Scan : Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum
merupakan pemeriksaan standart.

2.5. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari
pemeriksaan awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway,
breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur
mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas
yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat
perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot.
10

Fraktur mandibula bukan merupakan suatu kasus yang memerlukan
operasi yang emergensi, jika operasi dilakukan untuk pencegahan, maka itu
harus dilakukan pada saat keadaan pasien sudah baik. Pasien harus dalam diet
makanan lembut, medikasi yang adekuat untuk mengontrol nyeri dan
antibiotik untuk semua fraktur yang terbuka. Pilihan antibiotik yang dapat
digunakan adalah golongan penisilin, sefalosporin dan clindamisin.
3,4

Antibiotik dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi dimana
diberikan pada preoperative terutama pada fraktur yang terbuka. Tetapi
antibiotic tidak meningkatkan resiko infeksi pada post operatif. Profilaksis
antibiotic harus diberikan pada preoperative dan dilanjutkan tidak lebih dari
24 jam post operatif. Pada pasien yang mengalami fraktur mandibula, infeksi
dapat terjadi pada 50 % pasien yang tidak mendapatkan terapi antibiotic.
Infeksi dapat berasal dari flora di oral yang bercampur dengan infeksi yaitu
streptococcus dan bakteri anaerob.
4,6
Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan komplikasi
yang disebabkan operasi yang dilakukan lebih dari 24 jam setelah fraktur.
Banyak penelitian menyatakan tidak ada manfaat dalam pemberian terapi
antibiotik post operatif 24 jam setelah operasi. Tetapi beberapa penelitian
menyatakan ada manfaat dalam pemberian antibiotik untuk mencegah
infeksi.
11
26

Pada saat dulu, gigi yang terdapat pada lokasi fraktur akan dilakukan
pencabutan. Hal ini disebabkan karena gigi pada lokasi fraktur akan tertarik
oleh ligamen peridontal dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan
nonunion. Tetapi beberapa penelitian menyatakan gigi pada lokasi fraktur
dapat untuk tidak dicabut jika diberikan antibiotik yang adekuat dan fiksasi
yang adekuat.
6

Ada beberapa indikasi untuk dilakukan pencabutan gigi pada lokasi
fraktur :
6

- adanya penyakit peridontal
- lepasnya gigi molar ketiga dengan perikoronitis atau kista
- gigi yang menghambat dilakukannya reduksi
- gigi dengan fraktur pada akarnya

Terapi Defenitif
4,6
Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara tertutup/
konservatif dan terbuka/ pembedahan. Pada teknik tertutup (reduksi tertutup),
reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan menempatkan
peralatan fiksasi maksilomandibular meliputi pemasangan arch bars, eyelet wire
dan IMF screw. Pada prosedur terbuka (reduksi terbuka), bagian yang fraktur
dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung
dengan menggunakan kawat atau plat dan screw. Teknik terbuka dan tertutup
tidaklah selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-kadang dikombinasikan.
Prinsip penatalaksanaan pada fraktur mandibula yaitu membuat oklusi yang
stabil, memperbaiki jaringan ikat dan tulang, menggunakan laserasi jika
memungkinkan, memperbaiki semua fraktur, menstabilisasi semua fraktur dan
menfiksasi semua fraktur untuk perbaikan tulang.
3
Tujuan dari penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu membuat oklusi yang
stabil, memperbaiki pergerakan dari tulang mandibula, meminimalisasi deviasi
dari mandibula, dan mencegah komplikasi.
6
27


