You are on page 1of 50

LAPORAN PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Meteorologi dan


Klimatologi
Dosen Pengampu: Arif Aahari, M.Sc




Disusun oleh :
Teguh Tri Susilo
12405241033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
LAPORAN PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Meteorologi dan
Klimatologi
Dosen Pengampu: Arif Aahari, M.Sc




Disusun oleh :
Teguh Tri Susilo
12405241033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat,karunia,dan hudayahnya kepeda penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Meteorologi dan Klimatologi. Makalah ini berisi
tentang laporan praktikum mata kuliah Meteorologi dan klimatologi dari praktikum I
sampai praktikum VI.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Arif
Ashari, M.Sc selaku dosen pembimbing dalam kegiatan prktikum, bapak Nurhadi,
M.Si selaku dosen mata kuliah meteorologi, juga kepada bapak Sugiharyanto, M.Si
selaku dosen klimatologi, dan juga kepada teman-teman geografi R 2012, dan semua
pihak yang telah membanu dalam proses praktikum maupun dalam penulisan laporan.
Penulis meenyadri bahwa laporan ini masih penuh kekurangan karena
keterbatasan penulis, disampig karena kesibukan penulis juga karena keeterbatasan
kapasitas pengetahuan penulis yang masih kurang. Oleh karena itu harapan penulis,
pembaca makalah ini dapat membarikan kritik dan saran yang bersifat membangun,
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.







Yogyakarta, 29 Desember 2012


Penuls
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ..ii
DAFTAR ISI ...iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang ......1
Tujuan praktikum ..2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Cuaca 3
Iklim ..3
Unsur-unsur cuaca dan iklim ....3
BAB III METODE PENGAMATAN
Praktikum I pengukuran tekanan udara dan ketinggian tempat ....8
Praktikum II pengukuran kelembababn relatif massa udara ...12
Praktikum III pengukuran temperature udara .....18
Praktikum IV pengukuran kecepatan dan arah angin .21
Praktikum V analisis tipe iklim suatu tempat dengan klasifikasi iklim schmidt
ferguson ..24
Praktikum VI analisis tipe iklim suatu tempat dengan klasifikasi iklim mohr dan
oldeman ...27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran tekanan udara dan ketinggian tempat .33
Pengukuran kelembaban relatif massa udara .35
Pengukuran temperature udara ...37
Pengukuran kecepatan dan arah angin ....38
Analisis tipe iklim suatu tempat dengan klasifikasi iklim Schmidt ferguson .40
Analisis tipe iklim suatu tempat dengan klasifikasi iklim mohr dan oldeman ...41
BAB V KESIMPULAN .44
DAFTAR PUSTAKA ........45













BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Meteorologi dan klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
cuaca dan iklim yang ada di dunia.Meteorologi berasal dari bahasa yunani yaitu
meteoros ataur uang atas (atmosfer), dan logos atau ilmu.Sehingga meteorology
adalah ilmu yang memhaturkan pelajari dan membahas gejala perubahan cuaca
yang berlangsung di atmosfer.Di Indonesia, meteorology ditangani oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan ststus tetap sebagai
Lembga Pemerintah Non Departemen.
Seperti ilmu yang lain meteorology juga memiliki beberapa cabang ilmu
diantaranya:
1. Klimatologi adalah suatu cabang yang memepelajari dan membahas
mengenai keadaan cuaca rata-rata atau secara luas.
2. Meteorologi synoptic adalah suatu cabang yang mempelajari dan
membahas keadaan arus cuaca, yang digambarkan pada suatu peta,
dimana kemudian dipakai sebagai dasar untuk dapat menerangkan
perkembangan cuaca di waktu mendatang.
3. Aerologia dalah suatu cabang yang mempelajari dan membicarakan
keadaan cuaca pada lapisan tingkat atas.
4. Meteorologi penerbangan adalah suatu cabang yang mempelajari dan
membicarakan keadaan cuaca untuk keperluan pelayanan informasi
penerbangan.
5. Meteorologi maritime adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan
cuaca di laut dengan segala pengaruhnya untuk pelayanan informasi
kegiatan maritime.
6. Meteorologi pertanian adalah suatu cabang yang mempelajari dan
membahas keadaan cuaca hubungannya dengan tumbuh-tumbuhan
untuk keperluan kegiatan pertanian.
Sedangkan klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang iklim
secara luas, namun antara meteorology dan klimatologi saling terkait dan tidak
dapat dipisahkan karena keduanya memiliki kesamaan yaitu mempelajari tentang
atmosfer, perbedaanya hanya pada lingkup wilayah, jika meteorology mempelajari
cuaca di suatu tempat maka klimatologi mempelajari rataan cuaca di wilayah yang
luas.

Sedangkan manfaat dari mempelajari meteorologi dan klimatologi sendiri
diantaranya:
1. Lebih mengetahui dan memahami tentang cuaca dan iklim di dunia
2. Dapat memprediksi cuaca dan iklim yang akan datang
3. Dapatmengantisipasidampakdaricuacadanilkim yang terjadi di bumi
4. Mengetahui dan menerapkan tindakan-tindakan yang dapat merubah
iklim dan cuaca di bumi, dll.


B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memperdalam teori yang di ajarkan di kelas
2. Memberikan pengalaman untuk mendapatkan dan menganalisis data metklim
3. Membuktikan teori tentang meteorology dan klimatologi yang di ajarkan di
kelas





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cuaca
Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang
relative sempit pada jangka waktu yang singkat. Cuaca ini terbentuk dari
gabungan unsure cuaca dan jangka waktu biasanya hanya beberapa jam saja.
Misalnya pada pagi hari cuaca cerah tidak berawan namun pada siang hari
berubah menjadi mendung bahkan hujan.
B. Iklim
Iklim adalah rataan cuaca dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya
dilakukan dalam waktu yang lama dan meliputi waktu yang luas. Matahari
merupakan pemegang peranan penting dalam mengendalikan iklim dibumi,
karena matahari merupakan energy utama yang mempengaruhi iklim di bumi.
C. Unsur-unsur Cuaca dan Iklim

1. Suhu Udara
Suhu udara adalah kedaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk mengukur
suhu udara atau derajat panas disebut thermometer. Biasanya pengukuran
dinyatakan dalam skala Celcius, Fahrenheit, dan Reamur. Suhu udara tertinggi di
muka bumi adalah di daerah tropis dan semkain kekutub senakin dingin.
Di lain pihak, ketinggian tempat juga mempengaruhi suhu udara, semakin
tinggi maka suhuu dara semakin turun. Setiap naik 100 meter maka suhu akan
turun rata-rata sebesar 0.6 derajat celcius. Penurunan suhu semacam inidisebut
gradient temperature vertical atau lapse rate. Pada udara kering, besar lapse rate adalah 1
derajat celcius.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara suatu tempat adalah:
- Lamanya penyinaran matahari
- Sudut dating sinar matahari
- Relief permukaan bumi
- Kondisi awan
- Letak lintang
2. Tekanan Udara
Kepadatan udara tidaklah sepadat air dan tanah. Namun udarapun
mempunyai berat dan tekanan. Besar kecilnya tekanan udara dapat diukur
dengan menggunakan barometer. Orang pertama yang mengukur udara
adalah torri celli (1643). Alat yang digunakan adalah barometer raksa.
Tekanan udara menunjukkan tenaga yang bekerja untuk menggerakkan masa
udara dalam setiap satuan luas tertentu. Tekanan semakin rendah apabila
ketinggian tempat semakin tinggi dari permukaan air laut. Satuan ukuran
tekanan udara adalah milibar (mb).
Garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang sama tekanan
udaranya disebut isobar. Bidang isobar adalah bidang yang tiap-tiap titiknya
mempunyai tekanan udara sama. Jadi perbedan suhu menyebabkan
perbedaan tekanan udara.

3. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah kemampuan udara mengandung uap air di
atmosfer. Di udara terdapat uap air yang berasal dari penguapan samudera
(sebagai sumber utama). Sumber lainnya berasal dari danau-danau, sungai-
sungai, tumbuhan tumbuhan. Semakin tinggi suhu udara, maka semakin
banyak uap air yang dapat terkandung di udara, atau makin lembab udara
tersebut. Alat untuk mengukur kelembaban udara disebut higrometer.
Kelembaban udara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Kelembaban udara absolut, adalah banyaknya uap air yang terdapat
di udara dalam suatu tempat. Dinyatakan dengan banyaknya gram
uap air dalam satu meter kubik udara.
b. Kelembaban udara relatif, adalah perbandingan jumlah uap air dalam
udara (kelembaban absolut) dengan jumlah uap air maksimum yang
dapat diksndung olrh udara tersebut dalam suhu yang sama dan
dinyatakan dalam persen.
4. Angin
Angin merupakan udara yang bergerak. ada tiga hal yang menyangkut
sifat angin yaitu:
- kekuatan angin
- arah angin
- kecepatan angin
a. Kekuatan Angin
Menurut Hukum Stevenson, kekuatan angin berdanding lurus dengan
Gradien Barometiknya. Gradient barometik adalah anngka yang
menunjukkan angka perbandingan tekanan udara dari dua isobar pada
tiap jarak 15 meridian (111 km).
b. Arah Angin
Satuan yang ddipakai untuk arah mata angin adalah:
- 0 derajat untuk arah utara
- 90 deratat untuk arah timur
- 180 derajat untuk arah selatan
- 270 derajat untuk arah barat
Arah angin menunjukkan darimana datangnya angin, bukan kemana
angin itu bergerak.
Menurut Hukum Buys Ballot, udara bergerak dari daerah yang
bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, di belahan bumi
utara angin berbelok ke kanan dan di belahan bumi selatan udara
berbelok ke kiri.
Arah angin dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
- Gradient barometik
- Rotasi bumi
- Kekuatan yang menahan (halangan)
Makin besar gradient barometik, makin besar pula kekuatannya.
Angin yang besar kekuatannya akan sulit berbelokara. rotasi bumi,
dengan bumi yang bulat, menyebabkan pembelokan arah angin.
pembelokan angin di equator sama dengan nol. Makin ke arah kutub
pembelokannya makin besar. pembelokan angin yang mencapai 90
derajat sehingga sejajar dengan garis isobar disebut angin geotropik. Hal
ini banyak terjadi di daerah sedang di atas samudera. kekuatan yang
menahan dapat membelokkan angin, sebagai contoh pada sat melewati
gunung, angin akan belok ke kiri, ke kanan, atau ke atas.
c. Kecepatan angin
Atmosfer bumi ikut berotasi dengan bumi. Molekul-molekul udara
mempunyai kecepatan gerak kea rah timur, sesuai dengan arah rotasi
bumi. kecepatan gerak tersebut disebut kecepatan linier. Bentuk bumi
yang bulat ini menyebabkan kecepatan linier makin kecil jika makin
dekat kea rah kutub.


