You are on page 1of 47

0

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK


ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn. J
DI WISMA SURTIKANTI



Disusun Oleh :
Kelompok 2

Arum Munawaroh (109104000006)
Astuti Puji Utami ( 109104000042)
Ayu Mutmainah (108104000027)
Cicy Chintyawati (109104000001)
Dian Erika Purnama (109104000045)
Hanik Fitri Cahyani (109104000048)
Nining Ratnasari (109104000035)
Walidatul Laily Mardliyah (109104000051)

Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2012

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru,
tetapi dapat juga menyerang organ lainya. Indonesia merupakan Negara berkembang
sebagai penderita TBC terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina (Depkes RI, 2006).
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang (Anonim, 2007). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang setiap
tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama
gizi makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene
dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).
Sumber utama penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan sputum
positif (Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi
(Mycobacterium bovis). Diagnosis berdasarkan gambaran rontgen toraks dan tes
tuberkulin positif. Sputum biasanya tidak ada, namun hasil tuberkulosis mungkin bisa
didapatkan dari bilas lambung. Pencegahan tergantung pada perbaikan kondisi
sosioekonomi, dan kemudian pada beberapa pemeriksaan termasuk pengenalan serta terapi
tepat pada infeksi TBC dewasa, imunisasi BCG (Meadow dan Newel, 2006). Sedangkan
masalah perilaku tidak sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, 3 batuk
sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dan
lain-lain (Anonim, 2006).
Risiko TB lebih tinggi pada lansia yanng memiliki kontak dekat dengan pasien TB
yang baru saja terdiagnosis, mereka yang pernah menderita TB, pasien yang menjalani
gasterektomi, dan mereka yang menderita silikosis, diabetes, malnutrisi, kanker, penyakit
hodgkin atau leukimia. Penyalahgunaan obat dan alkohol, pasien di rumah sakit jiwa, serta
lansia penghuni pantijompo juga memiliki insiden tinggi. Proses penuaan melemahkan
sistem imun, yang makin meningkatkan kemungkinan infeksi tuberkular pada lansia.
Insiden TB lebih tinggi pada individu yang mendapat terapi imunosepresan atau
kortikosteroid dan mereka yang menderita penyakit yang menyerang sistem imun.
TB dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru yang masif, dengan inflamasi dan
nekrosis jaringan akhirnya menyebabkan gagal napas. Fistula bronkopleura dapat terjadi
2

akibat kerusakan jaringan paru, yang menyebabkan pneumotoraks. Penyakit tersebut juga
dapat menyebebkan hemoragi, efusi pleuda, dam pneumonia. Fokal mikrobakteria kecil
dapat menginfeksi orga tubuh lainnya, termasuk ginjal dan sistem saraf dan sistem
skeletal.
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah
penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun
2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000. Laporan
WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan
jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang. Pada Global Report WHO 2010, didapat
data TBC Indonesia, total seluruh kasus TBC tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana
169.213 adalah kasus TBC baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TBC BTA negatif,
11.215 adalah kasus TBC ekstra paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah
kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (Anonimc, 2011).
Pada tahun 2005 Indonesia telah berhasil mancapai angka kesembuhan sesuai dengan
target global yaitu sebesar 85% yang tetap dipertahankan dalam lima tahun terakhir ini.
Penemuan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2005 baru mencapai angka 67%. Angka ini
belum mencapai target yang diharapkan yaitu sebesar 70%, tapi angka penemuan kasus
TBC mengalami peningkatan 2 hingga melewati target yang diharapkan yaitu sebesar 76%
pada tahun 2006 (Depkes RI, 2007).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan strategi Directly Observed
Treatment ShortCours) (DOTS) sebagai upaya pendekatan kesahatan yang paling tepat
saat ini untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia khususnya keberhasilan dalam
penemuan kasus TBC yang diharapkan dapat mencapai target. Beberapa fokus utama
dalam pencapain target yaitu pengawasan minum obat, memperkuat mobilisasi, dan
advokasi serta memperkuat kemitraan dan kolaborasi dengan berbagai tingkat (Anonim,
2008). Target yang digunakan dalam penanggulangan TBC di Indonesia mengacu pada
target global penanggulangan TBC yang ditentukan oleh The Global Plant to Stop TBC
dari inisiatif stop TBC partnership dengan bantuan WHO antara lain pertama, pada akhir
tahun 20052015 diharapkan tingkat penemuan kasus mencapai 70%. Kedua, pada tahun
2015 prevalensi dan kematian akibat TBC berkurang hingga 50% dibanding tahun 1990.
Ketiga, pada tahun 2050 TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan dunia.
3

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pengelolaan kasus ini adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan pada lansia dan mencegah terjadinya komplikasi pada kasus tersebut.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahuai tentang konsep penuaan pada lansia
2. Untuk mengetahui rencana tindakan yang tepat dalam menanggulangi masalah
TBC pada lansia
3. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari intervensi yang telah dilakukan
4. Untuk mencegah resiko penularan pada lansia
5. Memberikan pendidikan kesehatan pada lansia

.




















4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENUAAN PADA SISTEM PULMONAL
1. Pengertian Proses Penuaan
Penuaan adalah fenomena universal yang mengubah cadangan fisiologis
individu dan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis, khususnya pada saat
stress (misalnya kondisi sakit). Sebagian besar perubahan normal yang dihubungkan
dengan penuaan secara bertahap, sehingga dapat beradaptasi. Perubahan yang paling
banyak ditemukan adalah yang berhubungan dengan keterbatasan fisiologis. Lansia
dapat mempertahankan homeostasis, tetapi bahkan kerusakan kecil dapat mengganggu
keseimbangan (Blair, Kathryn A. 2007).
2. Penuaan pada system pulmonal
a. Penuaan normal pulmonal
Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap
perubahan fungsi pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia dan menurunnya
reflek batuk dan muntah mengubah keterbatasan fisiologis dan kemempuan
perlindungan pada system pulmonal. Perubahan anatomis seperti penurunan
komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan
sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atrofi otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan
otot pernapasan dapat meningkatkan resiko berkembangnya keletihan otot-otot
pernapasan pada lansia. Perubahan-perubahan pada intestisium parenkim dan
penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi
oksigen.
Implikasi klinis dari perubahan pada system respirasi sangat banyak. Perubahan
structural, perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan system imun mengakibatkan
suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi, kaknker paru,
emboli pulmonal, dan penyakit kronis seperti asma dan PPOK.
TABEL 2.1 PERUBAHAN NORMAL PADA SISTEM PULMONAL AKIBAT PENUAAN
Perubahan Normal yang
berhubungan dengan penuaan
Implikasi
Paru-paru kecil dan kendur
Hilangnya recoil elastic
Penurunan daerah permukaan untuk difusi
5

Pembesaran alveoli gas
Penurunan kapasitas vital
penurunan PaO
2
residu
Penurunan saturasi O
2
dan peningkatan
voume
Pengerasan bronkus dengan
peningkatan resistensi
Dispnea pada saat aktivitas
Kalsifikasi kartilago kosta,
kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan.
Hilangnya tonus otot toraks,
kelemahan kenaikan dasar paru
Emfisema senilis
Pernapasan abdominal
Hilangnya suara paru pada bagian dasar
Atelektasis
Akumulasi cairan
Kelenjar mucus kurang produktif Sekresi kental, sulit untuk dikeluaran
Penurunan sensitifitas sfingter
esofagus
Hilangnya sensasi haus
Silia kurang aktif
Aspirasi
Penurunan sensitifitas kemoreseptor Tidak ada perubahan dalam PaO
2