Tabel 4. Tujuan Terapi Fraktur Mandibula

1. Reduksi Tertutup
3,4,6

Adapun indikasi untuk reduksi tertutup di antaranya:
a. Fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran tempat
(nondisplace favorable fracture)
b. Fraktur comunitted yang luas untuk meminimalisasi robekan
periosteal pada fragmen tulang.
c. Fraktur pada mandibula yang edentulous. Mayoritas suplai darah
berasal dari periosteum sehingga reduksi terbuka akan menghambat
aliran darah.
d. Fraktur mandibula pada anak sebaiknya ditatalaksana dengan
reduksi tertutup karena tidak mempengaruhi pertumbuhan dari gigi
/ akar gigi.
e. Fraktur processus coronoidalis
f. Fraktur kondilus
Lama pemasangan fiksasi intermaksiler adalah berkisar 4 minggu.
Pada anak-anak, lama pemasangan berkisar 2 3 minggu, pada orang
dewasa 3-4 minggu dan pada orang tua 6-8 minggu. Ada beberapa
kontraindikasi untuk dilakukannya reduksi tertutup yaitu pasien dengan
28

gangguan fungsi paru yaitu asma berat, PPOK, kejang yang tidak
terkontrol, nausea berat, gangguan neurologi dan psikiatri.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara
closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Beberapa teknik fiksasi
intermaksila diantaranya:
- Ivy loop (eyelet)
Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi yang
stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan
fiksasi maxillomandibular (MMF) antara loop Ivy. keuntungan tehnik
ini bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan
periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya mengangkat ikatan
intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu digunakan
untuk fiksasi intermaksiler

Gambar 11. Eyelet (IvyLoop)

- Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen
dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai
dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris
Keuntungan penggunaan arch bar ialah mudah didapat, biaya murah,
mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan
keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat
digunakan pada penderita dengan edentulous luas.
29


Gambar 12. Arch Bars

2. Reduksi Terbuka
3,4,6

Indikasi reduksi terbuka di antaranya:
a. Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada
sudut mandibula.
b. Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada
badan mandibula atau daerah parasimfisis mandibula
c. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
d. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy (malunion)
e. Fraktur yang membutuhkan bone graft
f. Multiple fraktur

Reposisi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra
dan ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui
submandibula, submental, atau preaurikular atau dilakukan pada lokasi
laserasi yang telah ada. Dengan pendekatan intraoral, regio mandibula
dicapai melalui insisi vestibular di mukosa. Jika dibandingkan dengan
pendekatan ekstraoral, .pendekatan intraoral lebih cepat dilakukan, tidak
memiliki parut ekstraoral, dan risiko lebih kecil untuk mengenai saraf
wajah. Adapun material yang bisa digunakan pada reposisi terbuka
diantaranya wire, wire mesh, plat dan screw, dll.
Wiring (kawat)
30

Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar
dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah
yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan
bawah. Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk
memperoleh fiksasi yang kuat.
Plating
Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah
fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus
superior. Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi
maksila. Dengan catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan
penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan pemasangan screw yang
terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan,
oleh karena itu, pemasangan dengan teknik yang tidak terlalu menekan
lebih dipilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula.

Gambar 13. Penempatan Plat dan Screw

Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi
lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di
tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi
karena adanya MMF, resiko ankilosis TMJ dan problem airway. Keuntungan dari
ORIF antara lain ; mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang
lebih baik. Kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi
dan pembiusan untuk tindakannya.

31

2.6. Komplikasi
3,4,6

1. Delayed union dan nonunion
Delayed union adalah suatu keadaan dimana akan berprogresif
menjadi nonunion jika tanpa reduksi dan imobilisasi yang adekuat. Non
union adalah suatu keadaan di mana terjadi kegagalan dalam
penyembuhan tulang diantara segmen tulang. Gejala dari nonunion adalah
nyeri dan abnormalitas dari gerakan dari sisi tulang yang fraktur dan
terjadi pada 3-5 % dari fraktur. Penyebab utama dari nonunion adalah
reduksi inadekuat dan imobilisasi. Penyebab lainnya adalah infeksi, tidak
akuratnya reduksi, kontak yang kurang dari sisi fragmen, iskemik trauma.
Penurunan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan
dalam penyembuhan tulang. Alkohol juga dapat menyebabkan terjadinya
delayed union dan nonunion dikombinasikan dengan nutrisi yang rendah,
kebersihan oral yang rendah dan merokok. Penatalaksanaan terhadap
delayed union dan nonunion adalah mengeliminasi penyebab dari masalah.
Jika penyebabnya adalah infeksi maka ditatalaksana dengan debridemen,
drainage dan antibiotic. Fiksasi yang lemah seperti wire dan plat harus
dilepas dan dilakukan fiksasi secara adekuat dengan IMF, fiksasi pin
ekstraoral pada lokasi fraktur.

