You are on page 1of 38

LBM 4 PAINFUL SWALLOWING

STEP 1
Detritus : hasil eksudat yang berisi leukosit, bakteri, dan epitel yang terlepas di kanal
berwarna bercak kuning.
Kripte : muara saluran limfoid yang dapat terlihat pada tonsil

STEP 2
1. Anatomi, fisiologi, dan histologi faring dan tonsil?
2. Mengapa pasien merasakan seperti sensasi terbakar dan nyeri telan pada tenggorokan?
3. Mengapa pasien demam dan mengalami penurunan nafsu makan?
4. Apa interpretasi dari pemeriksaan orofaringeal : tonsil : T4/T4, mukosa hiperemis, kripte
melebar +/+, detritus +/+ dan pada faring ditemukan mukosa hiperemis dan terdapat
granul di posterior?
5. Causa detritus dan kripte (definisi, patofis)?
6. Obat warung apa yang kira-kira sudah dikonsumsi untuk mengurangi gejala?
7. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
8. Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut?
9. DD?
10. Komplikasi yang dapat timbul dari diagnosis?

STEP 3
1. Anatomi, fisiologi, dan histologi faring dan tonsil?
ANATOMI
Faring : berbentuk seperti corong, kurang lebih 15 cm, dibentuk oleh jar fibromuskular
Nasofaring :
Batas depan : choanae
Atas : basis crania
Belakang : vertebra cervical yg dipisahkan facia prevertebralis
Bawah : palatum mole
Lateral : dinding medial leher
Ada bangunan ostium tuba eusthacii, adenoid, recessus faring

OROFARING
Atas : nasofaring
Depan : cavum oris dan uvula
Belakang : vertebra cervical II-III
Lateral : dinding medial leher
Bawah : tepi atas epiglottis
Bangunan tonsila palatine, fossa supra tonsilaris, tonsila lingualis
Laringofaring
Atas : orofaring
Depan : tepi blkg epiglottis
Belakang : dinding belakang orofaring
Bawah : porta esophagus

Ruang di sekitar faring:
Retrofaring : ada mukosa faring, fossa faringobulbolaris, sering tjd
supurasi, jk pecah abses retrofaring
Parafaring : dibagi 2 ruangan oleh os. Stiloid pre dan post stiloid
Pre stiloid : gampang tjd supurasi
Post : banyak pemb darah


TONSIL
Ada cincin waldeyer : tonsil palatine, tonsil faringeal, tonsil lingual, tonsil tuba
Tonsil palatine : ada di fossa tonsil, dibatasi pilar anterior : m. palatoglossus,
posterior : m. palatofaringeus. Panjang 2-4 cm. masing2 tonsil 10-30 kriptus.
Lateral ; m. konstriktor faring superior, anterior : m. palatoglossus, posterior : m.
pakatofaringeus, superior : palatum mole, inf : tonsil lingua.
Vaskularisasi : a. maksila eksterna, a. maksila interna, a. lingualis cab a. lingua
dorsal, a. faringeal ascenden
Tonsil faringeal ; di dinding belakang nasofaring, tidak mempunyai kripte
Tonsil lingual : di dasar lidah, dibagi 2 oleh lig. glossoepliglotika
HISTOLOGI
Pada nasofaring mukosanya bersilia dan epitel mengandung sel goblet, sedangkan orofaring
dan laringofaring mukosa tidak bersilia.
Pada faring banyak jar limfoid untuk proteksi.

Ada palut lender/mucous blanket di bagian nasofaring, di atas cilia, berfungsi untuk
menangkap partikel dari udara, mengandung lisozim. Bergerak ke posterior.
Terdapat otot2 sirkuler dan longitudinal.
Sirkuler : m. konstriktor faring sup, media, inf untuk konstriksi
Longitudinal : m. stiloideus dan m. palatofaring untuk melebarkan faring dan
mengangkat faring. Dipersarafi n IX.
Di palatum mole ada 5 pasang otot :
M. levator veli palatine menyempitkan isthmus faring, melebarkan tuba eusthacii.
Dipersarafi n X
M. tensor veli palatine mengencangkan anterior palatum mole dan menyempitkan
tuba eusthacii
M. palatoglossus menyempitkan isthmus faring
M. palatofaring
M. azigos uvula memperpendek dan menaikkan uvula
FISIOLOGI
Fungsi menelan
3 fase :
ORAL bolus di mulut berjalan ke faring, volunteer
FARINGEAL transfer bolus melewati faring, involunteer
ESOFAGEAL bolus bergerak peristaltic dari esophagus keg aster, involunteer

2. Mengapa pasien merasakan seperti sensasi terbakar dan nyeri telan pada tenggorokan?
Invasi bakteri pertahanan utama : tonsil , karena terdapat jaringan limfe virulensi
tinggi inflamasi tonsil edem tonsil membentuk cincin , susah menelan nutrisi
berkurang , kelemahan . mengobstruksi tuba eustacii juga kurang oendengaran .
Bias juga menyebar menjadi otitis.
Sensasi terbakarinflamasi tonsil dan mukosa di orofaring
Nafsu makan
Karena ada nyeri di tenggorokan , nyeri telan nafsu makan menurun

Derajat tonsil:
T0 T4
Pada scenario T4 sehingga mengobstruksi makanan, nyeri telan
Jika kronis tidak ada nyeri telan

