You are on page 1of 78

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B
BLOK 3



Kelompok 4
Maria Winarti 04101001112
Christian Chandra 04101001105
Filissa Thilfani 04101001087
Stefani Gunawan 04101001088
Arga Setiawan 04101001076
Nur Amarini 04101001024
Septian Putra Yusandy 04101001077
Yoga Mandala 04101001023
Alpasca Firdaus 040101001042
M.Novran Chalik 04101001053
Inta Anggela 04101001066
Yuliana Muharrami 04101001065
Aulia Noza 04101001064
Tri Salma Novina 04101001058

Tutor : Drs.Sadakata S.,Apt.,M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
tugas tutorial skenario B Blok 3 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada
Drs.Sadakata S.,Apt.,M.Kes selaku tutor kelompok 4 yang telah membimbing kami
semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini
Laporan tutorial ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun
lakukan.

Tim Penyusun









DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
SKENARIO ................................................................................................... 1
I. Klarifikasi Istilah ...................................................................................... 1
II. Identifikasi Masalah ................................................................................. 2
III. Analisis Masalah ...................................................................................... 2
IV. Hipotesis .................................................................................................. 4
V. Kerangka konsep ....................................................................................... 4
VI. Merumuskan Learning Issues .................................................................. 5
VII. Sintesis.................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... iii











Skenario
Dokter Mulia seorang ahli bedah selalu menggunakan Phetidine sebagai analgesik pada
pasien saat operasi. Phetidine memiliki efektifitas yang baik sebagai analgesik, selain itu juga
harganya yang murah sehingga obat ini dipakai luas oleh para dokter bedah saat operasi. Para
ahli bedah tidak meragukan lagi efektifitasnya.
Belakangan Phetidine banyak dipertanyakan penggunaannya karena obat ini adalah
golongan narkotika sehingga dapat menimbulkan ketergantungan dan intoleransi. Para ahli
menyarankan untuk menggunakan Tramadol sebagai analgesik yang baru, tetapi sampai saat ini
belum diketahui bagaimana efeknya sebagai analgesik saat operasi.
Setelah penelitian ini selesai dan dipublikasikan di kalangan dokter-dokter bedah yang
lain, mereka mempertanyakan apakah hasil penelitian tersebut bisa digunakan sebagai prosedur
tetap analgesik saat operasi.

I.Klarifikasi Istilah
1. Phetidine : obat untuk menahan rasa sakit yang termasuk golongan narkotika
2. Analgesik : bahan yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi
kesadaran
3. Efektifitas : kemampuan intervensi untuk menghasilkan efek menguntungkan ysng
dikehendaki dalam penggunaan yang sebenarnya/tepat guna
4. Narkotika : Obat untuk menenangkan saraf,menghilangkan arasa nyeri dan
menurunkan kesadaran
5. Intoleransi : keadaan bereaksi terhadap obat farmakologi normal dengan gejala
kelebihan dosis
6. Tramadol : salah satu jenis obat analgesik opioid yang digunakan untuk penahan rasa
nyeri sedang hingga berat setelah tindakan bedah dan bedah mulut secara peroral
7. Publikasi : diumumkan pada masyarakat luas
8. Prosedur : metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan masalah

II.Identifikasi masalah
1. Phetidine banyak dipertayakan pengguaannya karena obat ini adalah golongan narkotika
sehingga dapat menimbulkan ketergantungan dan intoleransi.
2.Para ahli menyarankan unutk menggunakan Tramadol sebagai analgesic yang baru,tetapi
sampai saat ini belum diketahui bagamana efeknya sebagai analgesic saat operasi.
3.Dokter mulia berencana melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji efektifitas
Tramadol sebagai analgesic saat operasi.(MP)

III.Analisis masalah
1. a. Apa efek samping penggunaan Phetidine yang digunakan secara luas & terus menerus?
Efek samping pethidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering,
mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan
sedasi.
Efek penyuntikan pada operasi sesar.
Petidin ini akan menimbulkan rasa kantuk (walaupun ibu tetap dalam keadaan sadar), dan
kadang-kadang juga dapat menimbulkan rasa mual. Efek pethidine, yang merupakan
turunan morfin, ini tidak hanya dirasakan oleh ibu, tetapi juga oleh janin. Janin ikut
mengantuk dan agak lemas. Oleh karena itu, cara ini sudah jarang digunakan

b. Dalam pembedahan apa saja obat Phetidine digunakan?
Dindikasikan untuk obat praoperatif pada waktu anestesi dan untuk analgetik pada
persalinan.

c. Bagaimana mekanisme terjadinya ketergantungan terhadap obat?
Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah sistem limbus.
Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika narkoba
masuk ke dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka narkoba
mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan
narkoba dari luar, produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu
membutuhkan narkoba dari luar.

d. Bagaimana prosedur pemakaian obat Phetidine?
Pemakaian petidin dilakukan dengan menyuntikkan pethidine di paha atau pantat. Begitu
masuk ke.tubuh ibu,obat ini akan bereaksi dalam waktu 20 menit. Masa kerjanya bisa
mencapai 4 jam dan dapat menimbulkan rasa kantuk (walaupun ibu tetap dalam keadaan
sadar), dan kadang-kadang juga dapat menimbulkan rasa mual.
Dosis:
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB

e. Bagaimana bentuk intoleransi Phetidine terhadap pasien?
Pethidine bisa akibat kemuakan dan muntahan. Untuk operasi saat melahirkan Pethidine
juga akibat ibu merasa mengantuk.Jika disuntik dekat waktu kelahiran bayi, pethidine
bisa mengakibatkan masalah pernapasan di bayi.

f. Termasuk dalam golongan berapakah Phetidine dalam narkotika?
Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika,
phetidine termasuk opioid yang merupakan narkotika golongan II yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan efek ketergantungan.

2. a. Apa dasar pertimbangan para ahli menyarankan menggunakan Tramadol sebagai
analgesic?
Karena penggunaan Phetidine secara luas dapat menimbulkan ketergantungan.
Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan phetidine mulai banyak teridentifikasi.
Mulai dari intoleransi, ketergantungan fisik maupun psikologi, penurunan kepekaan
reseptor rasa sakit, kerusakan saraf, bahkan sampai kematian. Maka muncul pemikiran
para ahli untuk menemukan alternatif analgesik Tremadol.

b. Bagaimana langkah-langkah melakukan pengujian Tremadol sebagai analgesik?
1.Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2.Menentukan desain uji klinis yang sesuai
3.Menetapkan subyek penelitian
4.Mengukur variabel data dasar
5.Melakukan randomisasi
6.Melaksanakan perlakuan atau intervensi
7.Mengukur variabel efek
8.Menganalisis data.

c. Bagaimana menilai efektifitas obat?
1.Ada atau tidaknya bukti ilmiah yang menyokong dengan dilakukan uji klinis
2.Adanya izin pendaftaran dan pemasaran jika sudah dipasarkan
3.Adanya drug evaluation yang dilakukan sesudah obat terdaftar dan dipasarkan
4.Lakukan uji klinik terhadap obat

3. a. Apa perumusan masalah dalam kasus ini?
Bagaimana efektivitas Tremadol jika dibandingkan dengan Phetidine sebagai analgesic
dalam pembedahan.

b. Apa tujuan dan manfaat penelitian dalam kasus ini?
Tujuan : untuk memastikan/membuktikan efektivitas Tremadol sebangai analgesic
dibandingkan dengan Phetidine.
Manfaat : Untuk mengetahui secara pasti apakah kedepannya Tremadol lebih baik dan
dapat diterapkan sebagai SOP dan untuk menguragi efek samping dalam penggunaannya.

c. Bagaimana menentukan populasi dan sampel dalam kasus ini?
Operasional dalam kasus ini :
-Populasi : Pasien yang datang untuk melakukan operasi kerumah sakit A dalam kurun
waktu 3 bulan.
-Sampel : Semua populasi diambil sebagai sampel yang memenuhi criteria inklusi
Inklusi
-Pasien yang datang operasi dengan kasus yang sama
-Jenis kelamin perempuan
-Rentang umur dari 16 tahun keatas
-Belum pernah mendapat injeksi Phetidine & Tremadol

d. Bagaimana cara pengambilan data?
-Pasien dibagi menjadi dua kelompok : Kelompok yang mendapat Tremadol dan
kelompok yang mendapat Phetidine
-Pasien diberikan injeksi dengan open label
-Dokter anastesi,pasien,dan peneliti yang tidak mengetahui obat mana yang digunakan
(tripel blind)
-Mengukur efektivitas obat melalui lama waktu sadar dan menilai kadar obat dalam darah
jika ingin lebih spesifik.
-Membandingkan hasil tersebut

e. Bagaimana pertimbangan etik terhadap kasus ini?
Pada awal penelitian: uji klinis harus ada suatu izin dari komisi etik untuk dilaksanakan
suatu penelitian. Penelitian harus memberikan manfaat.
Pada proses penelitian: melaksanakan informed consent dan melakukan pertimbangan
waktu sebagai pertimbangan etis karena waktu pemberian obat merupakan kekurangan
dari uji klinis.
Pertimbangan etik ini memiliki empat prinsip utama yaitu:
a. Menghormati harkat dan martabat manusia. Peneliti harus mempertimbangkan hak
subjek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya
penelitian serta memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bebas dari
paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian.
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek yang diteliti.
c. Keadilan dan inklusivitas. Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil.
Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian harus dilakukan secara jujur, hati-
hati, profesional, berkeprimanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,
keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis, serta perasaan religius subjek
penelitian.
d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.
Seluruh prinsip utama tersebut juga mengarah kepada adanya informed consent yang
dilakukan peneliti. Jadi, peneliti wajib memberikan informasi mengenai penelitian
sehingga subjek studi dapat memberikan keputusan untuk ikut berpartisipasi atau
tidak sebagai salah satu aspek pertimbangan etik yang esensial.

i.Apa jenis penelitian yang tepat untuk kasus ini?
Uji klinis RCT dimana Phetidine dan Tremadol dibandingkan efektivitasnya sebagai
analgesic pada saat operasi.
Beberapa pertimbangan memilih penelitian RCT adalah :
- Penelitian bersifat eksperimental.
- RCT merupakan penelitian yang memiliki level kepercayaan yang tertinggi
- RCT merupakan penelitian standar atau baku emas untuk uji klinis obat
- Kemungkinan bias dapat dihindari dalam pelaksanaan RCT
- Kelompok yang dibandingkan sesuai atau comparable
- Pemaknaan uji statistik penelitian RCT dapat dipertanggungjawabkan

f. Bagaimana cara menilai hasil penelitian?
Yang dinilai pada critical appraisal
Deskripsi umum.
Validitas interna, hubungan non- kasual.
Validitas interna, hubungan kausal.
Validitas eksterna.

Deskripsi Umum
Desain
Populasi target, terjangkau, sampel.
Cara pemilihan sampel.
Variabel bebas.
Variabel tergantung.

Validitas Interna,Hubungan Kausal
Hubungan waktu
Asosiasi kuat
Hubungan dosis
Hasil konsisten
Hubungan bersifat spesifik
Koherensi
Hasil biologically plausible

Validitas Eksterna
Hasil dapat diterapkan pada subjek terpilih.
Hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau.
Hasil dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas.

Aspek Khusus Critical Appraisal pada Desai Penelitian
Randomized Controlled Trial.
o Apakah tujuan penelitian fokus dan jelas ?
o Apakah benar RCT dan apakah tepat ?
o Apakah pembagian subjek pada grup kontrol dan intervensi telah dilakukan
dengan tepat ?
o Apakah dilakukan blinding ?
o Apakah semua subjek telah dimasukkan dalam perhitungan ?
o Apakah follow-up dan pengambilan data dilakukan dengan cara yg sama?
o Apakah jumlah subjek cukup ?
o Apakah hasil utama riset, dan bagaimana hasil itu ditampilkan ?
o Seberapa teliti hasil tersebut ?
o Apakah semua faktor telah diperhitungkan sehingga hasil dapat diterapkan ?


g.Bagaimana sistematika dalam membuat laporan penelitian?
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Manfaat penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.2.Kerangka Teori
2.3.Hipotesis
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
3.2.Waktu & Tempat penelitian
3.3.Populasi & Sampel
3.4.Variabel Penelitian
3.5.Definisi Operasional
3.6.Kerangka Operasional
3.7.Cara kerja/pengumpulan data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

h. Kapan suatu hasil penelitian yang bisa dibuat sebagai prosedur tetap? (SOP)
Suatu hasil penelitian dapat dijadikan SOP apabila hasil penelitian tersebut valid.

Uji Validitas:
1.Obyektif/akurat
Hasil riset/penelitian adalah hasil yang terbaik yang dapat dipercaya, dapat diandalkan,
teliti, cermat dan akurat sesuai dengan tujuan penelitian reset
2.Tepat Waktu
Penelitian rampung sesuai dengan jadwal perencanaan dan waktu yang telah dibuat, tidak
terlalu cepat dan tidak terlalu lama. Penyelesaian setiap tahap dan langkah dalam
pelaksanaan penelitian sebaiknya tidak keluar dari yang telah direncanakan
3.Relevan
Hasil penelitian dapat menjawab permasalahan yang dihadapi dan dapat menjadi bahan
informasi acuan untuk pihak-pihak yang membutuhkannya
4.Efisien
Gunakan dana pelaksanaan riset/penelitian dengan penuh tanggung jawab. Sesuaikan
dana yang telah dianggarkan dengan kondisi lapangan dan jangan sampai melewati batas
yang ditentukan. Dari sisi waktu dan tenaga juga sebaiknya seefisien mungkin.


Penelitian dikatakan baik dan valid apabila :
-Purposireness = tujuan yang jelas
-Exactitude = dilakukan dengan hati-hati, cermat dan teliti
-Testability = dapat diuji dan dikaji
-Replicability = dapat diulang oleh penenliti lain
-Precision and confidence = memiliki ketepatan dan keyakinan jika dihubungkan dengan
populasi dan sampel
-Objectivity = bersifat obyektif
-Generalization = bersifat umum
-Consistency = kata/ ungkapan yang digunakan harus selalu sama bagi kata/ungkapan
yang memiliki arti sama.






















IV.Kerangka Konsep
































Analgesik pada
saat operasi
Pethidine
(Narkotika)
Tramadol (Non-
narkotika)
Intoleransi
Ketergantungan
Dr.Mulia ingin
membandingkan
Efektivitas
Dibuat laporan
hasil penelitian
Critical Apraissal
Diterapkan
sebagai SOP
Belum teruji
efektivitas
Etik
Penelitian
Randomisasi
(Tripel Blind)
Sistematika
Penulisan laporan
Uji klinik RTC
Populasi & sampel
Teknik
pengambilan &
analisis data
Pertimbangan
memilih RCT

V. Hipotesis
Rancangan penelitian yang cocok untuk membandingkan efektifitas Tremadol dengan
Phetidine sebagai analgesik saat operasi adalah uji klinik RCT.

