You are on page 1of 9

KEMAMPUAN MENGELOLA KELAS

(Ali Murtadlo MS)



Pendahuluan
Sekolah merupakan tempat atau ruang yang secara khusus dipersiapkan
sebagai wadah untuk melaksanakan proses pembelajaran secara terencana
dan terprogram dengan baik guna mencapai tujuan institusional yang telah
ditetapkan dalam rangka turut mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Karena itu, masyarakat memberikan kepercayaan yang seutuhnya kepada
sekolah untuk melakukan transformasi dan internalisasi pengetahuan, nilai-
nilai, dan keterampilan yang bermakna bagi kehidupan melalui proses
pembelajaran di dalam dan di luar kelas bagi anak-anak mereka. Demikian
juga dengan anak-anak (murid) yang datang ke sekolah itu. Murid datang ke
sekolah setiap hari untuk mengikuti proses pembelajaran. Kehadiran mereka
didasari oleh satu kepercayaan akan memperoleh pelayanan terbaik dari
sekolah dan mendapatkan perubahan ke arah yang lebih baik menyangkut
pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka setelah mengikuti proses
pembelajaran. Tidak hanya itu, pihak pengguna lulusan (stake holders) juga
mempercayakan kepada sekolah untuk dapat menghasilkan out put yang
sesuai dengan kebutuhan mereka. Konsekuensi logis atas kepercayaan dari
berbagai pihak ini merupakan tanggung jawab yang tidak ringan dari pihak
sekolah, utamanya para guru untuk memberikan pelayanan pendidikan secara
professional.
Paling tidak terdapat tiga peran yang melekat pada guru dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
transformasi dan internalisasi pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang
bermakna bagi para muridnya. Pertama, peran instruksional dalam arti guru
sebagai pengajar. Peran ini mengandung makna bahwa guru adalah tenaga
profesional yang memiliki keahlian dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi proses pembelajaran. Guru memahami secara persis ke arah
mana murid akan dibawa (tujuan), materi apa yang seharusnya diberikan
kepada murid untuk mencapai tujuan itu, teknik dan metode pencapaian
tujuan, alat-alat atau media yang dibutuhkan, dan memahami secara persis
sampai di mana tingkat pencapaian masing-masing murid setelah mengikuti
proses pembelajaran.
Kedua, peran edukasional dalam arti guru sebagai pendidik. Sebagai pendidik,
guru menjadi referensi nilai bagi para muridnya. Pada tingkat atau jenjang
pendidikan dasar khususnya, guru menjadi figur utama bagi murid yang
mengalahkan figur orang tua sekalipun. Murid menerima apapun yang
datang dari guru dengan taken for granted. Setiap yang berbeda dari gurunya
dianggap salah oleh murid.
Ketiga, peran sebagai manajer di kelas dalam arti sebagai pengelola kelas.
Guru merupakan sosok penting dalam rangka mengoptimalkan proses
pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasil belajar murid setelah mengikuti
pembelajaran. Karena itu guru merupakan sosok yang mampu menciptakan
suasana kondusif bagi proses pembelajaran. Melalui suasana yang kondusif,
guru tidak hanya melakukan transformasi dan internalisasi, tetapi sekaligus
membelajarkan anak bagaimana mereka belajar. Suasana kondusif
memungkinkan murid bisa mendapatkan perubahan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara efektif.

