You are on page 1of 17

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam
tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring darah yang
melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai
kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing.
Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga
bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah).
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau
penyakit ginjal stadium terminal. Perkembangan yang terus berlanjut sejak tahun 1960 dari teknik dialisis dan
transplantasi ginjal sebagai pengobatan penyakit ginjal stadium terminal merupakan al ternatif dari resiko
kematian yang hampir pasti.
3

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.
Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan filtrasi yang tinggi
memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lainnya antara lain
mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu (obat-obatan dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit
lain.
Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolisme vitamin D merupakan fungsi non-ekskretor yang
penting. Sekresi renin yang berlebihan mungkin penting pada etiologi beberapa bentuk hipertensi. Defisiensi
eritropoetin dan pengaktifan vitamin D dianggap penting sebagai etiologi anemia dan penyakit tulang pada
uremia.
Ginjal juga penting sehubungan dengan degradasi insulin dan pembentukan sekelompok senyawa yang
mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20% dari insulin yang dibentuk oleh
pankreas didegradasi oleh sel-sel tubulus ginjal. Akibatnya penderita diabetes yang menderita payah ginjal
mungkin membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin (PG) merupakan hormon asam lemak
tidak jenuh yang terdapat dalam banyak jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGA
2

dan PGE
2
yang
merupakan vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin mempunyai peranan penting dalam pengaturan aliran
darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na
+
. Kekurangan prostaglandin mungkin juga ikut berperan pada
beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti-bukti yang ada masih kurang memadai.

Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah berkurangnya kemampuan ginjal untuk menyaring racun, zat sisa, dan cairan berlebih
dari darah, yang terjadi secara perlahan-lahan. Kondisi ini membuat terjadinya penumpukan cairan dan zat sisa di
dalam tubuh. Gagal ginjal kronis dapat berkembang menjadi sangat parah, dan kadang membutuhkan terapi cuci
darah atau bahkan transplantasi ginjal.

Epidemiologi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian
pada sebagian besar kasus stadium terminal GGK.
4,5
Apabila penyakit GGK seseorang telah mencapai stadium
berat atau terminal maka terapi yang dapat meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan
yang paling baik dengan transplantasi ginjal.
Penyakit ginjal stadium terminal merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di Amerika
Serikat. Hamper satu dari 10.000 orang pertahun mengalami penyakit ginjal stadium terminal. Pada tahun 1986
program penyakit ginjal stadium terminal dari Health Care Financing Administration (HCFA) Medicare mencakup
114. 859 pasien dengan biaya hamper 3 milyar dollar pertahun. Pada 1984 dilakukan hampir 7000 tranplantasi
ginjal, sedangkan pasien-pasien lainnya menjalani hemodialisis atau dialysis peritoneal. Penyakit ginjal stadium
terminal merupakan program penyakit kronik yang terbesar di banyak negara.
3

Menurut penelitian Feest dan kawan-kawan Devon dan Northwest, insiden penyakit ginjal stadium terminal
berkisar 148 dari 1000.000 orang pertahun.
6,7
Hasil penelitian Khan dan kawan-kawan di Grampian,
insiden penyakit ginjal stadium terminal berkisar 130 dari 1000.000 orang pertahun.
7,8
Insiden penyakit ginjal
stadium terminal bertambah sesuai dengan pertambahan usia. Menurut penelitian Feest di Southampton, rata-
rata berjumlah 58,160, 282, 503 dan 588 dari 1000.000 orang pertahun dalam kelompok usia 20-49, 50-59, 60-69,
70-79, 80.
7,10,11