5. Curah Hujan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun di suatu daerah dalam
waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain
Gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
Curah hujan yang turun di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
a. Bentuk medan/topografi
b. Area lereng medan
c. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai
d. Jarak perjalanan angin di atas medan datar
Hujan adalah peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat
yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi. Garis pada peta yang
menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama disebut
Isohyet.

























BAB III
METODE PENGAMATAN


PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
ACARA I
PENGUKURAN TEKANAN UDARA DAN KETINGGIAN TEMPAT

A. Pendahuluan
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara pertama dilakukan dengan
kegiatan pengukuran tekanan udara dan ketinggian tempat. Tekanan udara
(tekanan atmosfer) adalah berat atmosfer per satuan luas. Batasan lain
mengatakan bahwa tekanan atmosfer suatu ketinggian tertentu adalah gaya per
satuan luas yang diusahakan oleh udara pada ketinggian tersebut. Tekanan udara
antara satu tempat dengan tempat yang lain berbeda yang dipengaruhi berbagai
faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan tekanan udara dan akan
dilakukan pengukuran pada praktikum ini adalah ketinggian tempat.
Tujuan praktikum acara I ini adalah: mengetahui ketinggian tempat dan
tekanan udara pada tempat tersebut. Untuk mengukur ketinggian tempat dan
tekanan udara digunakan alat Altimeter model Thommen. Hasil pengukuran yang
telah diperoleh akan dibandingkan dengan perhitungan tekanan udara secara
teoritis berdasarkan ketinggian tempat yang telah diketahui. Secara teoritik,
karena pada lapisan troposfer terbawah udara homogen/seragam maka tiap naik
10 m ke ketinggian maka tekanan udaranya turun 1 mb. Jadi, semakin tinggi
suatu tempat tekanan udaranya akan semakin rendah.
Untuk lebih membuktikan pengaruh perbedaan ketinggian tempat terhadap
tekanan udara, maka perlu dilakukan pengukuran pada beberapa lokasi dengan
ketinggian yang tempat berbeda. Hasil yang diperoleh dari pengukuran
selanjutnya dibandingkan dengan perhitungan secara teoritik dan dianalisis untuk
menunjukkan hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan udara pada
tempat tersebut.

B. Dasar Teori
Tekanan udara (tekanan atmosfer) adalah berat atmosfer per satuan luas.
Batasan lain mengatakan bahwa tekanan atmosfer suatu ketinggian tertentu adalah
gaya per satuan luas yang diusahakan oleh udara pada ketinggian tersebut.
Udara mempunyai sifat yang meluas dan juga dapat ditekan. Oleh karena
itu tekanan udara yang terbesar adalah pada permukaan tanah, dan semakin ke
atas tekanannya semakin berkurang atau tekanan udara berkurang terhadap
ketinggian.
Di dekat permukaan bumi udara menimbulkan tekanan sebesar 10
5
newton
tiap m
2
atau sama dengan 1 bar. Karena perubahan tekanan udara sehari-harinya
kecil maka satuan yang digunakan harus sesuai sehingga setiap kejadian yang
berhubungan dengan tekanan udara dapat dilaporkan. Satuan yang digunakan
adalah milibar (mb)
1 bar = 1000 mb
1 bar = 100.000 newton/m
2

1 mb = 100 newton/m
2

Tekanan udara akan berkurang terhadap ketinggian, oleh karena itu tekanan
terbesar ada pada permukaan bumi. Dengan kata lain tekanan udara adalah berat
udara pada satuan luas tertentu pada suatu permukaan bumi. Adapun volume
udara dihitung dari permukaan bumi sampai atmosfer paling atas. Massa udara
semakin tipis sehingga semakin ke atas tekanannya semakin rendah. Oleh karena
itu dengan semakin bertambahnya ketinggian tekanan udaranya akan semakin
rendah. Secara teoritik setiap naik 10 m ke ketinggian maka tekanan udaranya
turun 1 mb. Dengan asumsi rata-rata tekanan udara pada 0 mdpal adalah 1010 mb,
maka tekanan udara pada suatu tempat dapat dihitung dengan rumus:
Tekanan udara suatu tempat = 1010 mb penurunan tekanan udara
Penurunan tekanan udara =

x 1 mb

C. Alat/Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Altimeter model
Thommen, yang dapat mengukur ketinggian tempat dan tekanan udara.
Komponen alat dan petunjuk cara pengoperasian alat adalah sebagai berikut:
pada bagian depan (bagian kaca) dapat dilihat beberapa parameter/ukuran
diantaranya:
1. Pada bagian atas terdapat lingkaran (lubang) yang berfungsi sebagai penunjuk
ketinggian tempat dengan satuan kilometer (1.000 meter). Perhatikan angka
yang muncul di dalam lubang, jika angka yang muncul nol maka ketinggian
tempat di bawah 1.000 meter, jika angka yang muncul 1 maka ketinggian
diatas 1.000 meter, jika angka yang muncul 2 maka ketinggian diatas 2.000
meter, dan seterusnya.
2. Parameter pada bak (lingkaran) terluar menunjukkan angka 0 900 meter.
Perhatikan angka yang ditunjuk oleh jarum. Angka yang ditunjuk oleh jarum
kemudian ditambahkan pada angka yang muncul pada lubang. Sebagai
contoh: ketinggian tempat di Dieng 2200 mdpal, maka pada lubang akan
muncul angka 2 dan jarum akan menunjuk angka 200. Sehingga 2 km + 200
m = 2.200 m.
Perhatikan, pada bak (lingkaran) terluar ini angka yang tertulis adalah pada
rentang 100, yaitu 0, 100, 200, 300, dan seterusnya. Pada setiap rentang
tersebut terbagi dalam 10 bagian. Dengan demikian satuan terkecil adalah 10
meter.
3. Parameter pada bak (lingkaran) bagian dalam yang berwarna merah
menujukkan tekanan udara.


D. Langkah Pengamatan
1. Siapkan alat Altimeter model Thommen
2. Baca angka yang muncul pada lubang bagian atas untuk mengetahui
ketinggian tempat dalam kilometer (ribuan meter)
3. Perhatikan angka yang ditunjuk oleh jarum pada lingkaran luar
4. Catat ketinggian tempat yang telah diketahui
5. Perhatikan angka yang ditunjuk oleh jarum pada lingkaran bagian dalam
(warna merah)
6. Catat tekanan udara yang telah diketahui
Contoh:
Ketinggian tempat di pos pengamatan vulkanologi babadan adalah 1298
mdpal ( 1300 mdpal), maka pada lubang akan muncul angka 1 dan jarum
menunjuk angka 300 m pada lingkaran luar, perhatikan garis bagian (strip)
antara angka 200 m hingga 300 m.
Selanjutnya perhatikan angka yang ditunjuk oleh jarum pada lingkaran dalam
yang berwarna merah, ternyata diketahui 876 mb. Dengan demikian tekanan
udara pada tempat tersebut 876 mb.
7. Bandingkan angka tekanan udara yang telah diperoleh dari pencatatan pada
altimeter dengan tekanan udara secara teoritik.
Secara teoritik karena pada lapisan troposfer terbawah udara
homogen/seragam maka tiap naik 10 m ke ketinggian maka tekanan udaranya
turun 1 mb.
Contoh:
Dengan asumsi rata-rata tekanan udara pada 0 mdpal adalah 1010 mb, maka
tekanan udara di pos pengamatan vulkanologi babadan dapat dihitung sebagai
berikut:

= 130 mb
= 1010 130 mb
= 880 mb
Tekanan udara yang terukur oleh alat altimeter Thommen adalah 876 mb,
sedangkan dari hasil perhitungan secara teoritik diperoleh angka 880 mb,
ternyata hasilnya relatif sama.


PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
ACARA II
PENGUKURAN KELEMBABAN RELATIF MASSA UDARA

A. Pendahuluan
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke dua dilakukan dengan
kegiatan pengukuran kelembaban relatif massa udara. Kelembaban udara sering
juga disebut kelengasan udara, yang bermakna kemampuan udara dalam
mengandung uap air. Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang
terkandung di dalam udara, sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi temperatur
udara. Menurut teori Water Holding Capacity, semakin tinggi temperatur suatu
udara maka kemampuan mengandung uap air semakin besar, semakin rendah
temperatur suatu udara kemampuan mengandung uap air semakin kecil.
Kelembaban udara sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Jika
kita berada di daerah kering, maka kita akan cepat merasakan haus karena cairan
pada tubuh kita akan menguap dengan cepat sehingga kita mengalami dehidrasi
kelembaban udara yang kecil menyebabkan penguapan pada tubuh tumbuh-
tumbuhan berjalan lebih cepat sehingga pada musim kemarau beberapa jenis
tanaman akan meranggas. Demikian pula pada lengas tanah, penguapan akan
berjalan lebih cepat sehingga akar-akar vegetasi akan sulit mendapatkan air, yang
berujung pada layunya tanaman bahkan mati. Kelembaban yang tinggi dan
mengalami penurunan temperatur atau bercampur dengan massa udara dingin
akan menyebabkan terbentuknya kabut tebal yang berbahaya bagi lalu-lintas.
Dalam bidang pertanian besarnya kelembaban di suatu tempat pada suatu
musim erat hubungannya dengan perkembangan organisme terutama jamur dari
penyakit tumbuhan. Di daerah tropis yang kelembabannya tinggi seringkali
dijumpai masalah bagi tanaman terutama sayuran yang menjadi cepat busuk.
Jenis penyakit tumbuhan juga terjadi apabila kelembaban relatif 85% selama 3
hari berturut-turut. Karena begitu pentingnya data kelembaban udara maka
banyak usaha-usaha untuk melakukan pengukuran kelembaban udara. Data yang
diperoleh merupakan acuan untuk pengambilan kebijakan di berbagai bidang.
Kelembaban udara sebenarnya dapat dibedakan menjadi kelembaban
absolut, kelembaban spesifik, dan kelembaban relatif. Dalam praktikum ini akan
dilakukan pengukuran kelembaban relatif. Data klimatologi untuk kelembaban
udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban relatif (relative humidity) atau
sering disingkat RH.

B. Dasar Teori
Sebagaimana telah disinggung di bagian pendahuluan, kelembaban udara
atau sering disebut juga kelengasan udara merupakan kemampuan udara
mengandung air yang sangat dipengaruhi oleh temperatur udara tersebut.
Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam
udara. Berbicara mengenai kelembaban udara tidak akan terlepas dari siklus
hidrologi khususnya penguapan dan hujan.
Uap air merupakan gas yang paling dinamis di atmosfer, dimana
kandungan uap air dapat berubah dengan cepat pada setiap periode 24 jam. Gas-
gas atmosfer yang lain konsentrasinya relatif stabil. Walaupun gas-gas lain
seperti karbondioksida dan gas polutan lainnya juga menunjukkan peningkatan
konsentrasi tetapi tidak berfluktuasi secara drastis. Dinamika kansungan uap air
di atmosfer terutama disebabkan karena air dapat berubah dari cair ke gas atau
sebaliknya dengan cepat. Kandungan uap air di udara akan meningkat jika
banyak air yang berubah dari bentuk cair ke bentuk gas. Dalam hal ini terjadi
peristiwa evaporasi dan transpirasi.
Sebagai imbangan dari proses penguapan, uap air di udara juga sebagian
akan mengalami perubahan bentuk dari uap atau gas ke bentuk cair. Proses ini
disebut kondensasi. Proses kondensasi akan menghasilkan panas. Sebagai akibat
dari kondensasi maka kandungan uap air di udara akan berkurang.
Teori water hoding capacity menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur
suatu udara maka kemampuan mengandung uap air semakin besar, sebaliknya
semakin rendah temperatur suatu udara kemampuan mengandung uap air
semakin kecil. Contoh: satu meter kubik udara pada temperatur 30
0
C mampu
menganung uap air dalam bentuk uap air sebesar 8 gram. Artinya air tetap dalam
bentuk uap air dan tidak dapat dilihat dengan mata (hydrometeor tidak terlihat).
Selanjutnya temperatur udara (1 m
3
) tadi diturunkan dari 30
0
C menjadi 20
0
C,
maka yang terjadi adalah kemampuan udara mengandung uap air hanya 4 gram
uap air, sisanya 4 gram uap air lain tidak dapat disimpan lagi melainkan
dikeluarkan dalam bentuk tetes-tetes air (dropled) sehingga terbentuklah kabut,
awan, dan sejenisnya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai situasi dimana pada
hamparan sawah yang luas pada siang hari terjadi penguapan dari permukaan
sawah yang basah, sehingga kemampuan udara mengandung uap air meningkat
seiring dengan naiknya temperatur permukaan. Kemudian pada dini hari
temperatur permukaan turun sampai temperatur minimum, maka kemampuan
udara mengandung uap air akan semakin kecil. Oleh karenanya sebagian uap air
yang terkandung akan dikeluarkan dalam bentuk tetes-tetes air. Maka
terbentuklah embun, kabut tipis (mist).
Kelembaban udara dapat dibedakan menjadi kelembaban absolut,
kelembaban spesifik, dan kelembaban relatif. Total massa uap air per satuan
volume udara disebut sebagai kelembaban absolut (absolute humidity).
Kelembaban absolut dihitung dalam gram per meter kubik. Kelembaban spesifik
(spesific humidity) merupakan perbandingan massa uap air dengan massa udara
lembab dalam satuan volume udara tertentu. Atau dapat dinyatakan sebagai
massa uap air dalam gram yang terdapat dalam 1 kg udara kering. Data
klimatologi untuk kelembaban udara yang paling umum dilaporkan adalah
kelembaban relatif (relative humidity) yaitu perbandingan dari massa uap air
yang nyata dari suatu sampel dengan udara jenuh dalam volume dan suhu yang
sama (dinyatakan dalam persen).

C. Alat/Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Aspiration Psychrometer
model Asmann, Sling Psychrometer, dan Hygrometer.
Aspiration Psychrometer model Asmann terdiri dari 6 komponen pokok yaitu:
1. Kipas penghisap udara melalui lubang 5
2. Thermometer bola basah yang ujungnya dibalut dengan kain katun
3. Thermometer bola kering
4. Bahan stainless steel sebagai pelindung
5. Lubang tempat masuk udara sekitar saat kipas beputar
6. Pemutar kipas yang diputar 3 x putaran
Agar alat berfungsi dengan baik perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Hindari hembusan nafas dan radiasi matahari langsung mengenai
thermometer. Hal ini karena thermometer sangat peka, sehingga dapat
menyebabkan nilai T menjadi tidak sesuai fakta. Padahal nilai T ini
merupakan penentu nilai kelembaban relatif pada saat dimasukkan ke tabel
2. Lubang 5 jangan sampai tertutup, biarkan udara sekitar bebas masuk terhisap
kipas
3. Pastikan bahwa kain pembalut thermometer bola basah telah benar-benar
jenuh dengan aquades
Sling Psychrometer pada dasarnya sama seperti Asmann yang terdiri dari
thermometer bola bassah dan thermometer bola kering. Hanya saja Sling
Psychrometer digerakkan secara manual dengan tangan.
Hygrometer merekam dua macam data yaitu data kelembaban relatif
(dalam persen) dan data temperatur (dalam derajat celcius). Alat ini terdiri dari:
alat perekam temperatur dalam
0
C (10
0
C 40
0
C) dan bahan higroskopis terdiri
dari rambut yang peka terhadap kandungan air di udara. Susut kembangnya
rambut mencerminkan kandungan air di udara.

D. Langkah Pengamatan
Menggunakan Aspiration Psychrometer model Asmann:
1. Pastikan bahwa kedua thermometer dalam kondisi normal, suhu sama
2. Basahi thermometer bola basah sampai jenuh oleh aquades
3. Putar kipas penghisap udara 3 4 x putaran
4. Perhatikan kedua thermometer (bola basah dan bola kering) maka akan
terlihat air raksa pada thermometer bola basah akan turun sementara
thermometer bola kering hanya sedikit mengalami penurunan. Ikuti terus
dengan seksama maka suatu saat penurunan air raksa pada teperatur bola
basah akan berhenti. Bila ada gejala air raksa akan naik kembali cepat baca
dan catat. Kadang-kadang suhu tetap berhenti sejenak kemudian turun
kembali, maka ikuti terus sampai penurunannya berhenti kemudian baca dan
catat
5. Lihat dan catat temperatur pada thermometer bola kering dan thermometer
bola basah berapa derajat celcius
6. Hitung selisih temperatur yang tercatat pada kedua thermometer tersebut
(thermometer bola kering dikurangi thermometer bola basah)
Contoh:
Temperatur thermometer bola kering 28
0
C
Temperatur thermometer bola basah 25
0
C
Maka T = 28
0
C 25
0
C = 3
0
C
7. Kemudian masukkan pada tabel untuk mengetahui berapa persen kelembaban
relatif massa udara

Menggunakan Sling Psychrometer:
Basahi thermometer bola basah sampai jenuh dengan aquades kemudian
putar alat tersebut dengan kecepatan kurang lebih 2 meter/detik selama 5 menit.
Kemudian baca temperatur pada thermometer bola basah dan bola kering, hitung
selisih temperatur kedua thermometer, dan dimasukkan dalam tabel seperti pada
saat menggunakan Asman.
Berdasarkan pengalaman di lapangan pada saat digunakan kedua alat ini
selalu menghasilkan data yang sama. Apabila ada perbedaan maka selisihnya
sangat kecil. Berdasarkan kesepakatan maka perbedaan kedua alat pencatat
kelembaban relatif tidak boleh lebih dari 4%. Perbedaan kurang dari 4% masih
dapat diterima.