Kurang aktifnya paru-paru
Pada gangguan asam basa

TABEL 2.2 PERUBAHAN ANATOMIS DAN GANGGUAN FUNGSI PULMONAL
Perubahan Hasil Perubahan
Kalsifikasi kartilago
kosta
Peningkatan diameter
anteroposterior
Peningkatan pernapasan
abdomen dan diafragma
Peningkatan kerja pernapasan
Penurunan PaO
2

Atrofi otot pernapasan Peningkatan resiko untuk
terjadinya kelelahan otot
inspirasi
Penurunan kecepatan
aliran ekspirasi maksimal
Penurunan dalam recoil
elastis
Peningkatan volume
pentupan
Peningkatan volume
residu
6

Peningkatan udara yang
terjebak
Ketidakcocokan ventilasi-
perfusi

Menurunya kekuatan
kapasitas vital
Menurunya kapasitas
vital
Pembesaran duktus
alveolar
Menurunnya permukaan area
permulaan alveolar


Peningkatkan ukuran dan
kekakuan trakea dan jalan
napas pusat
Menurunnya kapasitas difusi
Peningkatan ruang mati


TABEL 2.3 PENYEBAB PERUBAHAN CADANGAN FISIOLOGIS DAN MEKANISME
PERLINDUNGAN PULMONAL
Perubahan Hasil Konsekuensi
Hilangnya silia Kurang efektifnya
peningkatan mukosilia
Peningkatan resiko
gangguan respirasi
Penurunan reflek muntah
dan batuk
Jalan napas yang tidak
terlindungi
Peningkatan resoko cedera
pulmonal
Penumpulan respon
terhadap hipoksemia dan
hiperkapnia
Penurunan saturasi
oksigen
Penurunan cadangan
fisiologis
Penurunan fungsi limfosit
T dan imunitas humoral
Penurunan respon
antibody terhadap antigen
spesifik
Peningkatan kerentanan
terhadap infeksi
Berkurangnya respon
hipersensitivitas lambat
(respon negative palsu
terhadap tes derivative
protein yang dimurnikan)
Penurunan efisiensi dari
vaksinasi
7

Penurunan fungsi reseptor

2

Penurunan respon
terhadap agonis
2
yang
dihirup
Peningkatan kesulitan
dalam menangani asma
Penurunan motilitas
esophagus dang aster dan
hilangnya tonus sfingter
kardiak
Peningkatan resiko refluks
ke esofagus
Peningkatan resiko
terjadinya aspirasi

b. Penuaan normal kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah memberikan oksigen dan nutrient setiap sel hidup
yang di perukan untuk bertahan hidup. Penuaan menyebabkan jantung dan pembuluh
darah mengalami perubahan struktur maupun fungsional. Secara umum perubahan yang
disebabkan oleh penuaan berlangsung lambatdan dengan awitan yang tidak disadari.
Penuaan yang terjadi berangsur-angsur ini sering ditandai dengan penurunan tingkat
aktivitas, yang mengakibatkan penurunan darah yang teroksigenasi.
TABEL 2.4 PERUBAHAN NORMAL PADA SISTEM KARDIOVASKULAR AKIBAT
PENUAAN
Perubahan normal yang berhubungan
dengan penuaan
Implikasi klinis
Ventrikel kiri melebar Penurunan kekuatan kontraktil
Katup jantung menebal dan membentuk
penonjolan
Gangguan aliran darah melalui
katup
Jumlah sel pacemaker menurun Umum terjadi disritmia
Arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada
kondisi dilatasi
Penumpulan respon baroreseptor
Penumpulan respon terhadap panas
dan dingin
Vena mengalami dilatasi, katup-katup
menjadi tidak kompeten
Edema pada ekstremitas bawah
dengn penumpukan darah

Perubahan Fungsi
Curah jantung pada saat istirahat tetap atau stabil atau sedikit menurun.
Karena miokardium mengalami penebalan dan kurang dapat direnggangkan,
dengan katup-katup yang lebih kaku, peningkatan waktu pengisian diastolic dan
8

peningkatan tekanan pengisian diastolic diperlukan untuk mempertahankan preload
yang adekuat. Jantung yang mengaami penuaan juga lebih bergantung pada
kontraksi atrium, atau volume darah yang diberikan pada ventrikel sebagai hasil
dari kontraksi arterial yang terkoordinasi. Dua kondisi yang menempatkan lansia
pada resiko untuk mengalami tidak adekuatnya curah jantung adalah takikardia,
yang disebabkan oleh pemendekan waktu pengisian ventrikel, dan vibrilasi artria,
yang disebabkan oleh hilangnya kontraksi atrial.
Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa lansia tidak mengaami perubahan
kadar katekolamin, respon mereka terhadap mediator kimia ini mengalami
penumpulan. Pada lansia fenomena ini terungkap melalui hilangnya respon denyut
jantung terhadap latihan atau stress.
9

B. TEORI TUBERKULOSIS (TBC)
1. Definisi dan Epidemiologi
Infeksi akut atau kronis, tuberkulosis (TBC) dicirikan dengan infiltrat paru dan
pembentukan granuloma dengan kaseosa, fibrosis dan kavitasi. American Lung
Association memperkirakan penyakit aktif tersebut telah meningkat lebih dari 20% di
5 tahun terakhir. TB dua kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita dan
empat kali lebih sering pada pada orang bukan kulit putih dibanding orang kulit putih.
Akan tetapi, insiden tertinggi di kalangan orang yang tingggal di kondisi lingkungan
yang padat, ventilasi buruk, dan tidak ada sanitasi, seperti penjara, rumah sewaan, dan
penampungan gelandangan.
TB terjadi akibat terpajan Mycobacterium tuberculosis dan kadang kala jenis
mikrobakteria lainnya. Penularan terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau
bersin, yang menyebarkan droplet yang infeksius. Ketika orang menghirup droplet ini,
basilus menyangkut di alveoli, yang menyebabkan iritasi. Sistem imun berespon
dengan mengirimkan leukosit, limfosit dan makrofag untuk mengelilingi basillus
tersebut, dan kelenjar getah bening lokal membengkak serta meradang. Jika bacillus
yang bersseelubung (tuberkel) dan kelenjar yang meradang pecah infeksi
mengontaminasi jaringan di sekitarnya melalui darah dan sirkulasi yang limfatik ke
tempat yang jauh.
Setelah terpajan M. Tuberkulosis, hitungan kasarnya 5 % orang yang terinfeksi
mengalami TB aktif dalam 1 tahun sisanya, mikroorganisme ini menyebabkan infeksi
laten di tubuh. Sistem pertahanan imunologis pejamu biasanya menghancurkan
basillus atau membangun dinding ke arah atas di dalam tuberkel. Tetapi basillus yang
berselubung yang hidup dapat tetap dorman di dalam tuberkel selama bertahun-tahun,
yang aktif kembali kemudian selama proses penuaan untuk menyebabkan infeksi
aktif.
2. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis
Bentuk penyakit tuberkulosis ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.
a. Tuberkulosis paru
Penyakit ini merupakan bebntuk yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringna paru-paru ini
merupakan satu-satunya bentyuk dari TB yang mudah tertular kepada manusia lain,
asal kuman bisa keluar dari si penderita.
10

b. Tuberkulosis ekstra paru
Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ tubuh lain,
selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfa, persendian tulang belakang, saluran
kencing dan susunan saraf pusat.

3. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit TBC
Kondisi sosial ekonomi, status gizi, umur,jenis kelamin dan faktor toksis pada
manusia, ternyata menjadi faktro penting dari penyebeb penyakit TBC
a. Faktor sosilal ekonomi
Faktor sosilal ekonomi disini sangnat ereat kaitannya dengna kondisi rumah,
kepadatan hunian, lingkungan perumahan serta lingkungan dan sanitasi tempat
bekerja yang buruk
b. Status gizi
Kekurrangan kalori,protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain (malnutrisi) akan
mempengaruhi daya tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai penyakit
termasuk tuberkulosis paru
c. Umur
Penyakit Tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi.
d. Jenis kelamin
Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan
yang meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa
kaum perempuan lebih rentan terhadap kematia kaibat serangan tuberkulosis paru
dibandingkan proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki penyakit ini lebih
tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh.

4. Patofisioloogi
Terlampir
5. Tanda Dan Gejala
Kelemahan dan keletihan
Anoreksia
Peurunan berat badan
11

Sputum bercampur darah (tanda awal yang jarang terjadi pada lansia)
Demam dan keringat malam (tanda TB yang khas, dapat tidak muncul pada lansia
yang menunjukkan perubahan tingkat aktivitas atau BB)
Suara redup (tanda perkusi di daerha yang sakit, tanda konsolidasi atau adanya
cairan pleura)
Krekels krepitasi, bunyi napas bronkial, pneumoni, dan pectoryloquy samar

6. Penularan Kuman Tuberkulosis
Banyaknya kuman dalam paru-paru penderita menjadi satu indikasi tercepat
penularan penyakit tuberkulosis ini kepada seseorang. Penyebaran kuman tuberkulosis
ini terjadi di udara melalui dahak yang berupa droplet. Bagi penderita tuberkulosis paru
yang memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada
pemerikasaan dahaknya. Hal ini tentunya sangat menular dan berbahaya bagi lingkungan
penderita.
Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TBC paru dan BTA positif yang
berbentuk droplet sangat kecil ini akan beterbangan di udara. Droplet yang sangat kecil
ini kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga
cepat atau lambat droplet yang mengandung unsur kuman tuberkulosis akan terhirup oleh
orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang,
maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang biak. Dari sinilah akan
terjadi infeksi dari satu penderita ke calan penderita lain (mereka yang telha terjangkit
penyakit)

7. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X dada menunjukkan lesi normal, bercak-bercak infiltrat (khususnya dilobus
atas), pebentukan kavitas, jaringan parut dan deposit kalsium. Akan tetapi, sinar-X
dada tidak dapat membantu membedakan antara TB aktif dan tidak aktif.
Uji kulit tuberkulin menunjukkan bahwa individu tersebut perrnah terinfeksi TB di
beberapa bagian paru, tetapi tidak menandakan penyakit aktif. Pada pemeriksaan
ini, 5 unit tuberkulin (0,1 ml) purified protein derivative (PPD) kekuatan-sedang
diinjeksikan secara intradermal pada lengan bawah, dengan hasil dibaca 48-72 jam.
Reaksi positiv (sama atau lebih dari 10 mm pengerasannya) terjadi dalam 2 sampai
12

10 minggu setelah infeksi dengan basilus tuberkel pada TB baik aktif maupun tidak
aktif. Pada lansia, uji dua langkah harus dilakukan. Jika pemeriksaan awal negatif,
pemeriksaan harus di ulang dalam 1 minggu. Jika responnya telah melemah,
pemeriksaan kedua akan menyebabkan konversi.
Pemeriksaan yang paling pasti adalah isolasi M. Tubercuosis dalam sputum, cairan
serebrospinal, urine, drainase abses, atau cairan pleura dengan menggunakan
pewarnaan dan biakan yang menunjukkan basil tahan asam aerobik, tidak bergerak,
dan senstif terhadap panas
Bronkoskopi dapat dilakukan jika orang tersebut tidak dapat menghasilkan
spesimen sputum yang adekuat. Beberapa spesimen mungkin perlu diperiksa untuk
membedakan TB dari penyakit lain yang menyerupainya (seperti karsinoma paru,
abses paru, pneumokoniosis, dan bronkiektasis)
Computed tomography scan atau magnetic resonance imaging memungkinkan
evaluasi kerusakan paru atau memastikan diagnosis yang sulit.
8. Pencegahan penyakit TBC Paru
Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat
,maupun petugas kesehatan :
a. Bagi penderita pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat
batuk, dan membuang dahak tidak di sembarangan tempat.
b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan
ketahanan terhadap bayi yaitu dengna memberikan vaksinasi BCG.
c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TBC. Selain itu, pengisolasian dan pemerikasaan
terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan
khusus pada penderita TBC ini.
d. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi seerti :
cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan
atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini dan menyediakan
ventilasi rumah serta sinar matahari yang cukup.
e. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan test
tubekulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkkan hasil
negatif, perlu diulang pemerikasaan tiap bulan selama 3 bulan
13

9. Prognosa
Secara umum, penderita-penderita yang tidak begitu parah dapat diobati. Paling
tidak proses nya bisa dihambat oleh kinerja obat-obat kemoterapi modern yang di
konsumsi. Tetapi, selain dari kegagalan paru atau hemoptoe, ada beberapa kasus,
perjalanan penyakit terus memburuk sehingga terjadi destroyed lung, suatu keadaan
yang dahulu disebut phtysis gallopans (sangat kurus dan lemah). Secara teoritis, pada
penyakit tuberkulosis terdapat 10-100 juta basil. Satu diantara 100 ribu basil akan
resisten terhadap salah satu obat antituborkulosis.
Pada 3 bulan pertama, penderita diberi terapi secara intensif, yaitu dengan
pemberian kombinasi isoniazid dan etambutol, dengan streptomisin atau rifampisin.
Kemudian selama 1,5-2 tahun hanya diberi isoniazid dan etambutol.
10. Penanganan
Terapi antituberkular dengan dosis oral harian isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid (dengan etambutol ditambahkan pada beberapa kasus) minimal 6-9
bulan biasanya menyembuhkan TB. Setelah 2-4 minggu, penyakit tidak lagi
infeksius, dan pasien dapat kembali ke aktivitas normalnya sambil melanjutkan
meminum obat tersebut
Kewaspadaan obat isoniazid (INH) harus digunakan dengan hati-hati pada lansia
karena insiden komplikasi hati akibat obat meningkat setelah usia 35 tahun.
Profilaksis INH pada pasien dengan uji PPD positif mungkin tidak diindikasikan
pada lansia karena risiko hepatotoksisitas. Pantau fungsi hati dengan sangat ketat
pada lansia yang mendapat INH.
Individu yang menderita penyakit mikrobakterial atipikal atau TB resistan-obat
mungkin membutuhkan obat lapis-kedua, seperti kapreomisin, streptomisin, asam
para-aminosalisilat, piazinamid, dan sikloserin.
Kewaspadaan obat efek merugikan dari obat lapis-kedua dapat sangat
membahayakan lansia. Asam para-aminosalisilat dapat menyebabkan iritasi saluran
GI, anoreksia, mual, muntah, dan diare, yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Streptomisin dapat merusak sistem saraf perifer dan pusat, yang menyebabkan
ketidakseimbangan serta kehilangan pendengaran, yang dapat membahayakan
keselamatan pasien.
14