3. Mengapa pasien demam dan mengalami penurunan nafsu makan?
Di no 2

4. Apa interpretasi dari pemeriksaan orofaringeal : tonsil : T4/T4, mukosa hiperemis, kripte
melebar +/+, detritus +/+ dan pada faring ditemukan mukosa hiperemis dan terdapat
granul di posterior?
Hiperemis mukosa ada peradangan, dilatasi pemb darah
Detritus adanya peradangan tonsil penumpukan leukosit, bakteri mati,
epitel mati. Terlihat bercak kuning
Kriptus muara sal limfoid terisi detritus lama kelamaan tjd pengerutan
Granula pembengkakan organ limfoid faring
Ada bakteri/virus menginvasi mukosa faring, tjd inflamasi local, kuman
/bakteri mengikis epitel, jar. Limfoid bereaksi pembendungan infiltrate
leukosit PMN
Stadium awal : hiperemi, edema, sekresi banyak. Awal eksudat serosa, menebal,
kering menempel di dinding faring
Derajat tonsil
T0 : Tonsil sudah diambil
T1 : Normal
T2 : Pembesaran tonsil tidak sampai linea media
T3 : hipertrofi mencapai garis tengah sesak napas
T4 : pembesaran tonsil lebih dari linea media, mengganggu deglutio

Es tidak bersih banyak bakteri inflamasi pada tonsil
Chiki MSG jd Iritan di tonsil ..

5. Causa detritus dan kripte (definisi, patofis)?
Tonsil dibungkus oleh kapsul di fossa tonsil , di tonsil banyak jar limfe yg disebut folikel,
tiap folikel pny kanal yang bermuara pada perm tonsil. Muara tersebut terlihat muara
yaitu kripte.
Folikel peradangan tonsil membengkak membentuk eksudat yang mengalir dalam
kanal keluar ke kripte terlihat kotoran putih/ bercak kuning (Detritus)

6. Obat warung apa yang kira-kira sudah dikonsumsi untuk mengurangi gejala?
Hanya mengatasi simptomnya saja
Paracetamol, ibuprofen
Antibiotic

7. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
CT Scan
MRI
Biopsi
Darah rutin : leukositosis, Hb turun
Uji swab untuk mengetahui bakteri

8. Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut?
Farmakologi : antibiotic cefadroxil 1 minggu, analgesic, antipiretik,
kortikosteroid
Non farma : edukasi, minum air putih, pengontrolan makanan

GOLONGAN ANTIBIOTIK ? GENERASI?SEDIAAN..

9. DD?
TONSILITIS
Tonsillitis akut
o Viral : haemophillus influenzae
o Bacterial : streptococcus beta hemoliticus
Tonsillitis membranacea
o T. diphteri Corynebacterium diphteri
Demam, nyeri kepala, nyeri telan, badan lemas
o T. septic strep hemoliicus
o T. angina plaut Vincent bakteri spirochaeta
o T. karena kelainan darah leukimia
o Proses spesifik luas dan TB
Kronis

Tonsilitis diphteri
Dari sal pernapasan atas, usia 10 th
Ada 3 gejala :
Local : membrane semu, pembesaran limfe / bull neck
Sistemik : Demam, nyeri kepala, nyeri telan, badan lemas
Eksotoksin : jantung miokarditis
Diagnose : gejala local, px mikrobiologi

10. Komplikasi yang dapat timbul dari diagnosis?

11. Batasan operasi pada anak2?













STEP 7
1. Anatomi, fisiologi, dan histologi faring dan tonsil?
ANATOMI
Anatomi dan fisiologi tonsil.


Faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian
dari faring yang terletak diatas pallatum molle, orofaring yaitu bagian yang terletak diantara
palatum molle dan tulang hyoid, sedangkan laringofaring bagian dari faring yang meluas dari
tulang hyoid sampai ke batas bawah kartilago krikoid.
Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Pallatum molle (vellum palati)
terdiri dari serat otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa yang dilapisi oleh mukosa.
Penonjolan di median membaginya menjadi dua bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak
disentral disebut uvula. Dua pillar tonsilar terdiri atas tonsil palatina anterior dan posterior.
Otot glossoplatina dan pharyngopalatina adalah otot terbesar yang menyusun pilar anterior
dan pilar posterior. Tonsil terletak diantara cekungan palatoglossal dan palatopharyngeal.
Plika triangularis (tonsilaris) merupakan lipatan mukosa yang tipis, yang menutupi pilar anterior
dan sebagian dan sebagian permukaan anterior tonsil. Plika semilunaris (supratonsil) adalah
lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan kedua pilar. Fossa supratonsil
merupakan celah yang ukurannya bervariasi yang terletak diatas tonsil diantara pilar anterior
dan posterior. Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar seperti kripte
yang mengandung jaringan limfoid dan disekelilingnya terdapat jaringan ikat. Ditengah kripta
terdapat muara kelenjar mukus.
Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari jaringan limfoid yang
mengelilingi faring. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara pilar anterior dan posterior
faussium. Tonsil faussium terdapat satu buah pada tiap sisi orofaring adalah jaringan limfoid
yang dibungkus oleh kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam tertutup oleh
membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas kedalam kripta yang
membuka kepermukaan tonsil. Kripta pada tonsil berjumlah 8-20, biasa tubular dan hampir
selalu memanjang dari dalam tonsil sampai kekapsul pada permukaan luarnya.Bagian luar tonsil
terikat pada m.konstriktor faringeus superior, sehingga tertekan setiap kali menelan. m.
palatoglusus dan m. palatofaring juga menekan tonsil. Selama masa embrio, tonsil terbentuk
dari kantong pharyngeal kedua sebegai tunas dari sel endodermal. Singkatnya setelah lahir,
tonsil tumbuh secara irregular dan sampai mencapai ukuran dan bentuk, tergantung dari
jumlah adanya jaringan limphoid.
Struktur di sekitar tonsil:
1. Anterior : pada bagian anterior tonsilla palatina terdapat arcus palatoglossus, dapat meluas
dibawahnya untuk jarak pendek.
2. Posterior : di posterior terdapat arcus palatopharyngeus.
3. Superior : di bagian superior terapat palatum molle. Disini tonsilla bergabung dengan
jaringan limfoid pada permukaan bawah palatum molle.
4. Inferior : di inferior merupakan sepertiga posterior lidah. Di sini, tonsilla palatina menyatu
dengan tonsilla lingualis.
5. Medial : di bagian medial merupakan ruang oropharynx.
6. Lateral : di sebelah lateral terdapat capsula yang dipisahkan dari m.constristor pharyngis
superior oleh jaringan areolar longgar. V. palatina externa berjalan turun dari palatum molle
dalam jaringan ikat longgar ini, untuk bergabung dengan pleksus venosus pharyngeus. Lateral
terhadap m.constrictor pharynges superior terdapat m. styloglossus dan lengkung a.facialis. A.
Carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsilla. Tonsilla palatina mendapat
vascularisasi dari : ramus tonsillaris yang merupakan cabang dari arteri facialis; cabang-cabang
a. Lingualis; a. Palatina ascendens; a. Pharyngea ascendens. Sedangkan innervasinya, diperoleh
dari N. Glossopharyngeus dan nervus palatinus minor. Pembuluh limfe masuk dalam nl.
Cervicales profundi. Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus,
yang terletak di bawah dan belakangangulus mandibulae.
Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang meliputi epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta.
Celah di atas tonsila merupakan sisa darin endodermal muara arkus bronkial kedua, di mana
fistula bronkial/ sinus internal bermuara.. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)
yaitu kelenjar limfa yang mengandung banyak kelenjar limfoid dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratory. Cincin
waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari
tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-
kira 50-60 % dari limfosit tonsilar. Limfosit T pada tonsil 40 % dan 3 % lagi adalah sel plasma
yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Imunoglobulin G, A, M, D,
komplemen-komplemen, interferon, losozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk differensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi yaitu : menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.


Add 2.
Fisiologi
Proteksi:
Untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan jalan
menutup auditus laring dan rima glottis secara bersamaan.terjadinya penutupan
auditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot
ekstrinsik laring.dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi
m.tiro-aritenoid dan m.tiro-aritenoid.selanutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai
sfingter.
Penutupan rima glottis terjadi karena aduksi plika vokalis.kartilago aritenoid kiri dan
kanan mendekat karena aduksi otot2 intrinsik.
Batuk:
Dengan refleks batuk ,benda asing yg telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan
keluar.demikian juga dengan bantuan batuk secret yg beraal dari paru dapat
dikeluarkan.
Respirasi :
Mengatur besar kecilnya rima glottis.bila m.krikoarotenoid posterior berkontraksi
akan menyebabkan procecus vokalis kartilago aritenid bergerak ke lateral sehingga
rima glottis terbuka.
Sirkulasi :
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakeo-bronkial akan
dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,sehingga mempengaruhi sirkulasi
darah tubuh.
Menelan :
Dengan 3 mekanisme yaitu :
1. Fase oral (voluntary / disengaja)
Bolus makanan dari mulut menuju ke faring
2. Fase faringeal (involuntary / tidak disengaja)
Pada waktu transport bolus makanan melalui faring
3. Fase esophageal (involuntary / tidak disengaja)
Pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju
lambung
.
Emosi :
Laring juga berfungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,mengeluh dan
menangis.
Fonasi:
Membuat suara dan menentukan tinggi rendahnya nada .
Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis.bila plika vokalis dalam
keadaan aduksi,maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan
kedepan menjuhi kartilago aritenoid.
Pada saat yg bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoid kebelakang.plika vokalis kini dalam keadaan yg efektif untuk
berkontraksi,sebaliknya kontrasksi m.krikoaritenoid akan menodrong kartilago aritenoid
kedepan ,sehimgga plika vokalis akan mengendor.kontraksi serta mengendornya plika
vokalis akan menentukan tinggi tendahnya nada

HISTOLOGI
Tonsil
Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang
mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila
palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang
lebih baik agar lebih tahan terhadap trauma.
Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah
yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar
tonsil.
2

Adenoid
Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel
kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi
kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis
skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens
mukosilier).
3


FISIOLOGI

Dalam proses menelan akan terjadi hal2 seperti berikut :
(1) pembentukan bolus makanan dengan ukuran & konsistensi yang baik.
(2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase2 menelan.
(3) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring paa saat respirasi.
(4) Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring & laring.
(5) Kerjasama yang baik dari otot2 di ronga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah
lambung.
(6) Usaha untuk membersihkan kembali esofagus.
Proses menelan di mulut, faring, laring & esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara
berkesinambungan.
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase :
(1) FASE ORAL.
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur
akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum
lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.
Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat & bagian atas dinding posterior faring akan terangkat
pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini
terjadi penutupan nasofaring sebagi akibat kontraksi m.levator veli palatini. Selanjutnya
terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh
kontaksi m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.

