You are on page 1of 27

Tugas Nanosains dan Nanoteknologi

Aplikasi Nanoteknologi Pada Bidang Tekstil














Oleh :
TIKA PERMATA SARI
BP : 1320412022



Dosen Pembimbing :
Dr. Yetria Rilda MS




JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

Aplikasi Nanoteknologi dalam Bidang Tekstil

Intisari
Aplikasi nanoteknologi dalam bidang tekstil telah meningkat karena sifat yang
unik dan unggul. Dengan menggunakan nanoteknologi memungkinkan tekstil
memiliki berbagai macam fungsi. Nanopartikel TiO
2
dapat digunakan sebagai
bahan pada nanoteknologi dalam bidang tekstile karena sifatnya yang tidak
beracun, stabil dalam temperatur tinggi, stabil dibawah sinar UV, dll. Dengan
melapisi kain tekstil dengan nanopartikel TiO
2
dapat meningkatkan ketahanan
kain terhadap antibakteri, melindungi dari sinar UV, dapat memiliki fungsi
sebagai antikerut, dll. Dengan mendoping TiO
2
dengan nanopartikel lain seperti
SiO
2
maka luas permukaan dari partikel akan meningkat sehingga aktifitas
fotokatalitiknya juga semakin baik. Begitu juga jika digunakan Ag, sifat
antibakterinya juga akan semakin tinggi. Metode yang dapat digunakan untuk
membentuk nanopartikel salah satunya adalah metode sol-gel. Untuk pelapisan
TiO
2
pada tekstil dapat digunakan metode dip-pad-dry-cure, dip-coating dll.

Keyword : Nanoteknologi, nanopartikel TiO
2
, tekstil.

BAB I
PENDAHULUAN

Pada awalnya, pakaian hanya berfungsi untuk melindungi tubuh dari
benda asing, menjaga kesopanan, untuk mempercantik diri, dll. Tapi dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi, maka pakaian dapat dibuat dengan berbagai
fungsi. Salah satunya yaitu dapat berfungsi sebagai self cleaning sehingga dapat
menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat pada pakaian dengan sendirinya
tanpa perlu di cuci atau dibersihkan. Fungsi lain dari pakaian adalah sebagai anti
mikroba (mencegah mikroba untuk hidup dan tumbuh pada permukaan kain),
tahan terhadap air (untuk pakaian atau barang yang bersifat waterproof), anti
kerut, dll.
Pakaian dengan berbagai fungsi tersebut atau yang biasa dikenal dengan
smart tekstil dapat dibuat dengan melapisi kain dengan bahan nanopartikel secara
nanoteknologi. Nanoteknologi adalah suatu perkembangan teknologi dengan
didasarkan pada kemampuan untuk memanupulasi struktur bahan pada tingkat
atom atau molekul individu. Penggunaan nanoteknologi dalam aplikasi tekstil
pada saat sekarang ini semakin lama semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena pakaian merupakan contoh yang sangat tepat untuk menyebarkan
nanoteknologi karena selalu digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari.(Kathirvelu,S.2008)
Untuk membentuk nanoteknologi maka dibutuhkan senyawa yang
dibentuk dalam ukuran nanopartikel. Salah satu senyawa tersebut adalah titanium
dioksida (TiO
2
). TiO
2
dipilih sebagai bahan semikonduktor yang sangat baik
untuk diaplikasikan pada pelapisan kain karena sifatnya yang memiliki aktifitas
fotokatalitik yang tinggi, innert, tidak beracun (toksik), stabil pada temperatur
tinggi, dan stabil dibawah sinar UV. Untuk meningkatkan fungsi pakaian menjadi
lebih baik, maka nanopartikel TiO
2
dapat didoping dengan perak (Ag) untuk
meningkatkan sifat antibakteri, ZnO untuk melindungi dari sinar UV dan self
cleaning . Untuk mensintesis nanopartikel dapat digunakan metode sol-gel karena
kehomogenitasan yang dihasilkan akan tinggi serta suhu yang digunakan juga
relatif r endah. Untuk proses pelapisan TiO
2
pada tekstil dapat dilakukan dengan
metode dip-pad-dry-cure, dip-coating ataupun spin coating. (Kathirvelu,S.2008)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Nanoteknologi
Nanoteknologi berasal dari kata nanometer yang merupakan ukuran satuan
panjang dari satu miliar meter. Konsep nanoteknologi diberikan oleh peraih nobel
fisika Richard Feynman pada tahun 1959. Nanoteknologi didefenisikan sebagai
pemahaman, manipulasi, dan penguasaan materi pada skala panjang pada
nanometer, sehingga sifat fisik, sifat kimia, dan bahan biologis (masing-masing
atom, molekul dan materi) dapat direkayasa, disintesis atau diubah dan
dikembangkan menjadi bahan, perangkat, struktur dan sistem yang lebih baik.
Umumnya, nanoteknologi berkaitan dengan struktur yang berukuran
antara 1 sampai 100 nm setidaknya satu dimensi dan melibatkan bahan
berkembang atau perangkat yang memiliki dimensi dalam ukuran tersebut.
Nanoteknologi menciptakan struktur yang memiliki sifat yang sangat baik dengan
mengendalikan atom dan molekul, bahan fungsional, perangkat dan sistem pada
skala nanometer dengan melibatkan tepat penempatan atom individu. (J. K Patra)
Partikel dari skala nano berada dibawah panjang gelombang cahaya
tampak sehingga tidak dapat terlihat. Akibatnya ukuran partikel dalam skala nano
ini dapat memberikan sifat-sifat baru. Misalnya, nanopartikel Ti diaplikasikan
untuk bahan tekstil untuk mengembangkan produk tekstil dengan perlindungan
UV dan memiliki sifat dapat membersihkan diri sendiri (self-cleaning). Selain itu
juga digunakan nanopartikel Ag sebagai agen anti mikroba untuk luka.
(Subhranshu, Sekhar)