Etilogi
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai
penyebab.
12
Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas seperti
berikut:
infeksi, misal pielonefritis kronik.
Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.
Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis.
Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa, sklerosis
sistemik progresif.
Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
Penyakit metabolik, misal diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperitoneal;
dan saluran kemih bagian bawah seperti hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk,
obstruksi saluran kemih, destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, scar pada jaringan
dan trauma langsung pada ginjal
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Penyebeb utama dan
insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat dari tahun 1995-1999 adalah
1,4
:
1. Diabetes Melitus (44%) terdiri dari; DM tipe 1 (7%) dan DM tipe 2 (37%)
2. Hipertensi dan Penyakit Pembuluh Darah Besar (27%)
3. Glomerulonefritis (10%)
4. Nefritis Interstitialis (4%)
5. Kista dan Penyakit Bawaan Lain (3%)
6. Penyakit Sistemik Misal;Lupus dan Vaskulitis (2%)
7. Neoplasma (2%)
8. Tidak Diketahui (4%)
9. Penyakit Lain (4%)

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia yaitu
1,4
:
1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes Melitus (18,65%)
3. Obstruksi dan Infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Penyakit yang tidak diketahui (13,65%).

Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
3,4

1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis ginjal, poliarteritis nodasa, sclerosis sistemik
progresif, gout dan diabetes melitus
2. Penyakit ginjal obstruktif (pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks ureter)


Patogenesis
Gambaran umum perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara bersihan
kreatinin dan kecepatan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) sebagai persentase dari keadaan normal, terhadap
kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh
penyakit ginjal kronik.
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium ringan dinamakan penurunan
cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal
tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFGyang teliti.
3

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini,
kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecual i bila
penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal
ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini
timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita
biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.
3

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal
ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron
saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml
per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang
tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis. Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium,
tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
3

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Terdapat dua pendekatan teroritis untuk
menjelaskan mekanisme kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga menjadi gagal ginjal kronik yaitu :
2,3,4

Teori lama atau Tradisi
Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit,namun dalam stadium yang berbeda-
beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak
atau terganggu strukturnya. Misalnya lesi organik pada medullaginjal akan merusak susunan anatomis dari ansa
henle atau pompa klorida pars ashcenden ansa henle.
Hipotensis Briker atau Nefron yang utuh.
Hipotensis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit maka keseluruh unit dari nefron tersebut
akan hancur. Akibatnya nefron-nefron yang masih normal akan bekerja ekstra keras untuk
mengkompensasi nefron-nefronyang rusak agar ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra dari ginjal ini yang
mengakibatkan peningkatan jumlahnefron yang rusak dan berkembang menjadi Gagal ginjal kronik.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renanal reserve), pada
keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
1,2,6,7

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
1,3,4

Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih
baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal
masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa
padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat
menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalamdiit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa
padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat
menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalamdiit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun
poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan
faal ginjal diantara 5 % 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan
darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual,
munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang
kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit
atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula
menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.


KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar
diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumusKockcorft-Gault sebagai berikut :
1

LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85 dan laki-laki dikalikan 1.
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
1

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2
1,2

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy


Manifestasi Klinis
Gagal ginjal ditunjukkan dengan gejala berikut :
Berkurangnya urine yang keluar.
Mual dan muntah.
Kehilangan nafsu makan.
Kelelahan dan badan lemah.
Gangguan tidur.
Kehilangan kepekaan.
Otot nyeri dan kram.
Pembengkakan kaki dan tumit.
Tubuh terasa gatal atau serasa dicubit.
Karena ginjal sangat mudah beradaptasi terhadap gangguan pada fungsinya, gejala gagal ginjal kronis mungkin
baru akan muncul setelah kondisinya sangat parah. Itulah sebabnya sangat perlu untuk setiap orang
melakukan screening atau medical check up secara teratur agar kondisi-kondisi yang tidak normal dapat segera
terdeteksi.
Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik banyak terdapat pada seluruh sistem organ tersebut. Hal ini
disebabkan karena organ ginjal memegang peranan yang penting dalam tubuh yaitu sebagai organ yang
mengekskresikan seluruh sisa-sisa hasil metabolisme. Secara umum pasien tersebut akan mengalami kelelahan
dan kegagalan pertumbuhan. Pada inspeksi ditemukan kulit pucat, mudah lecet, rapuh dan leukonikia.
Sedangkan pada mata ditemukan gejala mata merah dan pada pemeriksaan funduskopi ditemukan fundus
hipertensif.
12

