You are on page 1of 24

1

LAPORAN KASUS
HYPERTENSIVE HEART DISEASE (HHD)


Pembimbing : dr. BONDAN, M.Kes., SpPD


Oleh :
LAKCANDRA AMAR AMORI
NIM. 2051210029



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
LAB IPD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KANJURUHAN KEPANJEN
MALANG
2

BAB I
PENDAHULUAN


Penyakit jantung hipertensi secara umum didefinisikan sebagai suatu
penyakit jantung seperti left ventricle hypertrophy (LVH), penyakit arteri koroner,
aritmia, dan congestive heart failure (CHF) yang secara langsung maupun tidak
langsung disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (Riaz et al, 2010).
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%
sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi
meningkat menjadi sekitar 14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39% pada
tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia. Sejumlah 85-95%
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer
(hipertensi esensial/idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat
ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).
Penyebab Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi
jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat
menyebabkan stroke, gagal ginjal, atau gangguan retina mata.
























3

BAB II
STATUS PENDERITA


A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. M
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gondanglegi
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 20 Januari 2011
No. Reg : 244002

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sakit kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan sakit kepala sejak 7
bulan yang lalu, terus menerus, di seluruh bagian kepala yang
semakin sering 2 minggu ini disertai sakit dan kaku di leher bagian
belakang dan rasa berdebar-debar. Pasien juga mengatakan 7 hari
ini pandangan mata sedikit kabur yang terus menerus, selain itu
pasien juga mengatakan lebih mudah lelah saat berjalan kaki jarak
dekat dan saat aktivitas sehari-hari. Nyeri dada (-), sesak (-), batuk
kering (+), demam (-), mimisan (-), mual (-), muntah (-).
BAB pasien warna kecoklatan, lancar, 2 hari sekali, darah (-),
lendir (-), nyeri (-). BAK pasien warna kuning jernih, lancar, darah (-),
nyeri (-). Pasien mengatakan 4 minggu yang lalu berobat ke bidan
desa karena nyeri kepala yang semakin meningkat. Selama sakit oleh
bidan desa diberi obat (pasien lupa nama obatnya), selama
pengobatan keluhan pasien berkurang, kemudian setelah obat habis
keluhan pasien muncul kembali.
Karena khawatir oleh keluarga, pasien dibawa ke RSUD
Kepanjen.
4

3. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat rawat inap : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat sakit liver : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi
kesan cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 250/160 mmHg
Nadi : 100 x / menit
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 37,9
o
C
TB : 155 cm
BB : 50 kg
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-) , spider
nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimic wajah / bells palsy (-).
5. Mata
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
5

9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah: SIC V Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC IV Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan membesar)
Auskultasi: Bunyi jantung Gallop (+), regular, bising (+)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut tampak datar
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, pekak beralih (-)
6

Auskultasi : Bising usus (+) normal
13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
Akral dingin Oedem
- -
- -

- -
- -


14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

D. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
o Hypertensive Heart Disease
o Aterosklerosis Arteri Koroner

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorak. (20 Januari 2011)
Kesimpulan: Batas jantung dalam batas normal



7

2. Pemeriksaan Elektrokardiografi. (20 Januari 2011)
Kesimpulan: Sinus Takikardi, LVH.
































8


































9

F. DIAGNOSIS
Hipertensive Heart Disease (HHD)

G. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
a. Bedrest
b. KIE
c. Diet
2. Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab



















10

H. FOLLOW UP
Nama : Ny. M
Diagnosis : HHD
No Tgl S
(Keluhan)
O A P
Vital Sign Status Lokalis
1. 20 Jan.
2011
Nyeri kepala
(+), nyeri
tengkuk (+),
berdebar-debar
(+), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :250/160mmHg
R : 20 x/menit
N : 84 x/menit
S : 37,9
o
C
Gallop (+),
Bising (+)

HHD


Rongten thorak, EKG, Lab DL kimia
darah.
Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab
2. 21Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :230/130mmHg
R : 20 x/menit
N : 90 x/menit
S : 36,2
o
C
Gallop (+),
Bising (+)

HHD

Hasil Laboratorium
Hb: 9,6 g/dl
Ureum 48 mg/dl
Kreatinin 2,22 mg/dl
Kesimpulan: anemia dengan azotemia
dan mengesankan suatu CKD pada
HHD
Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab

3. 22 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :180/120mmHg
R : 19 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36,2
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD

USG Abdomen
Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab

11

4. 23 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :180/120mmHg
R : 20 x/menit
N : 96 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD

Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab

5. 24 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :190/120mmHg
R : 20 x/menit
N : 68 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD

Konsul Ahli Mata
Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab

6. 25 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :190/120mmHg
R : 20 x/menit
N : 68 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD

Hasil Konsul Ahli Mata
Retinopati Hb; Terapi B1 B6 3X1
Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab

7. 26 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
T :180/120mmHg
R : 20 x/menit
N : 68 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD

Hasil USG Abdomen
Cronic Parencymatous Renal Disease
Dextra Sinistra
Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 15 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
12

mual (-),
muntah (-)
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab
- B1 B6 3X1
8. 27 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (+),
muntah (+)
T :180/110mmHg
R : 20 x/menit
N : 84 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD

Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 20 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab
- B1 B6 3X1
- Injeksi Ranitidin 3X1 Ampul
- Metocloporamid 3X1 Ampul
8. 28 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (+),
muntah (+)
T :180/110mmHg
R : 20 x/menit
N : 84 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD+CKD

Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 20 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab
- B1 B6 3X1
- Injeksi Ranitidin 3X1 Ampul
- Metocloporamid 3X1 Ampul
9. 29 Jan
2011
Nyeri kepala
(-), nyeri
tengkuk (-),
berdebar-debar
(-), mata kabur
(+), nyeri dada
(-), sesak (-),
batuk kering (+)
mimisan (-),
demam (-),
mual (-),
muntah (-)
T :180/110mmHg
R : 20 x/menit
N : 84 x/menit
S : 36,5
o
C
Gallop (-),
Bising (+)

HHD+CKD

Terapi Non Medikamentosa : Bedrest,
KIE, Diet
Terapi Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 20 tpm
- Captopril 3 X 25 g
- Nifedipin 3 X 10 g
- HCT 25 g 1 - 0 0
- Letonal 25 g 0 - 0 1
- Digoxin 2 X 1 tab
- B1 B6 3X1
- Injeksi Ranitidin 3X1 Ampul
- Metocloporamid 3X1 Ampul
13

Ket: hasil pemeriksaan Laboratorium



























21 Januari 2011
DARAH LENGKAP

HASIL

NILAI NORMAL
Hemoglobin 9,6 g/dl L.13,5-18 P.12-16
Hitung lekosit 5.680 sel/cmm 4000-11.000
Hitung jenis 6/-/-/6/1/10 1-5/0-1/3-5/54-62
Hitung Trombosit 258.000 sel.cmm 150.000-450.000

KIMIA DARAH

Gula Darah Sewaktu 74 mg/dl <140
SGOT 27 u/l L: <43; P: < 36
SGPT 12 L: <43; P: <36
Ureum 48 mg/dl 20 - 40
Kreatinin 2,22 mg/dl L: 0,6-1,1; P: 0,5-0,9
14

BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT

3.1 DEFINISI
Penyakit jantung hipertensi secara umum didefinisikan sebagai suatu
penyakit jantung seperti left ventricle hypertrophy (LVH), penyakit arteri koroner,
aritmia, dan congestive heart failure (CHF) yang secara langsung maupun tidak
langsung disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (Riaz et al, 2010).

3.2 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%
sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi
meningkat menjadi sekitar 14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39% pada
tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia.
Sejumlah 85-95% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut
sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial/idiopatik). Hanya sebagian kecil
hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Sejumlah
90% kasus hipertensi esensial pada dewasa. Sedangkan sekitar 10% kasus
disebabkan hipertensi sekunder, penyebab hipertensi sekunder antara lain;
1. Ginjal
Renal artery stenosis
Penyakit ginjal polikistik
Gagal ginjal kronik
Intrarenal vaskulitis
2. Endokrin
Hiperaldosteronisme primer
Feokromositoma
Sindrom chusing
Hiperplasi adrenal congenital
Hipotiroid dan hipertiroid
Akromegali
Hormon eksogen (contoh; kortikosteroid, estrogen),
simpatomimetik (termasuk kokain, penghambat monoamin
oksidase (MAOIs), dan kontaminasi makanan-tiramine).
15

3. Lainnya
Koarktasi dari aorta
Tekanan intracranial
Sleep apneu
Hipertensi sistolik terisolasi dapat ditemukan pada tirotoksikosis,
atrioventricular (AV) fistula, reguirtasi aorta, beri-beri, penyakit
paget, dan duktus arteriosus paten
Penyebab Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi
jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat
menyebabkan stroke, gagal ginjal, atau gangguan retina mata.

