Professional Documents
Culture Documents
al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli Surga. (HR. at-Tirmidzi,
no. 3781)
Penutup
Ali bin Abi Thalib mengatakan,
- -
Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi
telah berjanji kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang
mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafik. (HR.
Muslim, no. 249)
Tentu saja, mencintai Ali bukan hanya klaim semata. Mencintainya adalah dengan
mengikuti perintahnya, tidak melebih-lebihkannya dari yang semestinya, dan
mencintai orang-orang yang ia cintai. Ali mengutamakan Abu Bakar dan Umar
atas dirinya, demikian juga semestinya orang-orang yang mengaku mencintainya,
mengikuti keyakinannya.
Sumber: al-Bidayah wa an-Nihayah dl
Kisah Teladan Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu Anhu
Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada tahun (599-661 M), satu-satunya manusia yang dilahirkan di bawah naungan
Kabah. Dengan nama asli Haidar, nama ini diharapkan oleh keluarganya mempunyai penerus yang dapat
menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Makkah. Nama Ali ini, merupakan panggilan
Rasulullah. Ali yang berarti tinggi.
Ali dilahirkan dari pasangan Abu Thalib dan Fatimah bin Asad, keduanya merupakan keturunan Bani Hasyim
dan termasuk sepupu dari Rasulullah. Ketika Abu Thalib mengalami kebangkrutan dalam usahanya, ia
mengirim putra-putranya ke tempat saudara-saudaranya. Ali bin Abi Thalib di asuh oleh Rasulullah bersama
istrinya Khadijah Al-Kubra. Karena Rasulullah tidak mempunyai anak laki-laki, Nabi sering memperlakukan
Ali bin Abi Thalib sangat istimewa.
Ketika Rasulullah menerima wahyu Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau lebih
tepatnya orang kedua yang percaya setelah istri Nabi yaitu Khadijah. Pada waktu itu usia Ali masih sekitar 10
tahun.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah Ali dinikahkan oleh Rasulullah dengan putri kesayangannya
Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Rasulullah menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak
hal salah satunya dari kalangan Bani Hasyim, dan Ali pula yang paling dulu mempercayai kenabian Muhammad
setelah Khadijah. Ali bin Abi Thalib selalu belajar di bawah bimbingan Rasulullah langsung dalam banyak hal
lain.
Ali bin Abi Thalib merupakan panglima perang yang gagah berani dengan pedangnya yang bernama Dzulfikar
menebas musuh-musuhnya di medan pertempuran melawan kafir Quraisy. Ali bin Abi Thalib telah banyak
mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah kecuali pada perang Tabuk, dia terkenal dalam ketangguhan
menunggang kuda dan keberaniannya, dia merupakan salah seorang yang di jamin masuk surga oleh Rasulullah,
pada saat dirinya masih hidup, dialah kesatria umat Islam.
Para sejarah Islam berpendapat bahwa kulit Ali berwarna hitam manis, berjenggot tebal, lelaki kekar, berbadan
besar, berwajah tampan, dan di beri nama kunyah oleh Rasulullah dengan sebutan Turab.
Sahabat yang satu ini memiliki citra kepahlawanan yang sangat cemerlang sebagai bukti atas keberaniannya
dalam membela agama Islam. Di antaranya, dia menginap di ranjang Rasulullah pada saat peristiwa hijrah, dia
mempersembahkan dirinya untuk sebuah kematian demi membela Rasulullah, dialah orang pertama bersama
Hamzah dan Ubaidah bin Al-harits yang memenuhi panggilan perang tanding. Dan dia juga termasuk kelompok
kecil yang tetap tegar bersama Rasulullah pada perang Uhud.
Pada perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam, Ali bin Abi Thalib menjadi pahlawan di samping
Hamzah. Banyak dari kalangan kaum kafir Quraisy tewas di tangan Ali, dalam usia yang masih mudah yaitu
sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq merupakan saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud.