11. Intervensi Keperawatan
Berikan antibiotik dan agens antituberkular yang diresepkan. Berikan isoniazid
dan etambutol bersama makanan
Tetapkan tindakan kewaspadaan standar dan penyebaran melalui udara.
Occupational Safety dan Health Administration mensyaratkan staf untuk
memakai respirator dengan filter udara partikulat efisiensi-tinggi ketika merawat
pasien yang menderita TB. Isolasi pasien yang infeksius di ruangan yang
berventilasi baik dan tenang sampai ia tidak lagi menularkan.
Letakkan tempat sampah yang tertutup dekat tempat tidur atau plester kantung
berlilin ke samping tempat tidur untuk tisu yang telah digunakan. Beri tahu pasien
untuk memakai masker ketika ia keluar dari ruangannya.
Pastikan pasien mendapat istarahat yang banyak. Berikan periode istirahat dan
aktivitas yang bergantian untuk meningkatkan kesehatan serta menghemat energi
serta mengurangi kebutuhan oksigen.
Berikan pasien makanan seimbang yang berkalori tinggi, lebih baik jika makanan
dengan porsi kecil tapi sering untuk menghemat enrgi. (makanan porsi keccil tapi
sering juga dapat mendorong pasien yang mual untuk makan lebih banyak). Jika
pasien memerlukan suplemen oral, konsultasi dengan ahli gizi.
Lakukan fisioterapi dada, termasuk drainage potural dan perfusi dada, beberapa
kali sehari
Pantau status pernapasan pasien. Auskultasi bunyi napas dengan sering.
Berikan materi tertulis mengenai TB pada pasien dan anggota keluarga.
Karena isoniazid dapat menyebabkan hepatitiss atau neurotis perifer, pantau
kadar aspartat amino transperase dan alanin transferase.
Jika pasien mendapat etambutol, perhatikan apakah ada tanda-tanda neuritis
optikus;laporkan ke dokter jika ada, yang kemungkinan akan menghentikan obat
tersebut. Kaji penglihatan pasien setiap bulan .
Jika pasien mendapat Rifampisin, perhatikan apakah ada tanda-tanda hepatitis,
kupura dan sindrom seperti flu serta komplikasi lainnya seperti hemoptisis.
Pantau fungsi hati dan ginjal selama terapi.
Pantau kepatuhan pasien TB terhadap terapi. Lansia dapat mengalami masa yang
sangat sulit menerima diagnosis TB. Sebagian besar lansia mengingat masa
ketika orang yang menderita TB dikirim ke sanatorium dalam periode yang lama.
Mereka mungkin tidak menyadari adanya metode terapi yang baru dan takut
15

dimasukan ke suatu institusi. Berikan penyuluhan mengenai rencana terapi, dan
tekan kan bahwa terapi dapat diberikan di lingkungan di tempat tinggal lansia
saat ini, apabila periode infeksius telah lewat
12. Penyuluhan pasien
Pengunjungn dan personil rumah sakit harus memakai masker di dalam ruangan
pasien
Ajarka pasien tanda dan gejala yang membuuhka pengkajian medis: batuk
meningkat, hemoptisis, penurunan BB yang tidak jelas, demam, dan keringat
malam
Anjurkan siapapun yang terpajan dengan pasien yang terinfeksi dilakukan
pemeriksaan tuberkulin dan jika diprogramkan, sina-X dada serta isoniazid
profilaktik
Tunjukkan pasien dan anggota keluarganya cara melakukan drainase postural
serta perkusi dada
Ajarkan teknik batuk dan napas dalam pada pasien
Ajarkan pemberian oksigen dan keamanan di rumah jika perlu
Ajarkan pasien efek samping obat yang ia gunakan dan beritahu untuk
melaporkan reaksi obat dengan segera.
Tekankan pentingnya pemeriksaan lanjutan yang teratur, dan instruksikan pasien
dan anggota keluarganya mengenai tanda serta gejala TB berulang.
Tekankan manfaat megikuti terapi jangka panjang dengan setia.
Perigatkan pasien yang meminum rimfampisin bahwa obat tersebut akan
membuat sekresi tubuh tampak jingga sementara; terangkan pasie bahwa efek ini
tidak berbahaya.
Jelaskan tindakan kewaspadaan standar dan airbone kepada pasien yang dirawat
diruah sakit. Sebeum pemulangan, beri tahu pasien bahwa ia harus melakukan
tindakan kewaspadaan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut- seperti
memakai masker di sekitar orang lain sampai dokternya memberitahu bahwa ia
tidak lagi menularkan penyakit kepada orang lain.ia harus memberi tahu semua
petugas kesehatan yang ia temui, termasuk dokter gigi dan dokter matanya,
bahwa ia menderita TB sehingga mereka dapat memberlakukan tindakan
kewaspadaan pengendalian- infeksi.
Ajarkan pasien tindakan kewaspadaan khusus lainnya untuk menghindari
penyebaran infeksi. Beri tahu pasien untuk batuk dan bersin ke tisu dan
16

membuang tisu dengan tepat. Tekankan pentingnya mencuci tangannya dengan
saksama di air hangat dan bersabun setelah menangani sekresinya. Instruksikan
juga pada pasien mencuci perlengkapan makannya secara terpisah dalam air
hangat dan bersabun.
Rujuk pasien ke kelompok pendukung seperti Yayasan Paru Indonesia

13. Pertimbangan Khusus
Perubahan sekresi lambung dapat menyebabkan obat yang diresepkan untuk terapi TB
terlewat melalui saluran usus tanpa diabsorpsi. Periksa feses lansia apakah ada tablet
yang tidak larut.