(2) FASE FARINGAL.
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus.
Faring & laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring,
m.tirohioid dan m.palatofaring.
Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventikulais & plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika &
m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring
karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke
dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena
valekula & sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.

(3) FASE ESOFAGAL.
Fase esofagal fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam
keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus
esofagus terbuka & bolus makanan masuk ke dalam esofagus.
Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi
tonus introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga makan tidak akan kembali ke faring.
Dengan demikian refluks dapat dihindari.
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus.
Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan
rata2 8 milimeter Hg > dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan terjadi reurgitasi
isi lambung.
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya
peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan
menutup kembali.

2. Mengapa pasien merasakan seperti sensasi terbakar dan nyeri telan pada
tenggorokan?
Tonsilitis kronik dapat disebabkan oleh tonsilitis akut yang tidak diterapi,
diobati dengan obat yang tidak adekuat, atau menyebarnya infeksi kronik seperti
sinusitis dan rinitis. Higiene mulut yang jelek, iritasi kronik akibat rokok atau
makanan, sistem imun tubuh yang rendah, dan pengaruh cuaca dapat menjadi
faktor risiko terjadinya tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak
mungkin disebabkan oleh karena anak sering menderita infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau
dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat
pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil
penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : streptokokus alfa merupakan penyebab
tersering dan diikuti stafilokokus aureus, streptokokus beta hemolitikus grup A,
stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, pseudomonas
aeruginosa,klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan
tenggorok. (Farokah et al., 2007)
Patofisiologi
Terdapat beberapa barier dalam rongga mulut yang dapat mencegah
terjadinya penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan :
1. Barier fisis pada permukaan epitel mukosa
2. Peptida pada epitel mukosa mulut
3. Barier elektrik dimana terdapat beda muatan pada dinding sel antara pejamu dan mikroba
4. Barier imunologik dari sel-sel pembentuk imunologi
5. Barier fagosit yang terdiri dari sistem retikuloendotelial
Penetrasi bakteri dapat dicegah dan dikurangi oleh sistem barier ini yang
bekerjasama pada keadaan normal. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik
atau gangguan mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri
dan produknya yang merupakan faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan
melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Tonsil yang
bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap
stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan mengaktivasi
sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme
jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada tonsil (Santoso et al., 2009).
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke
tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan
dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil
berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak
memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa
membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan
akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.
Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan
imun yang menurun (Siswantoro, 2003).

3. Mengapa pasien demam dan mengalami penurunan nafsu makan?

4. Apa interpretasi dari pemeriksaan orofaringeal : tonsil : T4/T4, mukosa hiperemis,
kripte melebar +/+, detritus +/+ dan pada faring ditemukan mukosa hiperemis dan
terdapat granul di posterior?
Patologi faringitis kronis hiperplastik. Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring
dan hiperplasia kelenjar limfa dibawah mukosa faring & lateral band. Juga ditandai oleh
adanya jaringan granular sehingga mukosa dinding posterior faring menjadi tidak rata.
Akibat iritasi dan inflamasi kronis menyebabkan dinding belakang faring mengalami
penebalan mukosa dan hipertrofi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arcus faring
posterior ( lateral band ) / granula.

Hiperemis karena adanya peradangan pada dinding posterior faring
(rubor, tumor, kalor , dolor) dapat disebabkan karena virus, bakteri, alergi, trauma,
toksin dan lain lain
Jika pada faringitis virus dan bakteri akan melakukan invasi ke faring dan
menimbulkan reaksi inflamasi local ( contoh HIV-1,EBV,adenovirus, grup A
stereptococcus beta hemolitikus, candida
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT- KL Ed 6 FKUI




Detritusinfasi dari bakteripembesaran tonsilinflamasikeluar leukosit
PMNmukosa akan mengelupaskripte akan melebar PMN keluar dari
muaranyabercak kuning yang isinya PMN bakteri yg mati dan epitel yg terlepas
Kripteinflamasi epitel terkikis proses inflamasi yg lama, jaringan limfoit juga
terkikiskripte melebar .

ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah

Etiologi penyakit ini dapat
disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan
permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna .
Tonsilitis Kronis dapat juga terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien
menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang
tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi
medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan
jaringan tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman
berubah menjadi kuman gram negative. Jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA).Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C,
Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes .

Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama
dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami
penurunan.Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah
fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat
kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan imun tubuh
menurun . Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut
yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi
oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula 2,9. Pada tonsilitis kronis telah terjadi penurunan
fungsi imunitas dari tonsil. Penurunan fungsi tonsil ditunjukkan melalui peningkatan deposit
antigen persisten pada jaringan tonsil sehingga terjadi peningkatan regulasi sel-sel
imunokompeten berakibat peningkatan insiden sel yang mengekspresikan IL-1, TNF-, IL-6, IL-
8, IL-2, INF-, IL-10, dan IL-4 12. Secara sistematik proses imunologis di tonsil
terbagi menjadi 3 kejadian yaitu :
1) respon imun tahap I,
2) respon imun tahap II, dan
3) migrasi limfosit.
Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte
yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis.Sel M tidak hanya
berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro
intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit
dan APC seperti makrofag dan sel dendritik. Respons imun tonsila palatina tahap II terjadi
setelah
antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun
respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.Perjalanan limfosit dari penelitian didapat
bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melaui HEV dan kembali
ke sirkulasi melaui limfe.Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar
limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang
dihasilkan kripte akan menarik sel B untuk berperan didalam kripte. Sitokin dan kemokin inilah
yang merupakan mediator-mediator inflamasi terjadinya tonsilitis kronik 13,14.
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang terfiksasi
oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap
folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara
tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang
akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran
putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan
leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut
dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang
menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi
tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut didiagnosa banding
dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever.

5. Causa detritus dan kripte (definisi, patofis)?
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi.
Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,
suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan
gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.
sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan
limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )

6. Obat warung apa yang kira-kira sudah dikonsumsi untuk mengurangi gejala?
Tonsilitis Kronis dapat juga terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien
menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang
tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi
medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan
jaringan tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman
berubah menjadi kuman gram negative. Jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA).Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C,
Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes .

Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama
dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami
penurunan.Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah
fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat
kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan imun tubuh
menurun .
Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika suatu strain bakteri dalam tubuh manusia menjadi
resisten (kebal) terhadap antibiotik. Resistensi ini berkembang secara alami melalui mutasi
evolusi acak dan juga bisa direkayasa oleh pemakaian obat antibiotik yang tidak tepat. Setelah
gen resisten dihasilkan, bakteri kemudian dapat mentransfer informasi genetik secara
horisontal (antar individu) dengan pertukaran plasmid. Mereka kemudian akan mewariskan
sifat itu kepada keturunannya, yang akan menjadi generasi resisten. Bakteri bisa memiliki
beberapa gen resistensi, sehingga disebut bakteri multiresisten atau superbug.
Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia. Ketika
Anda terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik, pengobatan untuk Anda menjadi lebih sulit dan
harus menggunakan obat yang lebih kuat dan lebih mahal dengan lebih banyak efek samping.
Contoh bakteri yang telah menjadi resisten terhadap antibiotik termasuk spesies yang
menyebabkan infeksi kulit, meningitis, penyakit menular seksual, tuberkulosis, dan infeksi
saluran pernapasan seperti pneumonia.
Penyebab umum
Penggunaan yang tidak tepat dan penyalahgunaan antibiotik adalah penyebab umum resistensi
antibiotik, di antaranya:
Penggunaan antibiotik untuk infeksi virus. Banyak pasien berharap atau meminta dokter untuk
meresepkan antibiotik ketika terkena flu dan pilek. Padahal, antibiotik hanya untuk mengobati
infeksi bakteri, bukan infeksi virus. Antiobiotik hanya diperlukan bila flu dan pilek sudah
ditumpangi infeksi sekunder oleh bakteri. Sebagian besar flu dan pilek tidak memerlukan
antiobiotik.
Putus obat. Dosis antibiotik harus dihabiskan secara penuh, bila berhenti meminum antibiotik
di tengah jalan maka beberapa bakteri yang masih hidup akan menjadi resisten terhadap
pengobatan antibiotik di masa depan.

7. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut
adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat



8. Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut?
Tonsilitis akut
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting
disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik.Pasien dianjurkan
istirahat dan makan makanan yang lunak.Berikan pengobatan simtomatik berupa
analgetik, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.Berikan antibiotik
spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang menganjurkan pemberian antibiotik hanya
pada pasien bayi dan orang tua .
Tonsilitis kronik
Tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut, obat kumur, obat
hisap, dan tonsilektomi. Indikasi tonsilektomi :
Infeksi berulang & kronis.
Terjadi gejala sumbatan.
Curiga neoplasma : tumor jinak & tumor ganas
Infeksi berulang dan kronis yang menjadi indikasi tonsilektomi antara lain :
Infeksi telinga tengah yang berulang.
Rinitis & sinusitis kronis.
Abses peritonsil & abses kelenjar limfe leher berulang.
Tonsilitis kronis dengan nyeri tenggorok yang menetap dan napas
berbau.
Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain.
Gejala sumbatan sebagai indikasi tonsilektomi antara lain :
Sumbatan jalan napas akibat hiperplasia tonsil.
Sleep apnea.
Gangguan menelan dan berbicara.
Cor pulmonale.
Menurut rekomendasi AAO-HNS (American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery) indikasi klinik pengangkatan amandel/tonsil dengan atau tanpa adenoid adalah :
1. Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun yang tidak
mendapat manfaat dengan pengobatan medikamentosa yang adekuat.
2. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atau adanya efek samping
gangguan pertumbuhan mulut/wajah (orofacial growth) yang terdokumentasi oleh
doker gigi.
3. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas seperti ngorok,
bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti nafas saat tidur (sleep apnea
syndrom), atau komplikasi penyakit kardiopulmonal (endokarditis bakterialis dsb).
4. Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa.
5. Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak responsive dengan
pengobatan.
6. Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kuman streptokokus yang tidak
responsive dengan pengobatan antibiotik.
7. Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan.
8. Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulang yang diakibatkan oleh
tonsilitis.


