You are on page 1of 8

ABORSI

DAN HAK ATAS


PELAYANAN KESEHATAN

Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh
hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta
perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3 Maret
2000). Masalahnya tiap perempuan mempunyai
alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan
hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-
alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan
paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain
termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat
pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe
abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO
menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh
pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20
juta pengguguran kandungan tidak aman yang
dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan
meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal
akibat aborsi yang tidak aman.

1. Pengertian aborsi

Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Womens
Health oleh Institute for Social, Studies and Action,
Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi

didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam
rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai
20 minggu.

Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai
aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof.
Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus
didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran
(dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi
yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi
diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu
dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu
secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan
saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke
empat masa kehamilan).

Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor
23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat
sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan
bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya
disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis
tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang
didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk
menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU
Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu dan
membingungkan masyarakat dan kalangan medis.


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
melarang keras dilakukannya aborsi dengan alasan
apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299
serta pasal 346 - 349. Bahkan pasal 299
intinya mengancam hukuman pidana penjara
maksimal empat tahun kepada seseorang yang
memberi harapan kepada seorang perempuan bahwa
kandungannya dapat digugurkan.

3. Aborsi dan UU Kesehatan

Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah
dilunakkan dengan memberikan peluang
dilakukannya aborsi. Sebagaimana ditentukan dalam
pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut di atas.

Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak
menjelaskan apa yang dimaksud tindakan medis
tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan
sebagai keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa
tindakan media dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena
bertentangan dengan norma hukum, norma agama,
norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun
dalam keadaan darurat sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu
diartikan sebagai aborsi yang artinya menggugurkan
janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi
digunakan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu
dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan
telah memberikan pengertian yang membingungkan
tentang aborsi.

4. Aborsi yang tidak aman

Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe
Abortion) adalah penghentian kehamilan yang
dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten
dan menggunakan sarana yang tidak memadai,
sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan
kematian.

Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena
tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang
memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa
indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil
diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain.
Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari
keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon
ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara
diam-diam tanpa memperhatikan resikonya .

5. Hak atas pelayanan kesehatan

Banyaknya kematian akibat aborsi yang tidak aman,
tentu sangat memprihatinkan. Hal ini diakibatkan
kurangnya kesadaran dari perempuan dan
masyarakat tentang hak atas pelayanan kesehatan.
Padahal bagaimanapun kondisinya atau akibat
apapun, setiap perempuan sebagai warganegara
tetap memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang memadai dan kewajiban negaralah
untuk menyediakan hal itu. Hak-hak ini harus
dipandang sebagai hak-hak sosial sekaligus hak
individu yang merupakan hak untuk mendapatkan
keadilan sosial termasuk didalamnya hak untuk
mendapatkan pelayanan. Hak atas pelayanan
kesehatan ini ditegaskan pula dalam Pasal 12
Konvensi Penghapusan segala bentuk Kekerasan
terhadap Perempuan (Konvensi Perempuan) dan UU
Kesehatan.

Dalam hal Hak Reproduksi, termasuk pula
didalamnya hak untuk membuat keputusan mengenai
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan
kekerasan seperti dinyatakan dalam dokumen-
dokumen hak-hak asasi manusia (Rekomendasi bab
7 Konferensi Kependudukan dan Pembangunan
Internasional di Kairo 1994).

6. Hak-hak pasien

Sebuah Lokakarya tentang Kesehatan Perempuan,
yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia dan The Ford Foundation,
(1997) merumuskan hak-hak pasien sebagai berikut:

a. Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang
mendasar, mudah diakses, tepat, terjangkau
b. Hak untuk terbebas dari perlakuan diskriminatif,
artinya tidak ada pembedaan perlakuan berdasarkan
jenis kelamin, warna kulit, agama, suku bangsa.

c. Hak memperoleh informasi dan pengetahuan
mengenai:
1. Kondisi kesehatan
2. Berbagai pilihan penanganan
3. Perlakuan medis yang diberikan
4. Waktu dan biaya yang diperlukan
5. Resiko, efek samping dan kemungkinan
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
6. Hak memilih tempat dan dokter yang menangani
7. Hak untuk dihargai, dijaga privasi dan kerahasiaan
8. Hak untuk ikut berpartisipasi dalam membuat
keputusan
9. Hak untuk mengajukan keluhan
7. Pelayanan yang diharapkan dalam aborsi

Tersedianya sarana pelayanan formal:
a. Fasilitas konseling
b. Jaminan tindakan aborsi
c. Pengetahuan tentang prosedur, usia kehamilan,
resiko
d. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, alat
kontrasepsi (mencegah aborsi berulang).
8. Bagaimana Aborsi Yang Aman?

Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang
sangat berat dirasakan oleh perempuan yang
bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan
yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah
persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang
cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa
berlangsung aman.

Aborsi aman bila:
Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan,
dokter) yang benar-benar terlatih dan
berpengalaman melakukan aborsi
Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat
kedokteran yang layak
Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang
masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau
tidak tercemar kuman dan bakteri
Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah
pasien terakhir kali mendapat haid.
Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK
SETIAP ORANG, tidak terkecuali Perempuan yang
memutuskan
melakukan Aborsi.

You might also like