3.3 PATOGENESIS
patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek
yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik,
structural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor
ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di
sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor
tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan
pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara; secara langsung melalui
peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui neurohormonal terkait
dan perubahan vascular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan
darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling
berhubungan dengan berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat
Afrika-Amerika. Patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-
beda akan dijelaskan pada bagian ini.
Hipertrofi Ventrikel Kiri. Didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada
ventrikel kiri, sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang
menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai
kompensasi terhadap peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan
neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi
pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi
secara primer dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan,
aktivasi system renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor
angiotensin I mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik
16

sel. Jadi, perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis.
Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodeling
konsentrik, HVK konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah
peningkatan ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan
volume diastolic ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien dengan
hipertensi. Dibandingkan dengan HVK eksentrik, dimana penebalan ventrikel kiri
tidak merata namun hanya terjadi pada sisi tertentu, misalnya septum. LVH
konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk pada kasus hipertensi.
Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac
output yang adekuat, namun HVK kemudian mendorong terjadinya disfungsi
diastolic otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.
Abnormalitas Atrium Kiri. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat
peningkatan end diastolic ventrikel kiri sebagai tambahan untuk meningkatan
tekann darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah
peningkatan ukuran dan penebalan atrium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri
pada kasus hipertensi yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi
sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi dan mungkin berhubungan dengan
beratnya disfungsi diastolic ventrikel kiri. Sebagai tambahan, perubahan struktur
ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien
tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi
diastolic, dapat mempercepat terjadinya gagal jantung.
Penyakit Katup. Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung
hipertensi, hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin
katup aorta, yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta secara signifikan.
Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi
aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol.
Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi
aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih
baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan reguirtasi aorta, hipertensi juga
diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan reguirtasi mitral.
Gagal Jantung. Adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang
kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak
17

diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang
mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal
ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi diastolic
asimtomatis pada pasien dengan hipertensi dan tanpa hipertensi ventrikel kiri
(HVK) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya HVK
dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase komplaien
lambat dari diastolic ventrikel.
Disfungsi diastolic umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi
diaastolik umumnya, namun tidak tanpa kecuali, disertai HVK. Sebagai
tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain juga ikut berperan
dalam proses terjadinya disfungsi diastolic adalah penyakit arteri koroner,
penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan HVK.
Disfungsi sistolik yang asimtomatis biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir
penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output
dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kirir mulai
berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki
tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menururn. Hal ini menyebabkan
peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan system renin-
angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta
meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis distimulasi oleh hipertrofi miosit
dan ketidakseimbangan antara stimulant dan penghambat, disadari sebagai
pemegang peran penting dalam transisi dari tahap kompensata menjadi
dekmpensata. Pasien menjadi simtomatik selama tahap asimptomatik dari
disfungsi sistolik atau diastolic ventrikel kiri, menerima perubahan pada kondisi
afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi miokard (contoh: iskemia,
infark). Peningkatan tekan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru
akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum,
perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun
yang simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pada status klinis dan
menandakan peningkatan resiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi
ventrikel, penebalan dan disfungsi diastolic ventrikel kanan juga terjadi sebagai
hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri.
Iskemik Miokard. Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi
terhadap hipertensi. Hipertensi adalah faktor risiko yan menetukan
18

perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan hamper melipatgandakan risiko.
Perkembangan iskemik pada psien dengan hipertensi bersifat multifaktorial.
Angina dapat terjadi pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium.
Peningkatan afterload sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan
tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural, menekan aliran darah
koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskuler, diluar arteri koroner
epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi
dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolic dan
kebutuhan oksigen.
Perkembangan dan progesifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri
koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang mnjadi subjek peningkatan tekanan
darah kronis mengurangi tekanan yang terkat dengan hipertensi dan disfungsi
endothelial menyebabkan gangguan sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang
merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan
perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak.
Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien
hipertnsi.
Aritmia Kardiak. Aritmia kardia pada umumnya ditemukan pada pasien dengan
hipertensi yang mengalami arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang premature
dan ventrikuler takikardi. Berbagai metabolism diperkirakan memegang peranan
dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolism sel,
ketidakhomogen miokard, atrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik
persisten), sering ditemukan pada pasien hipertensi. Faktanya, peningkatan
tekanan darah merupakan faktor umum bagi arterial fibrilasi. Pada suatu
penelitian hamper 50% pasien dengan artial fibrilasi mengidap hipertensi
walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri,
penyakit arteri koroner, dan HVK telah dianggap sebagai faktor yang mungkin
berperan. Perkembangan atrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik
dekompensata dan yang lebih penting disfungsi diastolic, menyebabkan
hilangnya kontraksi atrium dan juga meningkatkan resiko komplikasi
tromboembolik,khususnya stroke. kontraksi ventrikuler premature, ventrikuler
aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan
HVK daripada pasien tanpa HVK. Penyebab aritmia tersebut masih dianggap
terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard.
19