PENATALAKSANAAN
Untuk perwatan sendiri, jika penyebabnya virus sebaiknya biarkan virus itu hilang dengan
sendirinya. Selama 1 atau 2 minggu sebaiknya penderita banyak istirahat, minum yang hangat
dan mengkonsumsi cairan menyejukkan. Antibiotik digunakan jika penyebabnya bakteri,
misalnya dengan mengkonsumsi antibiotik oral yang dikonsumsi setidaknya selama 10 hari.
Tindakan operasi biasanya pada anak-anak. Tonsilectomy biasanya pada orang yang mengalami
tonsilitis 5 kali atau lebih dalam 2 tahun, pada orang dewasa jika mengalami tonsilitis selama 7
kali atau lebih dalam setahun, amandel yang membengkak dan menyebabkan sulit bernapas,
adanya abses juga merupakan indikasi operasi.
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari. Jika anak
mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
o Penisilin V 1,5 juta IU 2 x sehari selama 5 hari atau 500 mg 3 x sehari.
o Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3 x sehari yang
diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 50
mg/kgBB/hari.
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 3 hari tidak meningkatkan komplikasi
atau menunda penyembuhan penyakit.
Antibiotik hanya sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik.
Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk banyak minum.
Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri menelan.
Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif daripada
antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat diterapi dengan spray
lidokain.
Pasien tidak lagi menularkan penyakit sesudah pemberian 1 hari antibiotik.
Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita harus segera diberi serum anti difteri (ADS),
tetapi bila ada gejala sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah sakit.
Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan nasihat agar menjauhi rangsangan yang
dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok, minuman/makanan yang
merangsang, higiene mulut yang buruk, atau penggunaan obat kumur yang mengandung
desinfektan.
Bila terapi medikamentosa tidak berhasil dianjurkan terapi radikal dengan tonsilektomi.
Indikasi tonsilektomi
o Relatif:
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik adekuat.
Halitosis (nafas bau) akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis.
Tonsilitis kronis atau berulang pada linier Streptokokkus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotic
o Mutlak (Absolut)
Pembengkakan tonsil menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan
tidur dan komplikasi kardiopulmonal.
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase.
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan tempat yang dicurigai limfoma
(keganasan)
Hipertropi tonsil atau adenoid dengan sindrom apnoe waktu tidur.


GOLONGAN ANTIBIOTIK ? GENERASI?SEDIAAN..

9. DD?
TONSILITIS
Tonsilitis merupakan radang tonsil palatina yang dapat juga disertai dengan peradangan pada
faring. Radang ini dapat disebabkan oleh infeksi grup A streptokokus hemolitikus,
pneumokokus, stafilokokus dan hemofilus influenza, biasanya menyerang anak pra sekolah
sampai dewasa, dapat mengakibatkan komplikasi seperti peritonsilar abses, parafaring abses,
demam rematik dan glomerulonefritis akut . ( Dhingra,2007. Kornblut, 1991. Rusmarjono, 2007.
Colman 1993)

1. Definisi
yaitu peradangan pada amandel disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah infeksi bakteri Streptococcus atau infeksi virus (lebih jarang).
Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di puncak tenggorokan).
Tonsil berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai
tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa 'dikalahkan' oleh infeksi bakteri
maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis.
Infeksi juga bisa terjadi di tenggorokan dan daerah sekitarnya, menyebabkan faringitis.
3. Klasifikasi
Tonsilitis Akut
ETIOLOGI
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus hemolitikus,
pneumokokus, Streptokokus viridan dan Streptokokus piogenes. Hemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Infiltrasi bakteri
pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara
klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi
tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk
membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil. Pada keadaan ini
diagnosis bandingnya adalah angina Plaut Vincent, tonsilitis difteri, Scarlet
fever dan angina agranulositosis.
GEJALA DAN TANDA
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa
nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.gloso-
faringius (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
TERAPI
Antibiotika spektrum lebar atau sulfonamid, antipiretik dan obat kumur yang
mengandung desinfektan.
KOMPLIKASI
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Komplikasi tonsilitis
akut lainnya adalah abses peritonsil, abses parafaring, sepsis, bronkitis,
nepritis akut, miokarditis serta artritis.
Tonsilitis Membranosa
1. Tonsilitis Difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi
dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Coryne bacterium
diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas
bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi
oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti
toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc
darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang
dipakai pada tes Schick.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 2 - 5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.
GEJALA DAN TANDA
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal dan
gejala akibat eksotosin.
(a) Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
lambat serta keluhan nyeri menelan.
(b) Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu satu membentuk membran
semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring,
trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini
melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa
leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai
leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester's hals.
(c) Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial
menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada
ginjal menimbulkan albuminoria.
DIAGNOSIS
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan
bawah membran semu dan di dapatkan kuman Coryne bacterium diphteriae.
TERAPI
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,
dengan dosis 20.000 - 100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
penyakit.
Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25 - 50 mg per kg berat badan dibagi dalam
3 dosis selama 14 hari.
Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari.
Antipiretik untuk simtomatis.
Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat
di tempat tidur selama 2 - 3 minggu.
KOMPLIKASI
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring
dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul
komplikasi ini.
Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio cordis.
Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta
otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan
kelumpuhan otot-otot pernapasan.
Albuminoria sebagai akibat komplikasi ke ginjal.

2. Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu
sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit
ini jarang ditemukan.

3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah kurangnya higiene mulut, defisiensi vitamin C serta
kuman spirilum dan basil fusi form.
GEJALA
Demam sampai 39

C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang terdapat


gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah
berdarah.
PEMERIKSAAN
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas
tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau
(foetor ex ore) dan kelenjar sub mandibula membesar.
TERAPI
Memperbaiki higiene mulut. Antibiotika spektrum lebar selama 1minggu. Vitamin
C dan vitamin B kompleks.

4. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda
,
pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul nukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut
Dan faring dan pembesaran kelenjar submandibula.

Leukemia akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan
dibawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak
ditututpi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yg hebat
ditenggorok

Angina agranulositosis
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa dan
arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring dan disekitar
ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan
saluran cerna
Infeksi mononukleosis
Penyebabnya ialah terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.
Membran semu yg menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan.
Terdapat pembesaran kelenjar limfe leher ketiak dan regio inguinal.gambaran
darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas
yg lain ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah
merah domba ( Reaksi Paul Bunnel)

Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan Gram negatif.
PATOLOGI
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula.
GEJALA DAN TANDA
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal
di tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan napas berbau.
TERAPI
Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap.
KOMPLIKASI
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis,
miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
INDIKASI TONSILEKTOMI :
1. Sumbatan
Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
Sleep apnea
Gangguan menelan
Gangguan berbicara
Cor pulmonale
2. Infeksi
Infeksi telinga tengah berulang
Rhinitis dan sinusitis yg kronis
Peritonsiler abses
Abses kelenjar limfe leher berulang
Tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yg menetap
Tonsilitis kronis dengan nafas bau
Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ tubuh lainnya
3. Kecurigaan adanya tumor jinak dan ganas
(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit THT , FKUI)





FARINGITIS
FARINGITIS AKUT
1. Etiologi
Faringitis akut dan tonsilitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menye-
rang semua umur. Penyebab terbanyak radang ini adalah kuman golongan
Streptokokus R hemolitikus, Streptokokus viridans dan Streptokokus piogenes. Infeksi
menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections). Penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus influenza, adenovirus dan ECHO.
Virus Epstein Barr
Herpes simplek
Virus parainfluensa (tipe 1-4)
Virus sinsitium pernapasan
Virus influenza (A dan B)
Enterovirus
2. Patologi
Pada stadium awal terdapat hiperemia, kemudian udem dan sekresi yang meningkat.
Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudan
cenderung menjadi kering dan melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia,
pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yg berwarna putih,
kuning atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila
dan tampak bahwa folikel limfoid atau bercak0bercak pada dinding faring posterior atau
terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak.

3. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual
dan kelenjar limfa leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
udem dan dinding posterior faring bergranular.
Penderita mengeluh rasa kering dan gatal pada tenggorokan. Malaise dan sakit kepala
adalah keluhan biasa. Biasanya terdapat suhu badan yang sedikit meningkat. Eksudat
pada faring menebal. Eksudat ini sulit untuk dikeluarkan. Suara menjadi parau. Usaha
mengeluarkan dahak dari kerongkongan dan batuk. Keparauan terjadi jika proses
peradangan mengenai laring. Pada beberapa kasus terjadi disfagia sebagai akibat dari
nyeri, terdapat nyeri alih ke telinga, adenopati servikal dan nyeri tekan. Dinding faring
kemerahan dan menjadi ekring, gambaran seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus.
Jaringan limfoid biasanya tampak merah dan membengkak

4. Diagnosis
Diagnosis sesuai gejala dan tanda. Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan
organisme
5. Terapi
Bila penyebabnya diduga infeksi virus, pasien cukup diberikan analgetika dan tablet
isap saja. Antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri Gram
positif di samping analgetika dan kumur dengan air hangat.
Jika ada infeksi jamur dapat diberikan solutio Nystatin 100.000 unit 2 kali sehari.
Bila pengobatan kurang adekuat dan daya tahan tubuh penderita sedang menurun
maka faringitis akut ini dapat berulang dan berakhir menjadi faringitis kronis.

FARINGITIS KRONIK
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronis hiperplastik dan faringitis kronis atrofi. Faktor
predisposisi proses radang kronis di faring ini ialah rinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik
oleh rokok dan minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.
Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronis adalah pasien yang biasa bernapas
melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
1. Faringitis kronik hiperplastik
Patologi
Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring dan hiperplasia kelenjar limfa
dibawah mukosa faring & lateral band hiperplasia. Pada pemeriksaan tampak mukosa
dinding posterior faring menjadi tidak rata, disebut granular.
Gejala
Pasen mengeluh mula- mula tenggorok rasa gatal dan kering dan akhirnya terjadi batuk
bereak.
Terapi
a) Terapi lokal dengan kaustik faring menggunakan zat kimia larutan nitras argenti kaustik
juga dapat dilakukan dengan listrik (electro cauter).
b) Selain itu diperlukan pengobatan simptomatik menggunakan obat kumur, tablet hisap
dan obat batuk (antitusif dan ekspektoran).
c) Penyakit lain yang berasal dari hidung dan sinus paranasal harus diobati.

2. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronis atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Udara pernapasan
yang tidak teratur, suhu dan kelembabannya akan menyebabkan rangsangan dan infeksi
faring.
Etiologi :
Belum diketahui secara pasti namun ada beberapa faktor predisposisi faringyang dianggap
berhubungan dengan faringitis kronis seperti :
Rinitis kronis.
Sinusitis.
Iritasi kronis.
Akibat rokok dan alkohol.
Inhalasi akibat uap yang merangsang mukosa faring dan debu.
Kebiasaan bernapas melalui mulut akibat hidung tersumbat.
Gejala dan tanda:
Gejalanya berupa tenggorok rasa kering dan tebal. Mulut berbau. Mukosa faring tertutup
oleh lendir kental. Tampak mukosa faring yang kering setelah kita mengangkat lendir
tersebut.
Terapi :
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofi. Dan untuk faringitis kronis atrofi ditambahkan
dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

3. Faringitis Spesifik
Macam-macam :
a) Faringitis leutika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit lues
di organ lain. Gambaran klinknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau
tertier.
Stadium primer
a) Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan
b) Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genetalia yaitu tidak nyeri
c) Didapatkan pembesaran kelejar mandibula yang tidak nyeri tekan

Stadium sekunder
a) Stadium ini jarang digunakan
b) Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring

Stadium tertier
a) Pada stadium ini terdapat guma. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke
vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat
di palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi palatum secara permanen.
b) Predileksinya pada tonsil dan palatum, jarang pada dinding posterior faring
c) Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik dan terapi Penisilin dalam dosis
tinggi merupakan obat pilihan utama.

b) Faringitis tuberkulosa
Faringitis tuberculosia merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru
Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring
primer
Cara terinfeksi :
Cara infeksi eksogen
Yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalansi kuman
melalui uadara
Cara infeksi endogen
yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis miliaris
Saat ini juga penyebaran secara limfogen.
Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua
sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring
anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum
Kelenjar regional leher membengkak
Gejala : keadaan umum pasien memburuk karena anoreksia dan odinofagi. Pasien
mengeluh nyeri yg hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran
kelenjar limfa servikal
Diagnosis : pemeriksaan sputum basil tahan asam, fotothoraks untuk melihata danya
tuberkulosis paru dan biopsi jaringan yg terinfeksi untuk menyingkirkan proses
keganasan serta mencari basil tahan asam di jaringan
Terapi : sesuai dengan terapi tuberkulosis paru

Buku Ajar Ilmu Penyakit THT , FKUI

FARINGITIS










AKUT
HIPERPLASTIK
NON SPESIFIK
KRONIS
ATROFI
FARINGITIS
LUETIKA






FARINGITIS AKUT, KRONIS HIPERPLASTIK DAN ATROFI
AKUT HIPERPLASTIK ATROFI
Penyebab Streptococcus
hemoliticus, S viridan, S
piogenes. Virus influenza,
adenovirus, ECHO
Predisposisi: rinitis kronis,
sinusitis, iritasi kronis
(rokok, alkohol), hidung
sumbat nafas lwt mulut
Rinitis atrofi
Gejala Nyeri tenggorok, disfagia,
demam, mual, kel limfa
leher >>,
Faring hiperemi, edem
Dind posterior bergranula
Tenggorok gatal dan kering
Batuk bereak
Tenggorok kering dan
tebal
Mulut berbau
Mukosa faring ditutupi
lendir kental, bila diangkat
mukosa kering
Terapi Analgetik Kaustik (Nitrat argenti, Obati rinitis atrofi
SPESIFIK
TB
Antibiotik elektrokauter)
Obat kumur, obat batuk
Obat kumur, hiegene
mulut

FARINGITIS LUETIKA DAN TUBERKULOSA
LUETIKA T Pallidum TB
Gejala Primer: bercak keputihan rongga mulut
faring, ulkus, kel mandibula >> nyeri(-)
Sekunder: eritema
Tertier: guma
Nyeri hebat tenggorok, otalgia,
kel servikal >>
BTA (+)
Terapi Penisilin dosis tinggi Terapi TB

10. Komplikasi yang dapat timbul dari diagnosis?
Tonsilitis akut bakterial
OMA
Bernafas lewat mulut
Tidur ngorok
Gangguan tidur Sleep apnea Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)
Abses peritonsil
Abses parafaring
Bronkitis
Miokarditis
Glomerulonefritis akut
Artritis
Septikemia karena infeksi V. Jugularis Interna (sindrom Lemierre)
Tonsilitis kronik
Rinitis kronik
Sinusitis
OM
Komplikasi jauh: (hematogen dan limfogen)
1. Endokarditis
2. Artritis
3. Nefritis
Telinga hidung tenggorokan kepala dan leher fk ui

Tonsilitis akut
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu
abses peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang
bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti
bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung
(miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
Tonsilitis kronik
Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi
melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen.Penyebaran
perkontinuitatum dapat menimbulkan rinitis kronis, sinusitis, dan otitis media.
Penyebaran hematogen atau limfogen dapat menyebabkan endokarditis,
artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, urtikaria,furunkulosis,
dan pruritus .

11. Batasan operasi pada anak2?

You might also like