You are on page 1of 38

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, atau disingkat


dengan UUD 1945, adalah konstitusi Negara Indonesia saat ini. UUD 1945
disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949 di Indonesia berlaku
Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 berlaku UUDS 1950.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945,dengan
dikukuhkan sebagai aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959.

Pada kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 telah mengalami empat


kali perubahan yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia.

Aspirasi untuk mengadakan perbaikan terhadap UUD 1945 ini


dilandasi oleh buruknya penyelenggaraan negara, terutama pada masa orde
baru. Pada kenyataannya kekuasaan tertinggi saat itu tidak dipegang oleh
MPR melainkan dipengang sepenuhnya oleh presiden. Banyaknya
pendapat yang muncul untuk mengamandemen UUD 1945.
Amandemen benar-benar harus dilakukan saat itu sebab terjadi
kemelut politik dan krisis kepercayaan akibat dari adanya krisis moneter
tahun 1997. Begitu kompleks masalah yang menyelimuti bangsa
memperlihatkan kelemahan sistemik UUD 1945, yang menyebabkannya
tidak mampu memberikan solusi untuk memecahkan masalah negara.
Sebenarnya ketidakmampuan itu bukan hanya karena kesalahan kebijakan
pemerintah dan ketidakmampuan presiden. Tetapi adalah kurangnya
semangat para penyelenggara negara. Ada sebuah faktor penting yang
dilupakan saat itu untuk mengatasi keadaan yaitu tidak adanya dukungan
dan kepercayaan masyarakat luas.

1
Pada dasarnya terdapat dua hal utama yang melatarbelakangi studi
ini. Pertama, UUD 1945 memiliki banyak kelemahan yang menyebabkan
banyak permasalahan pada kondisi kehidupan bernegara. Kedua,
sebagaimana banyak dinyatakan oleh pakar hukum tata negara selama ini,
para perumus UUD 1945 sendiri sudah menyadari bahwa UUD tersebut
UUD sementara yang harus segera diselesaikan karena dorongan situasi
strategis untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Terdapat pihak yang pro dan kontra terhadap amandemen UUD


1945, karena kondisi kehidupan rakyat Indonesia yang makin memburuk.
Namun ada beberapa pihak yang menyatakan kemajuan bangsa setelah
amandemen. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas beberapa
pendapat mengenai amandemen UUD 1945. Serta berbagai diskusi
mengenai adanya amandemen UUD 1945.

B. Permasalahan

Kondisi negara yang memburuk pasca orde baru menyebabkan


adanya perdebatan dalam berbagai bidang. Hal yang langsung menjadi
sorotan adalah masalah konstitusi negara. Konstitusi adalah naskah tertulis
dan sebagai keseluruhan dari peraturan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Istilah “constitution” bagi sarjana ilmu politik merupakan
keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak, yang mengatur
secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan
dalam masyarakat. Sementara di Indonesia, istilah konstitusi sudah
terbiasa diartikan sebagai undang-undang dasar.

Maka dilakukanlah amandemen terhadap UUD 1945. Diharapkan


dengan adanya perubahan terhadap beberapa isi undang-undang dasar,
kehidupan bernegara akan menjadi lebih baik. Namun sampai sekarang
belum ada hasil yang terlihat jelas dari amandemen UUD 1945. Melihat
kenyataan yang ada kesejahteraan masyarakat belum tercapai dan makin

2
banyaknya jumlah rakyat yang miskin. Tujuan dari amandemen adalah
untuk memperbaiki kondisi bangsa yang memburuk. Namun apakah itu
sudah tercapai.

C. Tujuan

Pengkajian terhadap permasalahan di atas diharapkan dapat


memenuhi tujuan sebagai berikut :

1. Memberikan argumentasi tentang amandemen UUD 1945.

2. Perlukah adanya amandemen kelima UUD 1945.

3. Memberikan tanggapan terhadap penyimpangan mengenai isi pasal


yang berubah pada Pancasila.

4. Memberikan beberapa kesimpulan mengenai amandemen UUD 1945.

5. Memberikan solusi untuk pemerintah mengenai pelaksanaan


amandemen UUD 1945.

D. Pembatasan Masalah

Pada kali ini ada beberapa hal yang mungkin tidak disajikan dalam
makalah ini. Disebabkan beberapa hal yang dapat menyebabkan cakupan
dari permasalahan terlalu banyak sehingga pembahasan masalah tidak
fokus dan terlalu lebar. Oleh karena itu, hanya disajikan beberapa pendapat
serta tanggapan mengenai pasal-pasal yang diamandemen. Namun hal lain
mengenai adanya praktik UUD 1945 dalam kehidupan bernegara akan
dibatasi pada hal-hal tertentu saja. Seperti yang berhubungan dengan
kehidupan politik kenegaraan.

3
BAB 2

FAKTOR yang MEMPENGARUHI

Pada kesempatan kali ini akan dibahas beberapa faktor-faktor yang


mempengaruhi adanya amandemen terhadap UUD 1945. Banyak faktor yang
mempengaruhinya antara lain faktor dari internal dan eksternal. Kondisi dalam
negeri merupakan faktor internal sedangkan kondisi dunia saat itu merupakan
faktor eksternal.

Untuk yang pertama yakni mengenai faktor internal yang menyebabkan


adanya amandemen ini. Seperti yang diketahui kondisi negara Indonesia pada
tahun 1997. Munculnya krisis ekonomi yang menyebabkan memburuknya
perekonomian negara. Selain itu adanya masalah dalam penyelenggaraan
negara yang menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat pada pemerintah
membuat makin buruknya keadaan. Keberadaan MPR pada masa orde baru
hanyalah suatu boneka yang dijalankan oleh penguasa legislatif sehingga
rakyat merasa marah karena telah dibohongi. Masa itu adalah masa yang
paling berat bagi bangsa Indonesia pada akhir abad 20. Pemerintah tidak
mampu mengatasi keadaan negara. Melihat dalam UUD 1945 tidak dapat
ditemukan suatu pemecahan masalah negara. Pembahasan lebih lanjut

4
mengenai tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, kebebasan pers,
pembagian kekauasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum belum
dibahas lebih mendetail dalam UUD 1945. Hal-hal internal inilah yang
menyebabkan perubahan pada konstitusi negara.