3.4 MANIFESTASI KLINIS
3.5.1 Keluhan dan Gejala
Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien
tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh;
1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) dan impoten
2. Penyakit jantung atau vaskuler hipertensi seperti cepat capek, sesak
napas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua
kaki atau perut. Gangguan vascular lainnya adalah epitaksis, hematuria,
pandangan kabur karena perdarahan retina, transient serebral ischemic.
3. Penyakit dasar seperti padahipertensi sekunder: polidipsi, poliuria, dan
kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan BB dengan
emosi yang labil pada sindrom cushing, feokromasitoma dapat muncul
dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa
melayang saat berdiri (postural dizzy).
3.4.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum. Memperhatikan keadaan khusus seperti: cushing,
feokromasitoma, perkembangan tidak proportionalnya tubuh atas
dibanding bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta.
Pengukuran tekanan darah. Pada tangan kiri dan kanan saat tidur dan
berdiri.
Funduskopi. Dengan klasifikasi Keith-Wagener-Barker sangat berguna
untuk menilai prognosis.
Palpasi dan auskultasi. Pada arterikarotis untuk menilai stenosis atau
oklusi.
Pemeriksaan jantung. Untuk mencari pembesaran jantung ditujukan
untuk menilai HVK dan tanda-tanda gagal jantung, impuls apeks yang
prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan
katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolic akibat regurgitasi aorta.
Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari
peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 dan S4 ditemukan
bersama disebut summation gallop.
20

Pemeriksaan paru. perlu diperhatikan apakah terdapat suara napas
tambahan seperti ronki basah atau ronki kering/mengi.
Pemeriksaan abdomen. Ditujukan untuk mencari aneurisma,
pembesaran hati, limpa, ginjal, dan asites. Auskultasi bising sekitar kiri
kanan umbilicus (renal arteri stenosis).
Arteri radialis, arteri femoralis dan arteri dorsalis pedia.
Tekanan darah dibetis diukur minimal sekali pada hipertensi muda
(kurang dari 30 tahun).
3.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium. Membantu dalam menegakkan
hipertensi, mengitung jumlah kerusakan organ target, dan memantau
hasil sampingan terapi.
Haemoglobin/hematokrit
Elektrolit darah: Hipokalemi ditemukan tidak hanya pada pasien
dengan hiperaldosteronisma primer tapi juga pada pasien dengan
hiperaldosteron sekunder, penyakit cushing, dan sindrom barter.
Hipokalemi paling berguna dalam mengarahkan ke studi diagnosis
lebih jauh jika pasien tidak menerima diuretik.
Ureum/kreatinin, meningkat pada pasien dengan gagal ginjal
Gula darah puasa
Total kolesterol
Elektrokardiografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-50% (kurang
sensitif) tetapi masih menjadi metode standart.
TSH dapat meningkat pada pasien dengan hipotiroidisme dan
menurun pada hipertiroidisme
Leukosit darah
Trigliserida, HDL dan LDL Kolesterol
Kalsium dan fosfor
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini
dan lebih spesifik (spesifitas sekitar 95-100%). Indikasi
Ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah:
o Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
o Hipertensi dengan kelainan katup
o Hipertensi pada anak atau remaja
21

o Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat
o Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas
sebabnya (gangguan fungsi diastolic atau sistolik)
Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik
(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normal, atau tipe
restriktif)
Pemeriksaan Radiologi.
Rontgen toraks dapat menunjukkan kardiomegali pada penyakit
stadium lanjut dan penumpukan sudut kostofrenikus, pada pasien
yang mengalami efusi pleura
CT scan, MRI, dan MRA (magnetic resonance angiografi)
abdomen dan toraks memperlihatkan adanya massa adrenal atau
membuktikan adanya koarktasio aorta
CT scan dan MRI jantung, walaupun tidak dilakukan secara rutin,
telah membuktikan secara eksperimental terjadinya LVH
TTE (transthoracic echocardiography) bias sangat berguna dalam
gambaran penyakit jantung hipertensi.