Learning Isuue
1.Phetidine
2.Intoleransi
3.Narkotika
4. Tremadol (sebagai analgesic)
5.Langkah-langkah peneltian
6.Menilai eefektifitas obat (EBM)
7. Perumusan masalah
8. Tujuan dan manfaat
9.Populasi & sampel
10. Uji klinik (RCT)
11. Cara pengambilan & analisis data
12. Etik penelitian uji klinis RCT
13. Critical Apprasial
14. Sistematika laporan penelitian
15. Publikasi hasil penelitian
16. SOP

Learning Issues
Pokok bahasan What I know What I dont know What I have to prove How I will
learn
Phetidine

Fungsi
Phetidine dan
definisi
Phetidine
Efek yang
ditimbulkan pada
penggunaan
Phetidine
Efek yang ditimbulkan
bila terus menerus
digunakan dalam
prosedur operasi
Text book,
internet,
slide.

Tramadol

Fungsi
Phetidine dan
definisi
Phetidine
Efek yang
ditimbulkan pada
penggunaan
Phetidine
Efek yang ditimbulkan
bila terus menerus
digunakan dalam
prosedur operasi
Text book,
internet,
slide.
Uji Klinik Definisi jenis uji klinik,
penggunaan uji
klinik
Menggunakan uji klinik
pada penelitian yang
sesuai
Text book,
internet,
slide.















V.
Si
nt
V.Sintesis
1. UJI KLINIK (RCT)
Penelitian yang ingin dilakukan dr. Mulia ini bertujuan membandingkan efektifitas tramadol dan
phetidine sebagai analgesik. Oleh karena itu, penelitian yang paling sesuai adalah randomized
controlled trial (RCT). Selain itu, ada beberapa alasan mengapa RCT yang dipilih dalam
penelitian ini, yaitu antara lain sebagai berikut.
1) Penelitian bersifat eksperimental,
2) RCT merupakan penelitian yang memiliki level kepercayaan yang tertinggi,
3) RCT merupakan penelitian standar atau baku emas untuk uji klinis obat,
4) Kemungkinan bias dapat dihindari dalam pelaksanaan RCT,
5) Kelompok yang dibandingkan sesuai atau comparable,
6) Pemaknaan uji statistik penelitian RCT dapat dipertanggungjawabkan.

Pada penelitian RCT biasanya digunakan plasebo (Budiarto, 2003). Namun, untuk penelitian
dalam kasus ini yang digunakan bukan plasebo, malinkan drug of choice, yaitu phetidine. Sebab,
secara etis, tidak mungkin membiarkan pasien dioperasi tanpa menggunakan analgesik sehingga
Rancangan
Penelitian
Definisi dan
jenis-jenisnya
Penjabaran dan
fungsi masing-
masing rancangan
penelitian
Penggunaan rancangan
penelitian yang tepat
pada suatu kasus
Text book,
internet,
slide.
Populasi dan
Sampel
Definisi Jenis, cara
penentuan
Menentukan populasi
dan sampel yang sesuai
untuk suatu kasus
Text book,
internet,
slide.
Alat dan Cara
Pengukuran

Definisi Jenis dan
penggunaannya
pada suatu
rancangan
penelitian
Penentuan alat dan cara
pengukuran yang
relevan dengan kasus
atau rancangan
penelitian
Text book,
internet,
slide.
Proses
Penelitian
Definisi Jalannya suatu
proses penelitian
Bagaimana proses
penelitian yang sesuai
dengan rancangan
penelitian
Text book,
internet,
slide.
Pertimbangan
etik penelitian
Definisi Berbagai aspek dan
nilai-nilai yang
perlu diperhatikan
dalam etik
penelitian
Penerapan etik
penelitian dengan hal
yang berhubungan
dengan penelitian
Text book,
internet,
slide.
digunakan drug of choice.
Penelitian RCT yang valid menggunakan ketersamaran atau pembutaan (blinding). Ada beberapa
macam blinding dalam pelaksanaan RCT, yaitu:
1) open trial, yaitu peneliti dan subyek mengetahui obat yang diberikan.
2) single blind, yaitu salah satu pihak (peneliti atau subyek) mengetahui obet yang diberikan.
3) double blind, yaitu peneliti maupun subyek tidak mengetahui obat yang diberikan.
4) triple blind, yaitu subyek, peneliti, maupun penilai tidak mengetahui obat yang diberikan.
Tipe blinding yang sering dipilih untuk penelitian dalam kasus seperti ini adalah blind
experiment, dapat berupa double blinding atau triple blinding. Sebab, hal ini mengurangi
kemungkinan terjadinya bias selamapenelitian berlangsung.

Uji klinis dengan tujuan metodologis
Pada penelitian uji metodologis, penelitian bertujuan untuk membandingkan beberapa metode,
misalnya membandingkan hasil pengungkapan riwayat penyakit yang dilakukan oleh dokter dan
perawat atau membandingkan metode operasi dan obat-obatan.

Keuntungan
1. Rancangan penelitian paling kuat untuk membuktikan hub. Sebab akibat
2. Menentukan efektivitas dan efisiensi obat baru
3. Intervensi pada subjek studi secara aktif dilakukan dan telah dirancang sebelumnya oleh
peneliti hingga efek dari intervensi dapat diprediksi.

Kekurangan
1. Sulit menentukan waktu yang tepat untuk melakukan uji klinis.
2. Berhadapan dengan etik.
3. Subjek studi yang digunakan dalam penelitian sering kali sulit diperoleh sehingga uji klinis
dilakukan dengan subjek studi yang terlalu sedikit dengan akibat sulit ditarik kesimpulan
4. Kesulitan mengadakan ekstrapolasi pada populasi yang lebih luas karena subjek studi tidak
diperoleh dengan cara random sampling dari populasi studi.
5. Pada penyakit dengan prevalensi yang sangat jarang maka uji klinis menjadi tidak efisien
karena melibatkan populasi yang sangat besar

Protokol penelitian sebagai pedoman, digunakan oleh peneliti lain untuk penelitian serupa.
Protokol penelitian uji klinis adalah sebagai berikut:
1. Pertanyaan penelitian
2. Tujuan
3. Hipotesis penelitian
4. Subjek studi
5. Rancangan penelitian
6. Randomisasi
7. Penyamaran
Tujuan utama pada skenario ini adalah untuk membandingkan.

2. UJI KLINIK OBAT
Uji klinik Obat adalah Setiap penelitian pada subyek manusia yang bersifat eksperimental dan
terencana untuk menentukan pengobatan/obat apa yang paling tepat untuk penyakit tertentu.
Uji Klinik yang dirancang kurang baik :
Hasilnya sulit/tidak dapat diinterpretasi
Kemacetan di tengah pelaksanaan
Kesimpulan yang menyesatkan
Waktu dan dana terbuang
Pengorbanan subyek menjadi sia2 (masalah etik)

Fase-fase uji klinik :
Fase 1 - untuk mengetahui apa efek obat itu di dalam tubuh manusia. Tujuan penelitian fase ini
ialah meneliti sifat-sifat farmakologik obat tsb. sehingga tercapai efek terapetik maksimum.
Biasanya dilakukan terhadap 50-150 sukarelawan yang sehat.

Fase 2 - untuk menentukan dosis terapi si obat. Tujuan utama dari percobaan-percobaan di sini
ialah meneliti apakah suatu obat baru berguna untuk satu (atau lebih) indikasi
klinik. Dilakukan terhadap 100-200 pasien.

Fase 3 - untuk memastikan efek terapi, efek samping dan keamanan. Yang dipakai sebagai
pembanding adalah obat standar dan placebo. Keputusan untuk memasuki fase 3 diambil bila
para peneliti yakin bahwa rasio manfaat : risiko obat itu dapat diterima. Pasien yang
dilibatkan biasanya 50-5000 orang. Uji ini mutlak perlu untuk registrasi obat baru ke FDA.

Fase 4 - uji klinik setelah obat dipasarkan, jika diminta oleh badan yang berwenang. Dapat
dikatakan bahwa fase 4 mencakup semua penelitian yang dilakukan setelah obat baru mendapat
izin untuk pemasarannya. Oleh sebab itu penelitian fase 4 harus di-disain untuk
mengungkapkan: Efek samping akibat penggunaan kronik; Manfaat obat dalam penggunaan
jangka panjang; Data-data komparatif lainnya dalam penggunaan jangka panjang; Non-
responder; Penggunaan-penggunaan baru dan indikasi baru; Penilaian kemungkinan
penyalahgunaan obat; Penilaian kemungkinan penggunaan obat secara berlebihan; Interaksi obat
dan kompatibilitasnya dengan zat-zat lain.
Kerangka penelitian uji klinik :
1. Judul
2. Pendahuluan:
Latar belakang
Rumusan masalah
Hipotesis (bila analitik)
Tujuan penelitian
Manfaat
3. Tinjauan pustaka
4. Metodologi:
Desain
Tempat, waktu
Kriteria inklusi dan eksklusi
Cara Populasi dan sampel
kerja

Bias dan Confounding dalam penelitian Uji klinik
Bias terutama terdapat dalam kesalahan dalam study design yang dapat menimbulkan salah tafsir
hubungan antara sebab dan penyakit, atau antara pengobatan dan penyakit
Terdapat 35 jenis bias, namun yang paling sering terjadi ialah dalam hal :
1. Bias seleksi
2. Bias Informasi yang diperoleh dari penderita

Confounding ialah hal yaitu confounding variables -- yang menyebabkan sulit membedakan
antara dua hal dalam kebenaran (suatu uji klinik) atau menurut kamus umum: failure to tell the
difference between two things.
Bias dan confounding terdapat dalam hampir setiap penelitian, terutama dalam penelitian pada
manusia. Bias yang paling mungkin terjadi pada penelitian uji klinik adalah bias seleksi dan
informasi.
Bias seleksi terjadi jika sampel tidak mencerminkan populasi target
Bias informasi terjadi akibat distorsi informasi pada saat pengumpulan data
Meminimalisasi bias untuk bias seleksi dengan menggunakan random pada pemilihan sampel.

Uji Validitas
Suatu penelitian dikatan valid apabila memenuhi kriteria berikut :
1. Obyektif/akurat
Hasil riset/penelitian adalah hasil yang terbaik yang dapat dipercaya, dapat diandalkan, teliti,
cermat dan akurat sesuai dengan tujuan penelitian riset
2. Tepat Waktu
Penelitian rampung sesuai dengan jadwal perencanaan dan waktu yang telah dibuat, tidak
terlalu cepat dan tidak terlalu lama. Penyelesaian setiap tahap dan langkah dalam
pelaksanaan penelitian sebaiknya tidak keluar dari yang telah direncanakan
3. Relevan
Hasil penelitian dapat menjawab permasalahan yang dihadapi dan dapat menjadi bahan
informasi acuan untuk pihak-pihak yang membutuhkannya
4. Efisien
Gunakan dana pelaksanaan riset/penelitian dengan penuh tanggung jawab. Sesuaikan dana
yang telah dianggarkan dengan kondisi lapangan dan jangan sampai melewati batas yang
ditentukan. Dari sisi waktu dan tenaga juga sebaiknya seefisien mungkin.

Kriteria penelitian yang valid dari pembaca :
1. Sifat group sampel dan percobaan sama (control dan perlakuan), jika kelompok perlakuan
adalah pasien yang melakukan operasi utnuk semua kategori, maka kelompok kontrolnya juga
sama.
2. Grup sampel dan percobaan mendapat perlakuan yang sama
3. Durasi pengamatan cukup lama dan jumlah peserta penelitian lengkap (jumlah drop our <
20%)
4. Paparan mendahului akibat, penelitian yang melihat tentang efek sesuatu apakah berbahata
bagi tubuh maka harus dilihat paparan tersebut harus mendahului akibat yang membahayakan.
Contoh : jika mau lihat apakah rokok bisa menyebabkan kanker maka harus dibuktikan
sebelumnya perokok bertahun-tahun kemudian menderita kanker paru-paru.
5. Risiko meningkat dengan peningkatan jumlah/dosis paparan.contoh : semakin banyak jumlah
rokok per hari maka semakin meningkat risiko terkena kanker paru-paru

Penelitian dikatakan baik dan valid apabila :
1. Purposireness = tujuan yang jelas
2. Exactitude = dilakukan dengan hati-hati, cermat dan teliti
3. Testability = dapat diuji dan dikaji
4. Replicability = dapat diulang oleh penenliti lain
5. Precision and confidence = memiliki ketepatan dan keyakinan jika dihubungkan dengan
populasi dan sampel
6. Objectivity = bersifat obyektif
7. Generalization = bersifat umum
8. Consistency = kata/ ungkapan yang digunakan harus selalu sama bagi kata/ungkapan yang
memiliki arti sama

3.ETIKA PENELITIAN
Peneliti harus memperhatikan pertimbangan etik dari penelitian yang akan dilakukan yang
terdapat pada 4 prinsip utama etik berupa penghormatan harkat dan martabat manusia,
penghormatan atas privasi subjek penelitian, keadilan dan inklusivitas, serta pehitungan manfaat
dan kerugian yang ditimbulkan.

Pertimbangan etik
Dibagi 2:
Pada awal penelitian: uji klinis harus ada suatu izin dari komisi etik untuk dilaksanakan suatu
penelitian. Harus memberikan manfaat
Pada proses penelitian: melaksanakan informed consent dan melakukan pertimbangan waktu
sebagai pertimbangan etis karena waktu pemberian obat merupakan kekurangan dari uji klinis.
Pertimbangan etik bersifat non permanen yang pada saat ini etik yang diamati tidak
diperbolehkan, namun pada beberapa waktu yang akan datang, etik tersebut dapat saja
diperbolehkan atau sebaliknya. Pertimbangan etik ini memiliki empat prinsip utama yaitu:
e. Menghormati harkat dan martabat manusia. Peneliti harus mempertimbangkan hak subjek
untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta
memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi
dalam penelitian.
f. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek yang diteliti.
g. Keadilan dan inklusivitas. Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk
memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian harus dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,
berkeprimanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan,
intimitas, psikologis, serta perasaan religius subjek penelitian.
h. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.
Seluruh prinsip utama tersebut juga mengarah kepada adanya informed consent yang dilakukan
peneliti. Jadi, peneliti wajib memberikan informasi mengenai penelitian sehingga subjek studi
dapat memberikan keputusan untuk ikut berpartisipasi atau tidak sebagai salah satu aspek
pertimbangan etik yang esensial.