Sedangkan mengenai faktor eksternal adalah karena berubahnya situasi


dunia saat itu. Di mana kemajuan teknologi pada IT (information and
telecommunication) dan transportasi menyebabkan banyak negara yang mulai
bergerak untuk mempersiapkan era globalisasi. Negara-negara komunis dan
sosialis mulai menerapkan politik ekonomi pasar untuk menaiki kemajuan
dunia guna membangun negeri mereka dan mensejahterakan rakyatnya.
Tekanan itu makin membesar disebabkan dalam konstitusi Negara tidak
terdapat pembahasan mengenai adanya hal-hal mendukung proses globalisasi.
Sebuah konstitusi yang fleksibel pasti mampu bertahan pada kondisi seperti
ini. Karena itu diperlukan perubahan pada konstitusi tersebut mampu bertahan
di tengah perubahan lingkungannya.

Menghadapi perubahan tantangan yang keras dan agar mampu bertahan


serta masih bisa tetap melangkah maju maka bangsa Indonesia harus berusaha
melengkapi diri dengan sistem yang membangun kepercayaan dan dukungan
rakyatnya. Melihat berbagai hal yang harus dipertimbangkan di atas itu maka
UUD 1945 perlu diperbaiki agar tujuan yang tertera dalam Pembukaan dapat
diwujudkan melalui struktur dan prosedur bernegara yang lebih
handal,sehingga amandemen terhadap pasal dan ayat-ayat UUD 1945 harus
dilakukan. Nilai-nilai dalam Pembukaan yang intinya adalah sila-sila
Pancasila harus ditejermahkan dan dieksplisitkan dengan menggunakan cara
pandang demokrasi berkedaulatan rakyat ke dalam struktur dan prosedur
bernegara sebagaimana dirumuskan dalam pasal dan ayat dalam UUD 1945.
Keputusan MPR untuk melakukan amandemen sampai selesai adalah
keputusan bijaksana yang menyelamatkan bangsa dan negara dari perpecahan
dan sekaligus memungkinkan bergulirnya proses reformasi secara
berkelanjutan dan damai.

5
Namun setelah berlangsungnya pemerintahan dengan UUD 1945 yang
telah diamandemen terjadi perdebatan mengapa belum ada hasil yang tampak
dari adanya amandemen. Diperkirakan terdapat penyimpangan pada Pancasila
itu sendiri. Faktor penyimpangan tersebut berasal dari lingkungan internal dan
eksternal, antara lain :

1. Faktor Internal

Lingkungan dalam negeri memang sangat mempengaruhi kondisi.


Terdapatnya ideologi di luar Pancasila yang ingin menggantikan
kedududukan Pancasila. Bila kita tetap berpegang teguh pada Pancasila
maka kita harus tetap bertahan pada kondisi apapun karena hal ini
merupakan konsekuensinya.

2. Faktor Eksternal

Sedangkan dari faktor eksternal sendiri karena dari pengaruh dari


ideologi internasional seperti liberalisme, individualisme, komunisme,
dan sosialisme yang sedang mengembangkan diri agar dianut oleh
masyarakat internasional secara luas. Kepentingan nasional negara
tertentu yang ditanamkan di Indonesia sehingga mempengaruhi sikap
dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia semakin
menjadi konsumtif dan berkembangnya masyarakat yang menyukai
budaya asing.

Itulah beberapa faktor penyimpangan yang dapat disampaikan. Selanjutnya


beberapa hal mengenai amandemen itu akan disampaikan dengan matang pada
bab berikutnya.

6
BAB 3

PEMBAHASAN MASALAH

A. Sejarah UUD 1945

Pada tanggal 22 Juni 1945 dibuatlah Piagam Jakarta yang akan


menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Naskah tersebut disahkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 agustus 1945. Lalu
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat pada sidang 29
Agustus 1945. Berikut penyimpangan terhadap penggunaan UUD 1945 :

(1) Pada periode 1945-1950 UUD 1945 tidak dapat dilakukan


sepenuhnya sebab negara kita sedang mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945
memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislative, karena
MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945
dibentuk Kabinet Semi-Presidensial (Semi-Parlementer) yang
pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan menuju
demokratis.

7
(2) Periode 1959-1966 terjadi insiden di mana pada Sidang Konstituante
1959 tidak dihasilkan UUD baru sehingga tanggal 5 Juli 1959
dikeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai konstitusi menggantikan UUDS 1950.
Pada saat tersebut terjadi beberapa penyimpangan terhadap UUD
1945 antara lain presiden mengangkat ketua dan wakil ketua
MPR/DPR dan MA serta wakil ketua DPA menjadi menteri Negara,
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup,
pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30
September Partai Komunis Indonesia.

(3) Periode 1966-1998 terjadi penyelewengan penggunaan UUD 1945


yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan Presiden. Namun
pada masa orde baru tidak ada kehendak dari MPR untuk
mengubahnya. Bahkan terdapat beberapa ketetapan bahwa UUD 1945
akan terus dipertahankan :

• Ketetapan MPR Nomor I MPR/1983 yang menyatakan bahwa


MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak
erkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.

• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum


yang menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah
UUD 1945 terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat
melalui refendum.

• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang refendum yang


merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

B. Beberapa Argumentasi yang Mendasari Amandemen

Berbagai argumentasi dan tuntutan realitas kebangsaan serta


demokrasi menyebabkan amandemen harus dilaksanakan. Tetapi satu hal

8
yang sangat diperlukan untuk mengubah pandangan rakyat yang
menganggap UUD 1945 tidak dapat dirubah kecuali dengan referendum.
Dengan beberapa suara dari beberapa partai politik yang menyatakan
bahwa amandemen perlu dilakukan. Maka perubahan konstitusi tersebut
terjadi dalam empat tahapan. Sejarah konstitusi mengatakan bahwa UUD
1945 bersifat sementara yang akan disempurnakan bila keadaan sudah
aman dan mendukung. Di bawah ini terdapat beberapa argumentasi yang
mendasari amandemen UUD 1945, antara lain :

1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan


yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang
sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada
tidak terjadinya check and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.

2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat


besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang
dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan
berada di tangan Presiden dilengkapi beberapa hak konstitusional
yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain : memberi grasi,
amnesty, abolisi, dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena
memilii kekuasaaan membentuk undang-undang.

3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes dan fleksibel


sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir),
misalnya pada Pasal 7 UUD 1945 (sebelum diamandemen).

4. UUD 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan kepada


kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting sesuai
kehendaknya dalam undang-undang.

5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara


belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan
dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum,

9
pemberdayaan masyarakat, penghormatan hak asasi manusia dan
otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya
praktek penyelenggaraan Negara yang tidak sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut :

a) Tidak adanya check and balances antar lembaga Negara dan


kekuasaan terpusat pada Presiden.

b) Infrastruktur yang dibentuk antara lain partai politik dan


organisasi masyarakat.

c) Pemilihan Umum diselenggrakan untuk memenuhi persyaratan


demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaanya
dikuasai oleh pemerintah.

d) Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak


tercapai justru yang berkembagng adalah sistem monopoli dan
oligopoli.

C. Sistem Hukum dan Tata Negara Pasca Amandemen UUD


1945

Diharapkan dengan empat amandemen konstitusi itu, niat yang


sesungguhnya dari para penggagas adalah untuk memperbaiki dan
sekaligus menyempurnakan system dan penyelenggaraan Negara kita
untuk memperkuat sistem presidensiil. Pertama, hubungan antar lembaga
Negara bukan didasarkan pada hirarkis. Praktek kenegaraan sebelum
perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dikenal dengan adanya lembaga
tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara. Implementasi dari sistem ini
adalah menempatkam MPR sebagai lembaga tertinggi Negara yang salah
satu fungsinya adalah memberikan cabang kekuasaan Negara kepada
lembaga Negara lainnya, misalnya kekuasaan eksekutif terhadap

10
Presiden, kekuasaan legislatif terhadap DPR, dan kekuasaan yudikatif
terhadap MA.

Konsekuensi pada sidang tahunan, presiden, DPR, MA, DPA, dan


BPK mempertanggungjawabkan terhadap MPR. Praktek kenegaraan
seperti ini didasarkan pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat”. Jadi konsekuensinya
MPR sebagai lembaga tertinggi Negara adalah menjadi lembaga super
bodi yang memiliki segala-galanya. Setelah perubahan Undang-Undang
Dasar pasal 1 ayat (2) Unadang-Undang Dasar 1945 berubah menjadi
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”. Hilangnya kata “sepenuhnya” pada pasal itu mempunyai
implikasi yang sangat fundamental dalam system ketatanegaran
Indonesia. MPR kedudukannya tidak lagi sebagai lembaga tertinggi
Negara tetapi sama seperti lembaga Negara lainnya. Dengan demikian
hubungan antar lembaga Negara tidak didasrkan pada hirarkis atas-bawah
melainkan sejajar masing-masing lembaga Negara menjalankan
sebagaimana fungsinya.

Kedua, pembatasan masa jabatan presiden yakni selama lima tahun,


namun hanya untuk untuk periode saja. Hal ini mencegah diangkatnya
presiden seumur hidup sepert yang terjadi saat orde lama, atau presiden
dipilih lima tahun sekali tanpa batasan peiode seperti zaman orde baru.
Sistem ini akan mencegah terulangnya kekuasaan presiden yang
cenderung menyalahguakan kekuasaanya karena memerintah terlalu
lama.

Ketiga, pembatasan kewenangan presiden. Sebelum dilakukan


amandemen, kewenangan presiden dianggap terlalu besar di dalam UUD
1945. Ketentuan yang menyatakan bahwa presiden memegabg kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dibalik menjadi kewenangan DPR. Namu presiden tetap berhak

11
mengajukan rancangan undang-undang untuk mendapat persetujuan dari
DPR. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan penguatan kepada DPR,
walau tidak mengubah hakikat bahwa badan legislatif tidaklah hanya
monopoli DPR. Badan ini memang memegang kekuasaan legislasi,
namun tidak menyebabkan DPR menjadi badab legislatif, karena
sebagian kewenangan legislasi tetap berada di tangan presiden. Presiden
tetap memegang kekuasaan legislatif bersama-sama dengan DPR dan
untuk beberapa hal sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (22) UUD
1945 bersama-sama juga dengan Dewan Perwakilan Daerah.

Keempat, munculnya DPD. Utusan daerah dan utusan golongan-


golongan yang dulu dimaksud untuk menambah anggota DPR untu
membentuk MPR, digantikan dengan anggota DPD. Anggota DPR dipilih
melalui pemilihan umum menggunakan sistem proporsional melalui
partai politik dengan teknik penentuan calon jadi berdasarkan BPP,
sedangkan pencalonan DPD adalah perorangan denagn teknik penentuan
calon jadi berdasar simple majority berdasarkan ranking perolahan suara.
Inilah esensi DPR mewakili orang (people representation), sementara
DPD mewakili ruang (sphere representation). Artinya, keterwakilan
sesame anggota DPR harus mencerminkan kesederajatan dan keadilan.
Tidak ada lagi anggota DPR maupun MPR yang diangkat. Ketidakjelasan
jumlah anggota MPR da pengertian “ditambah dengan utusan dari daerah-
daerah dan golongan-golongan” yang dapat dijadikan Presiden sebagai
instrumen untuk melanggengkan kekuasaan dapat dihindari sebab jumlah
maksimum anggota DPD adalah sepertiga anggota DPR seperti diatur
dalam Pasal 22C ayat (2) UUD 1945.