3.7 DIAGNOSA
A. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Tabel.1 Riwayat Yang Relevan
Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respond dan efek samping
Riwayat diit dan psikososial
Faktor resiko lain: perubahan BB, dislipidemia, merokok, diabetes, inaktivitas
Bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan;
kelemahan otot; palpitasi; tremor; banyak berkeringat; sulit tidur; somnolens
siang hari; gejala hipotiroidisme dan hipertiroidisme; penggunaan agen-agen
yang dapat meningkatkan tekanan darah
Bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina,
infark miokardium, gagal jantung kongestif, fungsi seksual
Komorbiditas lain

B. Pengukuran Tekanan Darah
C. Pemeriksaan Fisik
D. Pemeriksaan Penunjang

22

3.8 DIAGNOSA BANDING
Aterosklerosis Arteri Koroner

3.9 PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakologis
1. Pengaturan Diet. Rendah garam (3-6 gram/hari), diet tinggi
potassium, diet kaya buah dan sayur mayor, diet rendah
kolesterol, tidak konsumsi alkohol.
2. Olahraga Teratur. Selama 30 menit sebanyak 3-4 kali/minggu.
3. Penurunan Berat Badan. Memperoleh dan mempertahankan
BMI <25 kg/m
2

B. Farmakologis.
1. Pasien hipertensi pasca infark jantung sangat mendapat manfaat
pengobatan dengan penyekat beta, penghambat ACE atau
antialdosteron
2. Pada pasien hipertensi dengan resiko PJK yang tinggi mendapat
manfaat dengan pengobatan diuretik, penyekat beta dan
penghambat kalsium
3. Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat
manfaat tinggi dengan pengobatan diuretic, penghambat ACE,
penyekat beta dan antagonis aldosteron.
4. Bila sudah pada tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip
pengobatannya sama dengan pengobatan gagal jantung yang lain
yaitu diuretic, penghambat ACE, penghambat beta, dan
penghambat aldosteron.

3.12 PROGNOSIS
Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang
disebut penyakit jantung hipertensi).
3.12 KOMPLIKASI
Penyakit serebrovaskular; Stroke trombotik dan hemoragik
Retinopati
Gagal ginjal
23

BAB III
PENUTUP


Telah dilaporkan laporan kasus seorang penderita perempuan, 46 tahun,
dengan diagnosis HHD, telah dirawat di ruang Penyakit Dalam kelas III RSUD
KANJURUHAN KEPANJEN dari tanggal 20 Januari-sampai hari ini .
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan keluhan sakit kepala sejak 7
bulan yang lalu, terus menerus, di seluruh bagian kepala yang semakin sering
2 minggu ini disertai sakit dan kaku di leher bagian belakang dan rasa berdebar-
debar. Pasien juga mengatakan 7 hari ini pandangan mata sedikit kabur yang
terus menerus, selain itu pasien juga mengatakan lebih mudah lelah saat
berjalan kaki jarak dekat dan saat aktivitas sehari-hari. batuk kering (+). Pasien
mengatakan 4 minggu yang lalu berobat ke bidan desa karena nyeri kepala
yang semakin meningkat. Selama sakit oleh bidan desa diberi obat (pasien lupa
nama obatnya), selama pengobatan keluhan pasien berkurang, kemudian
setelah obat habis keluhan pasien muncul kembali.
. Hasil pemeriksaan rongten thorax dalam batas normal, pemeriksaan EKG
didapatkan Sinus takikardi dan LVH, berdasar hasil pemeriksaan laboratorium
darah didapatkan anemia dengan azotemia dan mengesan CKD pada HHD.














24

DAFTAR PUSTAKA

Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008).
Available from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm. Accessed
at Desember 3, 2008
Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of
Internal Medicine. 7
th
Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p.
241
Mansjoer, Arif, Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapis.
Jakarta.
Guyton & Hall. 1999. buku Ajar Fisiologi Kedokteran disi 9. EGC.
Jakarta.Rilantono, L dkk. Buku Ajar Kardiologi: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.Jakarta 2002.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. Jakarta 2006.

You might also like