Gejala sistemik yang dapat ditemukan antara lain hipertensi, penyakit vaskuler, hiperventilasi asidosis, anemia,
defisiensi imun, nokturia, poliuria, haus, proteinuria, dan gangguan berbagai organ lainnya. Bahkan pada
penderita stadium lanjut terdapat gangguan fungsi seksual seperti penurunan libido, impoten, amenore,
infertilitas, ginekomastia, galaktore. Tulang dan persendian juga dapat terjadi gangguan seperti adanya rakhitis
akibat defisiensi vitamin D dan juga gout serta pseudogout. Letargi, tremor, malaise, mengantuk, anoreksia,
myoklonus, kejang, dan koma merupakan manifestasi klinis pada sistem syaraf.
13


Faktor Resiko
Faktor peningkat risiko terjadinya gagal ginjal kronis, yaitu :
Diabetes.
Tekanan darah tinggi.
Penyakit jantung.
Merokok.
Obesitas.
Kolesterol tinggi.
Riwayat penyakit ginjal di keluarga.
Berumur 65 tahun atau lebih tua.



Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi akibat dipicu gagal ginjal kronis, meliputi :
Penolakan cairan oleh tubuh, cairan tidak dapat keluar dari tubuh. Kondisi ini menyebabkan
pembengkakan lengan, kaki, tekanan darah tinggi, atau penumpukan cairan di paru-paru
(pulmonary edema).
Peningkatan kadar kalium di dalam darah, yang dapat menimbulkan kerusakan fungsi jantung dan dapat
berakibat fatal.
Penyakit kardiovaskuler.
Kerapuhan tulang dan meningkatnya risiko patah tulang.
Anemia.
Berkurangnya gairah seksual atau impotensi.
Kerusakan sistem syaraf.
Menurunnya respon sistem kekebalan tubuh.
Peradangan pada lapisan yang melingkupi jantung (pericarditis).
Komplikasi kehamilan.
Kerusakan ginjal yang tidak dapat diperbaiki.

Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan medis oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam (jika ingin
berkonsultasi secara spesifik, mungkin pasien perlu mencari Dokter Konsultan Ginjal dan
Hipertensi). Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis gagal ginjal kronis mencakup tes darah, tes urine, tes
pencitraan (ultrasound atau CT scan), dan biopsi ginjal.
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan
adanya gejala-gejala sistemik seperti gangguan pada sistem gastrointestinal, kulit, hematologi, saraf dan otot,
endokrin, dan sistem lainnya. Pada anamnesis diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien, dan juga data
yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap.
3

Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinis gagal ginjal kronik dan terhadap
penanggulangannya. Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang perlu dicari faktor-faktor yang memperburuk
keadaan gagal ginjal kronik yang dapat diperbaiki seperti infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius,
gangguan perfusi dan aliran darah ginjal, gangguan elektrolit, pemakaian obat nefrotoksik termasuk bahan kimia
dan obat tradisional. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada gagal ginjal kronik antara lain
pemeriksaan laboratorium, EKG, USG, foto polos abdomen, pemeriksaan pyelografi, pemeriksaan foto thorax,
dan pemeriksaan radiologi tulang.