Kelima, amandemen konstitusi juga telah menciptakan lembaga baru,


yakni Mahkamah Konstitusi. Denagn demikian, kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh dua lembaga, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Keberadaan MK adalah suatu gagasan yang baik, untuk
memeriksa perkara-perkara yang terkait langsung dengan konstitusi.

12
Kekuasaan Kehakiman sebagai cabang kekuasaan yang merdeka,
memang harus terpisah secara ketat dengan cabang-cabang kekuasaan
negara lainnya. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi secara
administrasi, personil dan keuangan benar-benar independen, apalagi
dalam menangani perkara. Jadi, meskipun dalam hal legislasi ada
pembagian kekuasaan antara Presiden, DPR dan DPD, namun dalam hal
kekuasaan kehakiman, maka kekuasaan ini adalah kekuasaan yang
merdeka dan bebas dari campur-tangan lembaga manapun juga.

Dengan amandemen UUD 1945, kedudukan DPR telah diperkuat,


bukan saja dalam kewenangan legislasi, namun juga dalam hal anggaran
dan pengawasan. Presiden tidak dapat membubarkan DPR yang anggota-
anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara berkala
lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggungjawab
kepada DPR. Inilah sesungguhnya inti dari sistem pemerintahan
Presidensial yang kita anut. Para menteri adalah pembantu Presiden, yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan karena itu
bertanggungjawab kepada Presiden. DPR memang memiliki wewenang
melakukan pengawasan, namun tidak dapat “memanggil” para menteri
yang dapat menimbulkan kesan bahwa yang satu adalah bawahan dari
yang lain, apalagi meminta pertanggungjawaban dari menteri itu sendiri.
Pertanggungjawaban akhir penyelenggaraan pemerintahan negara,
sesungguhnya terletak di tangan Presiden. DPR juga tidak dapat
mendesak Presiden untuk memberhentikan menteri, karena pengangkatan
dan pemberhentiannya adalah kewenangan Presiden yang tidak dapat
dicampuri oleh lembaga negara yang lain.

D. HAM Pasca Amandemen UUD 1945

Bagaimanapun, amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata


sempurna. Masih banyak problem kebangsaan yang semestinya diatur
langsung dalam UUD, namun tidak atau belum dicantumkan di dalamnya.

13
Sebaliknya terdapat beberapa poin yang seharusnya tidak perlu
dimasukkan tapi dimasukkan. Bukannkah konstitusi harus tetap a
senentiasa hidup (living constitution) sesuai dengan semangat zaman,
realitas dan tantangan masanya? UUD 1945 bukanlah sekadar cita-cita
atau dokumen bernegara, akan tetapi ia harus diwujudnyatakan dalam
berbagai persoalan bangsa akhir-akhir ini. Misalnya, kasus pembunuhan
aktivis Munir, penggusuran warga, jual beyi bayi, aborsi dan seterusnya.
Demikian pula masalah kesenjangan sosial, busung lapar, pengangguran
dan kemiskinan. Di bidang HAM masih banyak terjadi perlakuan
diskriminasi antara si kaya dan si miskin, hukum memihak kekuasaan,
korupsi dan kolusi di pengadilan, dan lain-lain. Realitas kehidupan di atas
hendaknya menjadi bahan refleksi bagi seluruh komponen masyarakat
dan bangsa Indonesia.

Pada posisi ini, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dinilai


belum transformatif. Konstitusi ini masih bersifat parsial, lebih terfokus
pada aspek restriktif negara dan aspek protektif individu dalam hak asasi
manusia. Tiga hal yang belum disentuh amandemen UUD 1945 adalah
bagaimana cara rakyat menarik kedaulatannya, penegasan mengenai
supremasi otoritas sipil atas militer, serta penegasan dan penjaminan
otonomi khusus dalam konstitusi. Hal itu pernah juga diungkapkan
Sosiolog Iwan Gardono Sujatmiko yang pernah menyatakan pendapat.
Meski demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah memuat
begitu banyak pasal-pasal tentang pengakuan hak asasi manusia. Memang
UUD 1945 sebelum amandemen, boleh dikatakan sangat sedikit memuat
ketentuan-ketentuan tentang hal itu, sehingga menjadi bahan kritik, baik
para pakar konstitusi, maupun politisi dan aktivis HAM. Dimasukkannya
pasal-pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang kita
harapkan akan lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan hak
asasi manusia. Pemerintah dan DPR, juga telah mensahkan berbagai
instrument HAM internasional, di samping juga mensahkan undang-
undang tentang HAM pada masa pemerintahan Presiden Habibie.

14
Terdapat 10 Pasal HAM pada perubahan UUD 1945. Pencantuman
HAM dalam perubahan UUD 1945 dari Pasal 28A s/d Pasal 28J UUD
1945, tidak lepas dari situasi serta tuntutan perubahan yang terjadi pada
masa akhir pemerintahan Orde Baru, yaitu tuntutan untuk mewujudkan
kehidupan demokrasi, penegakkan supremasi hukum, pembatasan
kekuasaan negara serta jaminan dan penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia sebagai antitesa dari berbagai kebijakan pemerintahan Orde
Baru yang mengabaikan aspek-aspek tersebut.
Memang, sebelum perubahan UUD 1945, pada tahun 1988-1990 yaitu
pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, telah dikeluarkan
Ketetapan MPR RI No. XVII/1998 mengenai Hak Asasi Manusia yang
didalamnya tercantum Piagam HAM Bangsa Indonesia dalam Sidang
Istimewa MPR RI 1998, dan dilanjutkan dengan UU No. 39 Tahun 1999.
Kedua peraturan perundang-undangan tersebut telah mengakomodir
Universal Declaration of Human Right. Apa yang termuat dalam
perubahan UUD 1945 (Pasal 28A s/d Pasal 28J) adalah merujuk pada
kedua peraturan perundang-undangan tersebut, dengan perumusan
kembali secara sistematis dan lebih teratur.