Sifat Nanometerial
Nanomaterial bisa berupa logam, polimer, keramik, dan komposit dengan
ukuran 1-100 nm. Dalam skala nano, biasanya sifat material dipengaruhi oleh
hukum dari fisik atom itu sendiri (dan tidak dipengaruhi oleh sifat molekul besar
dari materialnya, bulk phase). Sehingga, secara kimia, fisika, sifat magnet, sifat
elektronik, dan sifat optisnya akan berubah. Karena ukurannya yang sangat kecil
dari nanomaterial ini, maka menghasilkan ukuran kritis terhadap fenomena fisika.
Hal utama yang membuat nanomaterial berbeda dengan material sejenis
dalam ukuran besar, yaitu ukurannya yang kecil, nanomaterial memiliki nilai
perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika
dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat
nanomaterial lebih reaktif. Reaktifitas material ditentukan oleh atom-atom
dipermukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung
dengan material lain.
Permukaan dan antarmuka sangat penting dalam menjelaskan sifat
nanomaterial. Dalam fasa yang besar (bulky), hanya atom-atom yang relatif kecil
yang akan mendekati permukaan atau antarmuka, sedangkan dalam nanomaterial
umumnya semua atom-atom akan mendekati antarmuka. Selain itu, perbedaan
sifat antara material yang besar dengan nanomaterial disebabkan karena adanya
perbedaan sifat struktur elektronik dari permukaannya. Penggunaan nanomaterial
dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, seperti: bidang kesehatan/ kedokteran,
biologi/ bioteknologi, peralatan elektronik, kimia, pertanian dan indsutri obat dan
makanan. Banyaknya aplikasi dari penggunaan nanomaterial ini, disebabkan
karena materialnya bisa dimanipulasi sampai ukuran yang sangat kecil (berkisar
antara 1 nm 250 nm) sehingga bisa menjadi lebih efektif dan efisien dalam
penggunaannya. (Rahma, Reza., 2008)

Nonoteknologi dalam bidang tekstil
Dalam banyak aplikasi dari nanoteknologi, industri tekstil adalah salah
satu yang sektor yang menguntungkan. Aplikasi nanoteknologi dalam bidang
tekstil telah meningkatkan daya tahan kain, meningkatkan kenyamanan, sifat
higenis dan juga mengurangi biaya. Nanoteknologi juga memiliki banyak
keuntungan jika dibandingkan dengan proses konvensional seperti dalam bidang
ekonomi, hemat energi, ramah lingkungan, mengontrol pelepasan zat, kemasan,
memisahkan dan menyimpan bahan-bahan dalam skala mikroskopis untuk
digunakan dibawah kondisi terkontrol. Sifat yang unik dan baru dari
nanoteknologi telah menarik para ilmuwan dan paneliti dalam industri tekstil. Hal
ini mungkin karena teknologi tekstil adalah salah satu riset pengembangan
teknologi terbaik. (David, SS)
Penggunaan material dalam bidang tekstil industri membuat tekstil
tersebut memiliki berbagai fungsi dan aplikasi seperti pelindung sinar UV,
menghilangkan bau, anti mikroba, self-cleaning, dll. Selain itu, penggunaan
senyawa kimia dalam jumlah yang kecil juga mengurangi polusi limbah terhadap
lingkungan.
Kain tekstil dapat digunakan sebagai substrat yang baik karena memiliki
luas permukaan yang besar untuk berat dan volume tertentu. Hubungan antara
nanoteknologi dan industri tekstil dengan menggunakan sifat daerah antar muka
dapat memberikan perubahan yang drastis dalam energi terhadap makromolekul
yang terdapat pada kain ketika mengubahnya dari keadaan basah ke keadaan
kering.
Penerapan nanopartikel untuk bahan tekstil telah menjadi tujuan dari
beberapa peneliti untuk memproduksi kain dengan berbagai fungsi. Nanopartikel
dapat memberikan daya tahan yang tinggi terhadap kain dan memiliki area
permukaan yang besar dan energi permukaan yang tinggi sehingga dapat
memberikan afinitas yang lebih baik terhadap kain dan menyebabkan
peningkatan daya tahan tekstil sesuai dengan fungsi yang diinginkan. Ukuran
partikel juga memainkan peranan utama dalam menentukan sifat adhesi kain.
Dengan penurunan ukuran partikel menjadi skala nano secara fundamental akan
mengubah sifat-sifat materi. (Patra J,K, 2013)
Macam- macam nanomaterial :
1. Nanokomposit serat
Komposit adalah gabungan dari dua material atau lebih yang memiliki sifat
yang lebih unggul dibandingkan sifat material sebelumnya. Komposit dibentuk
untuk memberikan sifat yang terbaik dari suatu senyawa. Serat nanokomposit
diproduksi dengan mendispersikan pengisi nanosize menjadi matriks serat.
Karena luas permukaannya yang besar dan aspek resio yang tinggi, nanofiller
akan berinteraksi dengan gerakan dari rantai polimer sehingga dapat
meningkatkan kekuatan, ketangguhan dan katahanan dari komposit. Sebagian
dari nanokomposit serat menggunakan pengisi seperti nanosilika, oksida
logam, grafit nanofiber serta karbon nanotube. Beberapa novel CNT yang
diperkuat dengan bahan polimer komposit yang telah dikembangkan, dapat
digunakan dalam industi tekstil untuk mengembangkan tekstil menjadi lebih
kuat, tangguh, ringan dan konduktifitas listrik yang tinggi. (Lei and Juan)
2. Nanofiber karbon dan nanopartikel karbon.
Nanofiber dan nanopartikel karbon adalah bahan yang paling banyak
digunakan. Nanofiber dapat didefenisikan sebagai serat dengan diameter
kurang dari 1 mm atau 1000 nm dan memiliki sifat luas permukaan yang besar
dan ukuran pori yang kecil dalam pembentukan kain. Nanofiber karbon secara
efektif dapat meningkatkan kekuatan tarik dari serat sedangkan nanopartikel
karbon dapat meningkatkan ketangguhan dari kain. Beberapa serat pembentuk
polimer yang dapat digunakan sebagai matriks yaitu poliester, nilon, polietilen.
(Harholdt).
3. Nanopartikel Clay
Nanopartikel dari clay memiliki sifat tahan terhadap panas, bahan kimia dan
listrik serta dapat melindungi dari sinar UV. Dengan menggunakan
nanopartikel dari clay dapat meningkatkan sifat tensile strength, temsile
modulus, flexural strength dan flexural modulus. Serat nanokomposit yang
menggunakan naopartikl clay dapat dikembangkan sehingga dapat memiliki
ketahanan terhadap api, sinar UV dan juga anti korosif. Nanopartikel logam
oksida seperti TiO
2
, Al
2
O
3
, ZnO dan MgO menunjukkan kemampuan
fotokatalitik, konduktivitas listrik, melindungi dari sinar UV, fotooksidasi
terhadap bahan kimia dan juga antimikroba.Serat tekstil dari nanopartikel TiO
2
juga memiliki aplikasi sebagai self cleaning. (Harholdt)