Etika mencakup norma untuk berperilaku, memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa
yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
Rangkuman Etika Penelitian meliputi butir-butir berikut:
a. Kejujuran
Jujur dalam pengumpulan bahan pustaka, pengumpulan data, pelaksanaan metode dan prosedur
penelitian, publikasi hasil. Jujur pada kekurangan atau kegagalan metode yang dilakukan. Hargai
rekan peneliti, jangan mengklaim pekerjaan yang bukan pekerjaan Anda sebagai pekerjaan
Anda.
b. Obyektivitas
Upayakan minimalisasi kesalahan/bias dalam rancangan percobaan, analisis dan interpretasi
data, penilaian ahli/rekan peneliti, keputusan pribadi, pengaruh pemberi dana/sponsor penelitian.
c. Integritas
Tepati selalu janji dan perjanjian; lakukan penelitian dengan tulis, upayakan selalu menjaga
konsistensi pikiran dan perbuatan
d. Ketelitian
Berlaku teliti dan hindari kesalahan karena ketidakpedulian; secara teratur catat pekerjaan yang
Anda dan rekan anda kerjakan, misalnya kapan dan di mana pengumpulan data dilakukan. Catat
juga alamat korespondensi responden, jurnal atau agen publikasi lainnya.
e. Keterbukaan
Secara terbuka, saling berbagi data, hasil, ide, alat dan sumber daya penelitian. Terbuka terhadap
kritik dan ide-ide baru.
f. Penghargaan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Perhatikan paten, copyrights, dan bentuk hak-hal intelektual lainnya. Jangan gunakan data,
metode, atau hasil yang belum dipublikasi tanpa ijin penelitinya. Tuliskan nara sumber semua
yang memberikan kontribusi pada riset Anda. Jangan pernah melakukan plagiasi..
g. Penghargaan terhadap Kerahasiaan (Responden)
Bila penelitian menyangkut data pribadi, kesehatan, catatan kriminal atau data lain yang oleh
responden dianggap sebagai rahasia, maka peneliti harus menjaga kerahasiaan data tersebut.
h. Publikasi yang terpercaya
Hindari mempublikasikan penelitian yang sama berulang-ulang ke pelbagai media (jurnal,
seminar).
i. Pembinaan yang konstruktif
Bantu membimbing, memberi arahan dan masukan bagi mahasiswa/peneliti pemula.
Perkenankan mereka mengembangkan ide mereka menjadi penelitian yang berkualits.
j. Penghargaan terhadap Kolega/Rekan Kerja
Hargai dan perlakukan rekan penelitian Anda dengan semestinya. Bila penelitian dilakukan oleh
suatu tim akan dipublikasikan, maka peneliti dengan kontribusi terbesar ditetapkan sebagai
penulis pertama (first author), sedangkan yang lain menjadi penulis kedua (co-author(s)). Urutan
menunjukkan besarnya kontribusi anggota tim dalam penelitian.
k. Tanggung Jawab Sosial
Upayakan penelitian Anda berguna demi kemaslahan masyarakat, meningkatkan taraf hidup,
memudahkan kehidupan dan meringankan beban hidup masyarakat. Anda juga bertanggung
jawab melakukan pendampingan nagi masyarakat yang ingin mengaplikasikan hasil penelitian
Anda
Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes
Salah satu tugas pokok Badan Litbangkes adalah menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan kesehatan untuk menunjang program Departemen Kesehatan. Untuk itu
dalam
rangka perlindungan manusia sebagai subyek penelitian dan pengembangan kesehatan,
sejak
tahun 1991 dibentuk Panitia Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes berdasarkan
SK
Kepala Badan Litbangkes No. 04/BPPK/AK/1/1991. Panitia tersebut bertugas melakukan
review
usulan penelitian kesehatan yang memerlukan surat izin etik (ethical clearance),
selanjutnya
sejak tahun 2001 disebut sebagai Komisi Etik Badan Litbangkes.
Susunan anggota bersifat multidisiplin yaitu adanya anggota dari berbagai bidang ilmu
kelompok medis/ klinis maupun dari kelompok non-medis antara lain dari bidang hukum,
sosialbudaya
yang terkait, dari kelompok yang peduli terhadap kepentingan masyarakat dan dari
kelompok awam (layperson). Komposisi keanggotaan mempertimbangkan juga
keseimbangan
usia dan gender; adanya perbedaan latar belakang, sosial-budaya dan agama yang dapat
mempengaruhi sudut pandang.
Susunan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes terdiri atas
1. Penasehat,
2. Ketua
3. Sekretaris
4. Anggota
5. Sekretariat
Untuk kegiatan kesekretariatan dibantu oleh beberapa staf dari Sekretariat Badan
Litbangkes. Komisi Etik ini disahkan dengan surat keputusan Kepala Badan Litbangkes
yang
ditinjau/diperbaharui setiap tahunnya.
4. Tanggung Jawab dan Tugas Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Komisi Etik membahas usulan-usulan penelitin biomedis yang menggunakan manusia
sebagai subyek penelitian, baik untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh unit-unit
penelitian di lingkungan Badan Litbangkes, ataupun kegiatan penelitian yang dimonitor
oleh
Badan Litbangkes.
Komisi Etik akan bertemu secara rutin minimum sekali setiap bulannya untuk
membahas usulan penelitian yang memerlukan ethical clearance , baik yang telah
dikeluarkan
(pada bulan tersebut : ethical review dilakukan oleh 2 3 orang anggota Komisi Etik)
maupun
yang memerlukan pengambilan keputusan oleh sebagain besar anggota Komisi Etik (bagi
kasuskasus
tertentu yang memerlukan pertimbangan / review oleh lebih dari 3 orang anggota : kasus
berat). Persetujuan ethical clearance diambil berdasarkan suara terbanyak dari anggota
yang
hadir dalam rapat tersebut. Rapat dianggap sah jika dihadiri minimal setengah jumlah
anggota
ditambah 1 orang.
Semua penelitian yang sedang berjalan di tiap Puslitbang, yang telah mendapatkan
ethical clearance dari Komisi Etik Badan Litbangkes, akan dipantau oleh anggota Komisi
Etik
yang ada di Puslitbang bersangkutan dan akan direview paling sedikit satu kali setiap
tahun dan
mungkin frekuensi review bertambah bila dianggap perlu oleh Komisi karena keadaan
darurat.
Ketua Komisi Etik bertanggung jawab atas jalannya rapat pertemuan Komisi. Jalannya
rapat serta hasil rapat pertemuan akan dicatat oleh sekretaris pertemuan yang merupakan
seorang
staf atau petugas dari Sekretariat Badan Litbangkes. Sekretaris tersebut juga menerima
laporan
penelitian selama penelitian sedang berjalan sampai penelitian selesai.
6
Rapat pertemuan Komisi Etik dihadiri oleh seluruh anggota Komisi Etik, para peneliti
yang penelitiannya akan dibahas (jika perlu), dan dapat pula dihadiri oleh ahli-ahli
tertentu yang
diundang untuk memberi pandangan sebagai nara sumber, tetapi yang mempunyai hak
suara
untuk memberikan keputusan hanya anggota Komisi Etik.
Anggota Komisi Etik tidak terlibat dalam salah satu usulan penelitian yang akan
dibicarakan. Jika salah satu anggota secara langsung atau tidak langsung terlibat dengan
suatu
usulan penelitian, maka anggota tersebut tidak berhak memberikan suara (abstain) dalam
pemungutan suara mengenai usulan penelitian yang bersangkutan.
Komisi Etik mempunyai tugas :
1. Melakukan review dari protokol penelitian yang akan dibahas dengan benar sesuai
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Membahas hasil review
3. Meneliti isi informed consent (persetujuan bagi subyek penelitian) beserta naskah
penjelasan untuk mendapatkan persetujuan dari subyek penelitian.
4. Memberikan ethical clearance untuk semua penelitian yang memerlukannya.
5. Mengevaluasi pelaksanaan penelitian yang terkait dengan etik
6. Menghadiri rapat rutin Komisi Etik setiap bulannya dan pada waktu-waktu tertentu
yang
dianggap perlu.
Tugas sekretariat Komisi Etik :
Untuk melaksanakan kegiatan kesekretariatan, Komisi Etik Badan Litbangkes dibantu
oleh Sekretariat Komisi Etik yang bertugas :
1. Menerima berkas usulan/pengajuan Ethical Clearance dan memeriksa kelengkapan
berkas usulan tersebut, lalu mencatat hasilnya pada form check list.
2. Bertanggung jawab dalam kegiatan surat menyurat yang berhubungan dengan
kegiatan Etika Penelitian Kesehatan di Badan Litbangkes
3. Bertanggung jawab dalam pengarsipan usulan penelitian yang mengajukan ethical
clearance mulai dari masuknya ke Badan Litbangkes, selama proses di Komisi Etik,
review ulangan jika penelitian itu berjalan lebih dari setahun
4. Mengurus penyelenggaraan rapat dan pertemuan Komisi Etik.
5. Sebagai fasilitator antara peneliti dan anggota Komisi Etik.
6. Membuat laporan tentang kegiatan Komisi Etik, termasuk laporan tertulis dari setiap
rapat/pertemuan Komisi Etik (Notulen), laporan triwulan kegiatan komisi etik
(berikut rekapitulasi ethical clearance yang telah dikeluarkan) .
5. Pengajuan Ethical clearance
Usulan ethical clearance diserahkan kepada sekretariat Komisi Etik Penelitian
Kesehatan. Kelengkapan berkas terdiri dari :
1. Surat usulan dari institusi
2. Protokol penelitian
3. Daftar tim peneliti
4. CV peneliti utama
5. Surat persetujuan pelaksanaan penelitian dari scientific board (PPI)
6. Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penel
7. Ethical Clearance dari institusi lain (bila ada)
8. Kuesioner / pedoman wawancara (bila ada)
Catatan : Seluruh berkas dibuat rangkap 3.
7
Selain penelitian dari Puslitbang di lingkungan Badan Litbangkes, Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Bdan Litbangkes juga menerima permohonan E.C dari instansi lain.
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian etik penelitian kesehatan:
a. Surat usulan dari institusi tempat peneliti bekerja, bila usulan berasal dari luar institusi
Badan Litbangkes yang memiliki Komisi Etik Institusi, maka usulan harus berasal dari
Komisi etik institusi tersebut (bukan dari peneliti utama/pimpinan insitusi)
b. Surat rekomendasi dari Panitia Pembina Ilmiah.
c. Protokol penelitian meliputi tujuan dan manfaat, metodologi yang menjelaskan secara
terperinci mengenai : tata cara pengambilan sample (darah/urine/spesimen lainnya),
tujuan pemeriksaan, intervensi yang diberikan, serta manfaat bagi responden (bila ada uji
klinik/ pengambilan sample), jumlah biaya yang diperlukan dalam penelitian tersebut.
d. Daftar tim peneliti, beserta keahliannya
e. Curriculum vitae peneliti utama atau Ketua Pelaksana, untuk melihat apakah
kemampuan peneliti utama atau ketua pelaksana sudah sesuai dengan apa yang akan
dikerjakan.
f. Keterangan pembiayaan, untuk melihat apakah sudah etis bila suatu penelitian dilihat
dari jumlah biaya dan hasil yang akan didapat.
g. Ethical clearance dari institusi lain (bila ada).
h. Penjelasan dan Informed Consent dalam 1 lembar / tidak terpisah
Izin atau persetujaun dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam
penelitian, dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh
subyek dan
saksinya, disebut informed consent.
Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai
berikut :
1. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu,
termasuk penelitian eksperimen.
2. Penjelasan tentang penelitian.
3. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian
4. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai
peserta
sukarela penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan.
5. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika
subyek berpartisipasi dalam penelitian.
6. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi
dalam penelitian ini.
7. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek,
jika subyek mengalami resiko dalam penelitian.
8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis sunyek.
9. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada
subyek, jika subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian.
10. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon
subyek
dapat menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan
penelitian tersebut.
11. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat
memutuskan untuk meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia
8
berpartisipasi kemudian sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia
bebas pergi tanpa ada sanksinya.
12. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian
akan dilaksanakan.
13. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam
penelitian tersebut

4.SISTEMATIKA LAPORAN PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN
BAB I : PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang masalah
1.2.Rumusan masalah
1.3.Tujuan penelitian
1.4.Manfaat penelitian

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka teori
2.2. Hipotesis (bila deskriptif tidak perlu hipotesis, analitik dan hubungan sebab akibat perlu
ada hipotesis)

BAB III : METODE PENELITIAN
1.1. Jenis penelitian
1.2. Waktu dan tempat penelitian
1.3. Populasi dan sampel
1.3.1. Populasi
1.3.2. Sampel dan besar sampel (jika diperlukan)
1.3.3. Kriteria inklusi dan eksklusi (jika diperlukan)
1.3.4. Cara pengambilan sampel (jika diperlukan)
1.4. Variable penelitian
1.4.1. Variable dependent
1.4.2. Variable independent
Untuk penelitian deskripsi tidak ditulis variabel dependent dan independent
cukup ditulis variabel penelitian
1.5. Definisi operasional (definisi, alat ukur, cara ukur, hasil ukur)
1.6. Kerangka operasional
1.7. Cara kerja / mengumpulkan data
1.7.1. Data primer (uraikan)
1.7.2. Data sekunder (uraikan)
1.7.3. Cara pengolahan dan analisis data

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
Catatan : bila penelitian deskriptif, hasil dan pembahasan dapat disatukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIOGRAFI RINGKAS ATAU RIWAYAT HIDUP