Kecurigaan bahwa konsep HAM yang diadaptasi oleh bangsa


Indonesia selama ini dari Barat diantisipasi oleh amandemen pada pasal
Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur adanya pembatasan HAM. Karena
itu, pemahaman terhadap Pasal 28J pada saat itu adalah pasal mengenai
pembatasan HAM yang bersifat sangat bebas dan individualistis itu dan
sekaligus pasal mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi
juga kewajiban asasi. Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang menjadi
basic law adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara. Karena
letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM
harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah
pasal 28I ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan,
pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab
negara terutama pemerintah.

15
Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam pembentukan
perundang-undangan terkait dengan implementai HAM yaitu: berkaitan
dengan proses dan berkaitan dengan substansi yang diatur peraturan
perundang-undangan. Proses pembentukan peraturan perundang-
undangan harus dilakukan dengan transparan dan melibatkan rakyat untuk
memenuhi hak asasi warga negara untuk memperoleh informasi dan hak
warga negara berpatisipasi dalam pemerintahan.

Sehubungan dengan substansi peraturan perundang-undangan, maka


ada dua hal yang harus diperhatikan oleh pembentuk peraturan
perundang-undangan. Pertama; pengaturan yang membatasi HAM hanya
dapat dilakukan dengan undang-undang dan terbatas yang diperkenankan
sesuai ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Karena itu Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden dan seterusnya pada tingkat bawah tidak
dapat membatasi HAM. Kedua; substansi peraturan perundang-undangan
harus selalu sesuai atau sejalan dengan ketentuan-ketentuan HAM yang
ada dalam UUD 1945.

Pelanggaran terhadap salah satu saja dari kedua aspek tersebut dapat
menjadi alasan bagi seseorang, badan hukum atau masyarakat hukum adat
untuk menyampaikan permohonan pengujian terhadap undang-undang
tersebut kepada Mahkamah Konstitusi dan jika bertentangan dengan
UUD dapat saja undang-undang tersebut sebahagian atau seluruh
dinyatakan tidak berkekuatan mengikat. Jadi mekanisme kontrol terhadap
kekuasaan negara pembentuk undang-undang dilakukan oleh rakyat
melalui Mahkamah Konstitusi. Dengan proses yang demikian menjadikan
UUD kita menjadi UUD yang hidup, dinamis dan memiliki nilai praktikal
yang mengawal perjalanan bangsa yang demokratis dan menghormati
HAM. Namun, penegakan HAM tidak akan terwujud hanya dengan
mencantumkannya dalam konstitusi. Semua pihak berkewajiban
mengimplementasikannya dalam seluruh aspek kehidupan. Kita

16
menyadari penegakan HAM tidak seperti membalik telapak tangan. Ia
harus diawali dari level paling mikro, yaitu diri sendiri.

BAB 4

PENYIMPANGAN AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP


PANCASILA dan TUJUAN BANGSA

17
Pertama-tama akan diberikan makna dari nilai-nilai Pancasila. Di mana
akan dijelaskan makna tiap-tiap silanya. Berikut ini merupakn maknanya :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Makna sila ini adalah :

a.Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

b. Hormat dan menghormati serta bekerja sama antara pemeluk


agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda
sehingga terbina kerukunan hidup.

c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai


dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

d. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada


orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Makna sila ini adalah :

a.Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan


kewajiban antara sesame manusia.

b. Saling mencintai sesama manusia.

c.Mengembangkan sikap tenggang rasa.

d. Tidak semena-mena pada orang lain.

e.Menjunjunng tinggi nilai kemanusiaan.

f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

18
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.

h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari


masyarakat dunia internasional dan dengan itu harus
mengembangkan sikap saling horamat-menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia

Makna sila ini adalah :

a.Menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik


Indonesia.

b. Rela berkorban demi bangsa dan Negara.

c.Cinta akan tanah air.

d. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.

e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa


yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan

Makna sila ini adalah :

a.Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

b. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.

c.Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam


mengambil keputusan bersama.

d. Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapa knsensus atau


kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

19
Makna sila ini adalah :

a.Bersikap adil terhadap sesama.

b. Menghormati hak-hak orang lain.

c. Menolong sesama.

d. Menghargai orang lain.

e.Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan


bersama.

Di bawah ini dijelaskan berbagai kelemahan yang terjadi dalam


proses dan materi perubahan UUD 1945 maka harus dilihat dari dua sudut
pandang yaitu dari segi proses dan substansi.

Kelemahan Amandemen dari segi proses:

1. Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft

MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945


tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh
sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary)
yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan
diperdebatkan. Content draft yang didasari paradigma yang jelas
yang menjadi kerangka (overview) tentang eksposisi ide-ide
kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan negara
dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara
hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan
sejarahnya . Juga eksposisi yang mendalam tentang esensi
demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya serta check and
balancesnya. bagaimana dilakukan secara mendalam.

20
2. Amandemen yang parsial dan tambal sulam

MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum,


dengan memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945.
Cara semacam ini membuat perubahan itu menjadi parsial,
sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak
berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang
relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses
Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan
kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang
hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan
inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal
ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun
sistematikanya yang tidak konsisten satu sama lain. Seperti
misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam
elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang
memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR.

3. Adanya bias kepentingan politik

MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi


politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusan
amat kental diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing.
Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingan
dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih
luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan final
mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok
kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpa
adanya risalah rapat.

4. Partisipasi Semu

21
Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan yang akan
diputuskan MPR melalui Badan Pekerjanya, melibatkan partisipasi
publik baik kalangan Profesi, ornop, Perguruan Tinggi, termasuk
para pakar/ahli. Namun partisipasi tersebut menjadi semu sifatnya
dan hanya melegitimasi kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini
rakyat tidak mempunyai hak untuk mempertanyakan dan turut
menentukan apa yang diinginkan untuk diatur dalam
konstitusinya, MPR jugalah menentukan materi apa yang boleh
dan tidak boleh.