Pendekatan Diagnotik
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
1,2,4,3,5,6,7

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll.
2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
3. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
4. Pada sistim gastrointestinal:Anoreksia, nausea dan vomitus nafas berbau amonia. Cegukan Gastritis erosi,
ulkus peptic dan koitis uremik.
5. Pada kulit: dapat berupa Kulit berwarna pucat Gatal-gatal dengan ekskoriasi Ekimosis, Urea frot Berkas-
berkas garukan
6. Pada sistim hematologi : Anemia normokrom normositer
7. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia yaitu Masa pendarahan yang memanjang. Perdarahan
akibat agredasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit 111 dan ADP (
adenosine difosfat).Gangguan fungsi leukosit Hipersegmantasi leukosit.Fagositosis dan kemotaksis
berkurang ,Fungsi leukosit menurun menimbulkan imunitas yang menurun
8. Gangguan saraf dan otot yaitu Restless eg syndrome yaitu penderita merasa pegel ditunggkai bawah dan
selalu menggerakkan kakinya. Burning feet syndrome yaitu rasa kesemutan dan rasa terbakar terutama di
telapak kaki. Ensefalopati metabolik yaitu lemah, tak bisa tidur, gangguan konsentrasi.Tremor, asteriksis,
mioklonus,Kejang-kejang
9. Sistim endokrin yaitu Gangguan seksual, fertilitas, ereksi , paratiroid . Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, ovulusi sampai amenore. gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme
lemak,gangguan metabolisme vitamin D,gangguan sistim lain dapat berupa gangguan tulang yaitu
osteodistropi renal , gangguan Asam basa berupa asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolism dan gangguan elekrolit berupa hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia
10. Sistim kardiovascular : Hipertensi,nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung akibat ateroklerosis
dini, gangguan elekrolit , edema akibat penimbunan cairan.

Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
1,3,5,6

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang
dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper
atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, dan asidosis
metabolik.
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
1,3,5,6

1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di
samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
5. Pemeriksaan pemindahan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Pemeriksaan Penunjang Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Dalam rangka mendapatkan diagnosis yang tepat pada penyakit ginjal sudah barang tentu diperlukan
kelengkapan data-data yang saling mendukung satu dengan lainnya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
penunjang yang tepat dan terarah sehingga diagnosis penyakit ginjal yang tepat dapat terpenuhi. Pada
pelaksanaan sehari-hari ada lima bentuk pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi struktur ginjal, yaitu
pemeriksaan serologi, pemeriksaan radiologi, biopsi ginjal, pemeriksaan dipstick terhadap urine, perhitungan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditentukan dengan memeriksa bersihan dari bahan-bahan yang diekskresikan
oleh filtrasi glomerulus.
Pada penyakit gagal ginjal kronik, pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
penyakit ini adalah dengan pemeriksaan perhitungan laju filtrasi glomerulus. Dalam pemeriksaan perhitungan
laju filtrasi glomerulus terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seperti umur, berat badan, jenis
kelamin, dan kreatinin serum. Hal ini berdasarkan formula Cockcroft-Gault
11
yaitu:

Untuk laki-laki:
Pada penyakit ginjal kronik, nilai LFG turun di bawah nilai normal. LFG juga akan menurun pada orang usia lanjut.
Sesudah usia 30 tahun nilai LFG akan menurun dengan kecepatan sekitar 1 ml/menit pertahun.

Ureum
Gugusan amino dicopot dari asam amino bila asam itu didaur ulang menjadi sebagian dari protein lain atau
dirombak dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh. Amino transferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan
mengkatalis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintesis. Di
lain pihak, deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan yang dilepaskan itu
diubah menjadi amoniak. Amoniak diantar ke hati dan disana ia berubah menjadi ureum melalui reaksi-reaksi
bersambung. Ureum adalah satu molekul kecil yang mudahmendifusi ke dalam cairan ekstrasel, tetapi pada
akhirnya ia dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap, ekskresi
ureum kira-kira 25 gr setiap hari.
14

Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Metode penetapan
adalah dengan mengukur nitrogen; di Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam
darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl. Nitrogen menyusun
28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan
faktor perkalian 2,14.
Penetapan ureum tidak banyak diganggu oleh artefak. Pada pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit
lebih tinggi dari wanita karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar. Nilai BUN mungkin agak
meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan pangan yang mengandung banyak protein, tetapi
pangan yang baru saja disantap tidak berpengaruh kepada nilai ureum pada saat manapun. Jarang sekali ada
kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering
menjadi sebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah.
Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila seseorang menderita penyakit ginjal kronik
maka LFG menurun, kadar BUN dan kreatinin meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen
dalam darah). Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan BUN. Hal ini terutama
karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh.
3


Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatinin. Kreatinin yang terutama disintesis oleh hati, terdapat
hampir semuanya dalam otot rangka; disana ia terikat secara reversibel kepada fosfat dalam bentuk fosfokreatin,
yakni senyawa penyimpan energi. Reaksi kreatin + fosfat fosfokreatin bersifat reversibel pada waktu energi
dilepas atau diikat. Akan tetapi sebagian kecil dari kreatin itu secara irreversibel berubah menjadi kreatin yang
tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan adanya dalam darah beredar hanyalah untuk diangkut ke ginjal.
Jumlah kreatinin yang disusun sebanding dengan massa otot rangka; kegiatan otot tidak banyak mempengaruhi.
Nilai rujukan untuk pria adalah 0,6 1,3 mg/dl dan untuk wanita 0,5 1 mg/dl serum.
14
Nilai kreatinin pada pria
lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah massa otot wanita.
2

Banyaknya kreatinin yang disusun selama sehari hampir tidak berubah kecuali kalau banyak jaringan otot
sekaligus rusak oleh trauma atau oleh suatu penyakit. Ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan.
Berbeda dari ureum berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena
perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya ekskresi
kreatinin oleh tubuli. Kadar kreatinin dalam darah dan ekskresi kreatinin melalui urin per 24 jam menunjukkan
variasi amat kecil; pengukuran ekskresi kreatinin dalam urin 24 jam tidak jarang digunakan untuk menentukan
apakah pengumpulan urin 24 jam dilakukan dengan cara benar.
Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara
lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin
dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal. Ini bisa didapat pada pasien berusia
lanjut kadar BUN yang meningkat berdampingan dengan kadar kreatinin yang normal biasanya menjadi petunjuk
ke arah sebab ureumnya tidak normal. Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal
menurun; pada dialisis kadar ureum lebih dulu turun dari kreatinin. Jika kerusakan ginjal berat dan permanen,
kadar ureum terus-menerus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar. Kalau kreatinin dalam
darah sangat meningkat, terjadi ekskresi melalui saluran cerna.


Penatalaksanaan
Gagal ginjal kronis tidak dapat disembuhkan. Namun penanganan yang tepat dapat meredakan gejalanya,
mencegah komplikasi, dan memperlambat perkembangan penyakitnya. Penanganan gagal ginjal kronis
difokuskan pada mengatasi penyebabnya dan mengatasi komplikasinya.
Untuk komplikasi, penanganannya dapat berupa pemberian obat untuk mengontrol tekanan darah tinggi,
menurunkan kolesterol, meredakan anemia, meredakan pembengkakan, melindungi tulang, dan meminimalkan
racun serta zat sisa dalam darah. Jika hanya 15 persen bagian ginjal yang berfungsi, penanganannya akan
berbeda. Karena keadaannya sudah sangat parah, pilihannya terbatas pada prosedur dialisis atau transplantasi
ginjal.
Dialisis, atau cuci darah, terdiri atas dua jenis yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis. Prosedur hemodialisis
menggunakan mesin untuk mencuci darah penderitanya. Sementara, peritoneal dialisis menggunakan cairan
tertentu yang disuntikkan ke aliran darah untuk menyerap racun dan zat sisa dari dalam darah.
Penderita gagal ginjal juga harus menjaga makanannya. Diet yang dilakukan berupa pembatasan asupan protein,
pilih makanan dengan kadar kalium yang rendah, dan hindari produk dengan garam tambahan. Penderitanya
juga tetap dapat beraktivitas sehari-hari dan berolahraga. Tentunya dengan izin dan konsultasi dokter.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1,2,3

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisisatau transplantasi ginjal
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
1

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m) Rencana tatalaksana
1 > 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progession) fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60-89 Menghambat pemburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis:
Pengaturan asupan protein :
2,3

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK
2,3

LFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari
>60 tidak dianjurkan
25-60 0,6-0,8/kg/hari
5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial
atau asam keton
<60 (sindrom nefrotik) 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan asam amino esensial atau asam keton.

1. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
2. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak
bebas jenuh dan tidak jenuh
3. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
4. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
5. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
6. Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
7. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
8. Besi: 10-18mg/hari
9. Magnesium: 200-300 mg/hari
10. Asam folat pasien HD: 5mg
11. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis
1,2,3

1. Kontrol tekanan darah
Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila
terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
Penghambat kalsium
Diuretik
2. Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan
masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah
6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
5. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO
3
20-22 mEq/l
6. Koreksi hiperkalemia
7. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
8. Terapi ginjal pengganti.


Prevention
Gagal ginjal kronis dapat dicegah dengan :
Batasi konsumsi alkohol.
Patuhi instruksi pada obat yang dijual bebas di pasaran. Tidak mematuhi dosis yang dianjurkan dapat
merusak ginjal.
Menjaga berat badan ideal.
Tidak merokok.
Hindari konsumsi obat pereda nyeri secara berlebihan.
Segera berkonsultasi dengan dokter jika memiliki masalah dengan kondisi ginjal atau penyakit lainnya.

LAPORAN KASUS
Pasien M, laki-laki, 43 tahun.
ANAMNESIS
Auto dan allo anamnesis (allo anamnaesis dari istri pasien)
KELUHAN UTAMA
Sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1 minggu SMRS pasien mengeluh sesak nafas. Sesak nafas meningkat dengan aktivitas dan tidak
berkurang dengan perubahan posisi. Pasien juga mengeluhkan mual (+) dan muntah (+), muntah
berisi makanan yang di makan, muntah tidak bercampur darah, muntah tidak berwarna kehitaman,
muntah 1 kali sehari sebanyak lebih kurang 1 gelas aqua.
Pasien juga mengeluhkan merasa lemah, pusing dan nafsu makan seperti biasa. Pasien pucat (+),
nyeri pada ulu hati (+), batuk (-), nyeri dada (-) dan sakit tenggorokan (-).
Pasien juga mengeluhkan demam, Menggigil (-). Berkeringat banyak (-), nyeri kepala (+).
BAK (+) tetapi sedikit, sering terbangun untuk BAK pada malam hari, saat BAK tidak ada terasa nyeri
dan BAB tidak ada keluhan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengalami penyakit diabetes sejak 4 tahun yang lalu dan pasien tidak berobat teratur.
Riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu dan pasien tidak berobat teratur.
Riwayat BAK berdarah dan bernanah (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluaga pasien mengalami penyakit yang sama
Riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu dan pasien tidak berobat teratur.
Ayah pasien menderita diabetes dan hipertensi
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TD : 160/100 mmhg
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 37,4C
Pernafasan : 24 x/menit