Proses penelitian dibagi menjadi lima tahap, yaitu:
a. Tahapan konseptual
1) Identifikasi masalah
2) Mencari sumber informasi/ literatur yang sesuai
3) Merumuskan masalah penelitian
4) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian
5) Membuat kerangka konseptual (jenis dan hubungan antar variabel)
b. Tahapan perencanaan
1) Menentukan bentuk penelitian
2) Pemilihan populasi penelitian
3) Penentuan sampel
4) Identifikasi variabel dan definisi operasional variabel
5) Pemilihan uji statistika
c. Tahapan pelaksanaan
1) Pengumpulan data
2) Supervisi di lapangan
3) Cross check di lapangan
4) Memasukkan data
5) Pembersihan data dari variabel pengganggu
d. Tahapan analisa data
1) Analisis berupa deskripsi saja atau dilanjutkan dengan analisis statistika
2) Pembahasan hasil yang diperoleh dibandingkan hasil penelitian sebelumnya
e. Tahapan penulisan laporan
1) Hasil penelitian dibuat dalam bentuk laporan penelitian
2) Sosialisasi hasil penelitian dalam bentuk jurnal, seminar, dan publikasi serupa.
5.TRAMADOL
Banyak obat-obat yang beredar di pasar Indonesia untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri tersebut yang lazim kita sebut dengan analgesik. Obat analgesik adalah obat yang
mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau
fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri,
mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor
(sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Obat analgesik
beragam macamnya diantaranya obat analgesik narkotik (opioid) dan obat analgesik non
narkotik (non-opioid). Obat analgesik narkotik contohnya morphin sedangkan contoh obat
analgesik non-narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan masih banyak yang lain. Dalam
penggunaan obat analgesik narkotik harus mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik
narkotik memiliki banyak efek samping yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan, dan
adiksi (ketagihan). Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik
yang cukup kuat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang keatas.
Salah satu analgesik yang banyak beredar dan dipergunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri derajat sedang keatas adalah tramadol. Tramadol merupakan obat analgesik
yang bekerja secara sentral, bersifat agonis opioid (memiliki sifat seperti opium / morfin), dapat
diberikan peroral ; parenteral ; intravena ; intramuskular, dalam beberapa penelitian
menunjukkan efek samping yang ditimbulkan oleh karena pemberian tramadol secara bolus
intravena diantaranya adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak nafas, mulut kering, dan
berkeringat selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya lebih aman bila dibandingkan
dengan obat analgesik jenis morphin yang lain.
Dalam perkembangan untuk mendapatkan obat analgesik yang ideal, tramadol menjadi
drug of choice sebagai analgesik. Tramadol adalah campuran rasemik dari dua isomer, salah satu
obat analgesik opiat (mirip morfin), termasuk golongan aminocyclohexanol, yang bekerja secara
sentral pada penghambat pengambilan kembali noradrenergik dan serotonin neurotransmission,
dapat diberikan peroral, parenteral, intravena, intramuskular. Bereaksi menghambat nyeri pada
reseptor mu opiat, analog dengan kodein.
Sifat-sifat Farmakodinamis Tramadol
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya
bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan kembali
monoamin neurotransmitter. Tramadol mempunyai bioavailabilitas 70% sampai 90% pada
pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari dapat mengendalikan nyeri secara
efektif.
Tramadol mempunyai efek merugikan yang paling lazim dalam penggunaan pada waktu
yang singkat dan biasanya hanya pada awal penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi,
mulut kering, berkeringat dengan insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6.5%. Tidak dilaporkan
adanya depresi pernafasan yang secara klinis relevan setelah dosis obat yang direkomendasikan.
Depresi pernafasan telah ditunjukkan hanya pada beberapa pasien yang diberikan tramadol
sebagai kombinasi dengan anestesi, sehingga membutuhkan naloxone pada sedikit pasien. Pada
pemberian tramadol pada nyeri waktu proses kelahiran, tramadol intravena tidak menyebabkan
depresi pernafasan pada neonatus.
Sifat-sifat Farmakokinetik
Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol akan
muncul di dalam plasma selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang
mencapai konsentrasi plasma pada mean selama 2 jam. Absolute oral bioavailability tramadol
kira-kira sebesar 68% setelah satu dosis dan kemudian meningkat menjadi 90 hingga 100% pada
banyak pemakaian (multiple administration). Tramadol sangat mirip (high tissue affinity) dengan
volume distribusi 306 dan 203L setelah secara berturut-turut dipakai secara oral dan secara
intravena.
Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus
gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme didalam hati dengan hampir 85% dosis
oral yang dimetabolisir pada relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit, O-demethyl
tramadol, yang secara farmakologis aktif. Mean elimination half-life dari tramadol setelah
pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5 hingga 6 jam. Hampir 90% dari
suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal. Elimination half-life meningkat sekitar 2-kali lipat
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hepatik atau renal. Pada co-administration
(pemakaian bersama-sama) dengan carbamazepine untuk mempengaruhi ensim hepatik,
elimination half-life dari tramadol merosot.
Pada wanita hamil dan menyusui tramadol dapat melintasi plasenta dan tidak merugikan
janin bila digunakan jauh sebelum partus, hanya 0,1% yang masuk dalam air susu ibu, meskipun
demikian tramadol tidak dianjurkan selama masa kehamilan dan laktasi. Walau memiliki sifat
adiksi ringan, namun dalam praktek ternyata resikonya praktis nihil, sehingga tidak termasuk
dalam daftar narkotika di kebanyakan negara termasuk Indonesia.
Dosis
Tramadol tersedia untuk pemakaian oral, parenteral dan rectal. Dosis tramadol hendaknya
dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan respon masing-masing pasien, dengan 50 sampai 100
mg 4 kali biasanya untuk memberikan penghilangan rasa nyeri yang memadai. Total dosis harian
sebanyak 400mg biasanya cukup. Suntikan intravena harus diberikan secara perlahan-lahan guna
mengurangi potensi kejadian yang merugikan, teruatama rasa mual. Berdasarkan data
faramakokinetik, perlu hati-hati pada pasien dengan disfungi ginjal atau hepatik karena potensi
tertundanya eliminasi dan akumulasi obat yang ada. Pada sejumlah pasien ini, interval dosis
harus diperpanjang. Tramadol dapat digunakan pada anak-anak dengan dosis sebesar 1 hingga 2
mg/kg.
Mekanisme Aksi
Salah satu descending inhibitory pathway muncul pada bidang abu-abu periaqueductal
synapses pada raphe magnus dan kemudian menonjol sampai ke spinal cord. Neurotransmitter
yang dilepas oleh pathway yaitu serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-HT). Major descending
pathway muncul pada locus coeruleus pons. Neurotransmitter untuk pathway ini adalah
noradrenaline (norepinephrine) dan agaknya hal ini menghambat respon nyeri pada spinal cord
karena mekanisme nor-adrenergic. Bidang abu-abu periaqueductal, medullary raphe dan dorsal
horn dari spinal cord semuanya mengandung suatu densitas yang tinggi peptide indogen opiat
dan receptor opiat. Mekanisme yang digunakan oleh opioid analgesik menghambat persepsi
nyeri yang terjadi, sebagian karena kegiatan descending serotonergic dan noradrenergic
pathways. Tramadol memiliki reseptor opoid yang sedikit dengan nilai konstan (Ki) pada rentang
mikromolar dari 2,1 sampai 57,5 pmol/L. Pada konsentrasi sampai 10 sampai 100 mol/L,
tramadol tidak mengikat reseptor 5-HT2. Satu-satunya metabolit tramadol, O-demethyl tramadol
(M1), memiliki 4 sampai 200 kali lebih besar untuk reseptor -opioid dibandingkan tramadol:
sejumlah penyimpangan ini mungkin dijelaskan oleh radioligand yang dipakai dalam penelitian
binding. Meski demikian, metabolit ternyata tidak memberikan kontribusi pada efek analgesik
dosis tunggal tramadol 100mg yang dipakai secara oral bagi 12 relawan. Pemakaian quinidine
secara oral 50mg 2 jam sebelum tramadol yang menghasilkan dua pertiga inhibisi (hambatan)
formasi M 1 namun tidak menimbulkan efek terhadap analgesi tramadol, yang diukur dengan
ambang nyeri subyektif dan obyektif. Efek analgesik tramadol pada tail-flick test yang dilakukan
terhadap tikus besar atau tikus kecil telah seluruhnya diantagoniskan oleh opioid receptor
antagonist naloxone, yang memperkuat aksi central site yang dimediasi oleh opioid receptor.
Kendati demikian, berlawanan dengan morphin, pada sejumlah tes, seperti konstriksi mouse
abdominal dan uji hot plate, atau vocalisation threshold (ambang vokalisasi) terhadap paw
pressure test pada tikus normal dan tikus artritis, efek analgesik tramadol secara analgesik
diantagoniskan oleh naloxone. Efek depresan tramadol terhadap aktivitas nociceptive yang
terjadi pada ascending axons dari spinal cord tidak terhapus oleh aminophylline dan tidak
seluruhnya diantagoniskan oleh naloxone.
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran
mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
1. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.
2. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana
anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit
luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan
jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada
pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik
dan terapi.
4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang
dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut
bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
5. Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural
yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum belakang.
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang
berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis.
Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya
(menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan penapasan dan sirkulasi darah. Anestesi
lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi.
Ada anggapan bahwa obat bius lokal dianalogikan dengan obat "doping" sehingga dilarang
seperti kokain yang merupakan obat doping yang merangsang.
6.NARKOTIKA
Golongan narkotik berdasarkan bahan pembuatannya :
1. Narkotika Alami
Zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi,
isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses
sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara
langsung karena terlalu beresiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
2. Narkotika Sintetis / Semi Sintesis
Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan
penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin,
metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika sintetis dapa menimbulkan dampak sebagai berikut :
a. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam berkativitas kerja dan merasa badan lebih
segar.
c. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta
pikiran.
3. Narkotika Semi Sintesis / Semi Sintetis
yaitu zat / obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin,
morfin, kodein, dan lain-lain.

2.Intoleransi
3.Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan (adiktif)."
--UU No. 22 Tahun 1997-

II. JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN EFEK YANG DITIMBULKAN
A. OPI OI D (OPI AD)
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium,
Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid
opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk
opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik
sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan
dari opium.
opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin
(diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).
Bahan-bahan opioida yang sering disalahgunakan adalah :
a. Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan
menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah
yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah
ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga
berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan
menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak.
Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar.
Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering
disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman.
Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap,
antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb.
Pemakaiannya dengan cara dihisap.
b. Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah.
Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium (
C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung
halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna.
Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.



c. Heroin ( putaw )
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari
morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering
disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini .
Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin
menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan
mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan,
penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi
diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan
penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.



d. Codein
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu.
Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya
untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya
dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara
pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.



e. Demerol
Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya
dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam
bentuk pil dan cairan tidak berwarna.


Methadon
Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam
pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid
telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan
ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik
(opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol),
methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan
propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak
digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan
opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan
ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone
(Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan
aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut
adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex).
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu
pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid
: putauw, etep, PT, putih.
Efek yang ditimbulkan :
Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada
malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus
HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat
dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.
Gejala Intoksikasi ( keracunan ) Opioid :
Konstraksi pupil ( atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat ) dan satu (
atau lebih ) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian
opioid, yaitu mengantuk atau koma bicara cadel ,gangguan atensi atau daya ingat.
Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya:
euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan
pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan ) yang berkembang selama,
atau segera setelah pemakaian opioid.
Gejala Putus Obat :
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir.
Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau
pemberian antagonis narkotik.
Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan
menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin
menetap selama enam bulan atau lebih lama.
Gejala putus obat dari ketergantungan opioid adalah :
kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasipiloereksi,
menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi temperatur, termasuk
pipotermia dan hipertermia.
Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali
orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung.
Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan
opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama
sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua
gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor,
kelemahan, mual, dan muntah.
B. KOKAI N
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan
merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan
alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon
coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari
tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk
setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal,
khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek
vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik,
bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah
dikenali.
Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam bentuk yang
paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).
Efek yang ditimbulkan :
Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi, euforia, peningkatan
harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain dalam dosis rendah
dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.
Gejala Intoksikasi Kokain :
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi
iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif dan
kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi
Midriasis .
Gejala Putus Zat :
Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi
pascaintoksikasi ( crash ) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan,
iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18
jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu,
dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari.
Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri.
Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya
dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam ( Valium ).
C. KANABI S (GANJ A)
Kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis sativa.
Semua bagian dari tanaman mengandung kanabioid psikoaktif.
Tanaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil
- kecil dan digulung menjadi rokok disebut joints.
Bentuk yang paling poten berasal dari tanaman yang berbunga
atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna coklat-hitam yang berasal dari
daun yang disebut hashish atau hash.
Nama populer untuk Kanabis :
Nama yang umum untuk Kanabis adalah, marijuana, grass, pot, weed, tea, Mary Jane.
Nama lain untuk menggambarkan tipe Kanabis dalam berbagai kekuatan adalah hemp,
chasra, bhang, dagga, dinsemilla, ganja, cimenk.
Efek yang ditimbulkan :
Efek euforia dari kanabis telah dikenali. Efek medis yang potensial adalah sebagai
analgesik, antikonvulsan dan hipnotik. Belakangan ini juga telah berhasil digunakan
untuk mengobati mual sekunder yang disebabkan terapi kanker dan untuk menstimulasi
nafsu makan pada pasien dengan sindroma imunodefisiensi sindrom (AIDS). Kanabis
juga digunakan untuk pengobatan glaukoma. Kanabis mempunyai efek aditif dengan efek
alkohol, yang seringkali digunakan dalam kombinasi dengan Kanabis.
7.PSIKOTROPIKA
Adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetris, bukan narkotika, yang bersifat atau
berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabjan
perubahankahas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan
menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi,
gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan
serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat
kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan
ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun
psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
Sebagaimana Narkotika, Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu Psikotropika gol. I,
Psikotropika gol. II, Psyko Gol. III dan Psikotropik Gol IV. Psikotropika yang sekarang
sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika Gol I, diantaranya yang dikenal
dengan Ecstasi dan psikotropik Gol II yang dikenal dengan nama Shabu-shabu.
A. ECSTASY
Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-
Amphetamine (MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat
di penghujung akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950-an,
industri militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam
percobaan penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran.
Setelah periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa.
XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung
maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan
rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung
berdegup lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya
timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi fisik
tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita
menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala
terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan seperti ini, kita merasa membutuhkan
teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua
perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu
kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.
B. SHABU-SHABU
Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan
dikonsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil
sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain.
Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah
Bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong
tersebut berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada waktu
melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih
membakar Sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin
ditimbulkan aluminium foil yang terhirup. Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab
paranoid (rasa takut yang berlebihan), menjadi sangat sensitif (mudah tersinggung),
terlebih bagi mereka yang sering tidak berpikir positif, dan halusinasi visual. Masing-
masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang berbeda. Jika sedang banyak
mempunyai persoalan / masalah dalam kehidupan, sebaiknya narkotika jenis ini tidak
dikonsumsi. Hal ini mungkin dapat dirumuskan sebagai berikut: MASALAH + SABU =
SANGAT BERBAHAYA. Selain itu, pengguna Sabu sering mempunyai kecenderungan
untuk memakai dalam jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar berhenti kecuali jika
Sabu yang dimilikinya habis. Hal itu juga merupakan suatu tindakan bodoh dan sia-sia
mengingat efek yang diinginkan tidak lagi bertambah (The Law Of Diminishing Return).
Beberapa pemakai mengatakan Sabu tidak mempengaruhi nafsu makan. Namun sebagian
besar mengatakan nafsu makan berkurang jika sedang mengkonsumsi Sabu. Bahkan
banyak yang mengatakan berat badannya berkurang drastis selama memakai Sabu.
Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap susunan saraf pusat manusia,
Psikotropika dapat dikelompokkan menjadi :
A. Depresant
yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf pusat
(Psikotropika Gol 4), contohnya antara lain : Sedatin/Pil BK, Rohypnol, Magadon,
Valium, Mandrak (MX).
B. Stimulant
yaitu yang bekerja mengaktif kerja susan saraf pusat, contohnya amphetamine, MDMA,
N-etil MDA & MMDA. Ketiganya ini terdapat dalam kandungan Ecstasi.
C. Hallusinogen
yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau khayalan contohnya
licercik acid dhietilamide (LSD), psylocibine, micraline. Disamping itu Psikotropika
dipergunakan karena sulitnya mencari Narkotika dan mahal harganya. Penggunaan
Psikotropika biasanya dicampur dengan alkohol atau minuman lain seperti air mineral,
sehingga menimbulkan efek yang sama dengan Narkotika.
8.TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data bisa dibedakan dengan beberapa hal, seperti:
1. Berdasarkan Setting (Setting Alamiah, Labortorium dengan melalui eksperimen, di
rumah dengan mewawancarai responden, seminar, dan lain-lain)
2. Berdasarkan sumber data: (Sumber Primer : Sumber yang langsung memberikan data dan
Sumber Sekunder : Sumber yang tidak langsung memberikan data).
3. Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data dibagi lagi menjadi: Observasi, Wawancara,
Dokumentasi dan Triangulasi/Gabungan

Pengumpulan Data dengan Observasi
Macam-macam observasi: (Sanafiah Faisal: 1990)
Observasi Partisipatif, yang terbagi menjadi: Observasi yang Pasif, Observasi yang
Moderat, Observasi yang Aktif, dan Observasi yang Lengkap.
Observasi Terus Terang dan Tersamar
Observasi tak Terstruktur

Observasi Partisipatif
Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang diucapkan dan
berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti (Susan Stainback:1998)
Klasifikasi (Sanafiah Faisal:1990)
Partisipasi Pasif : Peneliti mengamati tapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut.
Partisipasi Moderat :Peneliti ikut observasi partisipatif pada beberapa beberapa kegiatan
saja, tidak semua kegiatan.
Partisipasi Aktif : Peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan narasumber, tapi belum
sepenuhnya lengkap
Partisipasi Lengkap : Peneliti terlibat sepenuhnya dalam kegiatan narasumber

Observasi Terus Terang atau Tersamar
Peneliti berterus terang kepada narasumber bahwa ia sedang melakukan penelitian.
Suatu saat peneliti melakukan tidak berterus terang agar dapat mengetahui informasi
yang dirahasiakan narasumber.