Amar bin Abdi Wud mengajak duel kepada tentara Islam sebelum peperangan dimulai. Dia berkata: Di
manakah surga yang kalian klaim bahwa jika mati kalian pasti memasukinya? Apakah kalian tidak memberikan
aku seorang lelaki untuk berperang melawanku? Maka Ali bin Abi Thalib keluar menghadapinya. Kemudian
Amar bin Abdi Wud berkata: Kembalilah wahai anak saudaraku, dan siapakah paman-pamanmu yang lebih tua
darimu, sesungguhnya aku tidak suka menumpahkan darah seorang lelaki sepertimu. Maka Ali bin Abi Thalib
berkata: Demi Allah, aku tidak sedikit pun merasa banci menumpahkan darahmu. Maka Amar pun marah dan
turun dengan menghunus pedangnya seperti kilatan api, lalu bergegas menantang Ali dengan emosi yang
meluap. Maka Ali pun menghadapinya dengan sebuah perisai lalu Amru menyabetkan pedangnya hingga
menancap pada perisai dan melukai kepala Ali, kemudian Ali memukulkan pedangnya ke pundak musuhnya
sehingga, Amar tersungkur hingga terdengarlah suara gaduh para prajurit Islam, Kemudian setelah Rasulullah
mendengar suara takbir, maka beliau mengetahui bahwa Ali telah menewaskan musuhnya. Ketika Ali bin Abi
Thalib kembali, Rasulullah mencium Ali dengan berurai air mata.
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, di
kemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan
di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu
membuka benteng Khaibar, Rasulullah bersabda: Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang
tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan
baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, ternyata Ali bin
Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil
membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga
terbelah menjadi dua bagian.
Ali merupakan salah seorang yang dididik langsung oleh nabi sejak kecil, sehingga pengetahuan ilmunya sangat
luas, baik pemahaman tentang Islam, dalam memerintah, dan bergaul antar sesama. Sehingga Rasulullah
bersabda tentang keilmuan Ali bin Abi Thalib, Ana Madinatul ilmi wa Aliyyun babuha. Faman Aradal
madinah fa yatihamin babihi- Akulah kota ilmu dan Ali-lah pintunya Barang siapa yang mau memasuki kota,
hendaklah ia datang melalui pintunya. Hadits ini sanadnya bersambung langsung sampai Rasulullah.
Ada satu peristiwa yang menandakan bahwa Ali cerdas dalam ilmunya, datang seorang wanita kepada Umar bin
Khathab dan telah melahirkan seorang anak lelaki yang telah berumur enam bulan lalu diperintahkan agar
wanita tersebut di rajam.
Maka Ali berkata kepada Umar: Wahai Amirul Mukminin tidakkah engkau mendengar firman Allah Taala: Ali
berkata: Masa kehamilan adalah enam bulan dan menyapihnya dalam masa dua tahun.
Maka Umar pun menggagalkan eksekusi rajam dan dia berkomentar: Sebuah perkara yang seandainya Ali bin
Abi Thalib tidak memberikan pendapat padanya maka niscaya aku binasa.
Di antara perkataan Ali bin Abi Thalib adalah, ambillah lima perkara dariku janganlah seorang hamba
mengharap kecuali kepada Tuhannya, tidak khawatir kecuali terhadap dosa-dosanya, janganlah orang yang tidak
mengetahui merasa malu bertanya tentang apa yang tidak diketahuinya, dan janganlah orang yang alim merasa
malu mengatakan: Allah yang lebih mengetahui jika dia ditanya tentang perkara yang tidak diketahuinya,
kedudukan sabar terhadap keimanan sama seperti kedudukan kepala dalam jasad dan tidak ada keimanan tanpa
kesabaran.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, dalam
pemerintahannya Ali bin Abi Thalib mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar
biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena di bunuh oleh
Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang bersal dari golongan Khawarij saat mengimami shalat subuh di
masjid Kufah, pada tahun 19 Ramadhan, dan Ali pun menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 13
Rmadhan tahun 40 Hijriah. Ali kuburkan secara Rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang
mengatakan bahwa Ali dikubur di tempat lain. Akan tetapi yang jelas seorang Ali bin Abi Thalib merupakan
kesatria panglima Islam dalam menumpas kafir Quraisy demi tegaknya kalimah Laaila ha illlah Muhammadar
Rasulullah
Kisah Ali Bin Abi Thalib Sampai Terbunuh
Ali bin Abi Thalib seorang Khalifah yang
pemberani, kisah lengkap Ali bin Abi Thalib ditulis kembali agar pembaca bisa mengetahui sejarah yang
sebenarnya mulai Ali bin Abi Thalib sebelum menjadi khalifah sampai akhir hayatnya terbunuh.
