PERDARAHAN POSTPARTUM: TEMUAN DARI SURVEI MULTINASIONAL WHO PADA KESEHATAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR
Presentan : dr. Hariyo W.P. Counterpart : dr. Maskasoni
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DOKTER KARIADI SEMARANG 2014 Pengelolaan, Risiko Dan Outcome Maternal Dari Perdarahan Postpartum: Temuan Dari Survei Multinasional WHO Pada Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir
Tujuan Untuk menelusuri praktek klinis, risiko, dan outcome maternal yang berhubungan dengan perdarahan postpartum (PPH). Desain Analisis sekunder dari data cross-sectional. Setting Total 352 fasilitas kesehatan di 28 negara. Sampel Total 274.985 wanita melahirkan antara 1 Mei 2010 dan 31 Desember 2011. Metode Kami menggunakan regresi logistik multivariat untuk menguji faktor yang terkait dengan PPH pada semua kelahiran, dan uji Pearson chi-square untuk memeriksa korelasi outcome maternal yang parah (SMO) pada wanita dengan PPH. Semua analisis menyesuaikan clustering pada tingkat fasilitas dan negara. Ukuran outcome utama PPH, SMO, dan praktek klinis untuk pengelolaan PPH. Hasil Dari semua wanita yang dimasukkan dalam analisis, 95,3% menerima profilaksis uterotonika dan tingkat PPH yang dilaporkan adalah 1,2%. Faktor yang signifikan terkait dengan diagnosis PPH antara lain usia, paritas, usia kehamilan, induksi persalinan, operasi caesar, dan wilayah geografis. Di antara mereka dengan PPH, 92,7% menerima uterotonika untuk perawatan, dan 17,2% memiliki SMO. Ada perbedaan yang signifikan dalam insiden SMO menurut kelompok usia, paritas, usia kehamilan, anemia, pendidikan, penerimaan uterotonika untuk profilaksis atau pengobatan, rujukan dari fasilitas lain, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tingkat kematian tertinggi di negara-negara dengan IPM rendah atau menengah. Kesimpulan Di antara wanita dengan PPH, perbedaan dalam insidensi outcome maternal yang parah bertahan, bahkan di antara fasilitas yang melaporkan kapasitas untuk menyediakan semua intervensi obstetri darurat esensial. Ini menyoroti kebutuhan untuk informasi yang lebih baik tentang peran kapasitas institusional, termasuk kualitas perawatan, morbiditas dan mortalitas terkait PPH. Kata kunci : kematian ibu, nyaris mati, perdarahan postpartum, kualitas pelayanan, uterotonika.
PENDAHULUAN Perdarahan postpartum (PPH) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal, menyumbang sekitar sepertiga dari semua kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Afrika dan Asia. PPH primer biasanya didefinisikan sebagai perdarahan dari saluran genital sebanyak 500 ml atau lebih dalam 24 jam pertama setelah melahirkan bayi. Insiden PPH dalam studi observasional diyakini sekitar 6%, meskipun hal ini dapat bervariasi tergantung daerah geografis dan setting persalinan. Morbiditas berat yang berhubungan dengan PPH meliputi anemia, koagulasi intravaskular diseminata, transfusi darah, histerektomi, dan gagal ginjal atau hati. Hanya sekitar sepertiga dari kasus PPH memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi, meliputi: riwayat PPH sebelumnya; nuliparitas; overdistensi uterus (misalnya disebabkan oleh kehamilan multipel atau bayi besar); kelainan plasenta, seperti plasenta previa atau plasenta akreta; kelainan koagulasi; anemia; induksi persalinan, augmentasi persalinan, atau penggunaan epidural; dan partus lama. Terlepas dari spekulasi yang bertentangan, multiparitas tinggi tampaknya tidak menjadi faktor risiko. Tidak ada faktor risiko yang diketahui untuk membantu memprediksi wanita seperti apa yang akan gagal merespon pengobatan dengan uterotonika konvensional. Atonia uteri, atau kegagalan uterus berkontraksi setelah melahirkan, adalah penyebab paling umum dari PPH. Pemberian profilaksis uterotonik telah terbukti mengurangi kejadian PPH melalui stimulasi kontraksi uterus. Oksitosin dianggap sebagai standar emas untuk profilaksis, meskipun ergometrine, mether- gyne, dan misoprostol juga sering digunakan. Ketika atonia uteri terjadi, pemberian obat uterotonika yang tepat waktu dianjurkan. Pengobatan uterotonika dapat membantu mencegah kebutuhan untuk