You are on page 1of 36

REFERAT - Meningitis 1

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang
membahayakan kehidupan anak, dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen
pada pasien yang hidup. Infeksi ini juga merupakan penyebab tersering demam disertai tanda
dan gejala kelaian susunan saraf pusat pada anak. pada anak Infeksi sebenarnya dapat
disebabkan oleh mikroba apapun, patogen spesifik yang dipengaruhi oleh umur dan status
imun hospes dan epidemiologi patogen. Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh
lebih sering daripada infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur
dan parasit. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar:
yang utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim
(ensefalitis).
1,2,7
Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges
atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang
terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi
dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis
(peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada
durasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara
anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis
(agak jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai peradangan
pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.
2
Penyebab paling umum peradangan pada meningens adalah akibat iritasi oleh infeksi
bakteri atau virus. Organisme biasanya masuk meningens melalui aliran darah dari bagian
lain dari tubuh ataupun dapat secara langsung (perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan di dekat selaput otak.
2
Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS
subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan kelemahan
(debility) seumur hidup atau kematian. Penyakit ini fatal sebelum era antimikroba, tapi
dengan munculnya terapi antimikroba, tingkat kematian secara keseluruhan dari meningitis
bakteri mengalami penurunan. Meskipun demikian, tetap sangat tinggi, mencapai sekitar
25%. Munculnya strain bakteri resisten telah mendorong perubahan dalam protokol
antibiotik di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Para agen infektif spesifik yang
REFERAT - Meningitis 2

terlibat pada meningitis bakteri bervariasi di antara berbagai kelompok umur pasien, dan
peradangan bisa berevolusi menjadi kondisi seperti ventriculitis, empiema, cerebritis.
2
Meningitis juga bisa juga diklasifikasikan secara lebih spesifik berdasarkan etiologi
nya. Beberapa penyebab infeksi dan non-infeksi telah diidentifikasi. Contoh penyebab non-
infeksi yang umum termasuk obat-obatan (misalnya, obat anti-inflammatory drugs [NSAID]
,antibiotik).
2

Meningitis akut bakteri, menunjukkan bakteri penyebab sindrom ini. Hal ini biasanya
ditandai dengan onset akut gejala meningeal dan pleositosis neutrophilic. Tergantung dari
bakteri spesifik penyebabnya, sindrom yang dapat disebut, misalnya, salah satu dari berikut:
meningitis Pneumococcal, meningitis Haemophilus influenzae, meningitis stafilokokus,
meningitis meningokokus , meningitis tuberkulosis. Tidak seperti subakut (1-7 hari) atau
kronis (> 7 hari) meningitis, yang memiliki etiologi infeksi dan non-infeksi yang sangat
banyak, meningitis akut (<1 hari) hampir selalu infeksi bakteri yang disebabkan oleh satu
dari beberapa organisme . Pasien dengan meningitis bakteri akut dapat dekompensasi sangat
cepat, sehingga mereka memerlukan perawatan darurat, termasuk terapi antimikroba,
idealnya dalam waktu 30 menit pada unit gawat darurat.
2
jbhjhbhbhbhjbjbhbjbbhjbbhbhjbhj
Meningitis viral, jika, setelah hasil pemeriksaan yang luas, meningitis aseptik
ditemukan memiliki etiologi virus, dapat direklasifikasi sebagai bentuk meningitis virus akut
(misalnya, meningitis enterovirus, meningitis herpes simplex virus [HSV]).
2














REFERAT - Meningitis 3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura,
arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat
disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi
oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).
3

2.2 ANATOMI
4

2.2.1 LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.

2.2.1.1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan
dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana
keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus
venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam
membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam
tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang
berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista
galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke
dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga
masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli
terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii
REFERAT - Meningitis 4

posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan
pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan
lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran
vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

2.2.1.2. Arachnoidea


Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling
berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis
superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki
circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke
dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang
secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun
rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.
Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut
struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna
yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas
subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini
bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak
pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di
bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna
supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle
cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan
cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

REFERAT - Meningitis 5


2.2.1.3. Piamater
dfxdxxjPiamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah
di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah
corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius
dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah
choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di
tempat itu.

2.2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)
2.2.2.1. Fungsi
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung
dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion,
membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan
memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume
venosus volume cairan cerebrospinal).