Ali bin Abi Thalib adalah menantu Rasulillah yang mendapat nama kehormatan (kuniyyah) Abu Turab
(Bapaknya tanah) dari Rasulillah. Abu Turab adalah panggilan yang paling disenangi oleh Ali karena nama
kehormatan ini kenang-kenangan berharga dari Nabi yang mulia. Ia dibaiat menjadi Khalifah pada hari Jumat
tanggal 25 Dzul-Chijjah tahun 35 Hijriyyah (4 Juni 656 M).
Sabda Nabi :
"Niscaya besok pagi bendera ini akan saya berikan pada seorang lelaki yang telah diberi kemenangan karena
usahanya. Ia dicintai Allah dan Utusan Allah dan utusan Allah juga mencintainya".
Pada masa perang Khaibar bulan Shafar tahun tujuh Hijriyah dia telah menjadi tokoh utama bagi umat Islam
pada umumnya. Setelah sabda yang menggiurkan tersebut terucap, para shahabat membicarakan siapa orang
beruntung yang akan mendapatkan kehormatan tersebut. Setelah itu mereka semua berambisi menjadi tokoh
agung tersebut.
Di suatu pagi yang indah semua sahabat termasuk Umar yang tidak pernah ingin menjadi pemimpin,
berkeinginan untuk terpilih. Ternyata Ali bin Abi Taliblah yang menerima kesempatan besar tersebut. Ali bin
Abi Talib juga dianugerahi karena telah membunuh Talha ibn' Uthman di perang Uhud pada bulan Syawal
tahun 3 (tiga) Hijriyyah (Januari 625 M)
:
: :
Talha bin 'Uthman pembawa bendera kaum musyrik berkata," Wahai para golongan sahabat Muhammad,
engkau yang berkeyakinan bahwa Tuhan akan mempercepat kami ke neraka dengan pedang kalian, dan
mempercepat kamu ke surga melalui pedang kami. Sekarang siapakah yang sanggup mempercepat diri kalian ke
Surga karena pedang kami atau mempercepat kami ke neraka dengan pedang kalian? Ali akhirnya menerima
tantangan tersebut, bergerak cepat memukul mematahkan kakinya. Ia jatuh hingga terlihat auratnya karena kain
yang ia kenakan tersingkap, dan memohon kepada Ali agar takut kepada Allah dan meminta-minta menjadi
sahabatnya, lalu Ali meninggalkannya. Tiba-tiba Nabi memekikan takbir demi melihat pemandangan tersebut
dan bertanya,"Apa yang membuatmu tidak menghabisinya? Ali menjawab,"Ia memohon-mohon padaku untuk
memperhatikan Allah dan keluarga kami, sehingga saya merasa enggan".[Al-Kamil fit-Tarikh 1 / 294]
Thabrani murid Achmad bin 'Ali Abu al-Abbar murid Umayyad murid Uthman ibn' Abdir-Rahman murid
Isma'il ibn Rashid bercerita tentang kematian 'Ali ibn' Abi Talib, yang bertepatan dengan hari Jum'at 17
Ramadan tahun 40 Hijriyyah (24 January 661M): Konon termasuk Hadits Ibnu Muljam dan shahabat-shabatnya
yang dilaknat Allah ialah: Memang Abdur-Rahman bin Muljam, Al-Barku bin Abdillah dan Amer bin Bakr
At-Taimi mengadakan pertemuan di Makkah untuk membahas tentang ihwal masyarakat umum dan mencela