Jenis- jenis kain tekstil :
1. Katun
Katun adalah polisakarida yang memiliki banyak gugus hidroksil bebas
pada permukaannya. Asam suksinat digunakan sebagai penghubung antara
katun dengan nanopartikel TiO
2
. Terdapat dua gugus karboksilat, yang
mana satu gugus karboksilat membentuk ikatan ester dengan gugus
hidroksil selulosa dan satu gugus asam karboksilat yang lainnya
membentuk interaksi elektrostatik dengan TiO
2
. Selain asam suksinat,
asam polikarboksilat yang lain yang dapat digunakan yaitu : 1, 2,3-
propanetricarboxylic acid dan 1,2,3,4-butanatetracarboxylat acid.
2. Wool dan sutra
Wol dan sutra memiliki struktur keratin, biasanya digunakan dalam
industri tekstil sebagai adisi (penambah) untuk serat lain untuk berbagai
aplikasi. Dengan deposisi dari nanopartikel TiO
2
pada kain, self-
decontaminating

tekstil dapat dihasilkan. Karena gugus fungsional dari
kain tidak stabil, maka perlu untuk menstabilkannya. TiO
2
memiliki
afinitas yang bagus terhadap gugus hidroksil dan gugus karboksilat, tetapi
kurang dari 50% dari mereka adalah keratin, sehingga harus diberikan
perlakuan khusus untuk meningkatkan angka tersebut. Asilasi dari wol
dengan asam suksinat anhidrida dapat meningkatkan jumlah dari asam
karboksilat.(Zeljko, senic. 2011)

Penggunaan TiO
2
dalam industri tekstil
TiO
2

Titanium oksida atau yang lebih dikenal juga dengan nama titania
merupakan material yang potensial untuk dikembangkan sebagai fotokatalis
karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan fotokatalis semikonduktor
lainnya. Titania memiliki energi celah pita 3,2 eV. Titania memiliki aktivitas
katalitik yang tinggi, stabil, tidak beracun, dan bersifat inert. Hal-hal tersebut
menyebabkan titania digunakan secara luas sebagai fotokatalis. (Mohammad
Naourozi, 2010)
Umumnya TiO
2
digunakan sebagai pigmen pemutih pada cat, plastik, dan
kertas. Aplikasi ini dikarenakan TiO
2
mempunyai indeks bias yang tinggi (n =
2,4) dan juga tahan terhadap degradasi warna akibat sinar matahari. Selain
aplikasi sebagai pigmen, karakteristik fotokatalis dan semikonduktor dari TiO
2

juga membuat material ini banyak digunakan untuk dekomposisi bahan organik
dengan proses oksidasi, sel surya, dan juga sensor gas.
Bentuk kristal dari titania merupakan faktor penting yang mempengaruhi
efisiensi aktivitas fotokatalitiknya. TiO
2
memiliki 3 bentuk kristal yang berbeda,
yaitu rutil, anatase, dan brokit, dimana fase anatase terbentuk pada temperatur
(400 - 500)
o
C, rutil (500 - 600)
o
C dan brookite (700
o
C) . Dua struktur kristal
TiO
2
, rutil dan anatase, stabil jika digunakan dalam fotokatalis. (Zayim E,O,
2005)
Diantara tiga bentuk kristal alami TiO
2
yaitu anatase, rutil dan brookite,
anatase dan rutil memberikan fotokatalis aktif. Sebagai fotokatalis, anatase murni
lebih efektif dari pada rutil. Namun, aktifitas katalitik terbaik diperoleh dengna
campuran anatase dan rutil. Mekanisme photoreaksi dari TiO
2
yaitu ketika
nanopartikel yang disinari dengan cahaya, biasanya ultraviolet (UV) dengan
energi sama atau lebih tinggi dari band gap-nya (>3,0 eV), elektron pada
permukaan TiO
2
akan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi yang
menyebabkan pembentukan lubang pasangan elektron pada permukaan, elektron
bermuatan negatif pada pita dalam pita konduksi dan lubang bermuatan positif di
pita valensi. Pasangan tersebut dapat bergabung kembali, radiatif atau terjebak
dan bereaksi dengan bahan lain yang diserap pada fotokatalis. Gabungan tersebut
dapat menyebabkan reaksi redoks di permukaan. Elektron negatif akan bergabung
dengan oksigen untuk menghasilkan anion radikal yang super oksida (O
2
-
). Holes
yang bermuatan positif akan bereaksi dengan air untuk menghasilkan radikal
hidroksil. Pada akhirnya, semua spesies oksigen yang sangat aktif yang terbentuk
akan mengoksidasi senyawa organik menjadi karbondioksida (CO
2
) dan air
(H
2
O). (Cheng Jia Zhang, 2013)

Gambar : Skema dari oksidasi radikal dibawah sinar UV pada permukaan TiO
2

Gambar : Mekanisme dari dekomposisi fotokatalis dari senyawa organik
Oleh sebab itu, titanium dioksida dapat mendegradasi (menguraikan) bahan
organik yang umum di udara seperti molekul bau, bakteri dan virus. Intensitas
aktivitas fotokatalis titanium dioksida dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia
seperti kristalinitas, bentuk, ukuran partikel dan luas permukaan. (Cheng Jia
Zhang)

Proses pelapisan nano partikel TiO
2
pada tekstil
1. Proses dip-pad-dry-cure
Proses dip-pad-dry cure digunakan untuk membentuk ikatan antara TiO
2