2.2.2.2. Komposisi dan Volume
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal rata-
ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.

Tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal
13
REFERAT - Meningitis 6

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara
keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan
apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa,
volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal 150 ml;
bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara
400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.

2.2.2.3. Tekanan
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air; perubahan
yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Tekanan meningkat
bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume
darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus)
karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak
dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan.

2.2.2.4. Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke
dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus
quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui
foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system
ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan
memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas
konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi
(melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding
ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus
atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas konveksitas superior.
Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi.
Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam
dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.



REFERAT - Meningitis 7

2.3 EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1
12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi
pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen,
kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat
penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang
tidak diberikan ASI pada umur 2 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak
orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.
7

2.3.1.Meningitis Bakterial
Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan
jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus
tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang
menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun
pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di
masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki laki lebih sering terkena
meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi
L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS) mengenai kedua jenis
kelamin.
8

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.
Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens
meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran
hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli
merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini
menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya
mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.
9-11

2.3.2.Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena
morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada
REFERAT - Meningitis 8

anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.
Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun
pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara
10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal
secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak
diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.
6,9,10


2.3.3. Meningitis Viral
Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, virus
mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV.
Gejala meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps menyebabkan
10-20% meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara dimana akses vaksin
sulit. Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus lebih
dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi
mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus mumps, polio dan measles. Virus
mumps dan measles sering menyebabkan meningitis pada anak usia sekolah sampai
kuliah. Enterovirus 1,3 1,5 kali lebih sering lebih sering menyebabkan meningitis
pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering
menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis
enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada
neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan
morbiditasnya.
12
Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di
negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung
kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya
dijumpai pada musim panas dan musim gugur.
9

2.4 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,
parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal.
Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit
REFERAT - Meningitis 9

AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat obatan tertentu yang dapat
melemahkan sistem imun (imunosupresif).
5


Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :


Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa
pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim
panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang
berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis,
yakni :
Virus Mumps
Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,
Measles, and Influenza
Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),
disebarkan melalui tikus.
5


Bakteri :
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa
muda di Amerika serikat adalah bakteri Neisseria menigitidis. Disebabkan oleh bakteri
ini dikenal sebagai penyakit meningokokus.
Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.
5
Selama usia
bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan
flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram
negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang
dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita yang
lebih tua.

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan 12 tahun biasanya karena H.
influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang
disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi
sebelum usia 2 tahun.

Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan
Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter
diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.
REFERAT - Meningitis 10



Tabel 4. Etiologi Meningitis pada Anak

2.5 PATOFISIOLOGI
2.5.1. Meningitis Bakterial
1,2
Akhir akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis
bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan
mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak
(meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan
tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan
tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik,
yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan
menembus rintangan darah otak melalui tempat tempat yang lemah, yaitu di
mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang
baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah
bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri
dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas
fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang
subaraknoid.

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan
melepaskan dinding sel atau komponen komponen membran sel (endotoksin,
REFERAT - Meningitis 11

teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan
peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam
skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada
waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif
akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).


Gambar . Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial
1
Produk produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan
makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator
inflamasi seperti Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator
inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran
darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate
antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena proses peradangan
akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin endogen
REFERAT - Meningitis 12

sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini
menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun
osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu
mengantuk, iritabel dan kejang.
Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal
dan terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini
menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau
keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan terjadinya gangguan
kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak menyebabkan
lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika tidak diobati, perubahan ini akan
menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat dan progresif
menyebabkan henti nafas dan jantung.
Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak
yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan
adanya penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat
lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh
karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak
mudah mengalami iskemia, penurunan autoregulasi serebral dan vaskulopati.
Kelainan kelainan inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga
menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik
yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan
penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme
anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan berakibat
timbulnya hipoglikorakia.
Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia
sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah
peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan bahan toksis
bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris,
akibatnya terjadi refleks kontraksi otot otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit,
sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis
lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu
makan menurun dan sakit kepala. Gejala gejala tersebut dapat juga disebabkan
REFERAT - Meningitis 13

karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai dnegan distorsi dari nerve
roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.
Pada fase akut, bahan bahan toksis bakteri mula mula menimbulkan
hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang
subaraknoid, dan selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel
polimorfonuklear, serta merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus endotel
pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri bakteri,
sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang cepat
meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS diabsorpsi oleh
vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan sekitar
serebelum.
Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit
bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan
histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi
fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan
dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput
otak yang menyebabkan perlekatan perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah
sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di
aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi maka terjadi hidrosefalus
obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami
pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan
adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang
menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan
trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah,
sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat
menyebabkan terjadinya infark.
Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau
deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari
pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol,
kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama
dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan
menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang
REFERAT - Meningitis 14

berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak yang
serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat sering
menyebakna gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.
Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks
serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena hipoksia,
invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang gangguan
fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul
setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi
intelek berupa retardasi mental dan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek
merupakan akibat kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan hipoksia.
Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di duramater atau arakhnoid yang
berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi araknoid
menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang
subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan
manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.
Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain
barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu
atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi
dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan
vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya
peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf
cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf
kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak,
sehingga menimbulkan kelainan batang otak.
Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid,
sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe
konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan
tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga
terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh
trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang
REFERAT - Meningitis 15

menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini merupakan petunjuk
prognosis buruk, karena meninggalakan manifestasi sisa dan retardasi mental.

2.5.2 Meningitis Tuberkulosis
1
Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis
primer, dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokud infeksi primer di paru,
namun Blockloch menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1%
di kelenja limfe leher dan 1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari
focus infeksi primer, basil masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan
kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis
milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase yang biasanya tenang.
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun
1951, yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk
tuberkel di otak, selaupt otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara
hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik
(walaupun jarang). Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan
antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau
factor imunologis. Basil kemudia langsung masuk ke ruang subarachnoid atau
ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi atau setelah periode
laten beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah
tersensitisasi, maka masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi
peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi
peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian
tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang
terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis,
infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya
aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medulla
spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

2.5.3 Meningitis Virus
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen
atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui.
Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas
REFERAT - Meningitis 16

pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus),
dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum
virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon
imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB).
Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius
atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer
memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe /
limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia
sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP .
Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host.
Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya
dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler
atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB).
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN)
menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian
dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali
sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan
beberapa virus.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP
dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis
HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh
serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.

2.6 MANIFESTASI KLINIS
Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit
kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :
Mual
Muntah
Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
Perubahan atau penurunan kesadaran



REFERAT - Meningitis 17

2.6.1 Meningitis Bakterial
Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis
bakterial. Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga
sering didapatkan pada anak-anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda
dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah
sebelum diagnosis dan respon tubuh terhadap infeksi.
Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis,
gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir
hanya terjadi pada dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas,
tidak mau makan, muntah-muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan
membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau
sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir kita harus
mencurigai adanya meningitis.
Bayi berumur 3 bulan 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis.
Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang
berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang
tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan
Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat
tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan
demam terus menerus yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.
Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran
klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala.
Kadang-kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku.
Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis
yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala
timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen, sering disertai fotofobia dan
hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan karena iritasi meningen
serta radiks spinalis.
Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga
karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf saraf kranial VI, VII, dan IV
adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena
nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal.
Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan hemiparesis.
1


REFERAT - Meningitis 18

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:
9

1. Gejala infeksi akut.
a. Lethargy.
b. Irritabilitas.
c. Demam ringan.
d. Muntah.
e. Anoreksia.
f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
a. Muntah.
b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)
d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.
g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis,
Strabismus.
h. Crack pot sign.
i. Pernafasan Cheyne Stokes.
j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih
besar).

3. Gejala ransangan meningeal.
a. Kaku kuduk positif.
b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di
atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan
punggung.

Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat
diandalkan sebagai diagnosis.

Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu
dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

REFERAT - Meningitis 19

2.6.2 Meningitis Tuberkulosis
9,10
Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput
otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada
penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum
tampak.

1. Stadium prodromal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan
suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah
terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak
besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah
juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.

2. Stadium transisi
Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang.
Gejala diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana
seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih
tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata
sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid.
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter
(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminal
Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih
dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi
tidak teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam).
Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali
Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu
dengan yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu
sebelum anak meninggal.



REFERAT - Meningitis 20

2.6.3. Meningitis Viral
5,9
Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-
kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada
anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk.
Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan
kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala
pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah
sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau
Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan menghilang setelah 4-5
hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-
kadang positif.