C. TEORI HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer,2001) Menurut WHO tekanan darah sama dengan atau diatas 160 /
95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi
dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah
dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada:

17

a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah

Beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi primer adalah sebagai
berikut:
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alcohol
Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah:
a. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor.
b. Vascular ; Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, dan Vaskulitis.
c. Kelainan endokrin ; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed
d. Saraf ; Stroke, Ensepaliti.
e. Obat obatan ; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid
18

4. Patofisiologi
Terlampir
5. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri
tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim
yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,
Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
6. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin / hematocrit: Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume
cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa: Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
Urinalisa: Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
19

Foto dada: Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
CT scan: Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat
EKG: Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi
7. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
Penurunan berat badan
Menghentikan merokok
Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-
87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
b. Edukasi Psikologis
Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
20

Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
c. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND
TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi:
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan:
Dosis obat pertama dinaikkan, Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4
Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat,
dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
21

BAB III
PENGKAJIAN

A. DATA UMUM
1. Nama lansia : Tn. Jo
2. Usia : 75 tahun
3. Agama : Islam
4. Suku : Jawa
5. Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Nama Wisma : Werning Wardoyo
7. Pendidikan : S1
8. Riwayat Pendidikan : SD Harapan
SMP Harapan
SMA Harapan
Universitas Gajah Mada
9. Status Perkawinan : Duda
10. Pengasuh Wisma : Tn.Puji
11. Jumlah Lansia di Wisma : 30 orang
B. DIMENSI BIOFISIK
1. Riwayat Penyakit (dalam 6 bulan terakhir)
Tn. Jo dalam 6 bulan terakhir ini mengeluhkan batuk sesak. Klien juga menderita
hipertensi, tes tuberculin hasilnya positif TBC
2. Riwayat Pencegahan Penyakit
a. Riwayat monitoring tekanan darah
Monitoring tekanan darah Tn. Jo:
Tanggal 26 September 2012: 160/90 mmHg.
Tanggal 26 September 2012: 160/100 mmHg
b. Skrining kesehatan yang dilakukan
Skrining kesehatan yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan gigi, Tn. Jo menderita gigi berlubang.
Pemeriksaan tekanan darah, ditemukan Tn. Jo menderita hipertensi
22


3. Status Gizi
a. Masalah pada mulut
Tn. Jo menderita gigi belakang berlubang.
b. Perubahan berat badan
Klien mengalami penurunan BB sebanyak 10 kg. BB saat ini 50 kg
c. Masalah nutrisi
BB saat ini = 50 kg, TB= 158 cm
status gizi lansia ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT)
IMT=


= 20,03 (KATEGORI NORMAL)
Klien menyukai makanan yang asin, sedangkan klien menderita hipertensi.
d. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Tn. Jo mengeluhkan batuk dan sesak napas yang mengganggu, sehingga
mengganggu klien saat makan atau beraktivitas.
e. Status fungsional
Pengkajian status fungsional Tn. Jo dengan INDEKS KATZ
No. Aktivitas Mandiri (1) Tergantung (0)
1 Mandi di kamar mandi (menggosok,
membersihkan, dan mengeringkan badan)

2 Menyiapkan pakaian, membuka dan
mengeringkannya

3 Memakan makanan yang telah disiapkan
4 Memelihara kebersihan diri untuk penampilan
diri (menyisir rambut, mencuci rambut,
mengosok gigi, mencukur kumis)

5 Buang air besar di WC (membersihkan dan
mengeringkan daerah bokong)

6 Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja)
7 Buang air kecil dikamar mandi (membersihkan
dan mengeringkan daerah kemaluan)

23

8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih
9 Berjalan dilingkungan tempat tinggal atau
keluar rumah tampa alat bantu, seperti tongkat.

10 Menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercayaan yang dianut

11 Melakukan pekerjaan rumah, seperti: merapikan
tempat tidur, mencuci pakaian, memasak dan
membersihkan ruangan

12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau
keluarga

13 Mengelola keuangan (menyimpan dan
menggunakan uang sendiri)

14 Menggunakan transportasi umum dalam
berpergian

15 Menyiapkan obat dan meminum obat sesuai
dengan aturan (takaran obat dan waktu minum
obat tepat)

16 Merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam hal penggunaan
uang, aktivitas social yang dilakukan dan
kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

17 Melakukan aktivitas diwaktu luang (kegiatan
keagamaan, social, rekreasi, olahraga, dan
meyalurkan hobi)


Analisa hasil:
Setelah dilakukan pengkajian fungsional terhadap Tn. Jo dengan menggunakan indeks
Katz. Total poin Tn. Jo 14 MANDIRI





24

f. Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD:160/90 mmHg
NADI:80x/menit
RR:20x/menit
SUHU:37
0
C
g. Keluhan spesifik klien
Klien mengeluh setiap selesai batuk belum merasa legakarena dahaknya
belum keluar banyak. Sesak napas yang di derita karena penyakit asmanya.
h. Wawancara dengan pengasuh dalam
Tn. S mengungkapkan kalau Tn. Jo telah positif TBC dan telah di periksa ke
RSDK dan sekarang menjalani pengobatan.

C. DIMENSI PSIKOLOGIS
1. Status Kognitif
+ - Pertanyaan Jawaban
+ Tanggal berapa hari ini (tgl,bln,thn) Tgl 26 bln 9 thn 2012
+ Hari apa sekarang Rabu
+ Apa nama tempat ini Wisma Wisma Surtikanti
- Berapa no telepon anda 0856754 aduh apalagi ya,,
saya lupa,,hehe
+ Dimana alamat anda Semarang
+ Berapa umur anda 75 thn
+ Kapan anda lahir Tgl 2 bln 5 thn 1937
+ Siapa presiden anda sekarang Pak SBY
- Siapa presiden sebelumnya Gusdur
+ Siapa nama kecil ibu anda Ibu Tuti

Jumlah kesalahan total : 2
Setelah dilakukan pengkajian kognitif terhadap Tn. Jo dengan menggunakan Short
Portable Mental Status Questionarre (SPMSQ). Tn. Jo menjawab 2 pertanyaan
yang salah FUNGSI INTELEKTUAL UTUH

2. Status Depresi
No Item Ya Tidak
1 Apakah anda merasa nyaman dengan kehidupan ini?
2 Apakah anda mengalami perubahan dalam melakukan
aktivitas dan hobi?

3 Apakah anda merasa hidup ini hampa?
25

4 Apakah anda sering merasa bosan?
5 Apakah anda optimis terhadap masa depan?
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi?
7 Apakah anda meras bahagia sepanjang waktu?
8 Apakah anda sering merasa sendirian?
9 Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada keluar
rumah dan mengerjakan sesuatu yang baru?

10 Apakah anda mempunyai masalah dengan daya ingat?
11 Apakah anda senang dengan kehidupan saat ini?
12 Apakah anda merasa tidak berharga?
13 Apakah anda saat ini bersemangat?
14 Apakah anda merasa situasi ini tidak anda harapkan?
15 Apakah anda merasa orang lebih baik daripada anda?

Tn. Jo memiliki skor kesesuaian skala depresi sebesar 4, Tn. Jo tidak mengalami
depresi

3. Keadaan Emosi
Berdasarkan hasil pengkajian keadaan emosi Tn.Jo labil. Saat dikaji Tn.Jo
komunikatif, mampu bekerja sama dengan perawat dan mampu memberikan
jawaban yang sesuai dengan pertanyaan namun kadang-kadang Tn.Jo mudah
tersinggung.

D. DIMENSI FISIK
1. Luas Wisma
Luas tanah 5.000 meter persegi, dengan luas bangunan 2.200 meter persegi. Kondisi
dan komposisi Wisma sangat baik, fasilitas yang disediakan Wisma Surtikanti antara
lain: 5 ruangan tidur, 1 ruang makan, 1 ruang tv, 1 ruang tamu, 1 poliklinik, 3 taman
dan 1 lapangan yang kecil untuk saling beraktivitas terdapat 13 pintu dan 18 buah
jendela. Total lansia yang tinggal di wisma adalah 55 orang.