Observasi tak Berstruktur
Dilakukan dengan tidak Berstruktur karena fokus penelitian belum jelas
Apabila masalah sudah jelas, maka dapat dilakukan secara berstruktur dengan
menggunakan pedoman observasi

Manfaat Observasi
Menurut Nasution (1988)
Peneliti akan mampu memahami konteks data secara menyeluruh.
Peneliti akan memperoleh pengalaman langsung.
Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang diamati oleh orang lain.
Peneliti dapat menemukan hal-hal yang tidak terungkap saat wawancara.
Peneliti dapat mengungkapkan hal-hal yang ada di luar persepsi responden.
Peneliti dapat memperoleh kesan-kesan pribadi terhadap obyek yang diteliti.

Obyek observasi
1. Space : Ruang dalam aspek fisiknya
2. Actor : Orang yang terlibat dalam situasi sosial
3. Activity : Seperangkat kegiatan yang dilakukan orang
4. Object : Benda-benda yang terdapat di tempat itu
5. Act : Perbuatan / Tindakan tertentu
6. Event : Rangkaian aktivitas yang dikerjakan orang-orang
7. Time : Urutan Kegiatan
8. Goal : Tujuan yang ingin dicapai
9. Feeling : Emosi yang dirasakan dan diekspresikan orang-orang

Tahapan Observasi
Observasi Deskriptif :
1. Peneliti belum menemukan masalah yang diteliti secara jelas
2. Peneliti melakukan penjelajahan umum dengan melakukan deskripsi semua yang dilihat,
semua yang didengar, dll.
3. Observasi Terfokus :
4. Observasi dipersempit pada aspek tertentu
5. Observasi Terseleksi :
6. Peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan, sehingga diperoleh data yang lebih
rinci, peneliti telah menemukan karakteristik, perbedaan dan persamaan antar kategori

Pengumpulan Data dengan Wawancara
Pengertian :
Menurut Esterberg (2002) : Wawancara adalah merupakan pertemuan antara dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
suatu topik tertentu

Macam-macam Wawancara
1. Wawancara Terstruktur
2. Bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
3. Peneliti sudah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis
dan alternatif jawaban.
4. Wawancara Semi Terstruktur
5. Dilaksanakan lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
6. Bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.
7. Wawancara tak berstruktur
8. Dilakukan secara bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara secara
sistematis.
9. Pedoman yang digunakan hanya garis-garis besar permasalahan.
10. Peneliti belum mengetahui secara pasti apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih
banyak mendengarkan

Langkah-langkah Wawancara
1. Menurut Lincoln & Guba, ada 7 langkah :
2. Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan.
3. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan.
4. Mengawali atau membuka wawancara.
5. Melangsungkan alur wawancara.
6. Mengonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya.
7. Menuliskan hasil wawancara.
8. Identifikasi tindak lanjut hasil wawancara.

Jenis-jenis Pertanyaan dalam Wawancara
Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman.
Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat.
Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan.
Pertanyaan tentang pengetahuan.
Pertanyaan yang berkenaan dengan indera.

Hal-hal yang Berkenaan dengan Wawancara
Alat-alat wawancara :
Buku Catatan
Tape Recorder
Camera
Mencatat Hasil Wawancara
Hasil wawancara harus dicatat.
Untuk wawancara yang dilakukan secara. terbuka & tidak berstruktur, peneliti perlu
rangkuman yang lebih sistematis.

Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental yang lain.
Dokumen yang dipilih harus memiliki kredibilitas yang tinggi.

Triangulasi
Merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Dengan Triangulasi, peneliti sebenarnya mengumpulkan data sekaligus menguji
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
Proses analisis data dimulai dengan menelah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan, yang sudah ditulis dalam
catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya. Data
tersebut banyak sekali, setelah dibaca, dipelajari, dan ditelah maka langkah berikutnya
adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-
pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya
adalah menyusunya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil
membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan
keabsahan data.. setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dalam
mengolah hasil sementaramenjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode
tertentu.
Sehubungan dengan uraian tentang proses analisia dan penafsiran data
di atas, maka dapat dijelaskan pokok-pokok persoalan sebagai berikut: Konsep dasar
analisis data, Pemerosotan satuan, kategorisasi termasuk pemeriksahan keabsahan data,
kemudian diakhiri dengan penafsiran data.
B. Konsep Dasar Analisi Data.
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103)
menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan
menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci
usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang
disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis. Jika
dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data
sedangkan yang ke dua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data. Dengan
demikian definisi tersebut dapat disintesiskan menjadi: Analisis data proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
didasarkan oleh data.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah kita menarik garis bawah analisis
data bermaksud pertama- tama mengorganisasikanm data. Data yang terkumpul banyak
sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen,
berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini
ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan
menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.
Akirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu dilakukan dalam
suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan
data dilakukan dan dikerjakjan secara intensif, yaitu sudah meninggalkan lapangan.
Pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan pengerahan
tenaga, pikiran peneliti. Selain menganalisis data. Peneliti juga perlu dan masih perlu
mendalami kepustakaan guna mengkonfirmasikan teori atau untuk menjastifikasikan
adanya teori baru yang barangkali ditemukan.
C. Pemrosesan Satuan
Uraian tentang pemerosotan satuan ini terdiri dari tipelogi satuan dan penyususnan
satuan.
1. Tipelogi satuan.
Satuan atau unit adalah satuan suatu latar sosial. Pada dasarnya satuan ini merupakan alat untuk
menghaluskan pencatatan data. Menurut Lofland dan Lofland, (!984) (dalam lexy 2002: 190),
satuan kehidupan sosial merupakan kebulatan di mana seseorang mengajukan pertanyaan.
Linciln dan Guba (1985: 344) menamakan satuan itu sebagai satuan informasi yang berfungsi
untuk menentukan atau mendefinisikan kategori.
Sehubungan dengan itu, Patton, (1987: 306-310) membedakan dua jenis tipe satuan yaitu (1) tipe
asli dan (2) tipe hasil konstruk analisis. Patton menyatakan bahwa tipe asli inilah yang
menggunakan prespektif emik dan antropologi. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa prilaku
sosial dan kebudayaan hendaknya dipelajari dari segi pandangan dari dalam dan definisi prilaku
manusia. Jadi, konseptualisasi satuan hendaknya ditemukan dengan menganalisis proses kognitif
orang-orang yang diteliti, bukan dari segi entnosentrisme peneliti. Pendekatan ini menuntut
adanya analisis kategori verbal yang digunakan oleh subjek untuk merinci kompleksitas
kenyataan ke dalam bagian-bagian. Patton, menyatakn bahwa secara fundamental maksud
penggunaan bahasa itu penting untuk memberikan nama sehingga membedakan dengan yang
lain dengan nama yang lain pula. Setelah label tersebut ditemukan dari apa yang dikatakan
oleh subjek, tahap berikutnya ialah berusaha menemukan ciri atau karakteristik yang
membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.Untuk itu, tipelogi asli ini merupakan kunci bagi
peneliti untuk memberikan nama sesuai dengan apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan
dihayati oleh para subjek dan dihendaki oleh latar peneliti.
1. Penyusunan satuan
Lincoln dan Guba (1985: 345) mengatakan bahwa langka pertama dalam pemerosotan
satuan ialah analisis hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data
yang sudah terkumpul. Setelah itu, usahakan agar satuan-satuan itu diidentifikasi. Peneliti
memasukan ke dalam kartu indeks. Penyusunan satuan dan pemasukan ke dalam kartu
indeks hendaknya dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap ini analisis hendaknya
jangan dulu membuang satuan yang ada walaupun mungkin dianggap tidak relevan.

1. Kategorisasi
Kategorisasi dalam uraian ini terdiri atas (1) funsi dan prinsip kategorisasi dan (2)
langka-langkah kategorisasi yang diuraikan sebagai berikut.
1. Funsi dan prinsip kategorisasi
Kategorisasi berarti penyusunan kategori. Kategori tidak lain adalah salah satu tumpukan
dari seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran,intuisi, pendapat, atau kriteria
tertentu.Selanjutnya Linclon dan Guba menguraikan kategorisasi adalah (1)
mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat kedalam bagian-bagian isi yang secara
jelas berkaitan, (2) merumuskan aturan yang menguraikan kawasan kategori dan yang
akhirnya dapat digunakan untuk menetapkan inklusi setiap kartu pada kategori dan juga
sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data, dan (3) menjaga agar setiap kategori
yang telah disusun satu dengan yang lain megikuti prinsip taat asas.
2. Langkah-langkah kategorisasi
Metode yang digunakan dalam kategorisasi didasarkan atas metode analisis komparatif yang
langkah-langkahnya dijabarkan atas sepuluh langka, yang mana langkah yang terakhir adalah
analisis harus menelah sekali lagi seluruh kategori agar jangan sampai ada yang terlupakan.
Setelah selesai di analisis, sebelum menafsirkan penulis wajib mengadakan pemeriksaan
terhadap keapsahan datanya, pemeriksaan itu dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
pemeriksaan keabsahan data.
E. Keabsahan data
Untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan data yang telah terkumpul,perlu dilakukan
pengecekan keabsahan data. Pengecekan keabsahan data didasarkan pada kriteria deraja
kepercayaan (crebility) dengan teknik trianggulasi,ketekunan pengamatan, pengecekan teman
sejawat (Moleong, 2004).
Triangulasi merupakan teknik pengecekan keabsahan data yang didasarkan pada sesuatu di luar
data untuk keperluan mengecek atau sebagai pembanding terhadap data yang telah ada
(Moleong,200). Trigulasi yang digunakan adalah trigulasi dengan sumber, yaitu membandingkan
data hasil obserfasi, hasil pekerjaan siswa dan hasil wawancara terhadap subjek yang ditekankan
pada penerapan metode bantuan alat pada efektif membaca .
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan teknik melakukan pengamatan yang diteliti, rinci dan
terus menerus selama proses pembelajaran berlangsung yang diikuti dengan kegiatan wawancara
secara intensif terhadap subjek agar data yang dihasilkan terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan. Pengecekan teman sejawat/kolega dilakukan dalam bentuk diskusi mengenai proses
dan hasil penelitian dengan harapan untuk memperoleh masukan baik dari segi metodelogi
maupun pelaksanaan tindakan.

9.TEKNIK SAMPLING
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi.
Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan
atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya,
seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti
keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari
keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain
adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh
elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat
peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang,
penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi
misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan
mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d)
demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi
menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam
artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus
dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau
teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan
obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu,
maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan
keuangan perusahaan X, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan
X tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen A maka populasinya
adalah seluruh pegawai di departemen A. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali
mutu (GKM) organisasi Y, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi Y

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan
keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya
dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu,
dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian
Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin
karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa
mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda
sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak
valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid
ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan bias (kekeliruan) dalam
sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat
sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa there is no systematic variance yang
maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang
diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik
tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang
dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang
diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara
sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah
jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di
Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun
1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi
presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku
telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang
akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi
presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam
menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang
memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan
mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat
kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan
prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2)
agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap
mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi.
Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi.
Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata
perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk X. Namun berdasarkan laporan harian,
pegawai bisa menghasilkan produk X per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan
harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel,
terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-
rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh
karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal
dengan nama sampling error Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin
kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan
presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan
mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh
di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit,
jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti
yang diuarakan oleh Kerlinger

besar
kesa-
lahan
kecil
kecil besarnya sampel besar

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala
jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif.
Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu,
karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya
akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain
yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3)
biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam
sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika
rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di
samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga
bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat
tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan
seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula
sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat
dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya
adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?,
50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas
1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya
paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi,
penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30
elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan
Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah
sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb),
jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus
beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran
sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai
untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)

Populasi (N) Sampel (n) Populasi
(N)
Sampel (n) Populasi
(N)
Sampel (n)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384


Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji
statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik
yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari
120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan
uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic Statistics for
Social Research, Second Edition)

Teknik-teknik pengambilan sampel

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random
sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability
sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang
memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika
elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen
tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang
dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi
tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih
sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena
jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti
ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya
adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak.
Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka
sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti
tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen
populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan
besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik
konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan
bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan representatif?. Kemudian, bisakah peneliti
memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri
konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak
dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau
nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa
digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka
peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas
terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi.
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified
random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada
nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling,
purposive sampling, quota sampling, snowball samplin
Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama sampling frame. Yang
dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang
bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang
kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa
perguruan tinggi A, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar
di perguruan tinggi A tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia,
dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara
pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah
kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika
populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat
secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode
(angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan
penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi
sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian.
Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya
tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep acak atau
random itu sendiri.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan
bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen
populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam
populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan
bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status
kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut
bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana.
Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa
dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai
arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil
sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer
terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung
positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya
tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas,
menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan,
maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer
atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel
secara acak. Prosedurnya :
1. Siapkan sampling frame
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat
menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan
proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah
unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas
(I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat
bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau
jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I
diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63
manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau
elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam
stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil
semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II)
ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus.
Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap
unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki
semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam
satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak
pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat
pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-
perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai
terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat
menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau
dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus Dalam kasus di atas, elemennya ada
100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample


4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat
pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan.
Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu
unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang keberapa. Misalnya, setiap
unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal keberapa-nya satu unsur
populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel.
Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah
250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya
adalah 25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau
random biasanya melalui cara undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

4. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya
tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV
ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan,
teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat)
Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?,
Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya,
bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak
semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena
kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan
kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali
berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan
orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling tidak disengaja atau
juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika
dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian
lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian
yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota
sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling
baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi,
judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena
mereka mempunyai information rich.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang
dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau
karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan
terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory,
1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional,
namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% .
Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin
tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang
sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga
puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3. Snowball Sampling Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa
dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta
kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan
sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian
terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan
kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita
lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah
wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa
mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada
pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif
(tertutup)

10.PERUMUSAN MASALAH
1. Mencari Objek Penelitian
2. Mencari Penyelesaian
3. Pendekatan Sistem
4. Model Sebagai Perumusan Masalah
5. Pengembangan Model
6. Hipotesis
7. Daftar Acuan
Proses penelitian selalu dimulai dengan adanya masalah yang ingin diketahui. Seringkali
berbagai gejala dan fenomena yang terlihat pada suatu persoalan tidak mudah diidentifikasi.
Sebuah gejala yang oleh orang awam dilihat sebagai hal biasa, oleh seorang peneliti mungkin
bisa dilihat sebagai hal yang mempunyai suatu maksud.
Apabila gejala pada pengamatan permulaan belum dapat diidentifikasi, maka interpretasi dan
antisipasi kita pada gejala tadi belum dapat ditentukan. Oleh karena itu suatu gejala atau masalah
dalam proses penelitian harus dirumuskan terlebih dahulu sehingga bisa menjadi masukan pada
awal kegiatan penelitian.
Penelitian adalah suatu proses berdaur tertutup yang bermula dari adanya gejala yang terlihat,
timbul pertanyaan, kemudian ada perumusan tujuan dengan perumusan masalah mengawali
rangkaian dalam proses penelitian. Berikut ini akan dijelaskan gambaran tentang konsep berpikir
dan cara menemukan masalah untuk dicari jawabannya melalui proses penelitian.
1. MENCARI OBYEK PENELITIAN
Obyek penelitian dapat ditemui dengan berbagai cara. Ada yang dapat kita temui secara pasif,
ada yang kita cari secara aktif. Contoh obyek penelitian yang ditemui secara pasif adalah
penelitian yang datang berdasarkan autoritas. Misalnya permintaan penelitian yang datang dari
pimpinan suatu lembaga penelitian, atau penelitian pesanan dari suatu sponsor. Untuk hal
semacam itu masalah penelitian sudah ada dengan sendirinya, sehingga sebagai peneliti kita
tinggal merumuskan obyeknya dan meneruskan tahap-tahap penelitian selanjutnya.
Suatu masalah hendaknya terumuskan dalam suatu pertanyaan yang jelas. Merumuskan masalah
bukanlah suatu yang mudah. Seringkali apa yang kita lihat sebagai masalah bukanlah masalah itu
sendiri, melainkan hanya gejala dari suatu masalah yang belum kita pahami. Yang kita lihat itu
adalah gejala, dan bila kita memproses penyelesaiannya maka yang kita hasilkan adalah
penyelesaian suatu gejala, bukan penyelesaian masalah. Dengan demikian dalam kita
merumuskan masalah, pertama kali yang harus dilakukan adalah mendalami apa sebenarnya
masalah yang harus diteliti, apakah ia merupakan pokok masalah atau gejala suatu masalah:
Bila kita dalami maka suatu masalah tersusun atas komponen sebagai berikut:
a. subyek, yaitu orang atau sekumpulan orang yang melihat atau menetapkan adanya
masalah, sehingga merasa perlu untuk mengatasi atau mencari jawaban.
b. tujuan (obyektif), yang akan dicapai dari adanya masalah tersebut.
c. alternatif, beberapa langkah yang dilakukan pada masalah.
d. lingkungan masalah, dalam arti masalah itu tadi merupakan sistem dalam suatu sistem
yang lebih luas dan tidak terpisahkan dari lingkungan yang mengitarinya.
2. MENCARI PENYELESAIAN
Suatu masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan hendaknya diarahkan pada langkah-
langkah untuk mencari jawabannya. Ada empat elemen yang dapat kita pakai untuk
menstrukturkan masalah ke arah penyelesaiannya.
a. Model, yaitu penggambaran masalah secara kualitatif sehingga tampak bayangan atau
citra mental dari persoalan.
b. Kriteria, yakni keharusan-keharusan yang dijabarkan dari tujuan yang hendak dicapai.
Dengan Kriteria kita dapat mengukur tingkat keberhasilan kegiatan penelitian.
c. Pembahas (kendala), yaitu faktor-faktor yang mengikat seorang peneliti dalam
memecahkan suatu masalah. Pembatas atau kendala tadi dapat berupa kendala sumber
daya tenaga, biaya, waktu, ruang gerak dan sebagainya. Pemecahan masalah harus
diambil yang terbaik dari yang memenuhi kendala tersebut.
d. Optimasi, yakni pemecahan optimum suatu masalah berdasarkan kemampuan dan
batasan yang ada.
3. PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan sistem meliputi cara berpikir, cara mencari jalan terbaik dan cara melaksanakan
penyelesaian masalah dengan memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan masalah
tersebut secara menyeluruh dan rasional. Setiap hari kita dihadapkan pada bermacam-macam
masalah yang memerlukan penyelesaian. Masalah tersebut dapat menyangkut bermacam-macam
hal. Ada yang menyangkut suatu yang perlu mendapatkan penanganan yang cepat. Ada yang
menyangkut ruang dan waktu yang sempit. Dalam memikirkan tindakan apa yang akan kita
ambil, usaha pemikiran kita sangat tergantung kepada hal-hal yang tersangkut dalam masalah
tersebut.
Keperluan dan kegunaan berpikir secara menyeluruh, berpikir bersistem, pada hampir setiap
bidang ilmu tampak sekali perkembangannya. Untuk masing-masing bidang perkembangan,
berpikir sistem ini diwarnai dengan kepentingan masing-masing. Ada bidang yang dalam
berpikir bersistem menenkankan pada ciri-ciri sistem dan komponen-komponennya ada yang
baru berkembang pada penyusunan sistem yang baru, ada pula yang baru mencoba mengenali
unsur-unsurnya.
Dengan pesatnya perkembangan lmu yang makin mendalam pada masing-masing bidang, maka
perhatian ilmuwan akan menjurus pada hal-hal yang menyempit tetapi mendalam. Demikian pula
unsur-unsur pemikiran sistemnya akan mengarah pada hal-hal yang mempunyai sifat, bentuk,
atau istilah yang khusus. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa lmuwan pada berbagai
bidang, oleh karena kekhusussan masing-masing tidak mampu lagi berkomunikasi satu sama
lain.
Suatu masalah seringkali dapat kita selesaikan dengan sebaik-baiknya, apabila masalah tadi
dapat kita tinjau secara menyeluruh. Menyeluruh dalam memahami persoalannya, menyeluruh
dalam melaksanakan penyelesaiannya, dan menyeluruh dalam mencapai penyelesaiannya. Luas
sempitnya arti menyeluruh tentu tergantung pada apa masalahnya. Secara umum menyeluruh
dapat dikatakan sebagai mencakup segala sesuatu yang mempunyai kaitan dengan persoalan
yang sedang dihadapi.
Adakalanya kita dengan mudah mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan persoalan kita.
Adakalanya kita tidak menyadari masih ada hal-hal lain yang berkaitan dengan persoalan kita.
Adakalanya pula kita tahu bahwa masih ada hal-hal lain yang berkaitan dengan persoalan kita,
tetapi kita tidak tahu apa wujud kaitan-kaitan itu. Dalam keadaan seperti itu dikatakan bahwa
masalah yang kita hadapi belum terumuskan. Berpikir sistem memerlukan ketrampilan dan
kekuatan untuk merumuskan persoalan dan cara penyelesaian secara menyeluruh. Kita harus
mampu membayangkan situasi-situasi awal sampai akhir secara menyeluruh. Dengan berpikir
bersistem kita akan dapat mengidentifikasi segala sesuatu yang akan terlibat serta pengaruhnya
dalam penciptaan kondisi yang diinginkan. Orang yang tidak mampu berpikir bersistem sering
dianalogikan dengan empat orang buta yang melihat gajah. Oleh karena cara orang buta dalam
melihat gajah dengan cara meraba bagian dari gajah maka apa yang dapat diraba itulah yang
diinterpretasikannya sebagai gajah. Keempat orang buta tadi memperoleh pengertian yang saling
berbeda tentang gajah, disebabkan karena tidak mampu melihat suatu fenomena secara
menyeluruh.
Secara umum, pengertian sistem adalah sekelompok hal atau benda, aktifitas, ide dan sebagainya
serta kombinasi-kombinasi dari padanya yang mempunyai kesatuan fungsi atau organisasi.
Kesatuan fungsi ini menunjukkan adanya arah tujuan atau keterkaitan terhadap sesuatu yang
menyangkut keseluruhan yang terlibat. Singkatnya, sistem adalah suatu kumpulan unsur yang
saling berinteraksi dan secara terpadu menuju suatu tujuan bersama. Jadi, apabila masalah
penelitian itu dipandang sebagai suatu sistem, maka masalah penelitian tersebut terdiri dari
beberapa sub masalah. Tiap-tiap sub masalah tersebut diteliti dan keluaran penelitian dari
masing-masingnya dihubungkan dan disusun secara sistematis untuk menghasilkan keluaran
penelitian secara terpadu, yang menjadi tujuan sistem penelitian keseluruhan.
Dalam merumuskan persoalan, kita dapat mengelompokkan hal-hal yang berkaitan dengan
penyelesaian persoalan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. hal-hal yang harus kita ubah,
b. hal-hal yang harus kita pegang, ikuti pertahankan,
c. hal-hal yang harus kita perhatikan pengaruhnya,
d. hal-hal yang harus kita ciptakan atau hasilkan
e. hal-hal yang harus kita pergunakan.
Dalam pendekatan sistem sering dipergunakan model masukan/keluaran (input/output). Dalam
hal ini sistem dinyatakan sebagai kotak hitam yang memiliki masukan dan
keluaran. Masukan dapat dipandang sebagai variabel bebas atau sebab,
sedangkan keluaran adalah variabel tak bebas atau akibat. Masukan dapat dibedakan
menjadi masukan mentah, masukan lingkungan dan masukan instrumental. Masukan
mentah adalah masukan yang diolah dalam proses penelitian untuk menghasilkan keluaran
penelitian. Masukan lingkungan adalah masukan yang terpisah dan tidak dapat dikendalikan oleh
sistem tetapi mempengaruhi atau ikut menentukan kelakuan sistem. Faktor lingkungan ini perlu
diperhitungkan, terutama apabila data yang dikumpulkan mendapat pengaruh yang cukup besar
dari lingkungan seperti pada penelitian lapangan. Masukan lingkungan juga dapat berupa batas-
batas fisika, seperti suhu, kecepatan cahaya, dan lain-lain.Masukan instrumental adalah masukan
berupa alat yang dipergunakan dalam penelitian, baik berupa piranti keras (seperti alat ukur),
maupun piranti lunak (seperti teori atau dalil).
4. MODEL SEBAGAI PERUMUSAN MASALAH
Salah satu teknik yang sering digunakan dalam proses penelitian adalah membuat model obyek
yang akan diselidiki. Model merupakan penggambaran atau abstraksi dari suatu obyek atau
keadaan nyata. Ia menunjukkan relasi interelasi, baik langsung atau tidak langsung, dari aksi dan
reaksi yang dinyatakan dalam bentuk sebab-akibat. Karena model itu merupakan tiruan
kenyataan, maka ia harus dapat menggambarkan berbagai aspek kenyataan tiruan kenyataan,
maka ia harus dapat menggambarkan berbagai aspek yang diselidiki. Salah satu alasan utama
pengembangan model adalah untuk lebih memudahkan pencarian variabel-variabel yang penting
dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Model dapat dikategorikan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan tipenya, ukurannya,
fungsinya atau tujuannya. Kategorisasi yang umum dipakai adalah berdasarkan tipenya, yang
terbagi atas model ikonik atau model fisik, model analog atau model diagramatik, dan model
simbolik atau model matematika.
Model ikonik ialah penggambaran fisik suatu obyek, baik dalam ukuran asli maupun dalam
ukuran yang berbeda. Model ikonik digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan pada suatu
waktu tertentu. Model ikonik dapat mempunyai dua dimensi (foto, peta), atau tiga dimensi
(maket). Dengan demikian suatu obyek yang berdimensi lebih dari tiga tidak dapat digambarkan
dengan menggunakan model ikonik ini.
Model analog adalah model yang dapat menggambarkan situasi dinamik, misalnya kurva
permintaan. Model analog sering digunakan untuk menggambarkan hubungan kuantitatif antara
unsur-unsur yang berbeda, atau menggambarkan berbagai proses yang berbeda dari unsur-unsur
yang sama. Contoh penggunaan model analog adalah pengujian sistem kendali dengan
menggunakan komputer analog. Sistem kendali tersebut dinyatakan sebagai fungsi alih yang
ditirukan dalam komputer analog. Dengan menggunakan percobaan pada komputer analog, maka
perilaku sistem kendali tersebut dapat disimulasikan dan dianalisis.
Model simbolik dimulai dari model-model abstrak yang terdapat pada pikiran kita kemudian
diwujudkan sebagai model simbolik. Salah satu bentuk model simbolik yang sering digunakan
adalah persamaan matematika. Dengan kemajuan teknologi dewasa ini, model matematik
tersebut dapat diganti menjadi model komputer. Unsur-unsur dinamika sistem diidentifikasikan
dan dinyatakan sebagai persamaan matematika atau komputer. Dengan mempergunakan data dan
asumsi, persamaan matematika atau komputer tersebut diselesaikan atau dijalankan pada
komputer.
Model matematik dapat dibedakan atas model probabilistik atau deterministik, model statis atau
dinamis, standar atau custom made. Apabila data yang diperlukan bagi model mempunyai derajat
kepastian yang tinggi, maka diperlukan model deterministik dengan menggunakan teori
matematika. Apabila data yang diperlukan bagi model mempunyai derajat kepastian yang rendah
maka diperlukan teori probabilistik dengan menggunakan teori statistika.
Apabila untuk suatu jangka waktu variabel dianggap konstan maka dipergunakan model statis,
dan interelasi unsur-unsur model dinyatakan sebagai persamaan yang tidak berubah dengan
waktu. Sedangkan apabila variabel berubah dengan waktu, maka dipergunakan model dinamis,
dan interelasi unsur-unsur dalam model dinyatakan sebagai persamaan fungsi waktu.
Dalam pemecahan suatu model penelitian dapat dicari terlebih dahulu model yang pernah
digunakan untuk memecahkan soal penelitian yang hampir sama. Model tersebut dapat diperoleh
dari perbendaharaan pustaka yang ada. Apabila model standar tidak dapat diperoleh, maka model
tersebut tinggal diubah sedikit, disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dalam model.
Apabila model standar tidak dapat diperoleh, maka terpaksa untuk model baru, model custom
made yang khusus untuk penelitian itu.
5. PENGEMBANGAN MODEL
Terdapat tiga tahap pengembangan model yaitu abstraksi, deduksi dan realisasi. Dalam tahap
abstraksi, hubungan-hubungan yang penting dipilih, dianalisis dan kemudian setelah melalui
tahap deduksi, berakhir pada penyusunan model. Berikutnya, dibuat pernyataan kesimpulan-
kesimpulan yang harus dapat dicek kebenarannya mengenai sistem yang sesungguhnya; tahap ini
disebut realisasi. Realisasi terdiri dari dua bagian yaitu validasi dan implementasi.
Validasi mencek model untuk menemukan apakah model itu memiliki validitas. Apabila model
sudah sesuai maka model dapat diimplementasikan. Kalau hasil validasi tidak memenuhi kreteria
penyajian, kita dapat memulai daur lagi. Dalam daur kedua itu informasi dari daur pertama dapat
digunakan. Dalam praktek batas-batas antara langkah-langkah tersebut tidak begitu jelas dan
kaku. Dalam pengembangan model, intuisi dan perasaan memegang peranan penting.
Model tidak harus tunggal, sebab untuk suatu obyek penelitian dapat dibuat lebih dari satu
model. Berbagai model alternatif tersebut tercipta karena penggunaan asumsi yang berlainan,
serta tergantung dari sasaran pembuatan model yang dipergunakan. Berbagai model alternatif
tersebut dipilih dengan mempergunakan kriteria antara lain kemampuan untuk menirukan
kenyataan alamiahnya, mudahnya analisis, lengkapnya unsur-unsur penting dalam model,
penggunaan hasil simulasi atau analisis dan lain-lain.
Keruwetan model dibatasi dengan hanya mempergunakan unsur yang penting saja. Tetapi
dengan pengabaian unsur-unsur yang dianggap tidak penting, dapat timbul kesalahan atau
ketidaktelitian hasil penelitian. Biasanya lingkup model ditentukan sesuai dengan tujuan dan
sumber daya pembuatan model.
Model sangat berguna dalam penelitian, karena obyek yang diteliti dapat ditirukan dan dianalisis
dengan model. Dalam hal ini model menjadi alat untuk mendalami dan menelusuri permasalahan
melalui penelitian struktur dan dinamika model. Dengan demikian, model menjadi alat untuk
turut menentukan sistematika penalaran dalam pelaksanaan penelitian
6. HIPOTESIS
Masalah dapat dirumuskan secara konkrit dalam bentuk hipotesis. Banyak batasan yang
diberikan untuk hipotesis. Salah satu diantaranya menyebut hipotesis sebagai proposis
(pertimbangan) yang diajukan sebagai dasar penalaran dan pengandaian yang dirumuskan dari
data yang telah terbukti dan diajukan sebagai penjelasan sementara mengenai suatu peristiwa
atau kejadian guna membangun suatu dasar bagi penelitian lebih lanjut. Secara etimologi,
hipotesis berasal dari kata-kata these yang berarti pendapat, dan hypo yang berarti kurang. Jadi
hipotesis dapat diartikan sebagai pendapat yang masih memiliki kekurangan, belum final dan
masih memerlukan pembuktian. Dengan demikian hipotesis adalah suatu pendapat atau
kesimpulan sementara, yang masih perlu dibuktikan kebenarannya, sebelum diterima sebagai
suatu kesimpulan. Tegasnya hipotesis adalah suatu jawaban duga yang dapat menjadi jawaban
yang benar. Bila kemudian dengan data yang terolah dapat dibuktikan kebenarannya maka
hipotesis tersebut dapat berubah menjadi suatu kesimpulan atau tasis (pendapat yang telah teruji
kebenarannya).
Pada mulanya tidak banyak orang berpendapat bahwa penelitian lebih berhubungan dengan
pengumpulan fakta-fakta daripada menduga-duga jawaban suatu masalah. Belakangan baru
diyakini manfaat hipotesis bagi pelaksanaan penelitian. Hipotesis mengkonkritkan dan
memperjelas masalah yang diselediki, karena dalam hipotesis secara tidak langsung ditetapkan
lingkup persoalan dan jawabannya. Pada gilirannya hipotesis memberikan arah dan tujuan
pelaksanaan penelitian, sehingga terhindarkan adanya penelitian yang tak bertujuan. Dengan
hipotesis yang dirumuskan secara baik, proses penelitian lebih terjamin akan berlangsung secara
teratur, logis dan sistematis menuju pada tujuan akhir penelitian. Selain dari itu hipotesis,
memberikan jalan yang cepat dan efisien ke arah penyelesaian masalah. Tanpa hipotesis,
pengumpulan data dan informasi akan dilakukan secara membabi-buta. Hipotesis memberikan
batasan data yang diperlukan atau sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Meskipun telah dikemukakan kegunaan hipotesis, namun tidak semua penelitian secara mutlak
memerlukan hipotesis, oleh karen sifatnya hanya sebagai pemandu ke arah penyelesaian
masalah. Penelitian yang mempersoalkan macam hubungan (perilaku) antara dua atau lebih
variabel biasanya memerlukan hipotesis. Sebaliknya penelitian yang sifatnya hanya
mengumpulkan dan mendeskripkan fakta-fakta biasanya tidak memerlukan hipotesis. Penelitian
dalam bidang ilmu tertentu, seperti botani sistematika, paleoantropologi, filsafat, matematika dan
penelitian yang eksploratif biasanya tidak memerlukan adanya hipotesis.
Hipotesis selalu dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan yang mengutarakan bentuk
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan cara mengutarakan bentuk
hubungan variabel dikenal dua macam hipotesis. Hipotesis kerja merupakan hipotesis yang
menyatakan hubungan antar variabel secara operasional. Hipotesis ini biasanya dirumuskan
dalam ungkapan : "Jika ....., maka .....". Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan adanya
kesamaan atau tidak adanya perbedaan antara beberapa masalah. Hipotesis nol ini pada
umumnya diselesaikan dengan perhitungan statistik untuk menguji kebenaranya (diterima) atau
ketidakbenaranya (ditolak). Bentuk hipotesis biasanya dirumuskan dalam ungkapan: "Tidak ada
perbedaan antara ..... dengan ..... ". Dengan demikian apabila ternyata bahwa hipotesis nol
terbukti tidak benar, maka kesimpulannya menjadi: "Ada perbedaan antara ..... dengan .....".
Kedua hipotesis tersebut tidak sama, akan tetapi saling melengkapi. Keduanya seringkali sengaja
saling dipertentangkan untuk kepentingan suatu pembuktian yang mengarah pada obyektivitas.
Hipotesis dapat diuji dengan metode statistika. Pada dasarnya pengujian statistika bertujuan
untuk menguji hipotesis nol. Hipotesis nol yang diterima berarti bahwa perbedaan-perbedaan
yang ditemukan antara kelompok yang diteliti hanya merupakan suatu kebetulan saja. Hipotesis
nol yang ditolak sebaliknya menyatakan bahwa memang benar bahwa ada perbedaan antara
kedua kelompok tersebut. Dengan demikian hipotesis nol dapat menerangkan adanya faktor
kebetulan yang dapat terjadi oleh karena kesalahan dalam pemilihan sampel.
Kesalahan dalam pemilihan sampel yang diamati pada proses pengujian hipotesis dapat
mengakibatkan dua jenis kesalahan. Kesalahan tipe I adalah menolak suatu hipotesis, padahal
sampel sebetulnya sesuai dengan yang diasumsikan dalam hiotesis. Kesalahan tipe II adalah
tidak menolak suatu hipotesis sedangkan sampel yang dipilih tidak sesuai dengan yang
diasumsikan dalam hipotesis
Rumusan Masalah Penelitian
A.Pengertian Rumusan Masalah
Seperti kita ketahui bersama bahwa penelitian itu dilakukan adalah untuk mendapatkan data yang
antara lain digunakan untuk memecahkan masalah. Karena itu, setiap penelitian yang akan
dilakukan haruslah selalu berangkat dari masalah, seperti yang telah diungkapkan oleh Emory
(dalam Sugiyono, 2004: 52) bahwa Baik penelitian murni maupun terapan, semuanya berangkat
dari masalah. Namun sebelum kita membahas lebih jauh tentang perumusan masalah dalam
suatu penelitian, maka alangkah baiknya jika kita mengerti terlebih dahulu tentang pengertian
masalah dan rumusan masalah itu sendiri, agar nanti kita tidak mengalami kesalahpahaman
dalam membuat suatu rumusan masalah.