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :
Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus
Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak
dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi
coxsackie virus A
Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV
Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau
HIV
Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.7.1 Meningitis bakterial
10
- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika
ada indikasi.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi :
Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy
(+)/(++).
REFERAT - Meningitis 21

Jumlah sel 100-10.000/m
3
dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,
protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat
normal dengan predominan limfosit.
Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak
spesifik.
- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian
antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali
identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)
- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan
berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya
herniasi.
- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala
peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.
- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau
curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)
- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.

2.7.2 Meningitis Tuberkulosis
10
- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.
Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm
3
). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
- Pungsi lumbal :
Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom
Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm
3
dan jarang melebihi 500
sel/mm
3
. Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal
dapat dominan polimorfonuklear.
Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35
mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.
Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan
dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.
REFERAT - Meningitis 22

- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman
Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat
menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun
hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.
- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis
- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.
9


2.7.3 Meningitis Viral

- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
- Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan
penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan
tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau hidrosefalus
obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap kriteria standar pada
pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic, pasien yang tertangani
sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative
dan maka timbul aseptic.

2.8 DIAGNOSIS
2.8.1 Meningitis Bakterial
Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan
tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan
adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus,
meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua penulis mengatakan bahwa
diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis
melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus
dilakukan pungsi lumbal.
1
Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium
dini dapat diperoleh cairan yang jernih.

Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan
positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar
REFERAT - Meningitis 23

terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya
ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen.
Oleh karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya
untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada
stadium penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar
gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-
kadang merendah.
9

Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat ditemukan
kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman yang dapat
dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan binatang. Tidak
ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi terhadap diagnosis.
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke
kiri (Shift to the left). Umumnya terdapat anemia megaloblastik.
9

2.8.2. Meningitis Tuberkulosis
Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah
gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis
dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto
rontgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong
diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi
(false-negative), terutama dalam stadium terminalis.
9


2.8.3. Meningitis Viral
Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya,
pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus yang
dapat menyebabkan penyakit ini.
Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS dan
perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan penyebab
mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira, mikobakterium) agar
kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat disingkirkan.
Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen thorak,
mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan kemungkinan
meningitis tuberkulosa.

REFERAT - Meningitis 24

2.9 DIAGNOSIS BANDING
1

Abses otak
Encephalitis
Herpes Simplex
Herpes Simplex Encephalitis
Neoplasma
Kejang demam
Subarachnoid Hemorrhage

2.10 KOMPLIKASI
1

Edema Serebral
Beberapa derajat dari edema serebral sering terjadi pada meningitis bakterial.
Komplikasi ini merupakan penyebab penting kematian.

Kelumpuhan saraf kranial dan infark serebri
Kelumpuhan saraf kranial dan efek dari terganggunya aliran darah otak, seperti infark,
merupakan penyebab dari peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus tertentu,
pungsi lumbal atau insersi drain ventrikular diperlukan untuk mengurangi efek dari
peningkatan ini.

Serebritis
Inflamasi biasanya meluas sepanjang ruang perivaskuler sampai ke parenkim otak.
Biasanya, seribritis merupakan akibat dari penyebaran infeksi langsung, baik akibat
infeksi otorhinologik ataupun meningitis atau melalui penyebaran hematogen dari
fokus infeksi ekstrakranial.

Ventrikulitis
Infeksi pada system ventrikel primer atau sekunder penyebaran mikroorganisem dari
ruang subaraknoid karena pasang surut CSS atau migrasi kuman yang bergerak.
Komplikasi sering terjadi pada neonates, pernah dilaporkan sampai 92% pada bayi
dengan meningitis purulenta. Apabila ventrikulitis disertai obstruksi aquaductus
Sylvii, maka infeksinya menjadi stempat (terlokalisasi) seperti abses, dengan
peningkatan tekanan intracranial yang cepat dan dapat menyebabkan herniasi. Pada
REFERAT - Meningitis 25

ventrikulitis perlu pengobatan dengan antibiotic parenteral secara massif, irigasi dan
drainase secara periodic.