perbuatan tokoh-tokoh besar Muslimiin. Pembicaraan tersebut berkembang ke arah pembahasan kepedulian
mereka pada penduduk kota Nahar yang dulu pernah diperangi Ali. Mereka berkata, Demi Allah kita ini
belum berjasa sebanyak tokoh-tokoh (Khawarij) yang telah mendahului kita. Tokoh-tokoh pendahulu kita telah
menjadi dai yang mengajak orang-orang agar beribadah pada Tuhan mereka, dan di dalam beribadah mereka
tidak takut caci-makian orang mencaci-maki. Hendaklah kita-kita ini mengorbankan diri-kita dengan cara
mendatangi dan memastikan tokoh-tokoh besar Muslimin terbunuh, sebagai upaya agar penduduk-kota kita
tidak dendam dan agar dendam pendahulu kita terbalas. Ibnu Muljam yang konon sebagai penduduk Mesir
berkata, Sayalah yang membereskan urusan kalian berupa menghabisi Ali. Al-Barku bin Abdillah berkata,
Sayalah yang akan membereskan urusan kalian berupa menghabisi Muawiyyah bin Abi Sufyan. Amer bin
Bakr At-Tamimi berkata, Sayalah yang akan membereskan urusan kalian berupa menghabisi Amer bin Ash.
Tiga orang yang terancam kematiannya ini tokoh besar ummat Islam yang saat itu namanya menggetarkan dunia
karena saat itu zaman kejayaan Islam:
1. Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang sangat agung.
2. Muawiyyah sebagi Gubernur yang sangat berpengaruh karena pernah menjadi sekretaris Rasulillah.
3. Amer bin Ash orang yang pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Abu Bakr, bahkan tergolong
Umaraul-Ajnad (semacam jendral besar).
Mereka bertiga membuat persekongkolan dan perjanjian rahasia yang diikat dengan sumpah demi Allah tak
seorangpun dari mereka mem-batalkan rencananya sehingga berhasil membunuh sasaran mereka masing-masing
atau mati karena rencana gila tersebut. Mereka bertiga mengambil pedang untuk diberi racun, dan membulatkan
perjanjian bahwa masing-masing mereka bertiga akan menyerang korban mereka tanggal 17 Ramadhan. Mereka
bertiga pergi ke kota yang dihuni oleh sasaran mereka masing-masing.
Ibnu Muljam Al-Muradi mendatangi sahabat-sahabatnya berada di kota Kufah, namun ia menyembunyikan
rencananya karena takut akan ada yang mengetahuinya. Ibnu Muljam juga mendatangi teman-temannya dari
keluarga besar Taimir-Rabab, yaitu sebuah keluarga besar yang pada zaman perang An-Nahar banyak yang mati
terbunuh. Keluarga besar Taimir-Rabab membicarakan dan mengasihani keluarga mereka yang meninggal
dalam peperangan tersebut. Kebetulan saat itu muncul seorang wanita bernama Qatham binti Sachnah dari
keluarga besar Taimir-Rabab yang memendam dendam pada Ali karena telah membunuh ayah dan saudara
laki-lakinya dalam perang Nahar tersebut. Konon kecantikan Qatham binti Sachnah luar biasa (sempurna).