26

2. Keadaan lingkungan di dalam wisma
a. Penerangan
Penerangan yang tersedia dipanti bagus, disetiap ruangan terdapat lampu sebagai
penerang. Terdapat 18 buah jendela.
b. Kebersihan dan kerapihan
Wisma Surtikanti terlihat rapih dan bersih. Di ruang melati, terdapat 2 lansia yang
mengalami inkontinensia urin.
c. Pemisahan ruangan antara laki-laki dan perempuan
Terdapat pemisahan ruangan tidur antara laki-laki dan perempuan, tetapi dapat
saling berkomunikasi satu dengan yang lain.
d. Sirkulasi udara
Sirkulasi kurang diperhatikan kondisi jendela hanya 2 saja yang dibuka, sehingga
sirkulasi udara tidak bisa keluar dan masuk dengan baik. Kuarng terdapat udara
segar di dalam ruangan. Dan pintu yang dibuka hanya 9 pintu. Sehingga kurang
terasa udara segar yang masuk ke dalam ruangan.
e. Keamanan
Terdapat petugas penjaga pos keamanan yang mengawasi ataupun menjaga panti
wreda. Terdapat alarm bahaya kebakaran, selokan ditutup pelindung, terdapat
pegangan dikamar mandi. Warna lantai tidak terlalu mencolok/silau, dan tidak licin.
f. Sumber air minum
Jarak sumber air dari septitank 15 m. Air yang diminum kualitas baik dan dapat di
masak. Air tidak berbau dan tidak keruh. Dan aman untuk diminum.
g. Ruang berkumpul bersama
Ruang berkumpul bersama terdapat di aula, ruang tamu, taman dan lapangan di
depan Wisma.

E. DIMENSI SOSIAL
1. Hubungan lansia dengan lansia di dalam wisma
Hubungan Tn. Jo dengan lansia di dalam wisma terjalin harmonis dan terlihat kompak,
ada rutinitas tertentu yang di jalankan para lansia di waktu luang dengan cara membuat
pernak pernik yang nantinya akan di jual sebagai hasil karya mereka.
2. Hubungan antara lansia dengan lansia di luar wisma
Hubungan antara Tn. Jo dengan lansia di luar wisma terjalin baik dan harmonis.
Walaupun lansia jarang beraktifitas diluar Wisma Surtikanti.
27

3. Hubungan antara lansia dengan keluarga
Hubungan antara lansia dengan keluarga, biasanya keluarga mengunkungi seminggu
sekali untuk menjenguk Tn. Jo.
4. Hubungan antara lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan antara Tn. Jo dengan pengasuh wisma terlihat baik, pengasuh sering
mengingatkan untuk minum obat jika waktu telah tiba, menolong memenuhi kebutuhan
jika Tn. Jo tidak bisa melakukannya. Terdapat kasih sayang yang diberikan pengasuh
kepada semua lansia.
5. Kegiatan organisasi social
Kegiatan organisasi social seperti melakukan kerja bakti di lingkungan, membuat
kerajinan dari pernak pernik dan nantinya akan di jual ketika bazar di Wisma Surtikanti
dilaksanakan biasanya 3 bulan 1 kali.

F. DIMENSI TINGKAH LAKU
1. Pola Makan
Tn. Jo mengatakan bahwa ia biasanya makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur,
lauk. Tn. Jo mengatakan tidak suka kalau tidak makan asin. Tn. Jo makan secara
mandiri makanan yang telah disiapkan.
2. Pola Tidur
Tn. Jo mengatakan bahwa setiap malam tidurnya nyenyak, kecuali saat sesak
napasnya kambuh.
3. Pola Eliminasi
Tn. Jo BAK sebanyak 3-4 kali dalam sehari.
Tn. Jo terbiasa BAB 1 kali dalam sehari.
4. Kebiasaan Buruk Lansia
Tn. Jo dahulu mempunyai kebiasaan merokok dan mulai berhenti setelah punya
penyakit sesak napas.
5. Pelaksanaan Pengobatan
Tn. Jo sedang mengonsumsi obat untuk penyakit parunya. Obat yang dikonsumsi:
Rifampicin 150 mg/ Isoniazid 75 mg/ Pirazinamide 400 mg/ Ethambutol
Hidrochloride 275 mg Tablet, klien menjalani pengobatan TBC selama 1 minggu.
6. Kegiatan Olahraga
Tn. Jo tidak pernah melakukan aktivitas olahraga.

28

7. Rekreasi
Pasien mengikuti rekreasi 1 kali/bulan yang dilaksanakan oleh panti wredha, serta
rekreasi yang lebih sering adalah melihat TV bersama lansia yang lain.
8. Pengambilan Keputusan
Tn. Jo mengambil keputusan sendiri dengan bantuan pengasuh di panti wredha.

G. DIMENSI SISTEM KESEHATAN
1. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Tn. Jo belum mempunyai kesadaran untuk rutin memeriksakan kondisi dasar
kesehatannya, sehingga Tn. Jo tidak mengetahui mempunyai hipertensi.
2. Sistem pelayanan kesehatan
a. Fasilitas kesehatan yang tersedia
Terdapat klinik kesehatan di panti wredha. Selain itu, posisi panti wredha terdapat
di pusat kota sehingga akses ke RS maupun puskesmas juga mudah terjangkau.
b. Tindakan pencegahan terhadap penyakit
Tn. Jo mengungkapkan bahwa belum tahu bagaimana mencegah sesaknya agar
tidak sering kambuh dan belum tahu caranya supaya tidak menular ke orang lain.
Tn. Jo terlihat batuk tanpamenutup dengan tagan atau tissue, Tn. Jo juga meludah
di sembarang tempat.
c. Jumlah tenaga kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan di panti wredha tempat tinggal Tn. Jo sebanyak 5
perawat dan 1 dokter.
d. Jenis pelayanan kesehatan yang tersedia
Terdapat klinik kesehatan di Wisma Surtikanti.
e. Frekuensi pelayanan yang tersedia
Pelayanan kesehatan hanya dilakukan ketika ada yang sakit atau memeriksakan
kondisi kesehatannya ke klini
29

PEMERIKSAAN FISIK
No Bagian/region Hasil pemeriksaan Masalah keperawatan yang
muncul
1. Kepala Simetris, tidak ada benjolan
2. Wajah Tidak pucat
3. Mata Tidak anemis, tidak ikterik
4. Telinga Terdapat serumen berwarna
kekuningan

5. Mulut dan gigi Tn. Jo mengatakan bahwa
giginya yang belakang
lubang

6. Leher Tidak ada peningkatan JVP,
reflex menelan (+)

7. Dada Pemeriksaan paru:
A = terdengar suara ronkhi
basah pada semua lapang
baru
I = tidak ada retraksi,
ekspansi dada penuh
Pa = traktil vemitus kanan
lebih redup daripada kiri
Pe = pekak
Bersihan jalan napas tak efektif
8. Jantung A = BJ 1 dan 2 murni,
bising/gallop tidak ada
I = IC tampak
Pa = IC teraba di Intercosta
ke 5,2 cm midclavicula
sinistra
Pe = konfigurasi bergeser

9. Abdomen A = datar berglambir, tidak
ada lesi
I = bising usus normal,
6x/menit

30

Pa = tidak ada nyeri tekan
Pe = timpani
10. Ekstremitas atas Tonus otot 5, tidak ada
fraktur