Hakikat Kemampuan Mengelola Kelas
Pada umumnya kelas dimaknai sebagai sebuah ruangan yang merupakan
bagian dari sebuah sekolah yang digunakan untuk melaksanakan proses
pembelajaran. Pemaknaan seperti ini mengarahkan kepada pemahaman
bahwa kelas merupakan sarana fisik berupa ruangan atau lokal yang dibatasi
dinding-dinding yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Kelas juga dimaknai sebagai tingkatan-tingkatan yang menunjukkan posisi
seorang murid di satu sekolah. Pada jenjang Sekolah Dasar, misalnya, ada
kelas satu, kelas dua, dan seterusnya sampai kelas enam. Pemaknaan kedua
ini membawa kepada pemahaman bahwa kelas tidak hanya sebatas fisik
berupa ruangan atau lokal, tetapi lebih jauh itu kelas menunjukkan kesatuan
sosial dan tingkat pengalaman belajar murid di sekolah. Oemar Hamalik,
seperti dikutip Sudirman, mendefinisikan kelas sebagai sekelompok orang
yang mengadakan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari
seorang guru.[1] Kelas pada dasarnya merupakan suatu unit sosial yang
memiliki tujuan dan terbentuk secara formal, dan dipimpin oleh seorang guru.
Hadari Nawawi, yang juga dikutip oleh Sudirman, mendefinisikan kelas dalam
dua arti yaitu: pertama, dalam arti sempit, adalah ruangan yang dibatasi oleh
empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses
belajar mengajar, dan kedua, dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil
yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah.[2] Di sini kelas merupakan
satu kesatuan organisasi yang dinamis yang menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Ini berarti
bahwa kelas merupakan sebuah sistem, artinya kelas memiliki berbagai unsur
atau subsistem yang saling berkaitan dan menunjang dalam mencapai tujuan
yang diharapkan. Keterkaitan berbagai subsistem dalam rangka mencapai
tujuan itulah yang menyebabkan kelas menjadi dinamis melalui kegiatan
proses pembelajaran.
Dinamika kelas sebagai penyelenggara kegiatan belajar mengajar itu seperti
dikatakan oleh Anne M. Bauer.[3] Menurutnya, ruang kelas adalah lingkungan
yang kompleks dimana para guru, murid dan materi pembelajaran semuanya
saling berinteraksi. Interaksi di sini sebagaimana dikemukakan oleh
Rachman,[4]meliputi kegiatan manajerial dan kegiatan mengajar.
Guru harus mampu mengelola kelas agar ia tetap dinamis selama proses
pembelajaran berlangsung. Menurut Sahertian[5] kemampuan mengelola
kelas itu adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memaklumi kondisi
belajar yang optimal dan mengembalikannya ke kondisi yang optimal dengan
cara mendisiplinkan dan melakukan kegiatan remedial. Usman[6] juga
menjelaskan bahwa kemampuan mengelola kelas adalah ketrampilan guru
untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikan bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran.
Mengelola kelas sangat penting dikuasai oleh guru karena manajemen kelas
yang baik merupakan syarat untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Pendapat tersebut sejalan dengan Muljani dan
Nurhadi[7]menyatakan bahwa mengelola kelas yang efektif merupakan
prasyarat mutlak bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Dengan
kata lain pengelolaan kelas bertujuan agar setiap murid di kelas dapat belajar
dengan tertib sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan
efisien.[8]
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan[9] menjelaskan lebih rinci bahwa tujuan
mengelola kelas antara lain: (a) agar pengajaran dapat dilaksanakan secara
maksimal sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien
(b) untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan murid
dalam pengajarannya. Dengan mengelola kelas guru dapat dengan mudah
melihat dan mengamati setiap kemajuan yang dicapai oleh murid, terutama
murid yang tergolong lamban. (c) untuk memberi kemudahan dalam
mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas untuk
perbaikan pengajaran pada masa mendatang.
Sebagaimana teori manajemen pada umumnya, ruang lingkup pengelolaan
kelas meliputi seluruh proses pembelajaran, mulai dari perencanaan,
pengaturan atau pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian sampai
pada follow up (tindak lanjut).
Perencanaan adalah suatu proses penentuan rencana program kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan secara terpadu dan sistematis. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan adalah: (1)
rencana harus jelas, (2) rencana harus realistis, dan (3) rencana harus
terpadu dan sistematis. Perencanaan proses kegiatan pembelajaran meliputi:
(1) perencanaan pengelolaan pembelajaran, (2) perencanaan
pengorganisasian bahan pembelajaran, (3) perencanaan pengorganisasian
kelas, (4) perencanaan penggunaan alat dan metode, dan (4) perencanaan
penilaian prestasi murid.
Pengaturan atau pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut
perumusan rincian kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan rencana,
sumberdaya, fasilitas, dan alokasi waktu yang tersedia. Kegiatan pengaturan
atau pengorganisasian meliputi pengaturan suasana pembelajaran, siswa,
sumber belajar, fasilitas belajar, dan waktu.
Pelaksanaan adalah pemberlangsungan proses pembelajaran dari memulai
sampai mengakhirinya. Kegiatan pelaksanaan meliputi: menyampaikan bahan
pengait (apersepsi), memotivasi siswa untuk melibatkan diri dalam proses
pembelajaran, memberi contoh dengan menggunakan alat peraga.
Penilaian merupakan fungsi pengendalian untuk mengamati seluruh aspek
dari perencanaan, pengaturan atau pengorganisasian, sampai pada
pelaksanaan pembelajaran. Melalui kegiatan penilaian ini dapat diketahui
sejauh mana tujuan pembelajaran dapat dicapai, dan dapat diketahui
identifikasi masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran, serta
menjadi umpan balik bagi guru sebagai batu loncatan untuk merencanakan,
mengatur dan melaksnakan program pembelajaran berikutnya.
Moh. Uzer Usman[10] menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran, guru
memiliki peran sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator, fasilitator,
dan sebagai evaluator. Dalam perannya sebagai demonstrator, guru harus
benar-benar memahami materi pembelajaran yang disampaikan kepada
siswa. Untuk itu guru harus senantiasa meningkatkan pengetahuan dan
kemampuannya. Di samping itu, guru juga harus menguasasi metode dan
strategi penyampaiannya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara efektif dan efisien.
Sebagai pengelola kelas, guru harus bisa bertindak sebagai manajer yang
profesional. Artinya, guru harus memahami sumber daya dan aspek-aspek
yang ada di dalam kelas, sehingga guru bisa menentukan sasaran
pembelajaran dengan tepat.
Sebagai mediator, guru harus bisa menjadi perantara yang baik dalam
hubungan antar manusia, khususnya tentang bagaimana berinteraksi dan
berkomunikasi dengan siswa. Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang mendalam tentang psikologi siswa dan penggunaan
media pembelajaran. Hal ini sangat berkaitan erat dengan perannya sebagai
fasilitator. Dalam perannya ini, guru harus mampu menjadikan dirinya
sebagai fasilitas dalam proses pembelajaran. Disamping itu guru juga harus
cakap dalam menggunakan fasilitas belajar seperti buku-buku referensi,
majalah, alat peraga, serta berbagai media lainnya yang dapat menunjang
kelancaran proses pembelajaran.
Sedangkan dalam perannya sebagai evaluator, guru harus mampu
mengevaluasi hasil proses pembelajaran yang telah dilakukan secara
komprehensif. Dalam perannya ini guru tidak hanya melihat prestasi belajar
dalam arti dampak pengajaran berupa nilai-nilai (angka) yang tertera dalam
laporan hasil belajar (rapot), tetapi juga dampak pengiringnya.[11]
Berdasarkan uraian di atas, dapat dimengerti bahwa pengelolaan kelas itu
sangat urgen dalam serangkaian proses pembelajaran. Untuk itu, guru harus
benar-benar memiliki kemampuan dalam mengelola kelas. Cece Wijaya dan A.
Tabrani Rusyan[12] menawarkan beberapa indikator yang dapat dijadikan
ukuran kemampuan guru dalam mengelola kelas, yaitu: (a) kemampuan guru
mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, (b) kemampuan
guru melaksanakan peranan-peranannya, (c) kemampuan guru bekerja dalam
usaha mencapai tujuan pendidikan (d) kemampuan guru melaksanakan
perannya dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian diatas maka kemampuan mengelola kelas merupakan
upaya mengelola kelas mulai dari perencanaan, pengaturan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi, sehingga tindak lanjut dengan melibatkan segala
sumber daya yang ada untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif sesuai
dengan kemampuan murid sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
dengan efektif dan efisien serta dapat merealisasikan tujua kelas.
Berdasarkan teori-teori tersebut di atas, maka secara konseptual, definisi
kemampuan guru mengelola kelas adalah keterampilan aplikatif (skill) guru
secara nyata untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif dan
menyenangkan, sehingga terjadi proses belajar secara efektif pada diri murid
sesuai dengan kemampuannya.
Kemampuan guru mengelola kelas memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut:
(a) kegiatan akademik, (b) kegiatan administrasi, dan (c) pembianaan disiplin
kelas.
Dimensi kegiatan akademik meliputi: a) merencanakan pengajaran, b)
melaksanakan pengajaran, dan c) memberikan penilaian pengajaran. Dimensi
kegiatan administrasi meliputi: a) kegiatan prosedural, b) kegiatan
organisasional. Dimensi pembinaan disiplin kelas meliputi: a) mengantisipasi
dan memecahkan permasalahan dalam kegiatan belajar, b) mengoptimalkan
peran murid, c) mampu menyampaikan kemampuan dasar d) mampu
mengembangkan minat dan pengetahuuan murid, e) membangkitkan
partisipasi murid untuk asyik belajar dan mengarahkan murid yang kurang
aktif belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Anne M. Bauer and Regina H. Sapona, Managing Classroom to Facilitate
Learning, Boston: Allyn and Bacon, 1991
Anonim, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses
Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Rineka Cipta, 1999
M. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: Rosdakarya, 1996
Manan Rachman, Manajemen Kelas, Jakarta: Proyek Pendidikan Guru SD,
1988
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1996
Muljani dan A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan Di Sekolah, Yogyakarta: Andi
Offset, 1993
Piet A. Sahertian, Dimensi-dimensi Pendidikan di Sekolah, Malang: IKIP
Malang, 1982
Sudirman, N., et al., Ilmu Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta:
Rineka Cipta, 1992