Menggunakan Hygrometer:
1. Lindungi alat dari radiasi matahari langsung
2. Diamkan sesaat kurang lebih 10 menit sebelum dibaca datanya
3. Jangan terkena getaran atau digerakkan saat dibaca
4. Ventilasi di belakang alat jangan sampai tertutup
Alat ini bekerjanya sangat demonstratif artinya apabila ada udara relatif
basah yang lewat dan mendekati alat maka jarum penunjuk kelembaban akan
bergerak ke arah angka 100%. Sebaliknya, apabila udara yang lewat relatif
kering maka jarum akan bergerak ke arah angka yang mengecil. Berdasarkan
pengalaman di lapangan diketahui gejala sebagai berikut:
1. Bila ada kabut yang melewati hygrometer maka jarum akan bergerak dan
mencapai angka 100%
2. Gerakan jarum petunjuk kelembaban dan petunjuk temperatur bergerak
berlawanan, artinya apabila jarum petunjuk menunjuk ke arah yang mengecil
maka jarum petunjuk kelembaban justru bergerak ke angka yang membesar.
Hal ini disebabkan sifat udara dalam kemampuan mengandung uap air yaitu:
semakin tinggi temperatur maka kemampuan mengandung uap air akan
semakin besar sehingga kelembaban relatifnya kecil dan sebaliknya semakin
rendah temperatur suatu udara maka kemampuan mengandung uap air
semakin kecil sehinga nilai kelembaban relatifnya semakin besar.


PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
ACARA III
PENGUKURAN TEMPERATUR UDARA

A. Pendahuluan
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke tiga dilakukan dengan
kegiatan pengukuran temperatur udara. Temperatur udara merupakan salah satu
unsur cuaca yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan tata cara
kehidupan manusia, budaya, hingga pengembangan teknologi antara lain
dipengaruhi oleh temperatur udara. Selain itu temperatur udara juga berkaitan
dengan unsur cuaca lainnya seperti kelembaban udara, tekanan udara, angin, dan
sebagainya. Temperatur udara memiliki kedudukan yang penting karena
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan hubungannya dengan unsur
cuaca lainnya, oleh karena itu pengukuran temperatur udara juga penting untuk
dilakukan.
Pengukuran temperatur udara dilakukan dengan termometer. Satuan yang
digunakan di Indonesia umumnya adalah derajat Celcius (centigrade), sedangkan
di negara lain sering digunakan satuan dalam derajat Fahrenheit, Reaumur, atau
Kelvin. Karena temperatur udara berbeda antara satu tempat dengan tempat
lainnya yang dipengaruhi oleh letak lintang dan ketinggian tempat, maka
idealnya pengukuran temperatur udara dilakukan di beberapa tempat agar dapat
menujukkan variasi keruangannya. Selain itu temperatur udara juga berfluktuasi
dalam periode 24 jam sehingga perlu dilakukan pengukuran beberapa kali dalam
24 jam untuk mendapatkan rerata harian.

B. Dasar Teori
Temperatur udara merupakan unsur cuaca yang penting yang menunjukkan
derajat panas atau dingin pada suatu udara berdasarkan skala tertentu yang diukur
dengan menggunakan termometer. Temperatur udara berubah terhadap ruang dan
waktu. Secara keruangan temperatur berubah terhadap letak lintang dan
ketinggian tempat. Pengaruh dari letak lintang adalah penerimaan radiasi
matahari yang tidak sama besarnya antara daerah equator dengan daerah kutub.
Hal ini dipengaruhi oleh variabel-variabel insolasi (incoming solar radiation).
Sedangkan pengaruh dari ketinggian tempat adalah semakin tinggi
kedudukan tempat dari permukaan bumi, temperatur akan semakin rendah. Hal
ini karena semakin menjauhi permukaan bumi sebagai sumber panas hasil
serapan radiasi matahari. Pada lapisan troposfer keadaan temperatur akan
menurun terhadap ketinggian, artinya semakin ke arah atas temperaturnya akan
semakin rendah (lapse rate) secara global. Rata-rata penurunan terhadap
ketinggian berkisar 6,5
0
C. Menurut hasil pencatatan CEP Brooks diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Pada ketinggian 2 km (lapisan terbawah dari toposfer) setiap naik 1000 m (1
km) penurunan suhunya 5
0
C atau setiap naik 100 m suhu turun 0,5
0
C.
2. Pada ketinggian 4-6 km (lapisan terbawah dari toposfer) setiap naik 1000 m (1
km) penurunan suhunya 6
0
C atau setiap naik 100 m suhu turun 0,6
0
C.
3. Pada ketinggian 6-8 km (lapisan terbawah dari toposfer) setiap naik 1000 m (1
km) penurunan suhunya 7
0
C atau setiap naik 100 m suhu turun 0,7
0
C.
Pencatatan diatas dilakukan diatas permukaan air laut.
Perlu kita ketahui juga bahwa selain letak lintang dan ketinggian tempat,
panas yang diterima permukaan bumi tidak sama besarnya karena perbedaan
ALBEDO setiap permukaan. ALBEDO adalah nilai dari perbandingan energi
yang dipantulkan dengan energi yang datang. Setiap permukaan memiliki
ALBEDO yang berbeda oleh karena itu penyerapan energi oleh permukaan juga
berbeda. Hal ini juga turut mempengaruhi temperatur udara.
Selain bervariasi terhadap ruang, temperatur udara juga bervariasi terhadap
waktu. Dalam 24 jam terjadi fluktuasi yang dipengaruhi oleh poses pertukaran
energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari sebagian dari radiasi
matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang
melayang-layang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari ini yang akan
meyebabkan suhu udara meningkat. Pada umumnya temperatur maksimum
terjadi setelah tegah hari, biasanya sekitar jam 14.00 dan temperatur minimum
terjadi pukul 06.00 atau sekitar matahari terbit.
Dari temperatur udara yang berfluktuasi selama 24 jam tersebut dapat
dbuat temperatur rata-rata harian (24 jam). Rata-rata dapat diperoleh dari hasil
pengamatan temperatur tiap jam selama 1 hari (siang dan malam). Secara kasar,
rerata temperatur harian juga dapat dihitung dengan jumlah temperatur
maksimum dan temperatur minimum dibagi dua. Menurut Bayong Tjasyono di
Indonesia temperatur harian rata-rata dihitung dengan rumus:


T7, T13, T18 adalah pengamatan temperatur pada pukul 7.00, 13.00, dan 18.00.

C. Alat/Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer batang
dengan cairan merkuri berwarna merah. Kelebihan dari termometer ini adalah
mudah diamati, namun kurang peka terhadap perubahan suhu. Sedangkan
termometer dengan cairan merkuri berwarna perak lebh peka terhadap perubahan
suhu tetapi sulit diamati terlebih ketika malam hari.

D. Langkah Pengamatan
1. Siapkan termometer batang
2. Hindarkan dari penyinaran matahari langsung
3. Diamkan beberapa saat sebelum dibaca datanya
4. Catat data pada termometer (dalam derajat celcius) pada pukul 07.00, 13.00,
dan 18.00
5. Hitung rata-rata temperatur udara harian dengan rumus diatas\



PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
ACARA IV
PENGUKURAN KECEPATAN DAN ARAH ANGIN

A. Pendahuluan
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke empat dilakukan dengan
kegiatan pengukuran kecepatan dan arah angin. Angin merupakan gerakan alami
pada udara. Arus angin jarang sekali berlangsung dalam keadaan rata dan halus,
tetapi terganggu oleh adanya turbulansi dan eddy dalam berbagai bentuk dan
ukuran, yang berkembang di dalam udara dan saling mengganggu arah geraknya.
Angin juga merupakan unsur cuaca yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-
hari sehingga pengukuran arah dan kecepatannya sangat penting untuk
dilakukan. Dalam praktikum ini akan dilakukan pengukuran di tempat yang
terbuka dan terhalang oleh bangunan untuk membuktikan pengaruh dari berbagai
penghalang di permukaan bumi terhadap kecepatan dan arah angin.