dengan kain. Kapas adalah polisakarida yang memiliki banyak gugus hidroksil
bebas pada permukaan. Asam suksinat digunakan sebagai penghubung antara
kapas dan nanopartikel TiO
2
. Terdapat dua gugus karboksil dimana satu gugus
membentuk ikatan ester dengan kelompok hidroksil selulosa dan gugus lain
berinteraksi dengan TiO
2
. Selain asam suksinat, asam poli-karboksilat seperti
asam 1,2,3-propanetricarboxylic dan 1,2,3,4 -asam butanetetracarboxylic dapat
digunakan. Sampel kapas yang direndam dalam larutan (6%,w / w) dengan
NaH
2
PO
2
sebagai katalis (4%, b / b) selama 1 jam. Setelah pengeringan yang
berlangsung selama 3 menit pada suhu dari 80
o
C - 90
o
C, tekstil dikeringkan
pada suhu berbeda selama 2 menit (115
o
C <T <210
o
C). Karakterisasi dari
gugus ester dan senyawa penghubung dan selulosa dilakukan dengan ATR-IR.
Didapatkan bahwa baik bentuk kristal anatase dan rutil, ikatan antara kapas dan
TiO
2
cukup kuat dan dapat digunakan untuk aplikasi self-cleaning. (Senic et al,
2011)
2. Spray Deposition
Merupakan suatu metoda pelapisan yang menggunakan suhu yang sangat
tinggi. Pada metoda ini, powder dipanaskan mendekati atau bahkan diatas titik
lelehnya, kemudian dipercepat dengan menggunakan gelombang resonansi atau
aliaran gas berkecepatan tinggi. Setelah itu powder diarahkan pada substrat
yang akan dilapisi sehingga membentuk sejumlah lapisan yang menumpang
tindihkan partikel tipis lamellar atau plats.
3. Spin-Coating
Dengan menggunakan teknik ini, lapisan-lapisan molekul akan dibuat dengan
cara menyebarkan larutan film keatas substrat terlebih dahulu, kemudian
substrat diputar dengan kecepatan konstan, agar dapat diperoleh film diatas
substrat. Semakin cepat putaran, maka akan diperoleh film yang semakin
homogen dan tipis. Teknik ini dipergunakan untuk thin film bagi keperluan
piranti non linier optik. (siavash et al)
4. Dip-Coating
Proses yang terjadi yaitu substrat dicelupkan ke dalam larutan pelapis, secara
vertikal kemudian ditarik dengan kecepatan yang konstan. Dip-coating yaitu
metoda pelapisan melalui pencelupan substrat ke dalam larutan pelapis
kemudian ditarik secara vertikal sesuai sudut 90
o
dengan kecepatan yang
konstan. Proses yang terjadi yaitu lapisan prekusor akan melengket pada
substrat dan membentuk lapisan tipis karena pelarutnya akan menguap dan
sebagian larutan akan turun karena adanya gaya gravitasi. Ketebalan larutan
dapat kita atur sesuai dengan kecepatan pengangkatan substrat. (shohkufar,
2012)
Umumnya ketebalan lapisan sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
a. Penarikan substrat.
b. Konsentrasi larutan
c. Viskositas.
d. Sudut penarikan.

Aplikasi TiO
2
dalam bidang industri :
1. Self-cleaning ( decontaminating smart textile)
Kontaminasi pakaian terhadap senyawa kimia dapat terjadi baik dalam
kegiatan militer, kasus kecelakaan ataupun dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya dalam bidang militer, tentara diharapkan mempunyai pakaian
perang yang multifungsi seperti dapat digunakan sebagai pakaian pelindung
yang terbuat dari bahan semipermiabel yang biasanya terbuat dari bahan
karbon aktif atau bahan isolasi karet. Tetapi pakaian yang terbuat dari bahan ini
juga memiliki kekurangan yaitu dengan bertambahnya beban, maka akan
berkurangnya kemampuan untuk bernapas sehingga akan menyebabkan
tekanan kepada penggunanya dan juga bahan kimia yang berbahaya juga dapat
masuk kedalam tubuh. Oleh sebab itu dibutuhkan pengembangan. Salah satu
caranya yaitu dengan menggunakan teknologi nano terutama dengan
menggunakan logam nanopartikel oksida yang memiliki aktifitas fotokatalitik.
TiO
2
dapat digunakan sebagai bahan nanopartikel. TiO
2
bersifat mudah
disintesis, biaya dan toksisitasnya juga rendah.
2. Ketahanan terhadap air
Sifat yang tahan terhadap air yang bentuk oleh nano-whiskers, yaitu
hidrokarbon dan 1/1000 dari ukuran serat kapas ketika ditambahkan ke kain
membentuk efek rambut halus pada kain tanpa mengurangi kekuatan dari kain.
Jarak antara whiskers dengan kain lebih kecil dari titik jatuh air, tapi lebih
besar dari molekul air, dimana air terletak di atas whiskers dan diatas
permukaan kain sehingga membuat kain menjadi tidak basah. Tapi air dapat
membasahi kain jika diberikan tekanan.
Impregnasi dari nanosphere melibatkan struktur permukaan tiga dimensi
dengan pembentukan gel adiktif yang menolak air dan mencegah partikel kotor
yang menempel pada kain. Setelah tetesan air jatuh pada permukaan kain, air
akan jatuh jika permukaan kain dimiringkan sehingga permukaan kain akan
tetap kering. Dengan mengubah permukaan kain menjadi skala nano, maka
kontrol yang lebih kuat terhadap kain dapat dilakukan. TiO
2
dapat digunakan
untuk menangkal film nanopartikel hidrophobik pada permukaan kain katun
dan untuk meningkatkan sifat anti air.
3. UV-protection
Pelindung anorganik UV lebih disukai karena bersifat tidak beracun dan stabil
dibawah suhu tinggi dan sinar UV. Proteksi anorganik UV yang biasanya
digunakan adalah oksida semikonduktor seperti TiO
2
, ZnO, SiO
2
dan Al
2
O
3.
Diantara oksida semikonduktor, TiO
2
yang paling banyak digunakan. Terbukti
bahwa TiO
2
yang berukuran nano lebih efesien menyerap dan menghamburkan
radiasi sinar UV daripada ukuran konvensional dan memberikan perlindungan
yang lebih baik terhadap sinar UV. Hal ini disebabkan karena nanopartikel
memiliki luas permukaan yang besar dan meningkatkan efektifitas untuk
memblokir radiasi sinar UV.
Berbagai penelitian telah dikembangkan untuk penggunaan TiO
2
sebagai
pelindung sinar UV. Metode yang dapat digunakan adalah metode sol-gel.
Lapisan tipis TiO
2
yang terbentuk pada permukaan kain katun dapat
melindungi kain dari sinar UV dengan baik.
4. Antimikroba
Pertumbuhan mikroba pada pakaian baik yang sedang digunakan ataupun
pada pakaian yang disimpan memiliki dampak yang tidak bagus baik pada
pemakai maupun terhdap pakaian. Mikroba patogen adalah mikroba yang
banyak terdapat baik diair maupun diudara. TiO
2
dapat digunakan sebagai
antimikroba.
Dengan menggunakan partikel yang berukuran nano, jumlah partikel
perunit dapat meningkat karena luas permukaannya yang meningkat dan
dengan demikian efek anti mikroba dapat ditingkatkan. Partikel nano TiO
2
dan
agen finishing dipersiapkan dengan metode sol-gel. Dengan menggunakan
tetrabutil titanat sebagai prekursor dan ethanol sebagai pelarut.
5. Anti kusut
Untuk memberikan sifat anti kerut, resin umumnya digunakan metode
konvensional. Namun, ada batas penggunaan dari pemakain resin, termasuk
menurunkan kekuatan dari kain, ketahanan abrasi, daya serap air dan
kemampuan pewarnaan. Untuk mengatasi penggunaan resin, beberapa peneliti
menggunakan nano TiO
2
dan nano silika untuk meningkatkan ketahanan kerut
dari katun dan sutra. Nano TiO
2
dengan asam karboksilat digunakan sebagai
katalis dibawah iradiasi UV untuk mengkatalisis reaksi silang antara molekul
selulosa dan asam. Disisi lain, nano silika bila diterapkan dengan anhidrida
maleat sebagai katalis dapat berhasil meningkatkan ketahanan kerut dari sutra.