Menurut Sugiyono (2004:55), masalah diartikan sebagai suatu kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan apa yang terjadi, sedangkan rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan
yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan masalah juga merupakan
hulu dari suatu penelitian, dan merupakan langkah yang penting serta pekerjaan yang sulit dalam
suatu penelitian (Nazir, 1999: 111). Dari beberapa pengertian masalah dan rumusan masalah di
atas maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah itu adalah suatu pertanyaan-pertanyaan
pemandu yang akan dijadikan dasar atau landasan bagi seorang peneliti guna mendapatkan
jawaban dari suatu masalah yang telah diangkat sebelumnya dalam suatu penelitian.


B.Tujuan perumusan masalah
Berdasarkan tentang pengertian dari rumusan masalah di atas, yaitu sebagai pertanyaan-
pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya dalam sebuah penelitian, maka menurut Nazir
(1999: 111), tujuan dari pemilihan dan perumusan masalah itu sendiri adalah untuk:
1. Mencari sesuatu dalam rangka pemuasan akademis seseorang;
2. Memuaskan perhatian serta keingintahuan seseorang akan hal-hal yang baru;
3. Meletakkan dasar untuk memecahkan beberapa penemuan penelitian sebelumnya
ataupun dasar untuk penelitian selanjutnya;
4. Memenuhi keinginan sosial;
5. Menyediakan sesuatu yang bermanfaat.

Sedangkan Subana dan Sudrajat (2003:65) mengatakan bahwa perumusan masalah juga
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas penelitian itu sendiri, karena setiap penelitian
selalu berangkat dari masalah.

C. Ciri-ciri Masalah Yang Baik
Masalah merupakan titik tolak untuk melakukan sebuah penelitian, akan tetapi tidak semua
masalah yang kita temukan itu layak untuk kita teliti. hal ini sependapat dengan
Anggoro(2007:1.15) yang mengatakan bahwa walaupun masalah merupakan titik tolak untuk
melakukan penelitian, namun tidak semua masalah itu dapat dijadikan objek untuk diteliti.
Karenanya sebelum seorang peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitiannya, maka ia
lebih dahulu harus mengidentifikasi dan memilih masalah-masalah tersebut, yaitu dengan
memperhatikan ciri-ciri dari suatu masalah yang baik sehingga masalah yang akan diangkat nanti
benar-benar layak untuk diteliti. Adapun ciri-ciri masalah yang baik tersebut menurut Nazir
(1999: 112), adalah sebagai berikut:

1. Masalah harus ada nilai penelitian.
Artinya, masalah itu harus mempunyai kegunaan tertentu serta dapat digunakan untuk suatu
keperluan. Hal ini meliputi: masalah haruslah mempunyai keaslian; masalah harus menyatakan
hubungan; masalah harus merupakan hal yang penting; masalah harus dapat diuji; dan masalah
harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.

2. Masalah harus fisibel
Masalah yang mempunyai fisibilitas, artinya masalah tersebut harus dapat dipecahkan. Ini
berarti: data untuk memecahkan masalah harus tersedia; biaya untuk memecahkan masalah
secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan; waktu untuk memecahkan masalah harus
wajar; biaya dan hasil harus seimbang; administrasi dan sponsor harus kuat; dan tidak
bertentangan denga norma dan adat.

3. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti.
Selain mempunyai nilai ilmiah serta fisibel, masalah juga harus sesuai dengan kualifikasi si
peneliti sendiri. Dalam hal ini, masalah yang diteliti sekurang-kurangnya: menarik bagi
sipeneliti; dan cocok dengan kualifikasi ilmiah si peneliti.

Sedangkan menurut Anggoro, dkk (2007: 1.15-1.17), ada tiga karakteristik yang harus
diperhatikan dalam memilih suatu masalah yang baik, yaitu:
1. Masalah harus layak diteliti, artinya adalah bahwa pengkajian terhadap masalah
tersebut dapat dilakukan dengan cara yang terukur secara empiris melalui pengumpulan
dan pengolahan data.
2. Masalah harus mempunyai nilai teoritis dan praktis, ini berarti bahwa suatu
masalah tersebut memang harus diangkat dari sebuah teori yang kuat dan mempunyai
dampak praktis yang dapat memperbaiki praktek atau penyelenggaraan sesuatu.
3. Masalah harus realistis, yang artinya masalah tersebut harus memperhatikan unsur
keterjangkauan yang meliputi ketersediaan waktu, tenaga, dan biaya.
4. Masalah juga sebaiknya aktual atau kebaruan, artinya jika masalah yang akan
diangkat merupakan masalah yang baru dan sedang hangat-hangatnya, tentu nilai
penelitian akan menjadi lebih tinggi maknanya.
11.LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2. Menetukan desain uji klinis yang sesuai
3. Menetapkan subyek penelitian
4. Mengukur variable data dasar
5. Melakukan randomisasi
6. Melaksanakan perlakuan
7. Mengukur variable efek
8. Menganilisis data
1. Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis
Menuangkan desian uji klinis yang samar-samar menjadi rencana kegiatan yang nyata
tidaklah mudah, bahkan sangat kompleks. Konsep awal yang berisi skema umum,
memerlukan uraian spesifik. Rumusan masalah dan hipotesis yang sesuai harus ditulis
dengan memperlihatkan hubungan antar-variabel.
2. Menentukan desain
Berdasarkan hipotesis yang dibangun dari pertanyaan, maka dapat ditetapkan desain yang
dipergunakan, apakah desain pararel atau menyilang, atau desain lain yang lebih
kompleks. Dalam praktik, bila mungkin desain yang dipilih adalah desain paling
sederhana yang dapat menjawab pertanyaan penelitian, karena biasanya desain yang
sederhana memberikan hasil yang lebih langsung dan mudah dipresentasi dan analisisnya
tidak banyak menggunakan asumsi. Desain uji klinis yang lebih kompleks sering member
hasil yang tidak mudah dipresentasi oleh sebagian besar klinikus, dan dalam analisisnya
seringkali digunakan asumsi yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh data yang ada.