11. Ekstremitas bawah Tonus otot 5, tidak ada
fraktur


31

POHON MASALAH

Gangguan emosi impuls dari factor usia
vasomotor keturunan

Kelenjar adrenal S.S simpatis hipersekresi

Hormone adrenal
Medulla adrenal neuron
Mensekresi epinephrine preganglion hilangnya
elastisitas asetikolin jar.
Ikat

Vasokontriksi Serabut saraf kemampuan
pasca ganglion ke daya regang pem
darah pembuluh darah

Korteks adrenal kontriksi
kontraktilitas
Mensekresi kortisol pembuluh darah
dan steroid
perfusi darah
ke ginjal

renin

angiotensinogen

angitensinogen I

angiotensinogen II

sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal

tubulus ginjal
retensi Na+ H20

vol. intravaskuler

Oliguri sisa metabolisme

tek diastolic preload

vol.sekuncup tek. sistolik


HIPERTENSI

32

GENOGRAM




Keterangan:

Keterangan:


















- 1937
Tn. J
75
- 1941 2009
Ny. S
68
- 1955
Tn. P
57
- 1959
Tn. M
53
- 1963
Ny. A
49
- 1910 1981
Tn. B
71
- 1918 1988
Ny. Z
69
- 1925 1991
Tn. A
66
- 1928 2000
Ny. D
72
- 1933 2007
Ny. F
73
- 1930 2004
Tn. D
74
- 1941
Ny. U
71
- 1945
Tn. G
67
- 1967
Ny. W
44
- 1955
56
- 1970
Tn. K
42
PEREMPUAN
PEREMPUAN MENINGGAL
LAKI-LAKI MENINGGAL
LAKI-LAKI
KLIEN
33

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

a. Analisa data
Tanggal Data Fokus Diagnosa Keperawatan Paraf
26
September
2012
DO:
- Dispnea
- Ronchi (+)
- Produksi sputum
- RR 28x/mnt
DS:
- Tn. Jo mengeluh
batuk sesak
Bersihan jalan napas
tidak efektif

DO:
- BB sebelum sakit =
68 kg
- BB saat ini = 50 kg,
TB= 158 cm
- IMT=


=
20,03
DS:
- Tn Jo
mengatakan gigi
belakang banyak
yang berlubang.

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

DO:
- Gigi belakang
berlubang
- Gigi tampak kotor
DS:
- Tn Jo
mengatakan gigi
belakang banyak
yang berlubang.
- Tn. Jo
mengungkapkan
jarang
menggosok gigi
Deficit perawatan diri:
oral hygiene

DO:
- Tn. Jo terlihat batuk
tanpamenutup
dengan tagan atau
tissue, Tn. Jo juga
DS:
- Tn. Jo
mengungkapkan
dahulu
mempunyai
Kurang pengetahuan
(pencegahan dan
penyebaran penyakit)

34

meludah di
sembarang tempat.
- Tn. Jo belum
mempunyai
kesadaran untuk
rutin memeriksakan
kondisi dasar
kesehatannya
kebiasaan
merokok
- Tn. Jo
mengungkapkan
bahwa belum
tahu bagaimana
mencegah
sesaknya agar
tidak sering
kambuh
- Tn. Jo
mengatakan
belum tahu
caranya supaya
tidak menular ke
orang lain.

35

PRIORITAS MASALAH

SKALA PENENTUAN PRIORITAS ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Keterangan:

A: Sifat masalah
B: Kemungkinan masalah dapat diubah
C: Potensial masalah untuk dicegah
D: Menonjolnya masalah

Diagnose
keperawatan
Kriteria Jumlah
Skor
Rasional
A B C D
Bersihan jalan
napas tidak efektif
1 1 1 1 4
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
1 1



Deficit perawatan
diri: oral hygiene
1 1



Kurang
pengetahuan
(pencegahan dan
penyebaran
penyakit)
1 1


















36

RENCANA KEPERAWATAN
Tgl Diagnosa
Tujuan Kode
NIC
RencanaIntervensi TTD
Umum Khusus
26
Sept
2012
Bersihan
jalan nafas
tidak
efektif
Setelah dilakukan
intervensi selama 1x 24
jam bersihan jalan nafas
efektif
Mudah untuk bernafas
Kegelisahan, sinosis, dan
dipsnea tidak ada.
Saturasi O2 dalam batas
normal
Mengeluarkan sekresi
yang efektif
Mempunyai irama dan
frekuensi pernafasan
dalam rentang yang
normal


1.5.1.2 Pengelolaan jalan nafas : fasilitas untuk kepatenan
jala udara
Pengisapan jalan nafas : memindahkan sekresi jalan
nafas dengan memasukkan sebuah kateter pengisap
ke dalam jalan nafas oral dan / atau trakea
Aktifias keperawatan
Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini:
- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan
yang lain
- Keefektifan pengobatan yang diresekan
- Kecenderungan pada gas darah arteri
Auskultasi bagian dada anteior dan posterior untuk
mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
Pengisapan jalan nafas (NIC) :
- Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan /
trakea

37

- Pantau status oksigen pasien dan status
hemodinamik segera sebelum, selama dan
setelah pengispan
- Catat dan tipe sekresi yang dikumpulkan
Kolaboratif
Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, sesuai
dengan kebutuhan
Konsultasikan denan dokter tentang kebutuhan
untuk perkusi dan atau peralatan pendukung.
Berikan udara atau oksigin yang telah
dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi
Tampilkan atau bantu dengan aerosol, nebulizer
ultrasonik, dan perawatan paru lainnya sesuai
dengan kebijakan dan protokol institusi
Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang
abnormal
Pola nafas
tidak
efektif
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
selama 1 x 24 jam pola
nafas efektif.
Klien mudah bernafas
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan
otot bantu
Bunyi nafas tambahan
tidak ada
1.5.1.3 Intervensi prioritas NIC
Pengelolaan jalan nafas : fasilitas untuk kepatenan
jalan nafas
Pemantauan pernaasan : pengumpulan dan analisis
data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas

38

Nafas pendek tidak ada. dan keadekuatan pertukaran gas.

Aktivitas keperawatan
Pantau adanya pucat dan sianosis
Pantau efek obat dan status respirasi
Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang
dada
Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada
bilateral pada pasien dengan ventilator.
Pemantauan pernafasan (NIC) :
- Pantau kecepatan.,irama, kedalaman dan usaha
respirasi
- Perhatikan gerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu serta retraksi otot
supraklavukular dan interkostal
- Pantau respirasi yang berbunyi
- Pantau pola pernafasan
- Perhatikan lokasi trakea
- Auskultasi bunyi nafas
- Pantau peningkatan kegelisahan
39


Aktivitas kolaboratif
Rujuk kepada ahli terapi pernafasan untuk
memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis.
Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola
pernafasan, nilai GDA, sputum, dan seterusnya
sesuai dengan kebutuhan atau protocol
Berikan tindakan nebulizer ultrasonic dan udara
pelembab atau oksigin sesuai dengan program atau
protocol institusi.
Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola
pernafasan. Spesifikkan jadwal.
Defisit
perawatan
diri: oral
hygine
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 2x24 jam
klien mampu melakukan
oral hygiene secara teratur
Terbebas dari kotoran
dan plak pada
permukaan gigi
Gusi lembut, terhidrasi
baik, da tidak berdarah
dengan warn yang sama
Megungkapkan secara
verbal perasaan tentang
kebersihan mulut
1.6.1.2
3
Lakukan inspeksi mulut terhadap adanya gigi
berlubang
Tentukan kebiasaan klien menjaga kebersihan
mulut
Kaji pengetahuan klien untuk melakukan perawatan
mulut
Kaji pengetahuan klien tentang praktek atau
rutinitas higine mulut