BAB III
PROSES DAN PEMBAHASAN

Proses Pembentukan TiO
2

Proses sol-gel dapat digunakan untuk proses pembentukan TiO
2
karena
menghasilkan produk yang lebih baik . Substrat tekstil dicelupkan ke dalam
campuran reaksi untuk membentuk nanopartikel kemudian diproses pada
temperatur dibawah 100
0
C untuk mendorong terbentuknya kristalisasi dan
menghilangkan pelarut. Oleh karena itu, wet chemical method seperti sol-gel dan
hidrotermal dapat digunakan.
Metode sol-gel adalah metode yang paling menjanjikan untuk pembentukan
TiO
2
karena selain suhu yang digunakan rendah, juga fleksibelitas dan
kehomogenan dari molekul lebih tinggi. Metode sol-gel dapat dilakukan dengan
menggunakan prekursor titanium seperti titanium (IV) klorida atau TIP dalam
campuran air dan alkohol pada kondisi asam. Reaksi ini melibatkan reaksi
hidrolisis dan dan reaksi polimerisasi. Produk dari reaksi dipengaruhi oleh laju
hidrolisis, jumlah air, rasio TiO
2
/air, suhu dan waktu reaksi. Ukuran dari partikel
akan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu karena viskositas dari
larutan TiO
2
tergantung pada suhu. Berbagai jenis senyawa dari amina dapat
digunakan sebagai surfaktan sebagai pengendali dalam proses sol-gel. (Zecko
Senic, 2011).
Pada proses sol-gel, sol atau suspensi koloid terbentuk melalui hidrolisis dan
reaksi polimerisasi dari prekursor TiO
2
. Prekursor yang biasanya digunakan yaitu
ammonium fluotitanate ((NH
4
)
2
TiF
6
), titanium (IV) chloride (TiCl
4
), atau
senyawa logam organik titanium tetraisopropoxide. Selama reaksi, proses dimulai
dengan hidrolisis dari prekursor TiO
2
yang dikatalisi oleh asam pada titanium (IV)
alkoksida (Ti(OH)
4
) kemudian kondensasi dan dan diikuti reaksi polimerisasi
yang mengarah pada pembentukan rantai Ti-O-Ti.

Gambar : Sintesis sol-gel dari nanopartikel TiO
2
Proses sol-gel bisa merupakan proses pembentukan jaringan oksida melalui
reaksi polikondensasi molekul prekursor dalam media cair. Selain itu proses sol-
gel juga bisa dikatakan sebagai proses pembetukan material melalui sol,
pembentukan gel (gelation) dari sol dan diakhiri dengan pelepasan pelarut. Proses
sol-gel dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya senyawa prekursor,
katalis, pelarut, pH dan aditif. (Chengjia Zhang, 2013)

Proses Sintesis TiO
2
untuk aplikasi industri tekstil
1. . Sintesis TiO
2
sebagai self cleaning
Sintesis TiO
2
dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dasar titanium
tetraisopropoxide (TTIP). Pada pembentukan aplikasi self cleaning ini menurut
Esfansiar et al, TiO
2
di doping dengan menggunakan SiO
2
. Bahan dasar yang
digunakan sebagai sumber SiO
2
yaitu tetraethylorthosilicate (TEOS). Untuk
pengujian aplikasi self cleaning maka pada kain di lakukan dengan pengujian
hilangnya noda kopi yang terdapat pada kain dibawah sinar UV.
Sebelum dilakukan pelapiasan TiO
2
pada kain, terlebih dahulu dilakukan
penggosokan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada permukaan
kain wol, didalam bak yang berisi 2g/L larutan detergen nonionik tidak
berwarna (Kiralon F-OL-B) pada kain dengan ratio 50:1 pada suhu 40
o
C
selama 20 menit. Kain kemudian di cuci dengan air.
Untuk pelapisan TiO
2
pada permukaan kain wol dilakukan dengan metode
dip-pad-dry-cure. Penyerapan sol yang berlebih dihapus dari kain
menggunakan mesin bantalan horizontal otomatis dengan tekanan nip dari
2,75 kg cm-
2
dan kecepatan putar 7,5 rpm. Kain kemudian dikeringkan
didalam oven pada suhu 80
o
C selama 5 menit kemudian disembuhkan (cured)
pada suhu 120
o
C) selama 2 menit.
Untuk aplikasi self cleaning kain wol diwarnai dengan 20L dari 12 g / L
Larutan kopi dan diberi radiasi UV dengan intensitas 0.98 mW cm
-2
. Sifat self
cleaning dievaluasi berdasarkan penghapusan warna noda kopi pada kain.