Gambar 14. Reduksi Inadekuat

2. Infeksi
Infeksi dan osteomeilitis merupakan komplikasi yang sering
terjadi. Infeksi juga dapat terjadi karena pengaruh dari faktor sistemik
seperti alcohol, pasien dengan penyakit imunokompresi, dan pasien
32

dengan diabetes yang tak terkontrol. Faktor local seperti reduksi yang
lemah dan imobilisasi, luka dimulut yang tidak tertutup dengan baik,
fraktur pada gigi pada bagian fraktur, aliran darah yang tidak baik dan
fraktur komunitif.
Kebanyakan kuman penyebab infeksi berasal dari flora di oral dengan
Streptococcus alfa hemoliticus dan Bacteroids spp. Penataksanaan yaitu
dengan pemberian antibiotik spektrum luas.

3. Malunion
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang mengalami
penyembuhan / penyatuan kembali tulang yang mengalami fraktur tetapi
masih terdapat tulang yang tidak menyatu dengan baik. Tidak semua
malunion signifikan. Ketika gigi terlibat dalam malunion, maka dapat
terjadi maloklusi. Maloklusi dapat diobati denagn cara penggunaan IMF
pada awal pertama penyembuham dan kemudian setelah terjadi
penyembuhan dari tulang dapat dilakukan ortodontik dan osteotomi.

4. Kerusakan dari saraf
Cabang dari saraf trigeminus yaitu nervus alveolaris inferior
merupakan kerusakan saraf yang paling sering terjadi pada fraktur
mandibula. Nervus alveolaris inferior masuk melalui foramen mandibula.
Trauma pada nervus alveolaris inferior paling sering terjadi pada fraktur
dari korpus dan angulus mandibula. Gejala yang dialami yaitu kesemutan
atau gangguan sensori pada dagu dan bibir bagian bawah. Kebanyakan
fungsi sensori dan motrotik akan mengalami perbaikan dan kembali
seperti semula seiring dengan berjalannya waktu dan reduksi yang akurat
serta fiksasi yang adekuat pada fraktur mandibula.
Dapat juga terjadi kerusakan pada saraf facial tapi sulit dilakukan
penilaian akibat nyeri yang dialami pasien. Hal ini disebabkan oleh fraktur
yang terjadi pada prosesus kondoloideus.

33

5. Perubahan dari pertumbuhan
Perubahan dari pertumbuhan dapat terjadi akibat trauma pada
prosesus kondoloideus melalui 2 mekanisme. Dapat terjadi akrena
kelebihan atau kekurangan stimulasi pertumbuhan yang normal akibat
trauma langsung pada prosesus kondoloideus atau dapat terjadi
perhambatan pertumbuhan akibat fibrosis atau scar pada jaringan sekitar.
Kebanyakan akan terjadi regenerasi yang sempurna pada prosesus
kondoloideus pada pasien yang muda dengan tanpa gejala sisa yang
menyertai fraktur dan regenerasi yang baik terjadi pada pasien dengan usia
dibawah 12 tahun. Konsep yang menyatakan bahwa kartilago kondiloid
berperan sebagai pusat remodeling. Kemampuan sebagai remodeling
bergantung pada pentingnya untuk mempertahankan mandibula pada
oklusi yang sebenarnya, tidak hanya beberapa minggu setelah
penyembuhan tetapi hingga beberapa bulan sampai regenerasi dari tulang
terjadi.