40

Menunjukkan prosedur
menyikat dan
membersihkan gigi
secara benar
Mengukuti praktek
nutrisi dengan sehat
seperti menghindari
makanan manis diantara
waktu makan
Melakukan pemeriksaan
kesehatan gigi setiap 6
bulan ke dokter gigi
Terbebas dari karies,
tanggal, atau sakit gigi
Kolaboratif
Rujuk ke dental higine, dokter gigi atau klinik sesuai
dengan kebutuhan

Kurang
pengeta-
huan
(pncegaha
n dan
penyebara
n
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam
klien mengetahui tentang
pncegahan dan penyebaran
penyakit TB
Menutup mulut ketika
batuk dengan tangan
atau tissue
Membuang ludah di
tempat yang benar
Rajin memeriksakan
kondisi kesehataan
8.1.1 Intervensi Prioritas NIC
Memfasilitasi penggunaan layanan kesehatan yang
tepat
Membantu pasien dalam memahami informasi
yang berhubungan dengan proses timbulnya
penyakit secara khusus
Aktivitas Keperawatan

41


























penyakitT
B)
Cek keakuratan umpan balik untuk memastikan
bahwa pasien memahami penanganan yang
dianjurkan dan informasi yang relevan lainnya
Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari
informasi-informasi terkait kondisi kesehatannya
42

IMPLEMENTASI

Hari/tgl Dx Intervensi Respon klien TTD
Rabu, 26
september
2012
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
mengkaji dan mendokumentasikan
keefektifan pengobatan yang diresepkan
Melakukan auskultasi bagian dada
anteior dan posterior
menentukan kebutuhan pengisapan oral
dan / trakea
melakukan Pengisapan jalan nafas
menggunakan kateter pengisap ke dalam
jalan nafas oral dan / atau trakea
memantau status oksigen pasien dan
status hemodinamik segera sebelum,
selama dan setelah pengisapan
mencatat tipe sekresi yang dikumpulkan
klien baru mengkonsumsi obat
seminggu yang lalu. Obat yang
dikonsumsi : rifampisin, isoniazid,
pyrazinamide, ethambutol hydrochlorid.
Terdengar suara ronkhi basah pada
semua lapang paru
Klien merasa sesak dan klien mengeluh
setelah selesai batuk belum merasa lega
karena dahaknya belum keluar banyak.
No. Kateter 16
klien mengatakan sesak berkurang dan
klien dapat mengeluarkan secret.
Sekretnya keluar, warnanya putih
kekuning-kuningan

43

EVALUASI

Hari/tgl Dx Evaluasi TTD
Rabu, 26
september
2012
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
S: - Klien mengatakan sesak berkurang
- Klien mengatakan lebih nyaman saat bernafas,
O: - Klien tampak mengeluarkan sekret,
- Klien terlihat tidak sesak
- RR 22 x/menit,
- Saturasi O
2
97%
A:Tujuan tercapai
P: Intervensi dihentikan, lanjutkan pemantauan status pernapasan klien














44

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan analisa data yang kami peroleh, Tn. Jo menderita penyakit TBC, asma, dan
hipertensi. Dengan tiga diagnosa medis yang dialami oleh Tn. Jo tersebut, maka kami
menganalisa lagi keluhan-keluhan Tn. Jo tentang kondisi kesehatan yang ia rasakan selama
ini guna menentukan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. Jo. Setelah menganalisa
data maka kami dapatkan 4 diagnosa keperawatan utama yang muncul pada Tn. Jo, yaitu:
bersihan jalan napas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, defisit perawatan diri: oral hygine
dan kurang pengetahuan (pencegahan dan penyebaran penyakit TB). Dari ke empat diagnosa
keperawatan yang sudah kami tetapkan tersebut, maka kami akan memberikan intervensi-
intervensi yang sesuai dengan ke empat diagnnosa itu.
Adapun tujuan umum dari intervensi-intervesi yang kita lakukan adalah untuk
mempertahankan dan memperbaiki derajat kesehatan Tn. Joserta mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut melalui tujuan dari masing-masing diagnosa keperawatan yang kita
ambil. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mencegah resiko penularan pada orang
lain.
Sehubungan dengan faktor usia Tn. J, maka kita harus ketat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada Tn. J seperti masalah meminum obat ataupun meningkatkan asupan
nutrisi. Diharapkan Tn. Jo dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di saluran pernasapan
sehingga Tn. Jo tidak terganggu pola napasnya. Selain itu, diharapkan Tn. Jo mengerti akan
penyakit yang sedang di derita sehingga Tn. Jo kooperatif jika kita memberikan intervensi
pada Tn. Jo.
45

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
- Tn. J menderita TB paru, asma dan hipertensi
- Diagnosa keperawatan yang kami tentukan untuk Tn. Jo adalah:
bersihan jalan napas tidak efektif,
pola nafas tidak efektif,
defisit perawatan diri: oral hygine
kurang pengetahuan (pencegahan dan penyebaran penyakit TB

2. Saran

- Diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan praktek keperawatan sesuai dengan
teori keperawatan
- Diharapkan pantilebih memperhatikan lingkungan tempat para lansia tinggal dan
membantu perawat dalam memberikan intervensi pada lansia yang sakit, seperti
mengingatkan dalam jadwal meminum obat
- Diharapkan profesi keperawatan khususnya keperawatan gerontik mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada para lansia sesuai dengan teori, dan mampu
melakukan pengkajian secara holistik.







46

DAFTAR PUSTAKA


Smeltzer,Suzanne. C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddart Ed.
8.Jakarta:EGC.2001.
Stanley,Mickey.Buku Ajar Gerontik Ed.2.Jakarta:EGC.2006.
Wilkinson,Judith M.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC Ed.7.Jakarta:EGC.2006.
NANDA.Nursing Diagnoses:Definition and Classification 2005-2006.NANDA
International.Philadelphia.
Naga,Sholeh S.Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam.Jogjakarta:DIVA
Press.2012.
Sulistia. A, Nur mayti. 2007. Buku saku asuhan keperawatan geriatrik. Ed.2. Jakarta:
EGC
Johnson, Marion dkk.NANDA,NIC,and NOC Linkages Nursing
Diagnoses,Outcomes,&Interventions.Mosby Elsevier:Philadelphia.
Junaidi,Iskandar dr.Penyakit Paru&Saluran Napas Cara Mudah Mengetahui,
Mencegah, dan Mengobatinya Seri Kesehatan Populer.Jakarta:Gramedia
Sudoyo,Aru W dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Jakarta:Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam KF-UI
John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
http://binfar.depkes.go.id/download/PC_ASMA.pdf tgl 26 sept 2012 jam 19.20
http://etd.eprints.ums.ac.id/14910/2/BAB_1.pdf (diakses pada tanggal 26 September 2012
pukul 10.00 WIB)
http://etd.eprints.ums.ac.id/12551/3/3._BAB_I.pdf ((diakses pada tanggal 26 September 2012
pukul 10.05 WIB)

You might also like