Pembahasan
Struktur kristal TiO
2
/SiO
2
dilihat dari hasil XRD memperlihatkan struktur
kristal anatase . Penambahan silika kedalam sol titania tidak berdampak pada
struktur kristal titanium oksida. Silika digunakan untuk meningkatkan luas
permukaan disekitar partikel titanium oksida. Sehingga akan lebih mudah
untuk adsorbsi noda pada fotokatalis, dengan meningkatkan potensi interaksi
antara spesies aktif yang dihasilkan oleh TiO
2
dengan noda kopi. Silika dapat
meningkatkan keasaman permukaan dari fotokatalis menghasilkan konsentrasi
gugus hidroksil yang lebih tinggi yang terlibat dalam reaksi fotokatalitik.
Pembentukan hubungan antara Ti dan Si menghasilkan ketidakseimbangan
muatan positif yang tidak seimbang pada fotokatalis. Pada kondisi seperti ini,
jumlah yang tinggi dari gugus hidroksil akan tertarik ke permukaan fotokatalis.
Hal ini akan meningkatkan spesies aktif yang dihasilkan selama proses
fotokatalitik TiO
2
. Titanium dioksida menghasilkan spesies aktif yang dapat
bereaksi dengan molekul noda menghasilkan produk yang tidak berwarna.
Dengan adanya silika di sekitar partikel titanium oksida, interaksi antara
spesies aktif seperti anion superoksida dan radikal hidroksil dengan molekul
warna akan menjadi kuat. Hal ini akan menyebabkan dekomposisi molekul
noda yang lebih tinggi sehingga fungsi self cleaning akan menjadi lebih
baik.Dengan tingginya tingkat keasaman pada permukaan TiO
2
yang
disebabkan oleh tingginya jumlah gugus hidroksil maka tingkat aktifitas
fotokatalitik akan menjadi lebih tinggi. Dengan penambahan SiO
2
pada TiO
2

dapat dilihat bahwa aplikasi self cleaning lebih efektif dibandingkan hanya
dengan memakai TiO
2
saja.
Aplikasi self cleaning dilihat dari penghapusan noda kopi pada kain
dengan interval yang berbeda dari iluminasi UV. Energi UV digunakan untuk
memicu dekomposisi fotokatalitik noda oleh partikel titanium oksida. Dengan
meletakkan kain yang telah diwarnai dengan kopi pada sinar UV, sifat
fotokatalitik dari titanium oksida dapat mengubah konfigurasi dari molekul
noda menjadi produk yang tidak berwarna.
Untuk melihat ikatan yang antara kain dengan lapisan coating, dapat
dilakukan dengan analisis Attenuated total reflectance (ATR). Analisis ATR
dilakukan pada daerah 600-4000 cm
-1
. Gugus fungsi dari permukaan wol yang
potensial untuk bereaksi dengan permukaan nanopartikel adalah karboksil (-
COOH), amino (-NH
2
) dan hidrosil (OH
-
). Afinitas yang tinggi dari
nanotitanium dioxida untuk hidroksil yang bermuatan negatif dan gugus
karboksil telah dibuktikan. Dengan adanya gugus hidroksil dan gugus karboksil
ke dalam substrat dapat membantu kestabilan dari nanopartikel pada kain.
Sedangkan menurut Mohammad Norouzi et al, aplikasi TiO
2
juga dapat
digunakan sebagai self cleaning pada kain katun dengan penambahan SiO
2
dan
juga Ag. Kain katun dengan density 124,5 g/m
2
direndam dalam bath yang
berisi asam suksinat 50g/L dan sodium hipophosfit 30g/L selama 1 jam.
Setelah itu sampel dikeringkan selama 5 menit dibawah suhu 70
o
C dan
kemudian untuk pernyempurnaan dan pembentukan obligasi dilakukan selama
2-10 menit pada suhu 120-140
o
C. Kemudian kain dicuci dengan air untuk
menghilangkan bahan-bahan pengotor yang terdapat pada permukaan.
Untuk proses pelapisan dengan TiO
2
, kain dicelupkan kedalam bath yang
berisi nanopartikel TiO
2
dan dibiarkan selama 1 jam. Kemudian setelah selesai,
larutan yang berlebih dihilangkan dari permukaan kain. Pengeringan dilakukan
pada suhu 60
o
C selama 10 menit dan untuk pernyempurnaan dikeringkan pada
suhu 100
o
C selama 1 jam.
Untuk pelapisan TiO
2
dengan penambahan SiO
2
dan nanopartikel Ag,
dilakukan dengan merendam kain ke dalam campuran TiO
2
, SiO
2
(5 g/L) dan
Ag (100-300 ppm) selama 1 jam. Kehadiran nanopartikel dalam bath dilakukan
pada dua temperatur yaitu suhu kamar dan suhu 60
o
C.
Penggunaan asam suksinat berfungsi sebagai jarak yang menghubungkan
antara ikatan antara TiO
2
dengan kain katun untuk membentuk ikatan kovalen
ester. Senyawa spacer setidaknya memiliki dua gugus karboksilat untuk dapat
membentuk ikatan antara TiO
2
dengan kain katun. Esterifikasi dari satu
kelompok karboksilat dari asam suksinat akan berikatan dengan gugus
hidroksil dari selulosa dan satu kelompok asam karboksilat lainnya akan
digunakan sebaga jangkar TiO
2

dengan interaksi elektrostatik.

Gambar : Metode dari asam suksinat dan ikatan TiO
2
dengan kain katun.

Pembahasan
Penggunaan nanopartikel Ag pada sintesis TiO
2
akan meningkatkan
aktivitas fotokatalitik untuk penghilangan noda (self cleaning) pada kain. Juga
dengan digunakannya SiO
2
maka peningkatan aktivitas fotokatalitik dari titania
juga meningkat. Pada suhu 60
o
C yang diterapkan pada nanopartikel, maka
energi nanopartikel untuk melewati potensial listrik akan meningkat dan
tingkat penyerapannya juga meningkat.
Selain itu, dengan menggunakan TiO
2
dengan penambahan SiO
2
dan Ag
akan mencegah masuknya air dan cairan ke dalam permukaan kain, karena
permukaan kain telah seperti daun teratai sehingga menghasilkan resistensi dari
pakaian dan mencegah masuknya kontaminan.