6. Disfungsi dari sendi temporomandibular
Disfungsi dari sendi temporomandibular dapat terjadi akibat
trauma pada aparatus kondiloid. Hal yang paling sering terjadi adalah
susunan internal yang mengalami gangguan dan ankilosis.
Ada hubungan dengan riwayat fraktur kondiloid dengan gangguan
dari susunan pada sendi temporomandibular. Hal ini akan menyebabkan
nyeri pada sendi temporomandibular, deviasi pada saat membuka mulut.
Hal ini sering terjadi pada dewasa dan disebabkan olehfraktur dan
kerusakan dari jaringan ikat dan sendi. Reduksi terbuka dengan perbaikan
secara langsung pada jaringan ikat yang mengalami kerusakan dapat
dilakukan untuk mencegah terjadi hal ini.
Ankilosis merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada fraktur
mandibula. Ini paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan
dengan fraktur intrakapsular dan imobilisasi dari mandiibula. Ankilosis
merupakan suatu proses dimana kondiloid mandibula berfusi dengan fosa
34

glenoid. Hal ini disebabkan oleh perdarahan intra artikular yang
menyebabkan terjadinya fibrosis sendi dan ankilosis. Ankilosis dapat juga
menyebabkan terjadinya gangguan dari perkembangan tulang karena
trauma pada pusat pertumbuhan dari mandibula. Ankilosis dapat dicegah
dengan menggunakan MMF selama 2 -3 minggu dan fisioterapi.


























35

BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berusia 23 tahun, bertempat tinggal di Basuki Rahmat,
Palembang datang ke RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan
nyeri pada rahang bawah dan wajah setelah kecelakaan lalu lintas.
Hasil autoanamnesis didapatkan 2 jam sebelum masuk rumah sakit, motor
yang dikendarai penderita tergelincir, penderita terjatuh dengan rahang bawah
membentur benda keras. Penderita mengeluh nyeri pada rahang bawah dan wajah.
Nyeri kepala ada.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 14 Desember 2013 didapatkan airway,
breathing dan circulation penderita dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
lokalis regio frontal dan orbita dalam batas normal. Pada regio
zigomatikomaksilaris pada inspeksi didapatkan tidak ada deformitas dan simetris
dan pada palpasi didapatkan tidak ada nyeri tekan dan tidak ada krepitasi. Pada
regio nasal, pada inspeksi dan palpasi didapatkan tidak ada deformitas, epistaksis
dan nyeri. Pada regio mandibula pada inspeksi didapatkan luka robek ukuran 5 cm
, telah dijahit, tepi tidak rata, dasar otot, deformitas (+), asimetris, hematoma (+)
dan pada palpasi didapatkan step off dan nyeri tekan. Deformitas dapat terjadi
karena kelainan bentuk tulang akibat fraktur dari os mandibula sehingga
menyebabkan asimetris pada bentuk os mandibula. Hematoma dapat terjadi
karena fraktur yang menyebabkan robekan dari periosteum dan otot-otot yang
menempel pada os mandibula sehingga menyebabkan terjadinya pendarahan dan
menghasilkan hematoma. Pada palpasi didapatkan step off akibat fraktur pada os
mandibula menyebabkan pada saat palpasi, terdapat suatu batas antara bagian-
bagian dari os mandibula. Pada regio oral didapatkan maloklusi dan avulsi gigi.
Maloklusi dikarenakan fraktur pada mandibula sehingga gigi dari maksila dan
mandibula tidak berelasi satu sama lain pada saat rahang menutup.
Pada pemeriksaan rontgen cranium AP/Lateral dan panoramic tanggal 13
Desember 2013 didapatkan kesan fraktur segmental mandibula.
36