B. Dasar Teori
Laju angin (wind velocity) adalah jumlah vektor yang mempunyai
kebesaran dan arah. Kebesaran vektor angin disebut kecepatan angin. Arah angin
adalah arah dari mana angin berhembus. Laju angin permukaan biasanya mudah
mengalami gangguan yang cepat. Perkembangan dari gangguan yang terjadi
disebut gustiness. Perlu diketahui bahwa gerakan-gerakan udara dipengaruhi oleh
faktor kekasaran permukaan tanah, tipe permukaan, sumber-sumber panas,
adanya gangguan lain, dan sebagainya pengaruh dari berbagai macam faktor
inilah yang menentukan kondisi kecepatan dan arah pergerakan angin.
Kecepatan angin dinyatakan dalam knots. Satu knot sama dengan satu mil
laut per jam atau sama dengan 0,51 meter per detik (mil laut biasa disebut
nautical mile atau disingkat n.m). kecepatan angin permukaan jarang sekali
dijumpai dalam keadaan tetap dan biasanya berubah-ubah. Variasi yang tidak
teratur baik periode ataupun amplitudonya ditimbulkan karena gustiness. Oleh
karena itu dalam menentukan kecepatan angin permukaan untuk keperluan
berita, diambil harga rata-ratanya (diamati dalam periode 10 menit kemudian
dibuat rata-rata, angka yang diperoleh dibulatkan dalam knots yang terdekat
misalnya 14,7 knots menjadi 15 knots).
Pengukuran kecepatan angin dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
salah satunya yang paling mudah adalah dengan mengamati langsung efek angin
pada permukaan bumi tanpa perantara alat-alat. Cara ini dikembangkan oleh Sir
Francis Beaufort pada tahun 1905 dan biasa disebut angin Beaufort. Cara ini
khusus untuk digunakan di atas laut. Perhatikan tabel.
Arah angin adalah arah dimana angin berhembus. Arah dinyatakan dalam
derajat yang diukur searah dengan arah jarum jam mulai dari titik utara bumi.
Dengan kata lain, arah angin dapat diketahui dengan titik-titik pada kompas
(perhatikan tabel). Arah angin permukaan biasanya ditentukan dengan winvune.
Untuk keperluan berita cuaca arah yang diamati adalah arah rata-rata selama 10
menit sejak sebelum waktu pengamatan.
Berbicara mengenai variasi kecepatan angin dalam meteorologi dikenal
istilah gust dan squall. Gust adalah kenaikan yang cepat dari kekuatan angin
relatif terhadap harga rata-ratanya dalam suatu periode lama tertentu. Peristiwa
kenaikan ini kemudian diikuti oleh reda angin dan peristiwanya berlangsung
pendek. Squall adalah angin kuat yang terjadi secara mendadak dan berakhir
dengan mendadak pula setelah beberapa menit, atau dapat pula diidentifikasikan
sebagai suatu kenaikan kecepatan angin yang mendadak dari kecepatan semula
(minimum 16 knots) menjadi 22 knots atau lebih dan berlangsung sekurang-
kurangnya satu menit.
Adapun dalam variasi arah angin permukaan dikenal istilah veering (angin
rubah kanan) dan backing (angin rubah kiri). Veering merupakan perubahan arah
angin yang berlangsung bergerak (berputar) searah jarum jam. Backing
merupakan perubahan arah angin yag berlangsung berputar berlawanan arah
jarum jam. Peristiwa backing merupakan kebalikan dari veering.

C. Alat/Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah hand cup anemometer
kompas bidik, dan stopwatch. Hand cup anemometer digunakan untuk mengukur
kecepatan angin, kompas untuk mengukur arah angin, stopwatch untuk
mengetahui lamanya angin berhembus.

D. Langkah Pengamatan
Pengamatan akan dilakukan dua kali yaitu pada tempat yang
berpenghalang dan tempat yang relatif terbuka. Masing-masing dilakukan selama
10 menit. Pada kedua pengamatan tersebut, langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Siapkan semua peralatan yang digunakan: hand cup anemometer, kompas
bidik, stopwatch
2. Lakukan pengukuran kecepatan angin dengan menggunakan hand cup
anemometer. (a) pegang alat dengan tangan, (b) jauhkan dari tubuh kita agar
arah dan kecepatan angin tidak terganggu, (c) baca angka yang ditunjuk oleh
garis penunjuk, angka bagian atas (m/detik) menunjukkan kecepatan angin,
sedangkan angka bagian bawah menunjukkan skala beaufort. Skala beaufort
dibuat untuk mengetahui kecepatan angin dalam rentangan kecepatannya
3. Lakukan pengukuran arah angin dengan menggunakan kompas
4. Perhatikan dan catat variasi-variasi kecepatan dan arah angin yang terjadi
5. Tentukan rata-rata kecepatan dan arah angin yang telah diukur selama 10
menit.



PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
ACARA V
ANALISIS TIPE IKLIM SUATU TEMPAT DENGAN KLASIFIKASI IKLIM
SCHMIDT-FERGUSON

A. Pendahuluan
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke lima dilakukan dengan
kegiatan analisis tipe iklim di suatu tempat dengan klasifikasi iklim Schmidt-
Ferguson. Iklim merupakan unsur alam yang penting dalam mempengaruhi
kehidupan manusia, oleh karenanya pengetahuan mengenai kondisi iklim di
suatu wilayah juga merupakan hal yang penting. Iklim di suatu tempat tidak
hanya berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakatnya tetapi juga
hubungannya dengan budidaya manusia dalam bidang pertanian. Untuk
mengetahui kondisi iklim terlebih dahulu dilakukan identifikasi dan klasifikasi
jenis iklim
Thornthwaite (1933) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah
menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-
benar aktif, terutama air dan panas. Meskipun semua unsur iklim penting
hubungan yang menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi
klasifikasi iklim. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan
ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Klasifikasi iklim yang dibuat oleh Schmidt-Ferguson merupakan salah satu
jenis klasifikasi yang banyak digunakan di Indonesia. Klasifikasi iklim ini
mendasarkan pada curah hujan. Data hujan yang digunakan dalam analisis
minimal 10 tahun. Berdasarkan data hujan tersebut Schmidt-Ferguson
menentukan bulan basah dan bulan kering kemudian dianalisis sehingga
diperoleh 8 daerah iklim dari yang paling basah hingga paling kering. Dalam
praktikum acara ke lima ini akan dilakukan analisis tipe iklim di Kecamatan
Bansari, Kabupaten Temanggung.

B. Dasar Teori
Schmidt-Ferguson (1951) menentukan tipe iklim di Indonesia berdasarkan
bulan basah dan bulan kering yang dianalisis dari data hujan minimal 10 tahun.
Schmidt-Ferguson menerima metode Mohr dalam menentukan bulan kering dan
bulan basah. Menurut Mohr berdasarkan penelitian tanah, terdapat tiga derajat
kelembaban yaitu:
Jika jumlah curah hujan dalam satu bulan lebih dari 100 mm, maka bulan ini
dinamakan bulan basah, jumlah curah hujan ini melampaui jumlah penguapan.
Jika jumlah curah hujan dalam satu bulan kurang dari 60 mm, maka bulan ini
dinamakan bulan kering, penguapan banyak berasal dari air dalam tanah
daripada curah hujan.
Jika jumlah curah hujan dalam satu bulan antara 60 mm sampai 100 mm maka
bulan ini dinamakan bulan lembab, curah hujan dan penguapan kurang lebih
seimbang.
Schmidt-Ferguson menghitung jumlah bulan kering dan bulan basah dari
tiap-tiap tahun kemudian diambil rata-ratanya. Tipe iklim ditentukan dengan
menghitung nilai Q yaitu perbandingan antara rata-rata bulan kering dengan rata-
rata bulan basah. Hasilnya terdiri dari 8 tipe iklim yaitu tipe iklim A (sangat
basah), B (basah), C (agak basah), D (sedang), E (agak kering), F (kering), G
(sangat kering), H (luar biasa kering).

C. Alat/Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kalkulator dan alat tulis.
Adapun bahan yang dianalisis adalah data curah hujan Kecamatan Bansari,
Kabupaten Temanggung tahun 1993-2002. Kecamatan Bansari merupakan salah
satu Kecamatan di Kabupaten Temanggung yang terletak di lereng Gunungapi
Sindoro.

D. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan dianalisis
2. Perhatikan angka curah hujan bulanan, tentukan apakah termasuk bulan basah,
lembab, atau kering.
3. Lengkapi kolom-kolom data hujan mengenai jumlah bulan basah, bulan
lembab, dan bulan kering, serta jumlah curah hujan dan rata-rata curah hujan
bulanan dalam kurun waktu 10 tahun
4. Hitung jumlah bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering
5. Hitung nilai Q dengan persamaan:




6. Tentukan tipe iklim dengan mencocokkan nilai Q yang diperoleh dengan
kriteria iklim Schmidt-Ferguson:
A: 0 Q < 0,143
B: 0,143 Q < 0,333
C: 0,333 Q < 0,600
D: 0,600 Q < 1,000
E: 1,000 Q < 1,670
F: 1,670 Q < 3,000
G: 3,000 Q < 7,000
H: 7,000 Q


PRAKTIKUM METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI
ACARA VI
ANALISIS TIPE IKLIM SUATU TEMPAT DENGAN KLASIFIKASI IKLIM
MOHR DAN OLDEMAN

A. Pendahuluan
Selain klasifikasi iklim yang dibuat oleh Schmidt-Ferguson, jenis
klasifikasi iklim lain yang dirasa sesuai dan banyak diterapkan untuk wilayah
Indonesia adalah tipe iklim Mohr dan Oldeman. Sama halnya dengan metode
Schmidt-Ferguson, Mohr dan Oldeman juga menggunakan unsur curah hujan
sebagai dasar klasifikasi iklim. Bahkan, Mohr (1933) merupakan ahli yang
pertama yang mengajukan klasifikasi iklim di Indonesia yang didasarkan pada
curah hujan.
Perbedaan antara klasifikasi Mohr dengan Oldeman adalah, Mohr
mendasarkan pada evaporasi tiap hari 2 mm hasilnya terdapat 5 kelas iklim
dengan tingkat kelembaban antara basah hingga sangat kering. Adapun Oldeman
menentukan klasifikasi iklim berdasarkan kebutuhan air untuk persawahan dan
palawija, sehingga penentuan tipe iklim menurut Oldeman terutama digunakan
dalam usaha pertanian di Indonesia.
Perbedaan antara satu tipe iklim dengan tipe iklim lainnya pada satu
wilayah yang sama memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai suatu
wilayah ditinjau dari berbagai sudut pandang. Oleh karena itu perlu dilakukan
analisis kondisi iklim berdasarkan beberapa tipe iklim. Dalam kegiatan
praktikum meteorologi-kilmatologi acara ke 6 ini akan dilakukan analisis tipe
iklim menggunakan klasifikasi Mohr dan Oldeman untuk pada beberapa wilayah
antara lain: Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul; Kecamatan Ngawen,
Kabupaten Gunungkidul; Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, serta
Kecamatan Kalasan/Prambanan, Kabupaten Sleman.