2. Sintesis TiO
2
sebagai anti mikroba
Untuk aplikasi TiO
2
pada tekstil sebagai antimikroba menurut Kamal K
Gupta, dapat digunakan Titanium Isopropoxide sebagai prekursor untuk
nanopartikel TiO
2.
Sedangkan sebagai surfaktannya digunakan Lissapol-N non-
ionic untuk dispersi dari nanopartikel dalam pengikat akrilik. Sintesis
nanopartikel TiO
2
dapat dilakukan dengan metode sol-gel. Reaksinya :

Nanopartikel dilapisi pada kain katun dengan metode dip-pad-dry-cure.
Pelapisan dilakukan dengan menggunakan 1% dari nanopartikel TiO
2
dan 1%
pengikat akrilik dari larutan. Dalam percobaan, 1 g nanopartikel disonikasi
selama 30 menit dengan 97,5 g air, 0,5% Lisapon N (surfaktan) dan 1 g acrylic
binder. Campuran kemudian diaduk pada 4000 rpm selama 1 jam. Kain katun
kemudian direndam dalam larutan suspensi yang mengandung nanopartikel
TiO
2
selama 2 menir dan kemudian kelebihan dari larutan di hilangkan dengan
menggunakan padding mangle. Setelah dilapisi, kain dikeringkan selama 4
menit pada suhu 80
o
C dan kemudian disempurnakan selama 3 menit pada suhu
140
o
C.
Sifat anti mikroba dari katun dievaluasi dengan metode perhitungan koloni
menurut ASTM E 2149-01. E. Coli digunakan sebagai organisme uji. Sesuai
dengan metode standar, sampel 1x1 inch
3
dipotong dan dimasukkan ke dalam
labu 50 ml yang berisi 10 ml kultur cair untuk 20L kultur mikroba yang
diinokulasi. Labu ditutup dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
o
C dan
diaduk dengan kecepatan 200 rpm menggunakan shaker inkubator. Uji kultur
diinkubasi dalam nutrisi kaldu yang diencerkan dan disterilkan dengan 9 ml air
suling untuk mendapatkan konsentrasi akhir 10
6
setelah enam kali
pengenceran. Larutan ini digunakan untuk pengenceran kerja bakteri. 20 L
dari masing-masing pengenceran diletakkan di petridis. Semua pretidis (baik
kontrol dan sampel uji diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam dan bakteri
yang masih hidup dihitung. Penurunan persentase dihitung dengan
menggunakan persamaan :
% Pengurangan =

x 100
Dimana : A = sel yang masih hidup untuk labu yang berisi sampel yang diuji
B = sel yang masih hidup untuk labu yang berisi kontrol

Pembahasan
Dengan menggunakan TiO
2
nanopartikel untuk pelapisan pada kain katun
dapat dilihat bahwa pengurangan mikroba (sifat anti mikroba) oleh nano sol
TiO
2
lebih dari 96%. Sehingga kain dapat bebas dari mikroba yang terdapat di
sekitar kita. Sedangkan menurut parthasariti et al, dengan menggunakan bakteri
staphylococcus aureus didapatkan bahwa pengurangan mikroba pada kain
kattun sebesar 93%.
Jika TiO
2
di doping dengan ZnO yang diuji terhadap bakteri E.Coli dan
S. Aureus, maka kinerja dari TiO
2
/ZnO lebih baik terhadap bakteri E.Coli.
Dilihat dari hasil karakterisasi SEM terhadap bakteri, terlihat bahwa powder
dari TiO
2
/ZnO merusak dinding dari sel dan konduktansi listrik merubah nilai
dari suspensi bakteri yang relevan dengan tingkat kerusakan membran dan
dinding sel. Sifat anti mikroba dari nanopartikel TiO
2
/ZnO tidak hanya
dipengaruhi oleh ukuran tapi juga oleh kristalinitas dari nanopartikel. Jadi
dapat disimpulkan, bahwa powder ZnO yang melekat pada dinding bakteri
melalui interaksi elektrostatik, dapat merusak dinding sel, meningkatkan
permiabilitas, menyebabkan kebocoran sitoplasma dan menyebabkan kematian
terhadap sel bakteri.

3. Sintesis TiO
2
untuk fungsi superhidrofilik
Menurut Esfandiar pakdel, selain TiO
2
memiliki fungsi sebagai self
cleaning, TiO
2
juga juga berfungsi sebagai superhidrofilik. Dimana untuk
mengetahuinya dilakukan uji terhadap sudut kontak air dengan kain.
Sebelumnya partikel TiO
2
telah di doping dengan SiO
2
. Dengan penambahan
silika, maka sifat hydrophilic dari air meningkat. Telah dilakukan pengujian
terhadap perbandingan TiO
2
/SiO
2
70:30, 50:50, 30:70 didapatkan bahwa sudut
kontak antara kain wol dengan kain sedikit berkurang. Pengkuran sudut kontak
dilakukan terhadap kain tanpa iluminasi sinar UV. Didapatkan bahwa sudut
kontak air dengan kain menurun secara drastis menjadi nol setelah penerapan
TiO
2
/SiO
2
50:50 dan untuk perbandingan 30:70 penyerapan air terhadap kain
wol menjadi lebih cepat. Setelah kain ditetesi dengan air yang telah dilapisi
dengan TiO
2
/SiO
2
50:50 dan 30:70, tetesan air akan tersebar. Contohnya :

Gambar : tetesan air pada kain wol a. Kain wol tanpa dilapisi, b. TiO
2
, c.
TiO
2
/SiO
2
70:30, d. TiO
2
/SiO
2
50:50 atau 30:70
Dari gambar diatas dapat dilihat sudut kontak air dengan kain wol. Sudut
kontak air dengan kain wol tanpa dilapisi adalah 129,04
o
. Setelah wol dilapisi
dengan TiO
2
sudut kontaknya menjadi 118,3
o
dan untuk TiO2/SiO
2
70:30 sudut
kontaknya berubah menjadi 111,1
o
C sedangkan utuk variasi TiO
2
/SiO
2
50:50
dan 30:70 sudut kontaknya menjadi 0
o
. Dengan melapisi kain wol dengan
nanopartikel menyebabkan energi permukaan dari kain wol meningkat
sehingga sifat kemampuan basah dari kain juga meningkat. Pada dasarnya,
energi permukaan dari kain tergantung terhadap luas permukaan dan gaya antar
molekul pada permukaan. Dengan adanya silika, maka tingkat keasaman pada
permukaan semankin besar karena tingginya konsentrasi dari gugus hidroksil
yang dihasilkan dari adanya ikatan antara Ti-O-Si. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan pada asam lewis sehingga penyerapan terhadap gugus
hidroksil pada permukaan menjadi lebih tinggi.
4. Sintesis TiO
2
sebagai anti kerut
Menurut Aryan Azad et al, TiO
2
dapat diaplikasikan untuk sebagai anti
kerut dengan mensintesis TiO
2
dengan 1,2,3,4-tetra butana karboksilat acid
yang berfungsi sebagai cross-linking yang menghubungkan antara nanopartikel
TiO
2
dengan kain. Aryan Azad menggunakan kain dengan dasar
katun/poliester.
Sintesis dilakukan dengan menvariasikan jumlah TiO
2
dan BTCA.
Kemudian campuran disebarkan ke permukaan kain menggunakan ultrasonic
bath, dilakukan pengeringan pada suhu 80
o
C dan proses penyempurnaan pada
suhu 150
o
C selama 3 menit.
Pengujian ketahanan terhadap kerut dilakukan dengan alat wrinkle
recovery tester AATCC-128-M272.