Efusi Subdural
Kemungkinan adanya efusi subdural perlu dipikirkan apabila demam tetap ada setelah
72 jam pemberian antibiotic dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun-ubun besar
tetepa membonjol, gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau
umum, timbul kelainan neurologis fokal atau muntah-muntah. Diagnosis ditegakkan
dengan transiluminasi kepala atau pencitraan. Transiluminasi kepala dinyatakan
positif bila daerah translusen asimetri, pada bayi berumur kurang dari 6 bulan daerah
trasnlusen melebihi 3cm, dan pada bayi berumur 6 bulan atau lebih daerah trasnslusen
melebihi 2 cm. selanjutnya efusi subdural mempunyai 4 kemungkinan: a. kering
sendiri, bila jumlahnya sedikit; b.menetap atau bertambah banyak; c. membentuk
membrane yang berasal dari fibrin; d. menjadi empyema.

Tuli
Kira-kira 5-30% pasien meningitis bacterial mengalami komplikasi tuli terutama
apabila disebabkan oleh S.penumoniae. Tuli konduktif disebabkan oleh karena infeksi
telinga tengah yang menyertai meningitis. Yang terbanyak tuli sensorineural. Tuli
sensorineural lebih sering disebabkan oleh karena sepsis koklear daripada kelainan
N.VIII. Gangguan pendengaran dapat dideteksi dalam waktu 48 jam sakit dengan
BAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada akhir minggu ke-2, tetapi yang berat
menetap.

2.11 TATA LAKSANA
Meningitis bakterial

Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis.
Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik
yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian klinis
menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi stabil. Pungsi
lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih menunjukkan
kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.
8
REFERAT - Meningitis 26


Mencari akses intravena, dan pemberian cairan. Neonatus dengan meningitis rentan
untuk mengalami hiponatremia akibat SIADH. Perubahan ini elektrolit juga berkontribusi
terhadap timbulnya kejang, terutama selama 72 jam pertama penyakit.
8

Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada
bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang memadai
dan stabilitas metabolisme.
8

MRI dengan gadoteridol, ultrasonografi, atau CT scan dengan kontras yang
dibutuhkan untuk menggambarkan kelainan intrakranial. Pediatric Academic Societies
merekomendasikan bahwa MRI dengan kontras harus dilakukan untuk neonatus dengan
komplikasi meningitis 7-10 hari setelah memulai pengobatan untuk memastikan bahwa
tidak ada penyulit yang terjadi. Semua bayi yang baru lahir sembuh dari meningitis harus
dinilai auditory evoked potential untuk skrining adanya ketulian.
8



Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri akut melibatkan kedua terapi
antimikroba yang tepat dan terapi suportif. Semua pasien harus evaluasi audiologic
setelah selesai terapi.
8

Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan memeriksa
tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan jenis yang dan
volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus menerima cairan
cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg, output urin 500
mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun menghindari SIADH adalah
penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko penurunan perfusi serebral sama-sama
penting juga. Dopamin dan agen inotropik lain mungkin diperlukan untuk
mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.
8

Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB secara
intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat
diulang dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan
pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian
diberikan dosis rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam intravena 2 kali
berturut-turut kejang belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-
20mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1 menit jangan
melebihi 50 mg atau 1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5mg/kgBB/hari diberikan 12-24
jam kemudian. Bila tidak tersedia diazepam, dapat digunakan langsung phenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya dosis maintenance.
1

REFERAT - Meningitis 27

Terapi antibiotik
Neonatus

Antibiotik harus diberikan segera setelah terdapat akses vena pada pasien dengan
meningitis bakteri. Secara konservatif, pengobatan antimikroba awal atau inisial terdiri
dari ampisilin dan kombinasi aminoglikosida (ampisilin dan cefotaxime juga). Jika S
pneumoniae dicurigai, vankomisin harus ditambahkan. Terapi empiris awal untuk
penyakit late-onset pada bayi prematur harus mencakup agen antistaphylococcus dan
seftazidim, amikasin, atau meropenem.
8

Ampisilin memiliki cakupan yang baik untuk coccus gram-positif, termasuk
streptococcus grup B, enterococcus, L monocytogenes, beberapa strain dari E coli, dan
jenis H influenzae B. Ampisilin juga dapat mencapai kadar yang adekuat dalam likuor
cerebrospinal (LCS).
8

Aminoglikosida (misalnya, gentamisin, tobramycin, amikasin) mempunyai aktivitas
yang baik terhadap hampir kebanyakan basil Gram-negatif, termasuk P. aeruginosa dan
Serratia marcescens. Namun, aminoglikosida hanya dapat mencapai kadar marginal pada
cairan LCS dan ventrikel, bahkan ketika meninges meradang.
8