intervensi yang lebih jauh, seperti pemberian cairan intravena, terapi obat tambahan, transfusi darah, dan intervensi bedah. Meskipun PPH dapat terjadi pada semua kondisi dan semua wilayah geografis, sebagian besar kematian ibu sebagai akibat dari PPH terjadi di negara- negara berkembang. Perbedaan ini telah dikaitkan dengan perbedaan dalam kualitas pelayanan, termasuk ketersediaan tenaga terlatih yang ada saat persalinan, akses terhadap obat uterotonika berkualitas, dan penerimaan intervensi yang tepat waktu dibutuhkan ketika keadaan darurat obstetrik muncul. Namun perbedaan dalam outcome maternal yang parah (SMO) juga terjadi dalam fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi. Dalam survei multinasional WHO baru-baru ini yang mendokumentasikan kejadian morbiditas dan mortalitas maternal di fasilitas kesehatan global, PPH menyumbang 27% dari semua kelahiran dengan SMO. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengeksplorasi praktek klinis, risiko, dan outcome maternal terkait dengan PPH.
METODE Metodologi survei Data untuk analisis sekunder ini berasal dari survei multinasional WHO pada Kesehatan Maternal dan Neonatal. Survei cross-sectional ini dilakukan pada 359 fasilitas kesehatan di 29 negara, dan mencakup 314.623 kelahiran. Fasilitas kesehatan dianggap memenuhi syarat jika mereka mencatat setidaknya 1000 persalinan setiap tahun dan memiliki kapasitas untuk menyediakan operasi caesar. Sebagian besar fasilitas dalam survei ini juga telah berpartisipasi dalam Survei Global WHO pada Kesehatan Maternal dan Perinatal sebelumnya (2004-2008). Negara, propinsi (atau divisi politik lain yang setara dengan negara), dan fasilitas kesehatan dipilih secara acak melalui strategi sampling cluster multistage bertingkat. Data dikumpulkan secara individual dan institusional antara 1 Mei 2010 dan 31 Desember 2011. Informasi tentang individu diperoleh dari analisis catatan rumah sakit untuk semua wanita yang melahirkan dan semua wanita dengan SMO yang menerima layanan di fasilitas kesehatan yang berpartisipasi selama periode pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik demografi dan reproduksi bagi semua wanita yang memenuhi syarat; informasi tentang kehamilan mereka dan status persalinan, komplikasi, dan penerimaan intervensi terkait; dan outcome kesehatan wanita dan, jika berlaku, bayi mereka yang baru lahir. Data institusional diberikan oleh fasilitas yang berpartisipasi melalui penyelesaian formulir data institusional yang memberikan informasi tentang layanan yang tersedia obstetrik dan perawatan bayi baru lahir. Protokol penelitian dan rincian lain dari pengumpulan data, entri, dan prosedur pembersihan untuk survei ini telah dilaporkan di tempat lain.
Analisis statistik Sebanyak 274.985 wanita yang mengunjungi 352 fasilitas kesehatan di 28 negara dilibatkan dalam analisis ini. Kami mengeluarkan kesemua 2.987 peserta dari Jepang, sehingga hanya salah satu dari dua negara peserta yang dikategorikan sebagai maju, dan memiliki kejadian PPH yang tinggi secara tidak khas. Kami juga mengeksklusikan 39.141 wanita yang menjalani operasi caesar sebelum persalinan, dan 1.421 orang lain cara kelahirannya tidak diketahui atau yang menjalani diinduksi terminasi kehamilan atau laparotomi untuk kehamilan ektopik. Kami menggunakan frekuensi untuk memeriksa PPH pada semua kelahiran, SMO pada wanita dengan PPH, dan praktek klinis untuk pengelolaan PPH. Kami menggunakan regresi logistik multivariat untuk menguji faktor yang terkait dengan PPH pada semua kelahiran dan uji Pearsons chi-square untuk menguji korelasi SMO pada wanita dengan PPH. Kami menyesuaikan semua analisis dengan menggunakan prosedur 'SVY' di STATA 11.2 untuk menjelaskan pengelompokan pada tingkat fasilitas kesehatan (unit sampling primer) dan negara (strata). Outcome maternal berat didefinisikan sebagai terjadinya kematian maternal atau kejadian nyaris mari dalam waktu 7 hari setelah melahirkan atau aborsi. Kejadian nyaris mati didefinisikan sebagai kelangsungan hidup suatu kondisi yang mengancam jiwa berdasarkan nilai marker standar disfungis organ. P <0,05 dianggap signifikan.