3. Menetapkan subyek penelitian
a. Menetapkan populasi terjangkau
Populasi terjangkau atau populasi sumber adalah bagian dari populasi target yang
merupakan sumber subyek yang akan diteliti. Karakteristik subyek harus sesuai
dengan pertanyaan penelitian dan efek yang akan diamati.
b. Menentukan criteria pemilihan
Kriteria pemilihan membatasi karakteristik populasi terjangkau yang telah
memenuhi persyaratan untuk uji klinis. Kriteria ini harus dijelaskan secara rinci
sejak awal perencanaan, oleh karena penting untuk menyusun desain penelitian,
pemilihan subyek, dan generalisasi ke populasi. Kriteria pemilihan terdiri atas
criteria inklusi dan criteria eksklusi.
c. Menetapkan besar sampel
Di satu sisi, sampel harus cukup besar agar dapat mewakili populasi terjangkau,
akan tetapi di sisi lain harus sesuai dengan dana dan waktu yang tersedia. Jumlah
subyek yang terlalu sedikit dapat dianggap tidak etis karena akhirnya hasil
penelitian tidak konklusif, sebaliknya jumlah seubyek yang terlalu banyak juga
tidak etis karena menyia-nyiakan pasien dan sumber daya lainnya.

4. Melakukan pengukuran variable data dasar
Selain identitas pasien, sebelum dilakukan randomisasi perlu dicatat data demografis,
klinis, dan laboratorium yang relevan dengan penelitian. Data klinis seperti umur, jenis
kelamin, diagnosis, dan lain-lain yang relevan dengan prognosis harus dicatat, antara lain
untuk penilaian kesetaraan berbagai variable diantara kelompok randomisasi. Jangan
dilupakan bahwa dalam tiap prosedur pengukuran, prinsip-prinsip dasar pengukuran.

5. Melakukan randomisasi
Randomisasi (randomization) atau disebut pula sebagai alokasi acak (random allocation,
random assignment) adalah proses menentukan subyek penelitian mana yang akan
mendapat perlakuan dan subyek mana yang merupakan control.
Dikenal berbagai cara randomisasi: randomisasi sederhana (simple randomization),
randomisasi blok (block randomization), dan randomisasi dalam strarta (stratified
randomization).

6. Melakukan intervensi
Ketersamaran (masking, blinding)
Tujuan ketersamaran adalah menghindarkan bias, baik yang berasal dari peneliti, subyek
atau evaluator. Karena bias dapat terjadi di berbagai uji kinis maka ketersamaran juga
harus diupayakan pada berbagai tahapan uji klinis yaitu waktu randomisasi, pelaksanaan,
pengukuran, dan evaluasi akhir. Jenis ketersamaran ada empat yaitu:
a. uji klinis terbuka (open trial) maksudnya baik peneliti maupun subyek mengetahui
obat yang diberikan.
b. Tersamar tunggal (single mask): salah satu pihak (dapat subyek atau dokter) tidak
mengetahui terapi yang diberikan.
c. Tersamar ganda (double mask): Peneliti maupun subyek sama-sama tidak tahu
pengobatan yang diberikan
d. Triple mask: subyek, peneliti maupun penilai tidak tahu obat yang diberikan.

7. Mengukur variable efek
Variabel tergantung (efek) yang akan diukur harus sudah direncanakan sejak awal. Sesuai
dengan skala variable, maka variable yang dinilai dapat berskala nominal, ordinal dan
numeric.

8. Menganalisis data
Analisis data uji klinis yang harus dilaksanakan adalah uji statistika yang sudah ditulis
dalam usulan penelitian.













DAFTAR PUSTAKA

Sastroasmoro, Sudigdo dkk. 2009. Dasar-Dasar metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-3.
Jakarta : Sagung Seto.

Pratiknya, ahmad Watik. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran &
Kesehatan. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009.
Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.

Wikipedia. 2009. Phetidine. http://en.wikipedia.org/wiki/Meperidine diakses pada 17
November 2010.

Wikipedia. 2009. Tramadol. http://en.wikipedia.org/wiki/Tramadol diakses pada 17
November 2010

Dexa Medica. 2008. Tramadol. http://www.dexamedica.com/Tramadol diakses pada 17
November 2010.









PROPOSAL PENELITIAN
TRAMADOL SEBAGAI PENGGANTI PHETIDINE
YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ANALGESIK SAAT OPERASI






FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2010






BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Phetidine telah banyak digunakan oleh para dokter bedah. Para ahli mengakui efektivitas
Phetidine sebagai analgesic pada saat operasi. Selain itu juga Phetidine dikenal murah dan
mudah dijangkau.
Namun, peneliti menemukan adanya efek ketergantungan dan intoleransi pada
penggunaan Phetidine. Hal ini disebabkan karena Phetidine merupakan obat golongan narkotika.
Peneliti menganjurkan Tramadol sebagai pengganti Phetidine, namun belum diketahui
efektivitasnya. Setelah dilakukan penelitian terhadap Phetidine, dokter-dokter bedah tetap saja
mempertanyakan apakah Tramadol bisa digunakan sebagai prosedur tetap analgesic saat operasi.
Dari permasalah di atas peneliti ingin melakukan penelitian yang membahas Phetidine dan
Tramadol.
1.2.Rumusan masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1.Tremadol sebagai pengganti Phetidine
Apakah Tramadol dapat menggantikan Phetidine sebagai prosedur tetap analgesik pada
saat operasi?
2.Efektivitas obat sebagai analgesik
Bagaimana efektifitas Phetidine dan Tramadol?

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan umum: Memperoleh analgesic yang lebih efektif pada saat operasi
Tujuan khusus:
- Mengetahui efektivitas dan efisiensi dari Phetiden dan Tramadol yang digunakan sebagai
analgesic pada pasien saat operasi.
- Memperoleh data statistic tentang efek dari Phetidine dan Tramadol pada pasien yang
dioperasi.

1.4.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :
- Menentukan gold standar yang digunakan sebagai prosedur tetap analgesik pada saat
operasi
- Memperoleh data yang relevan tentang pengaruh Phetidine dan Tramadol.
- Untuk mengetahui secara pasti apakah kedepannya Tremadol lebih baik dan dapat
diterapkan sebagai SOP















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan teori
Phetidine
Keterangan: Sebuah analgesik narkotik yang dapat digunakan untuk menghilangkan sebagian
besar jenis nyeri sedang sampai parah, termasuk nyeri pascaoperasi dan nyeri persalinan.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan dari jenis morfin; gejala
penarikan diri muncul lebih cepat dibandingkan dengan morfin dan berasal dari durasi yang lebih
singkat. [PubChem]

Farmakologi: Meperidine adalah agonis opiat sintetis milik kelas phenylpiperidine. Meperidine
dapat menghasilkan lebih sedikit kejang otot polos, sembelit, dan depresi dari refleks batuk
daripada morfin dosis setara. Awal tindakan adalah sedikit lebih cepat daripada dengan morfin,
dan durasi tindakan sedikit lebih pendek.Struktur kimia serupa dengan meperidine bius lokal.
Meperidine dianjurkan untuk menghilangkan akut sedang sampai parah rasa sakit dan memiliki
kemampuan unik untuk mengganggu pascaoperasi menggigil dan menggigil disebabkan oleh
amfoterisin B. Meperidine juga telah digunakan untuk anestesi regional intravena, blok saraf
perifer dan intraarticular, epidural dan spinal analgesia. Meperidine dianggap sebagai agen lini
kedua untuk pengobatan nyeri akut.

Mekanisme Tindakan: Terutama Meperidine kappa-candu reseptor agonis dan juga memiliki
efek bius lokal. Meperidine memiliki lebih afinitas untuk kappa-reseptor daripada morfin. Candu
reseptor yang digabungkan dengan G-protein reseptor dan berfungsi baik sebagai regulator
positif dan negatif dari transmisi sinaptik melalui G-protein yang mengaktifkan protein efektor.
Pengikatan candu merangsang pertukaran GTP untuk GDP pada G-protein kompleks. Sebagai
sistem efektor adenilat siklase dan cAMP terletak di permukaan bagian dalam membran plasma,
opioid menurunkan intraselular cAMP dengan menghambat adenilat siklase. Selanjutnya,
pelepasan neurotransmiter nociceptive seperti substansi P, GABA, dopamin, asetilkolin dan
noradrenalin dihambat. Juga opioid menghambat pelepasan vasopresin, somatostatin, insulin dan
glukagon. Meperidine's analgesik kegiatan, kemungkinan besar, karena dengan konversi ke
morfin. Opioid dekat N-jenis yang dioperasikan tegangan saluran kalsium (Op2-reseptor agonis)
dan terbuka dalam hati yang bergantung pada kalsium kalium meluruskan saluran (OP3 dan Op1
reseptor agonis). Hal ini mengakibatkan saraf hyperpolarization dan mengurangi sifat dpt
dirangsang.
Indikasi: Digunakan untuk mengontrol rasa sakit sedang sampai parah.
Half Life: 3-5 jam
TRAMADOL atau C
16
H
25
NO
2
/ 2-dimethylaminomethyl-1-cyclohexanol
Karakteristik :
- Bubuk kristal putih
- Titik leleh = 179-181
0
C
- Larut dalam air dan etanol
- pKa of 9.41
- nama merek dagang = Acugestic, Adamon, tamadol, etc.
Tramadol adalah bahan sintetik yang berperan sebagai analgesik opioid yang di sintesis pertama
kali pada tahun 1962 dengan tujuan untuk menurunkan jumlah common opioid adverse event.
Tramadol memiliki efektivitas yang sama dengan opioid lainnya seperti pethidine, morphine, dan
pentazocine dalam mengurangi rasa sakit.
Efek dari tramadol:
a. efek gastrointestinal
nausea, mual,konstipasi (9-40%), dan kenilangan nafsu makan sekitar 5% namun
kemungkinan terkena konstipasi lebih rendah dibanding paracetamol dan aspirin.
b. Central nervous effect
Sakit kepala, sedation, sampai epilepsi
c. Respiratory effect
Respiratory depressionnya lebih rendah dibandingkan pethidine dan tidak ada efek pada
jantung. Hal ini telah dibuktikan denagn adanya double blind, placebo-controlled,
penelitian pada 88 anak-anak (selama 2-10 tahun) menerima tramadol (1-2 mg/kg) dan
pethidine (1mg/kg)

Tramadol tekah dievaluasi pada semua ilmu bedah termasuk orthopedic, pediatric dan
cardiothoracia surgey.
Dosis umum:
Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih
terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.
Dosis maksimum:
400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan creatinine clearances <30 ml/menit:
50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Efek samping:
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus, berkeringat,
kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi.
Efek samping yang berupa ketergantungan sangat jarang terjadi.

Phetidine dan Tramadol merupakan golongan narkotika namun efek ketergantungan lebih rendah
pada Tramadol.

2.2.Kerangka Teori







Phetidine
Tramadol
RCT
Control
Studi
Efek
Efek
+
-
+
-
2.3.Hipotesis
H0: Tramadol lebih efektif daripada Phetidine dan dapat digunakan sebagai prosedur tetap saat
operasi
H1: Tramadol kurang efektif daripada Phetidine dan tidak dapat digunakan sebagai prosedur
tetap saat operasi


















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian
Pada penelitian yang akan dilakukan peneliti dalam mengetahui perbandingan Phetidine
dan Tramadol untuk mengetahui analgesik yang menjadi prosedur tetap operasi, peneliti
akan menggunakan jenis penelitian Randomized Controlled Trial yang merupakan
bagian dari jenis penelitain uji klinik. Penelitian ini menggunakan RCT dengan
pertimbangan-pertimbangan sbb:
Jenis studi ini cocok untuk membandingkan obat, dalam hal ini Phetidine dan
Tramadol
Studi ini merupakan rancangan penelitian yang paling kuat untuk membuktikan
adanya hubungan sebab akibat
Studi ini dapat digunakan untuk menentukan efektivitas dan efisiensi obat baru.
Intervensi pada subjek studi secara aktif dilakukan dan telah dirancang
sebelumnya oleh peneliti hingga efek dari intervensi dapat diprediksi.
Dengan diadakannya randomisasi dapat dihindari kemungkinan terjadinya bias
akibat factor subjektif.
Rendomisasi validitas uji kemaknaan statistic dapat dijamin karena kemaknaan uji
statistic tidak tergantung dari keseimbangan factor prognostic yang terdapat pada
kedua kelompok

3.2.Waktu & Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini waktu dan tempat yang akan dilakukan oleh peneliti adalah :
Waktu : 14 Desember 2009 s/d 18 Januari 2010
Tempat : Rumah Sakit A


3.3.Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi target: Pasien yang akan dioperasi
Populasi terjangkau: Pasien yang akan dioperasi pada RS A
2. Sampel dan besar sampel
Probability sampling, lebih tepatnya stratified random sampling.
Sampel : Semua populasi yang telah memenuhi kriteria

3.4.Variabel
Variable Independent : obat (pethidine & tramadol)
Variable Dependent : dosis obat
3.5.Definisi Operasional
Pethidine : pethidine yang digunakan pada saat operasi adalah dalam bentuk suntikan 10 mg/ml.
Alat ukur : Koisioner terhadap pasien
Cara ukur : Waktu menentukan lama kesadaran
Hasil ukur : Waktu dalam menit atau jam
3.6.Kerangka Operasional






Masalah
Desain
penelitian

Randomisasi
Subjek
penelit
ian
Variabel
Intervensi
Mengukur efek
Analisis data
3.7.Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Merupakan data dasar yang diperoleh dengan:
- wawancaran
- angket
- pemeriksaan fisik
- pemeriksaan laboratorium
- pemeriksaan penunjang lain
2. Data Sekunder
Didapat setelah diadakannya tindakan kepada pasien. Uji klinis ini menggunakan
rancangan randomisasi dengan Phetidine sebagai kontrol yang diberikan kepada
penderita dan Tramadol diberikan kepada kelompok studi.

Alat Pengumpulan Data
Angket
Tape Recorder

3.8.Rencana cara pengolahan & analisis data
Data-data didapat dari hasil follow up pasien yang diikuti selama beberapa waktu
3.9.Rencana/Jadwal kegiatan
Waktu : 14 Desember 2009 s/d 18 Januari 2010
Tempat : Rumah Sakit Umum A
Laboratorium Fakultas Kedokteran UNSRI



3.10.Anggaran
Biaya peralatan : Rp.600.000,00
Biaya Obat obatan : Rp.250.000.00
Total Anggaran biaya : Rp.850.000,00




















DAFTAR PUSTAKA
Sastroasmoro, Sudigdo dkk. 2009. Dasar-Dasar metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-3.
Jakarta : Sagung Seto.

Pratiknya, ahmad Watik. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran &
Kesehatan. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009.
Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.

Wikipedia. 2009. Phetidine. http://en.wikipedia.org/wiki/Meperidine diakses pada 17
November 2010.

Wikipedia. 2009. Tramadol. http://en.wikipedia.org/wiki/Tramadol diakses pada 17
November 2010.

Dexa Medica. 2008. Tramadol. http://www.dexamedica.com/Tramadol diakses pada 17
November 2010.

You might also like