Gambar : Mekanisme reaksi antara BTCA dengan selulosa dan TiO
2
Pembahasan :
Ketahanan terhadap kerut dengan digunakannnya BTCA pada
nanopartikel TiO
2
telah meningkat jika dibandingkan dengan hanya
menggunakan nanopartikel TiO
2
saja. Hal ini disebabkan karena adanya ikatan
lateral oleh asam karboksilat. Ikatan silang antara rantai selulosa menyebabkan
penggantian ikatan atau menekan perubahan posisi dan memaksakan kekuatan
pada rantai sedemikian rupa untuk meningkatkan ketahanan kain.
Partikel TiO
2
terletak antara rantai dan selulosa sehingga dapat
meningkatkan gesekan antara rantai dan menghalangi rantai tersebut untuk
bergeser. Gerakan dari rantai tersebut dapat meningkatkan kekuatan kerut


BAB IV
KESIMPULAN

Aplikasi nanoteknologi dalam bidang tekstil telah semakin berkembang
dan dapat memberikan berbagai aplikasi dan fungsi diantaranya sebagai
antibakteri, UV-protection, self cleaning, dll. Nanopartikel TiO
2
dapat digunakan
sebagai nanopartikel dalam bidang tekstil karena memiliki beberapa sifat yang
unggul yakni memiliki aktifitas katalitik yang tinggi, stabil, tidak bersifat toksik
dan bersifat innert. Untuk pelapisan nanopartikel TiO
2
pada permukaan substrat
dapat digunakan metode dip-pad-dry-cure proses, dip-coating ataupun spincoating
untuk membentuk ikatan antara TiO
2
dan kain. Untuk meningkatkan aktivitas
fotokatalitik, maka dapat dilakukan dengan meningkatkan luas permukaan dari
nanopartikel TiO
2
. Salah satunya dengan menggunakan SiO
2
sebagai templete
bagi TiO
2
. Selain itu senyawa lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan
fungsi TiO
2
yaitu Ag untuk meningkatkan sifat anti mikroba dan juga ZnO untuk
melindungi dari sinar UV.Interaksi antara TiO
2
dengan kain dapat ditingkatkan
dengan menggunakan asam suksinat, 1,2,3-propanetricarboxylic acid, 1,2,3,4-
butanatetracarboxylat acid dan asam akrilik. Metode yang paling baik dalam
mendoping TiO
2
pada kain adalah metode dip-pad-dry-cure.

DAFTAR PUSTAKA

Aryan Azad et al. 2012. Study of BTCA and Nano-TiO
2
Effect on Wrinkle Force
and Recovery of Cotton/Polyester Blended Fabric. Fibres and Textiles
in Estern Europe. Vol. 20. Pp. 60-65
A. Shokuhfar, M. Alzamani et al. 2012. SiO
2
-TiO
2
Nanostructure Films on
Windshields Prepared by Sol-Gel Dip-Coating Technique For Self-Cleaning
and Photocatalytic Application. Nanoscience and Nanotechnology Journal.
Pp. 16-21
Gupta. Kamal, Jassal. Manjeet, Ashwini. 2008. Solgel Derived Titanium Dioxide
Finishing of Cotton Fabric For Self Cleaning. Indian Journal of Fibre
and Textile Research. Vol.22. Pp.443-450
J. K Patra. Gouda, S. 2013. Application of Nanotechnology in textile Engineering.
Journal of Engineering and Technology Research. Vol. 5
Kusumawati, N., Tania, S. 2012. Pembuatan dan Uji Kemampuan Membran
Kitosan sebagai Membran Ultrafiltrasi untuk Pemisahan Zar Warna
Rhodamin B. Jurnal Molekul. Vol. 7. hal : 43 52.
Norouzi, Mohammad. Maleknia, Laleh. 2010. Photocatalytic Effect of
Nanoparticles of TiO
2
In Order to Design Self-Cleaning Textiles. Asian
Journal of Chemistry. Vol. 22. No. 8. Pp. 5930-5936
Pakdel, Esfandiar. Daoud, Walid A. Wang, Xungai. 2013.Self Cleaning and
Superhydrophilic wool by TiO
2
/ SiO
2
Nanocomposite. Applied Surface
Science. Vol. 275. Pp. 397-402
Subhranshu, Sekhar. Jeyaraman. 2010. Sonochemical Coating of Ag-TiO
2

Nanoparticles on Textile Fabrics for Stain Repellency and Self-
Cleaning. Journal of Minerals & Materials Characterization &
Engineering. Vol. 9. Pp. 519-525
V. Parthasarathi, G. Thilagavathi. 2009. Synthesis anda Characterization of
Titanium Dioxide Nanoparticles and Their Applications to Textiles for
Microbe Resistance. Vol.6. Pp. 1-8
Yan, Casey. Zheng, Zijian. 2013. The Development of Pad-Dry-Cure Compatible
Method For Preparinng Electrically Conductive Copper Coated Cotton
Woven Fabric. Journal of Fiber Bioengineering and Informatics. Pp.
117-128
S. Kathirvelu, Dr. Louis DSouza et al. 2008. A Comparative Study of
Multifunctional Finishing of Cotton and P/C Blended Fabrics Treated
With Titanium Dioxide/Zinc Oxide Nanoparticles. Indian Journal of
Science and Technology. Vol 1. Pp. 1-12
Tong Sun, Han Hao et al. 2014. Preparation and Antibacterial Properties of
Titanium-doped ZnO From Different Zinc Salts. Nanoscale Research
Letters. Vol.9. Pp. 1-11
Zayim, E.O. 2005. Effect of Calcination and pH Value on The Structural and
Optical Properties of Titanium Oxide Thin Films. Journal of Materials
Science40: 1345-1352.
Zeljko, Senic. Bauk, Sonja. 2011. Application of TiO
2
Nanoparticles for
Obtaining Self-Decontaminating Smart Textile. Vol. 61. Pp. 63-72

You might also like