Beberapa generasi ketiga sefalosporin mencapai kadar yang baik dalam LCS dan telah
muncul sebagai agen efektif terhadap infeksi gram negatif. Seftriakson berkompetisi
dengan bilirubin untuk pengikatan oleh albumin, dan dosis terapeutik ceftriaxone
menurunkan cadangan albumin dalam serum bayi baru lahir sebesar 39%, dengan
demikian, ceftriaxone dapat meningkatkan risiko ensefalopati bilirubin, terutama pada
bayi baru lahir beresiko tinggi. Seftriakson juga menyebabkan sludging (lumpur)
empedu. Tidak satupun dari sefalosporin memiliki aktivitas terhadap L. monocytogenes
dan enterococcus dan, karenanya, tidak boleh digunakan sebagai agen tunggal untuk
pengobatan awal.Kombinasi ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga diperlukan.
8

Jika patogen terbukti menjadi bakteri yang rentan ampisilin dengan low minimum
inhibitory concentration (MIC) ampisilin, maka ampisilin dapat dilanjutkan
sendiri. Cefotaxime dan seftriakson juga mempunyai aktivitas yang baik terhadap
kebanyakan S.pneumoniae resisten penisilin. Baik vankomisin dan cefotaxime harus
diberikan pada pasien dengan meningitis S. pneumoniae sebelum hasil uji resistensi
antibiotik tersedia.
8

Di antara aminoglikosida, gentamisin dan tobramycin telah digunakan secara
ekstensif dalam kombinasi dengan ampisilin. Meskipun kekhawatiran kadarnya pada
LCS, agen ini telah terbukti efektif bila dikombinasikan dengan antibiotik beta laktam-
REFERAT - Meningitis 28

untuk pengobatan meningitis yang disebabkan oleh organisme seperti streptococcus grup
B dan enterococcus yang sensitif.
8

Infeksi yang melibatkan Staphylococcus S, anaerob, atau P. aeruginosa mungkin
memerlukan antimikroba lainnya, seperti oksasilin, methicillin, vankomisin, atau
kombinasi dari seftazidim dengan aminoglikosida. Penetrasi LCS dan keamanan agen
antimikroba harus menentukan penggunaan.
8

Agen etiologi dan penemuan klinis menjadi dasar dari lama pengobatan, namun
pengobatan selama 10 hari - 21-hari biasanya cukup untuk infeksi Streptococcus grup
B. Waktu yang lebih lama dibutuhkan untuk mensterilkan LCS dengan meningitis oleh
bacil gram negatif, dan biasanya diperlukan pengobatan selama 3-4 minggu .
8

Lumbal pungsi ulangan diindikasi pada keadaan tidak adanya perbaikan klinis atau
meningitis yang disebabkan oleh strain S pneumonia yang resisten atau dengan basil
enterik gram negatif. Pada neonatus dengan meningitis basil gram negatif, pemeriksaan
CSS selama pengobatan diperlukan untuk memverifikasi kultur steril.Pemeriksaan ulang
terhadap CSS untukpemeriksaan kimia dan kultur harus dilakukan 48-72 jam setelah
memulai pengobatan; specimen lebih lanjut diperlukan bila tidak didapatkan sterilitas
ataupun perbaikan klinis.
8

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik untuk
neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :
11
Umur 0-7 hari
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari
setiap 12 jam IV atau
- Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari
setiap 12 ajm IV.
Umur >7 hari
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari
setiap 12 jam IV atau
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau
- Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.


REFERAT - Meningitis 29

Bayi dan anak
Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah
penting. Pemilihan antibiotik inisial harus memiliki kemampuan melawan 3 patogen
umum: S pneumoniae, N meningitidis, dan H. influenzae.
8

Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) practice guidelines
for bacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin dan ceftriaxone atau
cefotaxime dianjurkan bagi mereka yang dicurigai meningitis bakteri, dengan terapi
ditargetkan berdasarkan pada kepekaan patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan
respon yang adekuat terhadap pneumococcus yang resisten penisilin dan H. Influenza
tipe B yang resisten beta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai aktivitas
yang buruk terhadap penumococcus dan tidak dapat digunakan sebagai substitusi
untuk cefotaxime atau ceftriaxone.
8