HASIL Gambar 1 merangkum outcome yang terkait PPH dari peserta survei. Secara keseluruhan, 1,2% dari semua wanita melahirkan didiagnosis dengan PPH. Karakteristik ibu, persalinan, dan institusi peserta survei oleh kejadian PPH dapat dilihat pada Tabel 1. Secara umum, wanita dengan PPH cenderung sedikit lebih tua, paritas tinggi, dan dengan kehamilan usia kehamilan yang lebih rendah daripada wanita tanpa PPH. Mereka juga lebih mungkin untuk menerima induksi persalinan dan operasi caesar, dan telah dirujuk dari fasilitas kesehatan lain. Ada beberapa perbedaan institusional yang penting dalam kejadian PPH, dengan pengecualian wilayah geografis, dimana Afrika dan Timur Tengah memiliki lebih banyak wakili, dibandingkan dengan kasus-kasus non-PPH, dimana Asia, Amerika Latin dan Karibia memiliki wakil lebih sedikit. Tabel 2 menyajikan karakteristik peserta penelitian sesuai dengan penerimaan profilaksis uterotonika. Secara keseluruhan, 95,3% dari wanita menerima uterotonika untuk pencegahan PPH. Ada beberapa perbedaan dalam cakupan profilaksis pada usia, status perkawinan, dan paritas. Mereka yang tidak menerima profilaksis uterotonika cenderung lebih muda, paritas tinggi, dan lebih mungkin untuk menjadi tunggal daripada mereka yang menerima profilaksis. Gambar 2 merangkum praktek profilaksis menurut jenis uterotonika untuk wanita dengan dan tanpa PPH. Sekitar 5% dari semua wanita tidak menerima profilaksis; di antara mereka yang mendapat, oksitosin adalah uterotonika yang paling umum yang disediakan. Pemberian oksitosin saja, bagaimanapun, secara signifikan lebih umum di antara mereka yang non-PPH (72 vs 56%), sedangkan mereka yang didiagnosis dengan PPH hampir dua kali lebih mungkin telah menerima lebih dari satu uterotonika untuk profilaksis (35 vs 19%). Tabel 3 menyajikan hasil dari analisis regresi logistik dari prediktor diagnosis PPH. Faktor yang terkait dengan peningkatan odds yang disesuaikan untuk diagnosis PPH meliputi: usia 35 tahun (OR 1,42, 95% CI 1,26-1,60); nuliparitas (OR 1,12, 95% CI 1,01-1,25); paritas dari tiga atau lebih (OR 1,32, 95% CI 1,09-1,59); usia kehamilan saat melahirkan <37 minggu atau> 41 minggu, dibandingkan dengan 37-41 minggu (OR masing-masing adalah 2,63, 95% CI 2,28-3,04 dan 1,56; 95% CI 1,02-2,38); induksi persalinan (OR 1,55, 95% CI 1,20-2,00); operasi caesar (OR 1,46, 95% CI 1,20-1,79); dan tinggal di Timur Tengah dibandingkan dengan Afrika (OR 1,79, 95% CI 1,20-2,67). Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, 17,6% dari peristiwa PPH meng- akibatkan SMO: 14,5% yang dianggap nyaris mati melibatkan beberapa marker disfungsi organ, dan 3,1% mengakibatkan kematian ibu. Tabel 4 merangkum praktik pengobatan PPH menurut keparahan outcome maternal. Hampir 93% dari semua kasus PPH mendapat uterotonika untuk pengobatan PPH, 32,5% menerima produk darah, dan 23,1% menerima terapi antibiotik intravena. Lainnya, intervensi yang jarang sering dilaporkan seperti pengangkatan hasil konsepsi, manual plasenta, laparotomi, ligasi arteri/ embolisasi, dan tamponade balon/ kondom. Seperti dugaan, pemberian intervensi jauh lebih tinggi di antara wanita dengan SMO, sekitar dua pertiga di antaranya menerima produk darah dan seperempat di antaranya menerima transfusi masif dan/atau histerektomi. Tabel 5 merangkum korelasi SMO antara wanita dengan PPH. Ada perbedaan yang signifikan dalam demografi [kelompok umur, pendidikan, dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI)] serta variabel klinis (paritas, usia kehamilan saat melahirkan, anemia, penerimaan profilaksis uterotonik, dan penerimaan uterotonika untuk pengobatan PPH) . Seperti bisa diduga, kejadian SMO juga jauh lebih tinggi di antara mereka