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis dapat
ditegakkan diagnosa kerja pada kasus ini adalah fraktur segmental mandibula.
Dikatakan fraktur segmental mandibula karena fraktur pada os mandibula
membentuk suatu segmen akibat fraktur terjadi pada simfisis dan parasimfisis os
mandibula. Penyebab frakturnya adalah karena benturan benda keras pada rahang
bawah.
Penatalaksanaan awal dilakukan stabilisasi keadaan umum pasien yang
meliputi airway dengan membuka dan membersihkan jalan nafas, breathing
dengan pemberian oksigen dan circulation dengan perawatan perdarahan disertai
pemberian cairan isotonik. Penatalaksanaan definitif dilakukan operasi terbuka
dan fiksasi interna dengan menggunakan plat mini and screw serta dilakukan
pemasangan arch bar, injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gram (iv), injeksi Ketorolac 3x30
mg (iv), injeksi ranitidin 2 x 50 mg (iv) dan injeksi ATS 1500 IU. Pemberian
ceftriaxon berperan sebagai antibiotik profilaksis untuk mencegah terjadinya
infeksi. Pemberian ketorolac berfungsi sebagai analgetik karena pada fraktur
mandibula akan terjadi nyeri. Pemberian ranitidin berfungsi sebagai anti mual dan
muntah. Dan pemberian ATS untuk mencegah tetani.
Terapi defenitif yang dilakukan pada pasien ini adalah reduksi terbuka yaitu
pemasangan mini plat dan screw dengan menggunakan pendekatan ekstraoral
yaitu pada laserasi yang ada pada submandibula. Plat bertujuan untuk memberi
tahanan pada daerah fraktur sehingga dapat menyatukan bagian fraktur. Dan
dilakukan juga reduksi tertutup yaitu dengan pemasangan arch bar dan interdental
wire agar terjadi oklusi yang baik. Pemasangan arch bars dan interdental wire
dipertahankan sampai kurang lebih 4 6 minggu, setelah itu arch bar dan
interdental wire dapat dilepas. Selama penderita masih menggunakan arch bar dan
interdental wire, penderita dianjurkan untuk diet makanan lunak. Higinitas mulut
perlu diperhatikan yaitu meliputi sikat gigi setiap hari dan apabila memungkinkan
dapat menggunakan dental wax untuk melindungi mukosa bibir dari bagian tajam
wire dan arch bar. Prognosis pada pasien ini secara vitam adalah bonam dan
functionam adalah dubia ad bonam.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Bailey, Byron J., Healy, Gerald B., Johnson, Jonas T., Jackler, Robert K.,
Calhoun, Karen H., Pillsbury, Harold C., Tardy, M. Eugene. 2001. Head &
Neck Surgery - Otolaryngology, 3rd Edition part 65 Mandibular Fractures.
Lippincott Williams & Wilkins
2. Sugiharto Setyo, Hardjowasito Widanto, Penanganan Fraktur Mandibula
pada Anak dengan pemasangan Arch-Bar., Majalah Kedokteran Unibraw,
1996; 12:39-41.
3. Joseph L. Russell, MD. 2013. Mandible Fractures: Evaluation and
Management Grand Rounds Presentation, Department of Otolaryngology
The University of Texas Medical Branch (UTMB Health)
4. Vincent D. Eusterman, MD, DDS. 2012. Resident Manual of Trauma to
the Face, head and neck chapter 5 mandibular trauma. American Academy
of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
5. Keith L Moore, Clinically Oriented Anatomy, 3
rd
, William-Wilkins,
1996:143-148
6. Guillermo E. Chacon, DDS, Peter E. Larsen, DDS. 2012. Principles of
Management of Mandibular Fractures Chapter 22 Part 4 Maxilofacial
Trauma.
7. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. EGC:
Jakarta. 2004
8. Wijayahadi R Yoga, Murtedjo Urip, et all, Trauma Maksilofasial
Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Surabaya, Divisi Ilmu Bedah Kepala
& Leher SMF/Lab Ilmu Bedah RSDS/FK Unair Surabaya, 20006:25-26,
58-63, 71-71, 89-95, 98,100,125-132
9. Farman G Allan, Kushner M George, Panoramic Radiology in
Maxillofacial Trauma, Panoramic Imaging News, Richmond Institute, Vol
V , Issue IV,2005
10. Kellman RM. Maxillofacial trauma. In Cummings Otolaryngology: Head
and Neck Surgery, 5th ed.2010
38

11. Barker DA, Oo KK, Allak A, et al. Timing for repair of mandible
fractures. Laryngoscope 2011;121:1160-3.

You might also like