Karena kecantikan Qatham binti Sachnah lah maka ia lupa dengan tujuan semula (tersihir). Ibnu Muljam
melamar Qatham binti Sachnah. Qatham binti Sachnah menjawab, Saya tidak akan menikah sehingga kau bisa
mengobati sakit-hatiku. Ibnu Muljam bertanya, Sebetulnya apa yang kau inginkan?. Ia menjawab, Tiga ribu
dinar dan budak laki-laki dan biduanita dan bunuhlah Ali !. Ibnu Muljam berkata, Berarti ini sebagai
maskawin untukmu. Namun apa betul kamu ingin Ali dibunuh?.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi Ayyasy Al-Muradi berkata,
Niscaya kau telah melakukan kegilaan yang nyata. Apa mungkin kau bisa membunuh
dia?. Ibnu Muljam berkata, Saya akan bersembunyi di waktu sahur. Jika ia telah keluar rumah untuk
mengimami shalat shubuh, maka saat itu juga kita serang dan kita bunuh. Jika dalam rencana ini kita selamat
maka kita puas dan dendam kita telah terbalas, namun jika kita mati maka pahala di sisi Allah jauh lebih baik
dari pada dunia dan perhiasan penghuninya. Ia berkata, Kau memang harus kubantu. Tapi kalau rencana ini
ditujukan pada selain Ali niscaya urusannya lebih ringan bagiku. Karena saya tahu sepenuhnya bahwa jasa dia
di dalam Islam sangat besar. Ia juga termasuk shahabat Nabi yang awal. Terus terang dalam hal ini saya merasa
keberatan. Ibnu Muljam berkata, Bukanakah kau sendiri tahu bahwa dia yang memerangi penduduk Nahar
yang tekun beribadah dan shalat?. Ia menjawab, Betul. Ibnu Muljam berkata, Kita membunuh dia karena
membalaskan saudara-saudara kita yang dia bunuh saat itu. Setelah Syabib bin Najdah menyetujuinya, mereka
bertiga segera berpamitan, Kami semua telah mufakat akan membunuh Ali, pada Qatham yang saat itu
sedang itikaf di dalam Masjid Agung. Qatham menjawab, Jika kalian telah siap berangkat datanglah kemari
lagi!. Ibnu Muljam datang untuk berkata pada Qatham, Saya dan dua teman saya telah berjanji akan bahwa
masing-masing kami akan membunuh seorang tokoh besar. Tak lama kemudian Qatham minta kain sutra untuk
dibalutkan pada mereka bertiga, (mungkin untuk memberi mereka support).
Mereka bertiga mengambil pedang mereka masing-masing lalu selanjutnya berangkat menuju depan pintu yang
biasanya dipergunakan keluar oleh Ali. Akhirnya Ali keluar untuk mengimami shalat shubuh sambil berkata,
Shalat shalat. Syabib bin Najdah bergerak cepat menyerang Ali dengan pedang, namun pedangnya
menghantam gawan pintu atau ornament. Ibnu Muljam bergerak cepat memukul ujung kepala Ali dengan
pedang.
Wardan berlari cepat pulang ke rumahnya; dikejar anak laki-laki ibunya. Lelaki tersebut memasuki rumah
Wardan di saat Wardan sedang melepas kain sutra dan meletakkan pedangnya. Lelaki tersebut bertanya, Ada
apa dengan kain sutra dan pedang ini?. Wardan terpaksa berterus terang padanya. Lelaki tersebut bergegas
pulang ke rumah untuk mengambil dan menebaskan pedangnya hingga Wardan mati.
Syabib melarikan diri ke arah pintu-gerbang-pintu-gerbang kota Kindah dikejar masya. Syabib roboh bersimbah
darah karena kakinya dipedang dan dibanting oleh Uwaimir dari Chadhramaut. Ketika masya pengejar Syabib
telah makin dekat; saat itu Syabib telah menguasai pedangnya. Uwaimir membiarkan Syabib kabur dan
memasuki kerumunan masya dari pada dirinya terkena serangannya.
Ibnu Muljam jatuh saat melarikan diri dari kejaran lelaki dari Hamdan yang biasa dipanggil Aba Adama karena
kakinya dipatahkan dengan pedang oleh lelaki tersebut. Ali mendorong punggung
(Jadah bin Hubairah bin Abi Wahb) agar mewakili mengimami jamaah shalat shubuh; sebagaian jamaah
berlarian dari segala penjuru untuk menyerang Ibnu Muljam.