[1] Sudirman, N., et al., Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1991), p.311. Guru adalah sebutan bagi pendidik di tingkat pendidikan dasar
dan menengah. Pada tingkat perguruan tinggi disebut dosen. Lihat UU RI No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I:1 (6). Untuk
menjaga obyektifitas pengutipan referensi, pada bab ini digunakan istilah
guru untuk menyebut dosen; dan siswa untuk mahasiswa.
[2] Ibid., p.310
[3] Anne M. Bauer and Regina H. Sapona, Managing Classroom to Facilitate
Learning (Boston: Allyn and Bacon, 1991), p. 13
[4] Manan Rachman, Manajemen Kelas (Jakarta: Proyek Pendidikan Guru SD,
1988), p.12
[5] Piet A. Sahertian, Dimensi-dimensi Pendidikan di Sekolah (Malang: IKIP
Malang, 1982), p.33
[6] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional (Bandung: Rosdakarya, 1996),
p.56
[7] Muljani dan A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan Di Sekolah (Yogyakarta:
Andi Offset, 1993), p.81
[8] Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Jakarta:
Rineka Cipta, 1992), p. 79
[9] Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses
Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), p.114
[10] Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996), pp. 9-11
[11] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Rineka Cipta, 1999), p. 4
[12] Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, op. cit., p. 9

You might also like