B. Dasar Teori
Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Mohr didasarkan pada jumlah bulan
kering (BK) dan bulan basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam
waktu yang lama. Curah hujan rata-rata yang digunakan diperoleh dari
pengamatan curah hujan selama minimal 10 tahun. Klasifikasi Iklim Mohr
berdasarkan hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan. Asumsi
untuk penguapan/ evaporasi (E) adalah 2 mm per hari.
Menurut Mohr berdasarkan penelitian tanah, terdapat tiga derajat
kelembaban yaitu:
Jika jumlah curah hujan dalam satu bulan lebih dari 100 mm, maka bulan ini
dinamakan bulan basah, jumlah curah hujan ini melampaui jumlah penguapan.
BB (Bulan Basah) CH > 100 mm ; sehingga CH > E
Jika jumlah curah hujan dalam satu bulan kurang dari 60 mm, maka bulan ini
dinamakan bulan kering, penguapan banyak berasal dari air dalam tanah
daripada curah hujan. BK (Bulan Kering) CH < 60 mm ; sehingga CH < E
Jika jumlah curah hujan dalam satu bulan antara 60 mm sampai 100 mm maka
bulan ini dinamakan bulan lembab, curah hujan dan penguapan kurang lebih
seimbang. BL (Bulan Lembab) 60 < CH < 100 mm.
Berdasarkan keberadaan bulan basah dan bulan kering, terdapat kelas iklim
menurut Mohr yaitu sebagai berikut:

Dasar yang digunakan dalam sistem klasifikasi iklim Oldeman adalah adanya
bulan basah yang berturut-turut dan adanya bulan kering yang berturut-turut pula.
Kedua bulan ini dihubungkan dengan kebutuhan tanaman padi sawah dan palawija
terhadap air. Dalam konsep ini, curah hujan sebesar 200 mm tiap bulan dipandang
cukup untuk membudidayakan padi sawah, sedangkan untuk sebagian besar palawija
maka jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100 mm tiap bulan. Musim
hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk membudidayakan padi sawah selama
satu musim. Meskipun lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh
jenis yang digunakan, periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang
optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat
menanam padi sebanyak 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan
maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan. Dalam metode
Oldeman bulan basah didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah
hujan sekurang-kurangnya 200 mm.
Dari tinjauan di atas Oldeman membagi 5 daerah agroklimat utama yaitu:
A: jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan
B: jika terdapat 7-9 bulan basah berurutan
C: jika terdapat 5-6 bulan basah berurutan
D: jika terdapat 3-4 bulan basah berurutan
E: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan
Stratifikasi kedua adalah jumlah bulan kering berurutan. Bulan kering
didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai curah hujan kurang dari 100 mm,
karena untuk pertumbuhan tanaman palawija diperlukan curah hujan sekurang-
kurangnya 100 mm tiap bulan. Jika terdapat kurang dari 2 bulan kering, petani
dengan mudah mengatasinya karena tanah cukup lembab. Jika peiode bulan
kering antara 2 dan 4, maka petani harus hati-hati dalam membudidayakan
tanaman. Periode 4 sampai 6 bulan kering berurutan dipandang sangat lama jika
irigasi tambahan tidak tersedia. Dengan demikian pendaerahan agroklimat
dengan meninjau stratifikasi kedua adalah sebagai berikut:
Zona A: jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan
B1: jika terdapat 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
B2: jika terdapat 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering
C1: jika terdapat 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
C2: jika terdapat 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering
C3: jika terdapat 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan 5 sampai 6 bulan kering
D1: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
D2: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering
D3: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan 5 sampai 6 bulan kering
D4: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering
E1: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
E2: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan
kering
E3: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5 sampai 6 bulan
kering
E4: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan
kering
Hasil perhitungan bulan basah dan bulan kering juga dapat dianalisis
dengan menggunakan segitiga iklim Oldeman berikut ini:

C. Alat/Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kalkulator dan alat tulis.
Adapun bahan yang dianalisis adalah data curah hujan Kecamatan Panggang
Kabupaten Gunungkidul, Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul,
Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman, serta Kecamatan Kalasan/Prambanan
Kabupaten Sleman tahun 1999 sampai 2008.

D. Langkah Kerja
Analisis tipe iklim menurut Metode Mohr
7. Siapkan alat dan bahan yang akan dianalisis
8. Jumlahkan data hujan masing-masing bulan dalam kurun waktu 10 tahun
9. Hitung rata-rata curah hujan masing-masing bulan
10. Tentukan masing-masing bulan tersebut apakah termasuk bulan basah,
bulan lembab, atau bulan kering dengan melihat curah hujan rata-rata 10 tahun
11. Tentukan kelas iklim menurut Mohr

Analisis tipe iklim menurut Metode Oldeman
1. Siapkan alat dan bahan yang akan dianalisis
2. Jumlahkan data hujan masing-masing bulan dalam kurun waktu 10 tahun
3. Hitung rata-rata curah hujan masing-masing bulan
4. Tentukan masing-masing bulan tersebut apakah termasuk bulan basah, bulan
lembab, atau bulan kering dengan melihat curah hujan rata-rata 10 tahun
5. Perhatikan bulan basah yang berlangsung berurutan ada berapa
6. Tentukan kelas agroklimat pertama
7. Perhatikan jumlah bulan kering
8. Tentukan tipe iklim menurut Oldeman