Sejumlah orang melaporkan bahwa Muhammad bin Chunaif berkata: Demi Allah, di malam Ali bin Abi
Thalib dipedang; saat itu saya shalat bersama lelaki-lelaki kota tersebut di dalam Masjid Agung tersebut, yaitu
di dekat pintu-keluar rumah Ali menuju Masjid. Di antara mereka ada yang sedang berdiri, ada yang sedang
rukuk, ada yang sedang sujud. Mereka tak bosan-bosan melakukan shalat sejak awal hingga akhir malam. Tiba-
tiba Ali keluar pintu untuk mengimami shalat shubuh sambil menyerukan, Shalat shalat. Saya sendiri tidak
tahu apakah lebih dulu ia mengucapkan kalimat tersebut ataukah duluan kulihat pedang-pedang mengkilap.
Saya mendengar,
"Niscaya besok pagi bendera ini akan saya berikan pada seorang lelaki yang telah diberi kemenangan karena
usahanya. Ia dicintai Allah dan Utusan Allah dan utusan Allah juga mencintainya".
Pada masa perang Khaibar bulan Shafar tahun tujuh Hijriyah dia telah menjadi tokoh utama bagi umat Islam
pada umumnya. Setelah sabda yang menggiurkan tersebut terucap, para shahabat membicarakan siapa orang
beruntung yang akan mendapatkan kehormatan tersebut. Setelah itu mereka semua berambisi menjadi tokoh
agung tersebut.
Di suatu pagi yang indah semua sahabat termasuk Umar yang tidak pernah ingin menjadi pemimpin,
berkeinginan untuk terpilih. Ternyata Ali bin Abi Taliblah yang menerima kesempatan besar tersebut. Ali bin
Abi Talib juga dianugerahi karena telah membunuh Talha ibn' Uthman di perang Uhud pada bulan Syawal
tahun 3 (tiga) Hijriyyah (Januari 625 M)
:
: :
Talha bin 'Uthman pembawa bendera kaum musyrik berkata," Wahai para golongan sahabat Muhammad,
engkau yang berkeyakinan bahwa Tuhan akan mempercepat kami ke neraka dengan pedang kalian, dan
mempercepat kamu ke surga melalui pedang kami. Sekarang siapakah yang sanggup mempercepat diri kalian ke
Surga karena pedang kami atau mempercepat kami ke neraka dengan pedang kalian? Ali akhirnya menerima
tantangan tersebut, bergerak cepat memukul mematahkan kakinya. Ia jatuh hingga terlihat auratnya karena kain
yang ia kenakan tersingkap, dan memohon kepada Ali agar takut kepada Allah dan meminta-minta menjadi
sahabatnya, lalu Ali meninggalkannya. Tiba-tiba Nabi memekikan takbir demi melihat pemandangan tersebut
dan bertanya,"Apa yang membuatmu tidak menghabisinya? Ali menjawab,"Ia memohon-mohon padaku untuk
memperhatikan Allah dan keluarga kami, sehingga saya merasa enggan".[Al-Kamil fit-Tarikh 1 / 294]
Thabrani murid Achmad bin 'Ali Abu al-Abbar murid Umayyad murid Uthman ibn' Abdir-Rahman murid
Isma'il ibn Rashid bercerita tentang kematian 'Ali ibn' Abi Talib, yang bertepatan dengan hari Jum'at 17
Ramadan tahun 40 Hijriyyah (24 January 661M): Konon termasuk Hadits Ibnu Muljam dan shahabat-shabatnya
yang dilaknat Allah ialah: Memang Abdur-Rahman bin Muljam, Al-Barku bin Abdillah dan Amer bin Bakr
At-Taimi mengadakan pertemuan di Makkah untuk membahas tentang ihwal masyarakat umum dan mencela
perbuatan tokoh-tokoh besar Muslimiin. Pembicaraan tersebut berkembang ke arah pembahasan kepedulian
mereka pada penduduk kota Nahar yang dulu pernah diperangi Ali. Mereka berkata, Demi Allah kita ini
belum berjasa sebanyak tokoh-tokoh (Khawarij) yang telah mendahului kita. Tokoh-tokoh pendahulu kita telah
menjadi dai yang mengajak orang-orang agar beribadah pada Tuhan mereka, dan di dalam beribadah mereka
tidak takut caci-makian orang mencaci-maki. Hendaklah kita-kita ini mengorbankan diri-kita dengan cara
mendatangi dan memastikan tokoh-tokoh besar Muslimiin terbunuh, sebagai upaya agar penduduk-kota kita
tidak dendam dan agar dendam pendahulu kita terbalas. Ibnu Muljam yang konon sebagai penduduk Mesir
berkata, Sayalah yang membereskan urusan kalian berupa menghabisi Ali. Al-Barku bin Abdillah berkata,
Sayalah yang akan membereskan urusan kalian berupa menghabisi Muawiyyah bin Abi Sufyan. Amer bin
Bakr At-Tamimi berkata, Sayalah yang akan membereskan urusan kalian berupa menghabisi Amer bin Ash.