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala :
Mata : konjunctiva anemis (+/+)
Sklera : tidak ikterik (-/-)
Palpebra : udem (+/+)
Leher :
JVP 5-2 cm H2O
KGB tidak ada teraba pembesaran
Mulut :
Tidak ada kelainan, bibir tidak kering, lidah tidak kotor dan tidak kering.
THORAK
Paru
Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari lateral linea midklavikula sinitra
Perkusi : dalam batas normal
Batas kanan : linea sternalis kanan
Batas kiri : 2 jari lateral linea midklavikula sinitra
Auskultasi : Reguler, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Palpasi : hepar dan limpa tidak teraba pembesaran, nyeri tekan epigastrium,
nyeri ketok CVA (-/-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus ( + ) N
Ektremitas
Kulit tampak pucat
Rafilling Kapiler baik
Pitting oedema (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
HB : 10,5 mg %
Leukosit : 9.400 /mm3
Trombosit : 185.000 /mm3
HT : 32 vol %
Kimia darah
Creatinin : 7,24 mg/dl
SGOT : 34 IU/L
SGPT : 21 IU/L
GLU : 101 mg/dl
Elektrolit
Natrium : 129 mmol/L
Kalium : 4,2 mmol/L
Calsium : 0,72 mmol/L
LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin plasma
= (140-43) x 50 / 72 x7,24
= 4850 / 521,28
= 9,3 ml/menit/1,73m
RESUME :
Pasien S, laki-laki datang ke RSUD dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu SMRS. Sesak nafas
meningkat dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan perubahan posisi. Pasien juga mengeluhkan mual
(+) dan muntah (+),darah (-). Pasien merasa lemah, pusing, pucat (+), nyeri pada ulu hati (+). Demam (+).
BAK (+) tetapi sedikit, sering terbangun untuk BAK pada malam hari, saat BAK tidak ada terasa nyeri. Dari
RPD didapatkan Riwayat diabetes (+) Riwayat hipertensi (+) dan Riwayat BAK berdarah dan bernanah (-)
dan RPK didapatkan Ayah pasien menderita diabetes dan hipertensi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
palpebra udem, TD 160/100, Batas jantung kiri : 2 jari lateral linea midklavikula sinitra, nyeri tekan
epigastrium (+), Pitting oedema (+). Dari pemeriksaan laboratorium didapakan HB : 10,5 g/dl, dan Creatinin
: 7,24 mg/dl. LFG 9,3 ml/menit/1,73m
DAFTAR MASALAH
Sesak nafas
Mual
Muntah
Nyeri tekan epigastrium
Pucat
HB 10,5 g/dl
Creatinin 7,24 mg/dl. LFG 9,3 ml/menit/1,73m
TD 160/100 mmhg
Dari data diatas didapatkan : Dispnoe + Dispepsia + Anemia + Hipertensi
Diagnosis : Gagal ginjal kronik ec nefropati diabetikum dengan hemodialisa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ro Foto Thorak
Analisa Gas Darah, HbsAg dan Anti HCV
PENGOBATAN
Non farmaka :
Istirahat
Diet makanan lunak
Diet rendah garam dan protein
Balance cairan
Farmaka :
IVFD NaCl 20 tetes /I drip lasix 1 ampul
Inj. Ranitidin 21
Nopril 10 mg 1 x 1
Hemodialisa
ANALISA DAN DISKUSI
Berdasarkan anamnesa pada pasien yang menderita gagal ginjal kronik terdapat sesak nafas, keluhan-
keluhan pada sistim gastrointestinal berupa mual, muntah dan nyeri epigastrium dan dari pemeriksaan
penunjang didapatkan kadar ureum dan kreatinin yang meningkat, hemoglobin yang rendah, dari
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yang tinggi, kulit yang kelihatan pucat dan udem serta
riwayat diabetes mellitus.
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah
glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR ) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang
menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada
saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada
penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal
jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan
resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin
menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan.
Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita
dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran
terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat
serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis
berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.
1,2,6,7


DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: lImu Penyakit Dalam FKUI. 2007. 570-
3.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam:
Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editors. Standar Pelayanan Medik
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2004. Jakarta: Pengurus Besar PAPDI. 2004. 157-9.
3. Gleadle J. Gagal Ginjal Kronis dan Pasien Dialisis. Dalam: Davey P, editors. At a Glance Medicine.
Jakarta: Erlangga. 2006. 258-9.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Penyakit Ginjal. Dalam: Kedokteran Klinis. Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga. 2007. 228-32.
5. Price & Wilson. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Jakarta: EGC, 2005. 912-9
6. Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC, 1995. 813-843.
7. Robbin, Contran, Kumar. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta.: EGC, 1996

You might also like