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengukuran Tekanan Udara Dan Ketinggian Tempat
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara pertama dilakukan dengan
kegiatan pengukuran tekanan udara dan ketinggian tempat. Tekanan udara (tekanan
atmosfer) adalah berat atmosfer per satuan luas. Batasan lain mengatakan bahwa
tekanan atmosfer suatu ketinggian tertentu adalah gaya per satuan luas yang
diusahakan oleh udara pada ketinggian tersebut. Tekanan udara antara satu tempat
dengan tempat yang lain berbeda yang dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu faktor
yang mempengaruhi perbedaan tekanan udara dan akan dilakukan pengukuran pada
praktikum ini adalah ketinggian tempat.
Tujuan praktikum acara I ini adalah: mengetahui ketinggian tempat dan
tekanan udara pada tempat tersebut. Untuk mengukur ketinggian tempat dan tekanan
udara digunakan alat Altimeter model Thommen. Hasil pengukuran yang telah
diperoleh akan dibandingkan dengan perhitungan tekanan udara secara teoritis
berdasarkan ketinggian tempat yang telah diketahui. Secara teoritik, karena pada
lapisan troposfer terbawah udara homogen/seragam maka tiap naik 10 m ke
ketinggian maka tekanan udaranya turun 1 mb. Jadi, semakin tinggi suatu tempat
tekanan udaranya akan semakin rendah.
Untuk lebih membuktikan pengaruh perbedaan ketinggian tempat terhadap
tekanan udara, maka perlu dilakukan pengukuran pada beberapa lokasi dengan
ketinggian yang tempat berbeda. Hasil yang diperoleh dari pengukuran selanjutnya
dibandingkan dengan perhitungan secara teoritik dan dianalisis untuk menunjukkan
hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan udara pada tempat tersebut.
Dari hasil pengukuran, pengukuran dilakukan di empat tempat berbeda,
diperoleh data sebagai berikut :
1. Srumbung
Ketinggian tempat : 550 m
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Teori : 955 mb
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Alat : 951 mb
2. Wates
Ketinggian tempat : 30 m
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Teori : 1007 mb
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Alat : 1010 m
3. Godean
Ketinggian tempat : 100 m
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Teori : 1000 mb
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Alat : 1002 mb
4. Ruangan G01.214
Ketinggian tempat : 150 m
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Teori : 995 mb
Perhitungan Tekanan Udara Sesuai Alat : 995 mb
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan tekanan udara di empat titik pengamatan yang
berbeda diperoleh data. Padatitik pertama dilakukan di Srumbung yang memiliki
ketinggian 550 meter. Hasil pengukuran tekanan udara dengan menggunakan
Altimeter model Thommen menunjukan angka 955 mb sedangakan secara teori hasil
menunjukan 991 mb. Titik ke dua dilakukan di Wates yang memiliki ketinggian 30
meter. Hasil pengukuran tekanan udara dengan menggunakan Altimeter model
Thommen menunjukan angka 1010 mb sedangakan secara teori hasil menunjukan
1007 mb. Titik ketiga dilakukan di Godean yang memiliki ketinggian 100 meter.
Hasil pengukuran tekanan udara dengan menggunakan Altimeter model Thomme
nmenunjuk anangka 1002 mb sedangakan secara teori hasil menunjukan 1000 mb.
Titik ke empat dilakukan di Ruang G01.124 yang memiliki ketinggian 150 meter.
Hasil pengukuran tekanan udara dengan menggunakan Altimeter model Thommen
menunjuk anangka 995 mb sedangakan secara teori hasil menunjukan 995 mb.
Berdasarkan hasil pengukuran dari keempat titik, hasil pengukuran yang diperoleh
secara teori dan alat Altimeter model Thommen hamper mendekati. Dari hasil
pengamatan, pengamat dapat menyimpulkan semakin tinggi suatu tempat, maka
tekanan udara pada tempat tersebut mengalami penurunan begitupun sebaliknya.
2. Pengukuran Kelembaban Relatif Massa Udara
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke dua dilakukan dengan
kegiatan pengukuran kelembaban relatif massa udara. Kelembaban udara sering juga
disebut kelengasan udara, yang bermakna kemampuan udara dalam mengandung uap
air. Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam
udara, sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi temperatur udara. Menurut teori
Water Holding Capacity, semakin tinggi temperatur suatu udara maka kemampuan
mengandung uap air semakin besar, semakin rendah temperatur suatu udara
kemampuan mengandung uap air semakin kecil.
Kelembaban udara sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Jika kita
berada di daerah kering, maka kita akan cepat merasakan haus karena cairan pada
tubuh kita akan menguap dengan cepat sehingga kita mengalami dehidrasi
kelembaban udara yang kecil menyebabkan penguapan pada tubuh tumbuh-tumbuhan
berjalan lebih cepat sehingga pada musim kemarau beberapa jenis tanaman akan
meranggas. Demikian pula pada lengas tanah, penguapan akan berjalan lebih cepat
sehingga akar-akar vegetasi akan sulit mendapatkan air, yang berujung pada layunya
tanaman bahkan mati. Kelembaban yang tinggi dan mengalami penurunan temperatur
atau bercampur dengan massa udara dingin akan menyebabkan terbentuknya kabut
tebal yang berbahaya bagi lalu-lintas.
Dalam bidang pertanian besarnya kelembaban di suatu tempat pada suatu
musim erat hubungannya dengan perkembangan organisme terutama jamur dari
penyakit tumbuhan. Di daerah tropis yang kelembabannya tinggi seringkali dijumpai
masalah bagi tanaman terutama sayuran yang menjadi cepat busuk. Jenis penyakit
tumbuhan juga terjadi apabila kelembaban relatif 85% selama 3 hari berturut-turut.
Karena begitu pentingnya data kelembaban udara maka banyak usaha-usaha untuk
melakukan pengukuran kelembaban udara. Data yang diperoleh merupakan acuan
untuk pengambilan kebijakan di berbagai bidang.
Kelembaban udara sebenarnya dapat dibedakan menjadi kelembaban absolut,
kelembaban spesifik, dan kelembaban relatif. Dalam praktikum ini akan dilakukan
pengukuran kelembaban relatif. Data klimatologi untuk kelembaban udara yang
umum dilaporkan adalah kelembaban relatif (relative humidity) atau sering disingkat
RH.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan kelembaban udara massau dara di ruang
Laboratorium Geografi dengan menggunakan Hygrometer dan Aspiration
Psychrometermodel Asmann diperoleh data. Alat Hygrometer menunjukan
kelembaban relatif massa udara di ruang tersebut yaitu 70 sedangkan alat Aspiration
Psychrometer mode lAsmann menunjukan angka 24 setelah dari angka 28 di bulan
basahnya masih tetap di angka 28. Setelah diketahui angka bulan basah dan bulan
kering, maka akan di konversikan dengan menggunakan tabel kelembaban relatif
massa udara. Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh kelembaban relatif massa udara di
ruang tersebut yaitu 67. Dari hasil pengukuran kedua alat tersebut, dapat dibuktikan
selisih angka antara alat Hygrometer dan Aspiration Psychrometer model Asmann
tidak lebih dari 4 maka dapat disimpulkan data ini valid.









Tabel kelembaban relatif massa udara.
3. Pengukuran Temperatur Udara
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke tiga dilakukan dengan
kegiatan pengukuran temperatur udara. Temperatur udara merupakan salah satu unsur
cuaca yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan tata cara kehidupan
manusia, budaya, hingga pengembangan teknologi antara lain dipengaruhi oleh
temperatur udara. Selain itu temperatur udara juga berkaitan dengan unsur cuaca
lainnya seperti kelembaban udara, tekanan udara, angin, dan sebagainya. Temperatur
udara memiliki kedudukan yang penting karena berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari dan hubungannya dengan unsur cuaca lainnya, oleh karena itu pengukuran
temperatur udara juga penting untuk dilakukan.
Pengukuran temperatur udara dilakukan dengan termometer. Satuan yang
digunakan di Indonesia umumnya adalah derajat Celcius (centigrade), sedangkan di
negara lain sering digunakan satuan dalam derajat Fahrenheit, Reaumur, atau Kelvin.
Karena temperatur udara berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya yang
dipengaruhi oleh letak lintang dan ketinggian tempat, maka idealnya pengukuran
temperatur udara dilakukan di beberapa tempat agar dapat menujukkan variasi
keruangannya. Selain itu temperatur udara juga berfluktuasi dalam periode 24 jam
sehingga perlu dilakukan pengukuran beberapa kali dalam 24 jam untuk mendapatkan
rerata harian.
Pembahasan
Dari hasilpengukuran yang dilakukan di Taman Ki HajarFakultas IlmuSosial
Universitas Negeri Yogyakarta. Di perolehdata sebagaiberikut:
Pukul 06.00 wib :diperoleh hasil pada termometer yaitu 26C, pada waktu itu
udara terasa dingin, angin tidak berhembus terlalu kencang , muncul embun
dan matahari belum muncul.
Pukul 13.00 wib : diperoleh hasil pada termometer 31C, pada jam tersebut
matahari bersinar cerah, udara terasa panas di sekitar taman, angin berhembus
sepoi-sepoi.
Pukul 18.00 wib : di peroleh hasil pada termometer 29C,pada jam tersebut
udara terasa dingin, angin tidak berhembus.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa keadaan cuaca antara pagi,
siang dan malam berbeda. Amplitudo harian di negara Indonesia relatif kecil.
Keadaan angin, penyinaran matahari, dan vegetasi juga sangat berpengaruh
terhadap keadaan suhu pada suatu tempat.
4. Pengukuran Kecepatan Dan Arah Angin
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke empat dilakukan dengan
kegiatan pengukuran kecepatan dan arah angin. Angin merupakan gerakan alami pada
udara. Arus angin jarang sekali berlangsung dalam keadaan rata dan halus, tetapi
terganggu oleh adanya turbulansi dan eddy dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang
berkembang di dalam udara dan saling mengganggu arah geraknya. Angin juga
merupakan unsur cuaca yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari sehingga
pengukuran arah dan kecepatannya sangat penting untuk dilakukan. Dalam praktikum
ini akan dilakukan pengukuran di tempat yang terbuka dan terhalang oleh bangunan
untuk membuktikan pengaruh dari berbagai penghalang di permukaan bumi terhadap
kecepatan dan arah angin.
Pengukuran
Arah
Angin
Kecepatan
Angin
Lama
Angin
I N 320 E 0 5 detik
II N 270 E 0 31 detik
II N 300 E 0 1 menit
IV N 220 E 0 40 detik
V N 320 E 0 46 detik
VI N 360 E 0 11 detik
VII N 45 E 0 12 detik
VIII N 340 E 0 7 detik
IX N 45 E 0 6 detik
X N 45 E 0.1 31 detik
XI N 230 E 0 18 detik
XII N 320 E 0 17 detik

Dari hasil praktikum di lapangan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Pengukuran ke I di peroleh arah angin N 320 E dengan kecepatan angin 0 dan
lama angin berhembus 5 detik.
Pengukuran ke II di peroleh arah angin N 270 E dengan kecepatan angin 0 dan
lama angin berhembus 31 detik.
Pengukuran ke III di peroleh arah angin N 300 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 1 menit.
Pengukuran ke IV di peroleh arah angin N 220 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 40 detik.
Pengukuran ke V di peroleh arah angin N 320 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 46 detik.
Pengukuran ke VI di peroleh arah angin N 360 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 11 detik.
Pengukuran ke VII di peroleh arah angin N 45 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 12 detik.
Pengukuran ke VIII di peroleh arah angin N 340 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 7 detik.
Pengukuran ke IX di peroleh arah angin N 45 E dengan kecepatan angin 0 dan
lama angin berhembus 6 detik.
Pengukuran ke X di peroleh arah angin N 45 E dengan kecepatan angin 0,1
dan lama angin berhembus 31 detik.
Pengukuran ke XI di peroleh arah angin N 230 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 18 detik.
Pengukuran ke XII di peroleh arah angin N 320 E dengan kecepatan angin 0
dan lama angin berhembus 17 detik.
Dengan hasil demikian, dapat disimpulkan bahwa arah, kecepatan angin, lama
bertiup angin, sewaktu-waktu dapat berubah, dan keadaan demikian sangat
dipengaruhi vegetasi dan bangunan di wilayah tersebut.
5. Analisis Tipe Iklim Suatu Tempat Dengan Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson
Praktikum meterorologi dan klimatologi acara ke lima dilakukan dengan
kegiatan analisis tipe iklim di suatu tempat dengan klasifikasi iklim Schmidt-
Ferguson. Iklim merupakan unsur alam yang penting dalam mempengaruhi
kehidupan manusia, oleh karenanya pengetahuan mengenai kondisi iklim di suatu
wilayah juga merupakan hal yang penting. Iklim di suatu tempat tidak hanya
berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakatnya tetapi juga hubungannya
dengan budidaya manusia dalam bidang pertanian. Untuk mengetahui kondisi iklim
terlebih dahulu dilakukan identifikasi dan klasifikasi jenis iklim
Thornthwaite (1933) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah
menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar
aktif, terutama air dan panas. Meskipun semua unsur iklim penting hubungan yang
menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Unsur
lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan
merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Klasifikasi iklim yang dibuat oleh Schmidt-Ferguson merupakan salah satu
jenis klasifikasi yang banyak digunakan di Indonesia. Klasifikasi iklim ini
mendasarkan pada curah hujan. Data hujan yang digunakan dalam analisis minimal
10 tahun. Berdasarkan data hujan tersebut Schmidt-Ferguson menentukan bulan
basah dan bulan kering kemudian dianalisis sehingga diperoleh 8 daerah iklim dari
yang paling basah hingga paling kering. Dalam praktikum acara ke lima ini akan
dilakukan analisis tipe iklim di Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung. Dengan
hasil sebagai berikut.