Tiga orang yang terancam kematiannya ini tokoh besar ummat Islam yang saat itu namanya menggetarkan dunia
karena saat itu zaman kejayaan Islam:
1. Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang sangat agung.
2. Muawiyyah sebagi Gubernur yang sangat berpengaruh karena pernah menjadi sekretaris Rasulillah.
3. Amer bin Ash orang yang pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Abu Bakr, bahkan tergolong
Umaraul-Ajnad (semacam jendral besar).
Mereka bertiga membuat persekongkolan dan perjanjian rahasia yang diikat dengan sumpah demi Allah tak
seorangpun dari mereka mem-batalkan rencananya sehingga berhasil membunuh sasaran mereka masing-masing
atau mati karena rencana gila tersebut. Mereka bertiga mengambil pedang untuk diberi racun, dan membulatkan
perjanjian bahwa masing-masing mereka bertiga akan menyerang korban mereka tanggal 17 Ramadhan. Mereka
bertiga pergi ke kota yang dihuni oleh sasaran mereka masing-masing.
Ibnu Muljam Al-Muradi mendatangi sahabat-sahabatnya berada di kota Kufah, namun ia menyembunyikan
rencananya karena takut akan ada yang mengetahuinya. Ibnu Muljam juga mendatangi teman-temannya dari
keluarga besar Taimir-Rabab, yaitu sebuah keluarga besar yang pada zaman perang An-Nahar banyak yang mati
terbunuh. Keluarga besar Taimir-Rabab membicarakan dan mengasihani keluarga mereka yang meninggal
dalam peperangan tersebut. Kebetulan saat itu muncul seorang wanita bernama Qatham binti Sachnah dari
keluarga besar Taimir-Rabab yang memendam dendam pada Ali karena telah membunuh ayah dan saudara
laki-lakinya dalam perang Nahar tersebut. Konon kecantikan Qatham binti Sachnah luar biasa (sempurna).
Karena kecantikan Qatham binti Sachnah lah maka ia lupa dengan tujuan semula (tersihir). Ibnu Muljam
melamar Qatham binti Sachnah. Qatham binti Sachnah menjawab, Saya tidak akan menikah sehingga kau bisa
mengobati sakit-hatiku. Ibnu Muljam bertanya, Sebetulnya apa yang kau inginkan?. Ia menjawab, Tiga ribu
dinar dan budak laki-laki dan biduanita dan bunuhlah Ali !. Ibnu Muljam berkata, Berarti ini sebagai
maskawin untukmu. Namun apa betul kamu ingin Ali dibunuh?.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi Ayyasy Al-Muradi berkata,
Niscaya kau telah melakukan kegilaan yang nyata. Apa mungkin kau bisa membunuh
dia?. Ibnu Muljam berkata, Saya akan bersembunyi di waktu sahur. Jika ia telah keluar rumah untuk
mengimami shalat shubuh, maka saat itu juga kita serang dan kita bunuh. Jika dalam rencana ini kita selamat
maka kita puas dan dendam kita telah terbalas, namun jika kita mati maka pahala di sisi Allah jauh lebih baik
dari pada dunia dan perhiasan penghuninya. Ia berkata, Kau memang harus kubantu. Tapi kalau rencana ini
ditujukan pada selain Ali niscaya urusannya lebih ringan bagiku. Karena saya tahu sepenuhnya bahwa jasa dia
di dalam Islam sangat besar. Ia juga termasuk shahabat Nabi yang awal. Terus terang dalam hal ini saya merasa