yang dirujuk dari fasilitas lain (30,1 vs 2,6%). Gambar 3 meringkas kejadian SMO pada kasus PPH menurut kelompok HDI. Kesenjangan yang paling terkenal adalah kematian maternal, yang terjadi dengan frekuensi terbesar dalam setting HD rendah dan menengah. Penerimaan intervensi obstetri antara kasus PPH dengan SMO ditunjukkan pada Gambar 4 menurut kelompok HDI. Dalam semua kondisi HDI, intervensi yang paling sering diberikan adalah uterotonika untuk pengobatan PPH dan penyediaan produk darah. Intervensi lain, seperti berbagai manipulasi bedah, lebih sering dilaporkan dalam setting HDI yang sangat tinggi dan tinggi.
DISKUSI Temuan utama Dalam survei ini wanita yang melahirkan di 352 fasilitas kesehatan di 28 negara, sebagian besar menerima setidaknya satu uterotonika untuk profilaksis, dan 19% menerima lebih dari satu uterotonika. Pemberian lebih dari satu uterotonika untuk profilaksis bahkan lebih tinggi (35%) di antara mereka yang didiagnosis dengan PPH. Tingkat PPH yang dilaporkan di antara semua wanita adalah 1,2%, dan faktor yang signifikan terkait dengan PPH diagnosis seperti usia, paritas, usia kehamilan, induksi persalinan, operasi caesar, dan wilayah geografis. Di antara mereka yang didiagnosis dengan PPH, 92,7% menerima uterotonika untuk pengobatan PPH, sepertiga menerima produk darah, dan sekitar seperempat menerima terapi antibiotik intravena. Secara keseluruhan, 17,2% kasus PPH mengakibatkan SMO. Ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian SMO menurut usia, paritas, usia kehamilan, anemia, penerimaan uterotonika untuk profilaksis atau pengobatan, rujukan dari fasilitas lain, dan kelompok HDI. Tingkat kematian tertinggi berada di negara-negara dengan HDI rendah/ menengah.
Kekuatan dan keterbatasan Analisis ini memiliki beberapa keterbatasan penting. Karena semua fasilitas yang berpartisipasi diharusnkan memiliki tingkat kelahiran yang tinggi dan kemampuan untuk memberikan operasi caesar, temuan mungkin tidak dapat digeneralisasikan untuk wanita yang melahirkan di luar fasilitas kesehatan atau kepada mereka yang melahirkan di tingkat fasilitas yang lebih rendah dimana banyak intervensi kedaruratan obstetrik, seperti transfusi darah atau layanan bedah, tidak ditawarkan. Selain itu, kami tidak dapat menilai kontribusi kualitas pelayanan untuk SMO menggunakan data ini. Interpretasi Temuan menunjukkan bahwa penyediaan uterotonika baik untuk pencegahan dan pengobatan PPH tersebar luas di antara fasilitas kesehatan yang berpartisipasi dalam survei ini. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi banyak kemajuan dalam mengimplementasikan rekomendasi dari pedoman klinis untuk pencegahan dan pengelolaan PPH. Tingkat PPH yang dilaporkan dalam survei ini (1,2%) lebih rendah dari yang diharapkan dalam penelitian sebelumnya, yang memperkirakan kejadian PPH antara wanita yang diobati dengan profilaksis uterotonika berada di kisaran 3-6%. Kami menduga bahwa temuan dari survei ini mungkin telah dipengaruhi oleh penggunaan penilaian visual untuk perdarahan postpartum, yang merupakan norma klinis dan kemungkinan besar adalah metode utama yang digunakan untuk diagnosis PPH pada fasilitas-fasilitas dalam survei ini. Sebaliknya, pengukuran kehilangan darah sering digunakan ketika mencoba mencatat kejadian PPH dalam suatu penelitian. Estimasi visual telah terbukti meremehkan kehilangan darah rata-rata sebesar 100-150 ml. Juga kemungkinan banyak provider dalam survei ini hanya mendokumentasikan kejadian PPH berat (secara klinis didefinisikan sebagai kehilangan darah 1000 ml). Penelitian sebelumnya telah mendokumentasikan tingkat PPH di kisaran 1-3% setelah menerima uterotonik profilaksis saat kehilangan darah 700 ml