Oleh karena buruknya penetrasi vankomisin pada susunan saraf pusat, dosis
yang lebih tinggi 60 mg/kg/hari dianjurkan untuk mengatasi infeksi susunan saraf
pusat. Cefotaxime atau ceftriaxone cukup adekuat untuk pneumococcus yang peka.
Namun, bila S.pneumonia terisolasi mempunya MIC yang lebih tinggi untuk
cefotaxime, dosis tinggi cefotaxime (300 mg/kg/hari) dengan vankomisisn (60
mg/kg/hari) bisa menjadi pilihan.
8

Terapi dengan Carbapenem merupakan pilihan yang baik patogen yang
resisten sefalosporin. Meropenem lebih dipilih dibandingkan imipenem oleh karena
resiko kejang lebih rendah. Antibiotik lain seperti oxazolidinon (linezolid), masih
dalam penelitian. Fluorokuinolon dapat menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat
menggunakan antibiotik jenis lain atau gagal pada terapi sebelumnya.
8

Pada pasien yang alergi beta-laktam (penisilin dan sefalospori) dapat dipilih
vankomisin dan rifampisin untuk kuman S.pneumoniae. Kloramfenikol juga
direkomendasikan pada pasien dengan meningitis meningococcal yang alergi beta-
laktam.
8

Penilaian LCS pada akhir terapi tidak dapat memprediksi akan terjadinya
relaps atau rekrudesensi dari meningitis. H.influenzae tipe B dapat menetap pada
sekret nasofaring walopun setelah terapi meningitis. Untuk alasan tersebut, pasien
harus diberikan Rifampisin 20 mg/kg dosis single selama 4 hari bila anak dengan
resiko tinggi tinggal di rumah ataupun pusat penitipan anak. N.meningitidis dan
S.pneumoniae biasanya dapat di eradikasi dari nasofaring setelah terapi meningitis
berhasil.
8
REFERAT - Meningitis 30


Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan anak
dnegan meningitis bakterial sebagai berikut :
10
Usia 1 3 bulan :
- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200-
300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
Usia > 3 bulan :
- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur
dan resistensi.

Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of bacterial
meningitis adalah sebagai berikut :
8

N meningitidis - 7 hari
H influenzae - 7 hari
S pneumoniae - 10-14 hari
S agalactiae - 14-21 hari
Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu
L monocytogenes - 21 hari atau lebih

Meningitis Tuberkulosis
9
Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam
obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10
bulan.

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat
anti-tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila
terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-
muntah dan fisioterapi.

REFERAT - Meningitis 31

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 10-15 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 20-35 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.
4. Etambutol 10-15 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.
5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off
untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.

Meningitis Viral
2
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi
suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral
spesifik mungkin diperlukan.
Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia),
penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus.

Herpes simplex meningitis
Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg IV
q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak
menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis.

CMV meningitis
Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h) dan
foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h
IV) digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised.

HIV meningitis
Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis HIV
yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.

2.13 PENCEGAHAN
13
Meningitis Bakterial
Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal
merupakan pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat
REFERAT - Meningitis 32

yang cukup, tidak kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu. Bila
hamil, resiko meningitis oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat dikurangi dengan
memasak daging dengan benar, hindari keju yang terbuat dari susu tanpa pasteurisasi.
Berikut beberapa vaksin untuk tiga bakteri penyebab meningitis: Neisseria
meningitidis, Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae type b (Hib):

Vaksin Meningococcus
Terdapat dua macam vaksin untuk Neisseria meningitidis yang tersedia di America
Serikat. Vaksin Meningococcus polisakarida (Menomune). Vaksin Meningococcus
conjugate, Menactra and Menveo. Vaksin Meningococcus tidak dapat mencegah
semua tipe penyakit, namun dapat memberikan proteksi orang-orang yang dapat sakit
jika tidak diberi vaksin. Vaksin meningococcus conjugate di rekomendasikan rutin
untuk orang berusia 11 18 tahun dan anak serta dewasa yang mempunyai resiko
tinggi.

Vaksin Pneumococcal
Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida dan
konjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar), yang diproduksi akhir
tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia kurang
dari 2 tahun. PCV13 (Prevnar 13), diproduksi awal tahun 2010, menggantikan
PCV7. Vaksin pneumococcus sebagai pencegahan penyakit pada anak-anak usia 2
tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977. Pneumovax, 23-
valent polysaccharide vaccine (PPSV) di rekomendasikan untuk dewasa usia 65 tahun
atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang mempunyai resiko tinggi penyakit
Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau kondisi
imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan mempunyai asma.