CURAH HUJAN KECAMATAN BANSARI KABUPATEN TEMANGGUNG
TAHUN 1993-2002

Q = Rata-rata bulan kering/10 tahun
Rata-rata bulan basah/10 tahun
= 3,3 = 0,44 mm
7,5
Berdasarkan tabel curah hujan Schmid Ferguson di lereng Gunung Sindoro,
wilayah ini termasuk ke dalam iklim C ( agak basah ).
6. Analisis Tipe Iklim Suatu Tempat Dengan Klasifikasi Iklim Mohr Dan Oldeman
Selain klasifikasi iklim yang dibuat oleh Schmidt-Ferguson, jenis klasifikasi
iklim lain yang dirasa sesuai dan banyak diterapkan untuk wilayah Indonesia adalah
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Januari 337 348 560 460 290 341 597 109 156 232 3430 343
Februari 247 270 317 169 242 512 323 198 150 276 2704 270,4
Maret 324 259 420 65 135 254 343 577 408 161 2946 294,6
April 266 367 174 204 154 392 213 323 151 419 2663 266,3
Mei 195 257 51 156 53 177 88 76 92 133 1278 127,8
Juni 18 86 0 167 18 270 13 52 129 83 836 83,6
Juli 26 9 5 21 6 390 0 28 156 30 671 67,1
Agustus 283 29 0 26 0 38 15 97 1 0 489 48,9
September 69 48 0 125 0 40 10 124 14 22 452 45,2
Oktober 235 93 76 77 12 194 209 312 434 23 1665 166,5
Nopember 314 186 141 228 47 227 464 187 283 88 2165 216,5
Desember 360 263 238 346 398 454 276 171 191 304 3001 300,1
Jumlah/tahun 2674 2215 1982 2044 1355 3289 2551 2254 2165 1771 2230 223
Bulan Basah 9 7 6 8 5 10 7 8 9 6 75 7,5
Bulan Lembab 1 2 1 2 0 0 1 2 1 1 12 1,2
Bulan Kering 2 3 5 2 7 2 4 2 2 5 33 3,3
Tahun
Bulan Jumlah
Rata-
rata
tipe iklim Mohr dan Oldeman. Sama halnya dengan metode Schmidt-Ferguson, Mohr
dan Oldeman juga menggunakan unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim.
Bahkan, Mohr (1933) merupakan ahli yang pertama yang mengajukan klasifikasi
iklim di Indonesia yang didasarkan pada curah hujan.
Perbedaan antara klasifikasi Mohr dengan Oldeman adalah, Mohr
mendasarkan pada evaporasi tiap hari 2 mm hasilnya terdapat 5 kelas iklim dengan
tingkat kelembaban antara basah hingga sangat kering. Adapun Oldeman menentukan
klasifikasi iklim berdasarkan kebutuhan air untuk persawahan dan palawija, sehingga
penentuan tipe iklim menurut Oldeman terutama digunakan dalam usaha pertanian di
Indonesia.
Perbedaan antara satu tipe iklim dengan tipe iklim lainnya pada satu wilayah
yang sama memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai suatu wilayah ditinjau
dari berbagai sudut pandang. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kondisi iklim
berdasarkan beberapa tipe iklim. Dalam kegiatan praktikum meteorologi-kilmatologi
acara ke 6 ini akan dilakukan analisis tipe iklim menggunakan klasifikasi Mohr dan
Oldeman untuk pada beberapa wilayah antara lain: Kecamatan Panggang, Kabupaten
Gunungkidul; Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul; Kecamatan Sleman,
Kabupaten Sleman, serta Kecamatan Kalasan/Prambanan, Kabupaten Sleman.
Berikut ini adalah hasil analisis klasifikasi iklim menurut Mohr dan Oldeman
Stasiun Beji.
DATA CURAH HUJAN KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNG
KIDUL ( STASIUN BEJI )


.
1. Kriteria tipe iklim Mohr.
I. Basah 1-6 BL
II. Agak Basah 1 BK
III. Agak Kering 3-4 BK
IV. Kering 6 BK
V. Sangat Kering > BK
Tercatat menurut iklim Mohr terdapat 4 BK.
Dengan keadaan demikian, maka daerah tersebut termasuk iklim Mohr tingkat III (
Agak Kering )
2. Kriteria iklim Oldeman
BB : 5
BK : 4
Dengan keadaan demikian, daerah tersebut termasuk kedalam zona iklim C
3,
karena memiliki 5 bulan basah dan 4 bulan kering yang berurutan.

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 320 192 420 345 136 112 116 116 41 147 1945 194,5
Februari 239 383 204 559 343 167 34 161 292 367 2749 274,9
Maret 211 165 414 233 13 84 43 125 167 215 1670 167
April 148 168 0 182 32 20 75 132 135 70 962 96,2
Mei 61 123 88 14 74 72 38 77 58 67 672 67,2
Juni 11 46 14 0 7 29 61 0 20 6 194 19,4
Juli 7 0 70 0 0 0 16 0 29 0 122 12,2
Agustus 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0,7
September 5 0 0 0 0 0 0 0 0 33 38 3,8
Oktober 59 25 303 3 12 84 52 0 71 182 791 79,1
Nopember 81 80 427 100 92 94 61 61 61 262 1319 131,9
Desember 175 8 72 72 20 201 254 250 296 114 1462 146,2
Tahun
Bulan Jumlah
Rata-
rata
Keterangan Mohr Oldeman
BB 8 6
BL 0 2
BK 4 4
BAB V
KESIMPULAN

Meteorologi dan Klimatologi adalah ilmu yang penting dan tidak bisa lepas
dari kehidupan manusia dan harus dipelajari. Karena pada prinsipnya, ilmu ini
berkaitan dengan gejala-gejala alam yang selalu berhubungan dan mengiringi dengan
aktivitas manusia dari awal sampai akhir kehidupannya. Misalnya hujan, panas,
halilintar, kemarau, penghujan, atmosfer, semua itu berkaitan dengan keilmuan
meteorologi dan klimatologi, terutama keadaan yang berkaitan dengan negara
Indonesia.
Secara sederhana, meteorologi dan klimatologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang iklim dan cuaca. Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca dimana hal tersebut
meliputi wilayah yang luas dan dalam waktu yang relatif lama (kurang lebih 30 tahun
). Sedangkan cuaca adalah parsial dari iklim, yaitu keadaan rata-rata udara dalam
waktu yang relatif singkat dan mencakup wilayah tertentu ( sempit ). Dari
pengertiannya saja sudah dapat disimpulkan, bahwa sebelum menentukan iklim,
diperlukan pertimbangan keadaan yang dominan dari cuaca dalam kurun waktu
tertentu secara berkesinambungan. Sehingga dapat dikatakan, keilmuan meteorologi
dan klimatologi tidak dapat dipisahkan agar menjadi sistem alam yang berdaya guna
bagi manusia.
Namun demikian, tanpa manusia sebagai subjek pelaku kehidupan yang
mempelajari keilmuan tersebut, meteorolgi dan klimatologi menjadi berkurang
fungsinya, karena manusianya tidak mengerti bagaiman cara menanggapi keadaan
alam yang terjadi. Maka dari itu, sebagai makhluk yang diberi akal dan pikiran,
haruslah dipelajari keilmuan yang berguna bagi kemaslahatan kehidupannya. Dan
tidak hanya sampai dengan dipelajari saja, ilmu tersebut juga harus
diimplementasikan. Di sinilah letak fungsi praktikum mengenai meteorologi dan
klimatologi.


DAFTAR PUSTAKA

Ariffin, Syamsul Bahri. dkk. 2010. Modul Praktikum Klimattologi Universitas
Brawijaya Malang. Malang : Universitas Brawijaya Malang.

Suparmini, M.Si dan Hadi, Bambang Syaiful, M. Si. 2009. Dasar-Dasar Geografi.
Diktat Geografi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Tim Penyusun. 2009. Klimatologi Suatu Pengantar. Makasar : Laboratorium
Pengelolaan DAS, dan Konservasi Sumber Daya Tanah, Hutan, dan Air.

You might also like