digunakan untuk memicu pengobatan. Sebuah studi yang lebih baru oleh Zhang et al melaporkan PPH berat (kehilangan darah 1000 ml) sebesar 2% dari persalinan ketika didiagnosis dengan estimasi visual. Meskipun tingkat PPH lebih rendah dari yang diharapkan dalam survei ini, kontribusi 1,2% dari wanita yang didiagnosis dengan PPH menjadi SMO tetaplah substansial. Banyak berkorelasi kejadian PPH dalam survei ini konsisten dengan penelitian sebelumnya. Secara khusus, nuliparitas, induksi persalinan, dan operasi caesar semuanya terkait dengan peningkatan kemungkinan PPH yang signifikan, dan kemungkinan PPH juga bervariasi menurut wilayah geografis. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, paritas tiga atau lebih juga secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan PPH. Menariknya, pemberian profilaksis uterotonik tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko PPH, sedangkan penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa penerimaan profilaksis mengurangi risiko PPH hingga 60%. Seperti telah dicatat, bagaimanapun, data dari survei ini mungkin tidak mencerminkan insidensi perdarahan lebih dari 500 ml, yang membuatnya sulit untuk efek dari profilaksis uterotonika. Selain itu, kami tidak sepenuhnya yakin tentang validitas dari apa yang dilaporkan provider baik profilaksis maupun pengobatan PPH. Data menunjukkan persentase wanita yang menerima lebih dari satu uterotonika dan didokumentasikan sebagai profilaksis mungkin menunjukkan provider menggunakan penanda lain (seperti pancaran darah, penurunan tekanan darah, atau trauma jaringan) dalam keputusan untuk memberikan intervensi tambahan untuk wanita. Bisa dibayangkan bahwa indikator tidak kehilangan darah dapat menyebabkan banyak untuk menawarkan wanita untuk uterotonika kedua atau tambahan sebelum mendiagnosis PPH. Jika demikian, fakta ini dapat menjelaskan perbedaan besar penerimaan lebih dari satu uterotonika antara kasus PPH dan non-PPH yang terdokumentasi. Data juga menunjukan pengaburan antara pencegahan dan pengobatan, menunjukkan bahwa provider mungkin tidak membedakan dengan hati-hati antara dua penggunaan uterotonika karena mereka berusaha untuk mengelola kehilangan darah postpartum. Situasi demikian menimbulkan pertanyaan tentang reko- mendasi internasional yang mendukung dosis uterotonika yang berbeda untuk pencegahan dan pengobatan, jika memang ada sedikit perbedaan dalam praktek antara dua indikasi. Mengingat bahwa survei tidak mendefinisikan PPH atau memerlukan indeks pengukuran yang sama untuk semua kelahiran, kebingungan juga bisa terjadi akibat kurangnya instruksi yang jelas bagi provider intervensi yang mana yang harus dicatat sebagai pencegahan atau pengobatan. Temuan menunjukkan bahwa cakupan intervensi maternal yang penting, termasuk uterotonika untuk pengelolaan perdarahan postpartum dan antibiotik intravena untuk infeksi maternal, cukup tinggi di fasilitas-fasilitas yang berpartisipasi. Terlepas dari ketersediaan intervensi ini, morbiditas dan mortalitas ibu bertahan, terutama di kondisi HDI rendah dan menengah. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam intervensi yang diberikan pada seluruh kelompok HDI, rancangan survei tidak memungkinkan kami untuk menilai kontribusi dari kualitas, waktu, ketersediaan, dan/atau kebutuhan dari berbagai intervensi yang diberikan kepada setiap wanita. Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa ketika terjadi PPH, akses yang tepat terhadap fasilitas dengan fasilitas yang memadai sangatlah penting. Penguatan kapasitas institusi, termasuk kualitas perawatan PPH, di semua tingkat sistem kesehatan akan memberikan kontribusi terhadap upaya untuk mengurangi angka kematian ibu.