5. Tidak intensif dan maksimal

Dalam proses itu ada keterbatasan waktuyang dimiliki oleh


anggota MPR , terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi
tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD 1945 karena
merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban
pekerjaan yang cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai parpol di
DPR, anggota–anggota ini diharuskan untuk ikut berbagai
rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR atau partainya sehingga
makin mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia untuk dapat
mengolah materi Amandemen UUD 1945 sekaligus melakukan
konsultasi publik secara lebih efektif. Akibatnya kualitas materi
yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah suatu
Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara sehingga proses
perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin
partisipasi publik.

Kelemahan dari segi substansi :

1. Tidak adanya paradigma yang jelas.

22
Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang,
dimana semua alternatif perubahan dimasukkan dalam satu
rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya paradigma,
kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan
yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut.
Persoalan nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada
dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab
untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang
secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh
UUD 1945.

2. Inkonsistensi rumusan.

MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945, banyak


menghasilkan rumusan-rumusan yang paradoks dan inkonsistensi.
Keberadaan MPR dalam posisinya sebagai lembaga tertinggi
negara membuat rancu sistem pemerintahan yang demokratis,
karena perannya juga seperti lembaga legislatif. MPR yang
dimaknai sebagai representasi kekuasaan tertinggi rakyat dan
dapat melakukan kontrol terhadap kekuasaan lainnya menjadi
superbody yang tidak dapat dikontrol.

3. Tidak Sistematis

MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945


sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya, tidak mau atau
tidak berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan
prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah
layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide

23
konstitusionalisme, yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi
adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan lembaga-lembaga
negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh
hukum.

Penyimpangan pasal-pasal baru dalam amandemen UUD 1945 meliputi:

1. Pasal 6A

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh
rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara
rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam pasal ini memungkinkan penyimpangan terhadap


pancasila sila ke-4. Hal ini dikarenakan dalam memilih presiden
maupun wakil presiden masih ada warga Indonesia yang tidak
terdaftar untuk memilih presiden dan wakil presiden sehingga hak
mereka untuk ikut serta dalam pemilu tidak terpenuhi. Selain itu
pemilu dengan menggunakan system suara terbanyak
memungkinkan terjadinya kecurangan manipulasi kartu pemilu.
Sebagai contoh ada pihak yang menyuap sehingga mereka bisa
mendapatkan kartu pemilu lebih dari satu, jadi jumlah kartu tidak
sesuai dengan jumlah pemilih dalam pemilu. Hal ini dilakukan agar
calon yang mereka pilih bisa memperoleh suara terbanyak dalam
pemilu. Apakah amandemen pasal 1 ayat (2) dan pasal 6A, yang
merapakan kaidah dasar baru sistem pemerintahan negara
Indonesia, akan membawa bangsa ini semakin dekat dengan cita-
cita para perumus konstitusi, suatu pemerintahan konstitusional
yang demokratis, stabil dan efektif untuk mencapai tujuan negara?

24
Apakah sistem pemerintahan negara yang tidak konsisten dengan
harapan para perancang konstitusi seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 akan menjamin kelangsungan kebudayaan
bernegara bangsa, Indonesia?

2. Pasal 22E

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,


rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan


umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Penyimpangan dari pasal ini adalah adanya pemilu yang tidak


jujur dan adil. Terbukti dari adanya suap menyuap dalam
pelaksanaan pemilu. Hal ini bertentangan dengan pancasila sila ke-
4 yang menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan
kebebasan dalam memilih. Selain itu juga masih terdengar adanya
ketidakjujuran yang dilakukan oleh komisi pemilihan umum dalam
perlaksanaan pemilu di Indonesia.

3. Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka


untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah


Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

25
Banyak penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan
peradilan. Kita sering mendengar banyak orang yang menyuap para
hakim agar terbebas dari hukuman. Malahan yang sering
melakukan suap adalah orang-orang yang memegang kekuasaan di
negara ini. Hal ini bertentangan dengan pasal 24 ayat 1. Selain itu
juga sering terjadi ketidakadilan terhadap orang-orang yang tidak
bersalah. Mereka dituduh melakukan kejahatan padahal mereka
tidak melakukan kejahatan. Ini merupakan bukti lemahnya
peradilan di Indonesia yang tidak mencerminkan nilai dalam
pancasila sila ke-5 yaitu ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia’ dan ke-2 yaitu ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’.

4. Pasal 28B

(1) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan


berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.

Di Indonesia masih terjadi kekerasan terhadap anak. Banyak


anak yang di eksploitasi padahal mereka masih di bawah umur.
Selain itu dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kekerasan
terhadap anak yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Hal ini
bertentangan dengan pancasila sila ke-2.

5. Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,


dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan


dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

26
Kecilnya pendapatan yang diterima oleh buruh tidak sesuai
dengan jam kerja dan tenaga yang digunakan.Hal ini menunjukan
ketidakadilan dalam hal hubungan kerja. Gaji yang diterima buruh
tidak dapat menjamin kesejahteraan hidup mereka. Dalam hal ini
sangat bertentangan dengan sila ke-5 pancasila.

Jaminan perlakuan yang sama di depan hukum belum


terlaksana di Indonesia. Masih ada diskriminasi antara si kaya dan
si miskin, orang yang berkuasa dengan rakyat jelata. Hal ini
bertentangan dengan pancasila sila ke-5.

6. Pasal 28E

(2) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut


agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Kebebasan belum sepenuhnya terjamin di Indonesia. Masih


banyak penyimpangan terhadap pelaksanaan pasal ini.
Contohnya bantuan yang diberikan kepada orang yang tidak
mampu sering di latarbelakangi oleh pemaksaan untuk
memeluk suatu agama. Hal tersebut bertentangan dengan
pancasila sila pertama.

7. Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

27
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapa pun.

Contoh penyimpangan pasal 28 H ayat 1 adalah buruknya


pelayanan terhadap masyarakat miskin yang berobat menggunakan
kartu berobat gratis. Bahkan ada rumah sakit yang menolak orang
yang berobat menggunakan kartu tersebut, walaupun orang tersebut
dalam keadaan sakit parah. Hal ini melanggar pancasila sila ke-5.

Penggusuran yang terjadi secara paksa terhadap masyarakat


masih sering terjadi. Padahal diantara mereka ada yang memiliki
surat kepimilikan tanah. Kejadian ini merupakan salah satu
penyimpangan terhadap sila ke-5 Pancasila.

8. Pasal 28 I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat


diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.

Penyiksaan terhadap TKI merupakan salah satu contoh


penyimpangan terhadap pasal ini. Perlakuan ini terjadi diakibatkan
oleh adanya diskriminasi antara majikan dan pembantu. Sehingga

28
majikan bebas melakukan kekerasan terhadap pembantu
mereka.Hal ini bertentangan dengan sila ke-2 Pancasila.

9. Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib


tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis

Walaupun HAM telah diatur dalam pasal 28 akan tetapi


pelanggaran HAM masih saja terjadi pelanggaran HAM. Sebagai
contoh adalah kasus penggusuran dan konflik sosial. Secara tidak
langsung, pelanggaran hak dasar untuk bertempat tinggal ini
menggeser hak dasar untuk bekerja sebagai warga masyarakat.
Pemindahan tempat tinggal dengan sendirinya mempersulit
jangkauan kerja. Malah, tidak sedikit korban konflik sosial yang
terpaksa menganggur gara-gara kehilangan tempat tinggal.
Gangguan pada hak dasar untuk mendapat pekerjaan menimbulkan
gangguan-gangguan dalam bidang lain. Hal ini merupakan
penyimpangan terhadap pancasila sila ke-2 dan ke-5.

10. Pasal 30

29
1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.

Adanya GAM, Gerakan Papua Merdeka, dan RIS di Ambon


merupakan kegagalan dari pelaksanaan pasal 30 ayat 1. Gerakan-
gerakan ini mengancam keutuhan NKRI, karena mereka ingin
memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan negara baru. Timor
Leste merupakan salah satu dari dampak tersebut. Peristiwa ini
bertentangan dengan Pancasila sila ke-3.

11. Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan


pemerintah wajib membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem


pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-


kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi


dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.

30
Dalam pasal ini disebutkan pemerintah telah menjamin
pendidikan warga negaranya akan tetapi dalam pelaksanaannya,
pasal ini menyimpang dari Pancasila sila ke-2 dan ke-5. Walaupun
telah ditetapkan dalam UUD 1945 akan tetapi apabila kita lihat
kenyataannya masih begitu banyak anak Indonesia yang belum
mengenyam pendidikan. Bahkan diantara mereka ada yang putus
sekolah. Mereka tidak mendapatkan hak dan keadilan seperti yang
telah dijamin dalam pancasila sila ke-2 dan ke-5. Dalam pasal 31
ayat 2 pemerintah menyatakan akan membiayai pendidikan, akan
tetapi hal tersebut tidak terealisasi. Biaya pendidikan di Indonesia
malah dari tahun ke tahun semakin mahal, sehingga tidak
terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah. Hal ini juga
merupakan salah satu penyimpangan terhadap pancasila.

Sedangkan dalam pasal 31 ayat 5, pelaksanaannya menyimpang


dari Pancasila sila pertama dan pancasila sila ke-3. Masyarakat
Indonesia sekarang,semakin lama semakin terkikis moralnya dan
semakin brutal. Mereka kehilangan rasa nasionalime mereka dan
cenderung melekukan perbuatan yang dilarang oleh agama. Hal ini
dikarenakan pemerintah tidak sanggup memajukan pendidikan
yang dapat mempertebal rasa kesatuan dan persatuan bangsa ini,
serta pendidikan agama yang dapat mempertebal keimanan
seseorang kepada Tuhan. Kemajuan teknologi seperti adanya
internet yang menyebarkan pornografi juga belum mendapatkan
perhatian dari pemerintah, padahal hal tesebut dapat
menghancurkan moral generasi muda Indonesia.

12. Pasal 32

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah


peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

31
Pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia telah
menggeser nilai-nilai luhur Pancasila dan kebudayaan asli
Indonesia. Pemerintah kurang tanggap terhadap hal tersebut
sehingga penanganannya kurang maksimal. Hal ini menyebabkan
hilangnya nilai nasionalisme masyarakat Indonesia. Sehingga
mengancam persatuan NKRI. Hal tersebut bertentangan dengan sila
ke-3 pancasila.

13. Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh


rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas


pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur


dalam undang-undang

Pada pelaksanaan pasal ini terdapat penyimpangan terhadap


pancasila. Penyimpangan tersebut terdapat dalam Pancasila sila ke-
2 dan ke-5. Pada kenyataannya fakir miskin dan anak terlantar
yang ada di Indonesia belum semuanya dipelihara oleh negara.
Malah semakin lama, begitu banyak orang yang menjadi
gelandangan dan tidak terurus. Hal ini bertentangan dengan
Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan juga
“Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Jaminan sosial yang
dijanjikan oleh pemerintah pun hanya tinggal janji semata.
Masyarakat Indonesia belum mendapatkan keadilan. Hak-hak
warga negara juga belum terpenuhi sebagaimana mestinya.

32
Sedangkan penyimpangan dalam pasal 34 ayat 3 adalah
buruknya pelayanan terhadap masyarakat miskin yang berobat
menggunakan kartu berobat gratis. Bahkan ada rumah sakit yang
menolak orang yang berobat menggunakan kartu tersebut,
walaupun orang tersebut sedang dalam keadaan sakit parah. Hal ini
juga melanggar pancasila sila ke-5.