keberatan. Ibnu Muljam berkata, Bukanakah kau sendiri tahu bahwa dia yang memerangi penduduk Nahar
yang tekun beribadah dan shalat?. Ia menjawab, Betul. Ibnu Muljam berkata, Kita membunuh dia karena
membalaskan saudara-saudara kita yang dia bunuh saat itu. Setelah Syabib bin Najdah menyetujuinya, mereka
bertiga segera berpamitan, Kami semua telah mufakat akan membunuh Ali, pada Qatham yang saat itu
sedang itikaf di dalam Masjid Agung. Qatham menjawab, Jika kalian telah siap berangkat datanglah kemari
lagi!. Ibnu Muljam datang untuk berkata pada Qatham, Saya dan dua teman saya telah berjanji akan bahwa
masing-masing kami akan membunuh seorang tokoh besar. Tak lama kemudian Qatham minta kain sutra untuk
dibalutkan pada mereka bertiga, (mungkin untuk memberi mereka support).
Mereka bertiga mengambil pedang mereka masing-masing lalu selanjutnya berangkat menuju depan pintu yang
biasanya dipergunakan keluar oleh Ali. Akhirnya Ali keluar untuk mengimami shalat shubuh sambil berkata,
Shalat shalat. Syabib bin Najdah bergerak cepat menyerang Ali dengan pedang, namun pedangnya
menghantam gawan pintu atau ornament. Ibnu Muljam bergerak cepat memukul ujung kepala Ali dengan
pedang.
Wardan berlari cepat pulang ke rumahnya; dikejar anak laki-laki ibunya. Lelaki tersebut memasuki rumah
Wardan di saat Wardan sedang melepas kain sutra dan meletakkan pedangnya. Lelaki tersebut bertanya, Ada
apa dengan kain sutra dan pedang ini?. Wardan terpaksa berterus terang padanya. Lelaki tersebut bergegas
pulang ke rumah untuk mengambil dan menebaskan pedangnya hingga Wardan mati.
Syabib melarikan diri ke arah pintu-gerbang-pintu-gerbang kota Kindah dikejar masya. Syabib roboh bersimbah
darah karena kakinya dipedang dan dibanting oleh Uwaimir dari Chadhramaut. Ketika masya pengejar Syabib
telah makin dekat; saat itu Syabib telah menguasai pedangnya. Uwaimir membiarkan Syabib kabur dan
memasuki kerumunan masya dari pada dirinya terkena serangannya.
Ibnu Muljam jatuh saat melarikan diri dari kejaran lelaki dari Hamdan yang biasa dipanggil Aba Adama karena
kakinya dipatahkan dengan pedang oleh lelaki tersebut. Ali mendorong punggung
(Jadah bin Hubairah bin Abi Wahb) agar mewakili mengimami jamaah shalat shubuh; sebagaian jamaah
berlarian dari segala penjuru untuk menyerang Ibnu Muljam.
Sejumlah orang melaporkan bahwa Muhammad bin Chunaif berkata: Demi Allah, di malam Ali bin Abi
Thalib dipedang; saat itu saya shalat bersama lelaki-lelaki kota tersebut di dalam Masjid Agung tersebut, yaitu
di dekat pintu-keluar rumah Ali menuju Masjid. Di antara mereka ada yang sedang berdiri, ada yang sedang
rukuk, ada yang sedang sujud. Mereka tak bosan-bosan melakukan shalat sejak awal hingga akhir malam. Tiba-
tiba Ali keluar pintu untuk mengimami shalat shubuh sambil menyerukan, Shalat shalat. Saya sendiri tidak
tahu apakah lebih dulu ia mengucapkan kalimat tersebut ataukah duluan kulihat pedang-pedang mengkilap.
Saya mendengar,