KESIMPULAN Penggunaan intervensi maternal yang penting, termasuk uterotonika untuk pengelolaan perdarahan postpartum, cukup tinggi di fasilitas-fasilitas yang berpartisipasi. Namun bahkan di antara rumah sakit dengan kapasitas untuk menyediakan semua intervensi penting, perbedaan dalam kejadian kematian ibu dan outcome berat lainnya tetap bertahan. Hal ini menyoroti kebutuhan untuk informasi yang lebih baik tentang peran kapasitas institusi, termasuk kualitas perawatan, morbiditas dan mortalitas terkait PPH. Fokus pada kualitas pelayanan dan pelaksanaan praktek berbasis bukti dalam pengelolaan PPH harus mem- berikan kontribusi untuk peningkatan outcome kesehatan ibu.
Tabel 1. Karakteristik maternal, persalinan dan institusional menurut insiden perdarah postpartum PPH (n=3349) Non-PPH (n=271.636) Maternal Usia Data yang tersedia 3346 267.952 <20 tahun 340 (10,2) 29.788 (11,1) 20-34 tahun 2458 73,5)) 209.264( 78,1) >35 tahun 548 (16,4) 28.899 (10,8) Status perkawinan Data yang tersedia 3286 265.473 Dengan pasangan 2975 (90,5) 237.433 (89,4) Tanpa pasangan 311 (9,5) 28.040(10,6) Pendidikan Data yang tersedia 3349 271.636 <5 tahun 670 (20,0) 53.231 (19,6) 5-8 tahun 638 (19,1) 58.914 (21,7) 9-11 tahun 818 (24,4) 62.266 (22,9) >11 Tahun 1223 (36,5) 97.243 (35,8) Jumlah kelahiran sebelumnya Data yang tersedia 3348 268.263 0 1379 (41,2) 113.185 (42,2) 1 atau 2 1212 (36,2) 109.431 (40,8) 3+ 757 (22,6) 45.647 (17,0) Usia kehamilan saat melahirkan Data yang tersedia 3232 265.637 <37 Minggu 552 (17,1) 19.018 (7,2) 37-41 2604 (80,6) 242.369 (91,2) >41 Minggu 76 (2,4) 4250 (1,6) Persalinan Onset persalinan Data yang tersedia 3290 270.968 Spontan 2727 (82,9) 239.073 (88,2) Induksi 563 (17,1) 31.895 (11,8) Cara persalinan Data yang tersedia 3312 268.664 Pervaginam 2477 (74,8) 218.061 (81,2) SC 835 (25,2) 50.603 (18,8) Institusional Lokasi fasilitas Data yang tersedia 3135 251.338 Perkotaan 2662 (84,9) 211.602 (84,2) Pinggiran kota 338 (10,8) 26.336 (10,5) Pedesaan 135 (4,3) 13.400 (5,3) Rujukan dari fasilitas lain Data yang tersedia 3349 271.636 ya 248 (7,4) 1228 (0,5) tidak 3101 (92,6) 270.408 (99,6) Kelompok HDI Data yang tersedia 3349 268.809 Sangat tinggi 164 (4,9) 11.124 (4,1) Tinggi 687 (20,5) 54.811 (20,4) Sedang 1060 (31,7) 89.334 (33,2) Rendah 1438 (42,9) 113.540 (42,1) Wilayah geogarfis Data yang tersedia 3349 268.809 Afrika 970 (29,0) 69.240 (25,8) Asia 1571 (46,9) 137.716 (51,2) Amerika latin & Karibia 602 (18,0) 53.822 (20,0) Timur Tengah 206 (6,2) 8031 (3,0)