Dengan melihat berbagai penyimpangan di atas apakah amandemen


kelima harus dilaksanakan? Dari yang saya dapatkan amandemen kelima akan
membahas tentang perubahan pasal 22D mengenai penguatan keberadaan
DPD. Namun kalau dilihat merubah pasal tanpa melakukan praktik uji coba
sebelum pasal tersebut diubah, akan membuang tenaga saja. Karena jika
ditemukan kelemahan, perubahan tidak lagi dilakukan secara parsial.
Amandemen pasal UUD 1945 harus dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati
karena berimplikasi luas. Misalnya, bila pasal 22D diamandemen maka pasal
20 ayat (1) yamg menyebutkan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk
UU harus diamandemen. Perubahan pasal 22D juga akan memicu adanya
konflik antarlembaga, khususnya DPR dan DPD.

Apakah kita hanya bisa melihat hal seperti ini terus-menerus? Bahkan
ada yang memberikan pendapat “Negara belum terbentuk karena” pada saat
mencari artikel untuk melengkapi tugas ini. Melihat hal ini sebagai bangsa
Indonesia kita akan diam saja?

BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyebab utama UUD 1945 diamademen karena sejak dari awal


pelaksanaanya yang menyimpang serta isi dari batang tubuh yang
terlalu umum sehingga banyak disalahartikan oleh pemimpin bangsa.

33
2. Setelah diamademenpun terdapat penyimpangan UUD 1945 terhadap
jiwa bangsa Indonesia, Pancasila.

3. Penyimpangan amandemen UUD 1945 terdapat dalam pasal 6A, 22E,


24, 28B, 28D, 28E, 28H, 28I, 28J, 30, 31, 32, 34.

4. Kelemahan amandemen dari segi proses:

a. Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft

b. Amandemen yang parsial dan tambal sulam

c. Adanya bias kepentingan politik

5. Kelemahan amandemen dari segi substansi:

a. Tidak adanya paradigm yang jelas

b. Inkonsistensi rumusan

c. Tidak sistematis

6. Tujuan Perubahan UUD 1945

a) Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat


lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan Pembukaan
UUD 1945 itu yang berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

b) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan


kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai
dengan perkembangan paham demokrasi.

c) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan


perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan
paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang

34
sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-
citakan oleh UUD 1945.

d) Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara


demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan
yang lebih tegas, sistem checks and balances yang lebih ketat dan
transparan, pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk
mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan
zaman.

e) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional


dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial,
mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan
solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam
perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan.

f) Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan


perjuangan negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti
pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum.

g) Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan


berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan
kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasa ini sekaligus
mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan
datang.

B. Rekomendasi

Pembukaan UUD 1945 memberikan acuan yang jelas mulai dari asas
pendirian negara sampai ke dasar dan tatanan penyelenggaraannya. Dalam
pelaksanaannya memang akan sangat dipengaruhi oleh jiwa dan semangat
penyelenggaranya. Untuk menghindari bias-bias yang dapat menimbulkan

35
ketersesatan dalam pelaksanaannya diperlukan pemahaman yang
mendalam, jujur dan sungguh-sungguh. Disamping itu, agar pemahaman
kita benar-benar utuh, maka harus difahami pula makna Pancasila
sebagaimana diuraikan oleh para perumusnya di masa lalu.Dari alur
pikiran yang kita runut dalam Pembukaan UUD 1945, dapat ditangkap
bahwa perjuangan bangsa Indonesia adalah sebuah revolusi besar
kemanusiaan yang berangkat dari Tuntunan Budi Nurani Manusia (the
Social Conscience of Man).

Sekarang semakin menjadi keyakinan umum, amademen yang


dilakukan MPR telah menyimpang dari kaidah dasar Negara kekeluargaan,
system pemerintahan Negara yang berkedaulatan rakyat, serta
penyelenggaraan Negara secara demokrasi sosial-ekonomi untuk mencapai
kesejahteraan sosial sebagaimana dirumuskan pada Pembukaan UUD 1945.
Karena itu cita-cita reformasi untuk memurnikan pelaksanaan UUD 1945
tidak akan tercapai bila tidak diadakan pemurnian terhadap UUD hasil
amandemen. Jadi salah satu agenda pokok yang perlu dilakukan adalah
mengambil langkah untuk mengembalikan kemurnian UUD 1945 sesuai
kaidah fundamnetalnya. Mengembalikannya sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah landasan filosofis yang merupakan
dasar dan acuan perjuangan. Dengan mercermati semakin dalam makna yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 maka langkah konstitusinal yang
dapat ditempuh pemerintah adalah mendapatkan persetujuan rakyat untuk
memurnikan UUD 1945 dan membentuk Komisi Konstitusi yang independen
dan mewakili seluruh unsur masyarakat Indonesia untuk mengembalikan
kemurnian UUD bangsa Indonesia yang menjiwai Pancasila.

36
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2007(online) = http:// www.marhaenis.org/20060720111537608.html

Anonim.2007=http://www.wikipedia.org

Effendi, Sofian. 2004(online) = http:// www.freelists.org/freelist.htm

Kompas. 2007(online) = http://www.kompas.com/1484725.htm.

Musa, Ali Masykur.2008(online) = http:// www.damandiri.or.id/detail.php.htm

Pormadi.2007(online)=http://id.wordpress.com/NILAINILAI%20PANCASILA
%20DAN%20UUD%201945%20%C2%AB%20EKSPRESI%20HATI.html

Tempo. 2007(online) = http:// www.tempointeraktif.com/brk,2070504-


99392,id.html

Tobing,Jakob.2008(online)=http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=1694&Itemid=195

UUD 1945 Hasil Amandemen Ke-IV Tahun 2002 cetakan tahun 2003. Surakarta:Al-
Hikmah.

37
38

You might also like