Vaksin Hib
Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang tinggi
melawan meningitis bakterial oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin Hib
dapat mencegah can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius lainnya yang
disebabkan oleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua anak usia
kurang dari 5 tahun di Amerika Serikat, dan biasa diberikan pada bayi mulai usia 2
bulan. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan vaksin lainnya.
REFERAT - Meningitis 33


Meningitis Tuberkulosis
Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.
Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko
dari penyakit ini.

Meningitis Viral
Seseorang yang menderita infeksi virus dapat sewaktu-waktu berkembang menjadi
meningitis. Tidak terdapat vaksin untuk penyebab tersering dari meningitis virus.
Cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan mencegah terjadinya infeksi virus.
Namun, hal ini sulit dilakukan oleh karena seseorang dapat menderita infeksi virus
dan menyebarkan virus tersebut walaupun tidak terlihat sakit.
Berikut beberapa cara untuk mengurangi resiko terserang infeksi virus atau
menyebarkannya ke orang lain :
Cuci tangan dengan benar dan sering, terutama setelah mengganti popok,
menggunakan toilet, batuk atau bersin dan memegang hidung.
Bersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi, seperti pegangan pintu
dan remote control tv dengan sabun dan air, lakukan desinfeksi dengan
mengencerkannya dengan cairan pemutih yang mengandung klorin.
Hindari berciuman atau bertukar gelas minuman, alat makan, lipstick atau
benda lain dengan seseorang yang sakit atau dengan orang lain saat kita sakit.
Pastikan seluruh anggota keluarga sudah divaksin. Vaksinasi termasuk jadwal
vaksinasi anak-anak dapat mencegah anak melawan beberapa penyakit yang
dapat menyebabkan meningitis virus. Termasuk vaksin untuk campak dan
gondongan (MMR) serta cacar air ( vaksin Varicella-zoster).

2.14 PROGNOSIS
Meningitis bakterial
1
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
REFERAT - Meningitis 34

5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang
menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC
mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun
kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang
disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang
adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat
diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri
seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat diturunkan
dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena
itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain
pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan
temuan klinis pada saat itu.
1,9

Meningitis Tuberkulosis
9
Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis
hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan
walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna
dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini,
terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati
adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis,
retardasi mental dan kejang. Keterlibatan hipothalamus dan sisterna basalis dapat
menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan pengobatan umumnya menentukan
hasil pengobatan.

Meningitis Viral
9
Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada
kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.


REFERAT - Meningitis 35

BAB III
KESIMPULAN

Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput otak. Infeksi
ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi. Klinis
meningitis dan pola pengobatannya selama masa neonatus (0 28 hari) biasanya berbeda
dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak anak. Meningitis dapat terjadi karena
infeksi virus, bakteri, jamur maupun parasit. Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada
masa neonatus dan pasca neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 2
bulan dimana Streptococcus group B, H. influenzae tipe B, meningococcus, dan
pneumococcus semuanya dapat menimbulkan meningitis.


Tanpa memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem saraf pusat
mempunyai sindrom yang serupa. Gejala gejala yang lazim adalah : nyeri kepala, nausea,
muntah, anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya, kebanyakan dari gejala gejala ini
sangat tidak spesifik. Tanda tanda infeksi sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam
adalah : fotofobia, nyeri dan kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang
kejang dan defisit neurologis setempat. Keparahan dan tanda tanda ditentukan oleh patogen
spesifik, hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis
Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan di seluruh
dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningitis
sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat
mengakibatkan kematian.
Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan antiobiotik
dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis ginjal. Perlu dilakukan
pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang pasien yang sembuh dari meningitis.





REFERAT - Meningitis 36

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29
th
, 2011. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May 9
th
,2013.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric
Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed
May 10
th
, 2013.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.
Updated: August 6
th
, 2009 Available from :
http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed May 9
th
, 2013.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5
th
ed. Philadelphia : Elvesier saunders;
2005. h. 106-13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;
2004. h. 2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11
th
, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed May 10
th
, 2013.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:
Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid
1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 208.v
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29
th
, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed May 10
th
, 2013.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.
Updated: August 6
th
, 2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/
prevention.html. Accessed May 10
th
, 2013.

You might also like