Tabel 2. Karakteristik maternal, persalinan dan institusional menurut penerimaan uterotonik profilaksis Uterotonik apapun untuk profilaksis (n=259.145) Tanpa uterotonik untuk profilaksis (n=12653) P Maternal Usia Data yang tersedia 258.388 12.557 0,0060 <20 tahun 28.217 (10,9) 1850 (14,7) 20-34 tahun 202.115 (78,2) 9351 (74,5) >35 tahun 28.056 (10,9) 1356 (10,8) Status perkawinan Data yang tersedia 256.023 12.446 0,0213 Dengan pasangan 229.762 (89,7) 10.381 (83,4) Tanpa pasangan 26.26 (10,3) 2065 (16,6) Pendidikan Data yang tersedia 259.145 12.653 0,0828 <5 tahun 50.907 (19,6) 2923 (23,1) 5-8 tahun 56.093 (21,7) 3412 (27,0) 9-11 tahun 60.398 (23,3) 2647 (20,9) >11 Tahun 91.747 (35,4) 3671 929,0) Jumlah kelahiran sebelumnya Data yang tersedia 258.730 12.578 0,0183 0 109.665 (42,4) 4787 (38,1) 1 atau 2 105.555 (40,8) 4981 (39,6) 3+ 43.510 (16,8) 2810 (22,3) Persalinan Onset persalinan Data yang tersedia 258.686 12.454 0,8094 Spontan 227.998 (88,1) 11.060 (88,8) Induksi 30.688 (11,9) 1394 (11,2) Cara persalinan Data yang tersedia 259.119 12.526 0,0875 Pervaginam 211.121 (81,5) 9133 (72,9) SC 47.998 (18,5) 3393 (27,1) Institusional Lokasi fasilitas Data yang tersedia 240.366 11.132 0,9032 Perkotaan 202.202 (84,1) 9544 (85,7) Pinggiran kota 25.366 (10,6) 1026 (9,2) Pedesaan 12.798 (5,3) 562 (5,1) Rujukan dari fasilitas lain Data yang tersedia 259.145 12.653 0,0610 ya 1297 (0,5) 133 (1,1) tidak 257.848 (99,5) 12.520 (99.0) Kelompok HDI Data yang tersedia 259.145 12.653 0,0631 Sangat tinggi 10.945 (4,2) 329 (2,6) Tinggi 51.569 (19,9) 3894 (30,8) Sedang 87.928 (33,9) 2445 (19,3) Rendah 108.703 (42,0) 5985 (47,3) Wilayah geogarfis Data yang tersedia 259.145 12.653 0,0993 Afrika 65.629 (25,3) 4306 (34,0) Asia 134.143 (51,8) 5112 (40,4) Amerika latin & Karibia 51.188 (19,8) 3183 (25,2) Timur Tengah 8185 (3,2) 52 (0,4)
Tabel 3. Faktor yang berhubungan dengan perdarahan postpartum: hasil regresi logistik Diagnosis PPH OR kasar (95% CI) p OR disesuaikan (95% CI) p Usia <20 tahun 0,97 (0,82-1,16) 0,749 0,96 (0,81-1,14) 0,664 20 34 tahun Ref - Ref - 35 tahun 1,61 (1,43-1,83) 0,000 1,42 (1,26-1,60) 0,000 Jumlah kelahiran sebelumnya 0 1,10 (0,99-1,22) 0,065 1,12 (1,01-1,250 0,038 1 2 Ref - Ref 3+ 1,50 (1,28-1,75) 0,000 1,32 (1,09-1,59) 0,005 Usia kehamilan <37 minggu 2,70 (2,33-3,13) 0,000 2,63 (2,28-4,04) 0,000 37 41 minggu Ref - Ref - >41 minggu 1,66 (1,08-2,57) 0,021 1,56 (1,02-2,38) 0,039 Onset persalinan Spontan Ref - Ref Induksi 1,55 (1,17-2,05) 0,002 1,55 (1,20-2,00) 0,001 SC 1,45 (1,21-1,75) 0,000 1,46 (1,20-1,79) 0,000 Wilayah geografis Asia 0,81 (9,61-1,09) 0,167 0,82 (0,60-1,12) 0,215 Afrika Ref - Ref - Amerika Latin 0,80 (0,59-1,09) 0,151 0,75 (0,54-1,03) 0,077 Timur Tengah 1,83 (1,24-2,69) 0,002 1,79 (1,20-2,67) 0,005