You are on page 1of 39

LBM 4 PAINFUL SWALLOWING

STEP 1
Detritus : hasil eksudat yang berisi leukosit, bakteri, dan epitel yang
terlepas di kanal berwarna bercak kuning.
Kripte : muara saluran limfoid yang dapat terlihat pada tonsil

STEP 2
1. Anatomi, fisiologi, dan histologi faring dan tonsil?
2. Mengapa pasien merasakan seperti sensasi terbakar dan nyeri telan pada
tenggorokan?
3. Mengapa pasien demam dan mengalami penurunan nafsu makan?
4. Apa interpretasi dari pemeriksaan orofaringeal : tonsil : T4/T4, mukosa
hiperemis, kripte melebar +/+, detritus +/+ dan pada faring ditemukan
mukosa hiperemis dan terdapat granul di posterior?
5. Causa detritus dan kripte (definisi, patofis)?
6. Obat warung apa yang kira-kira sudah dikonsumsi untuk mengurangi
gejala?
7. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
8. Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut?
9. DD?
10. Komplikasi yang dapat timbul dari diagnosis?

STEP 3
1. Anatomi, fisiologi, dan histologi faring dan tonsil?
ANATOMI
Anatomi Tenggorokan
Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan
laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan
minuman yang lewat dan menuju esophagus.
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan
batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun
oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna
merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi
adalah vestibulum oris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesusnasalis
media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole, dibentuk olehgabungan dari
prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi
kearah maksila depan.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan
terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang
kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf
glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom
posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong
dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis
dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu kantong
fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah.
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggivertebra servikalis ke
enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan
rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus
laring dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang
dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan
sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudianbagian
depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan
hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping,
muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot
tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk
ke faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalamkapsulnya
terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arcus faring anterior disusun
oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus,
otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus
faringeus.
Vaskularisasi.
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal
daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior.
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus
ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring
dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring
kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.
Kelenjar Getah Bening
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan inferior.
Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal
dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar getah
bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal
dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada
dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang
merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring
diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus
glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.

Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya
Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya adalah
tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil
serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
a. Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot
posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan
n.vagus.
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah
m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu
ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya
merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang
merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan merupakan
kapsul yang sebena-benarnya.
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan
kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang
ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya
disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah
intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada
dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut
kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus
biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil
a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika.
Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus
tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid)
atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas
keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis
berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke
esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.
Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah
laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah
lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringo faring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung
atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di
bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula
disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil
akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini
tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya
sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi
juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.

Nervus laring superior berjalan dibawah dasar
sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia
lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

1.2.b Fisiologi Tenggorokan
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk
artikulasi.
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring
secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus
melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan
makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong
bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik
berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari
lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu
oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus
esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi.
Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke
lambung.
Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.
Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring.
Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan
m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior.
Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas
belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
(fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh
kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu bersamaan.
1.3. Anatomi Dan Fisiologi Tonsil
1.3.a Anatomi Tonsil
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan
jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal
(adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal (Ruiz JW, 2009).




A) Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut
orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

a. Lateral muskulus konstriktor faring superior
b. Anterior muskulus palatoglosus
c. Posterior muskulus palatofaringeus
d. Superior palatum mole
e. Inferior tonsil lingual (Wanri A, 2007)

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti
tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus.
Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli
merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal
(Anggraini D, 2001).

Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas
posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor
faring superior (Shnayder, Y, 2008). Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar
dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).

Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris
eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri
maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya
arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh
arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah
tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden
dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal
(Wiatrak BJ, 2005).

Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep
jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar
toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada (Wanri A, 2007).

Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga
dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-
60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma
yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA,
IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar
(Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel
retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid
(Wiatrak BJ, 2005).
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit
yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik (Hermani B, 2004).


B) Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan
yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah
dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang
lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan
pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).

C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis
tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk
oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S, 2007).



ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tonsila Palatina
Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pillar anterior dan pillar
posterior . (Kornblut AD . 1991 ). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 20 25
mm, dengan lebar 15- 20 mm, dimana masing masing tonsil mempunyai 8 20
kripta yang terdiri dari jaringan connective tissue seperti jaringan limpoid dan
berisi sel limpoid . Tonsila palatina kaya akan pembuluh darah yang berasal dari
cabang arteri karotis eksterna. Pendarahan utama tonsil berakhir pada bagian
lateral tonsil, sedangkan arteri karotis interna berada kira kira 2 cm
posterolateral tonsil. Pendarahan lain pada bagian anterior tonsil yang
merupakan cabang dari arteri lingualis dorsal, sedangkan bagian inferior tonsil
merupakan cabang dari arteri fasialis dan bagian superior tonsil berasal dari
arteri palatina desenden. ( Paparela.1991)
Sistem pendarahan vena pada tonsil melalui vena para tonsillar, vena vena ini
melalui pleksus faringeal atau vena fasial setelah bercabang pada otot
konstriktor superior . ( Brodsky L, 2006)


Kripta Tonsil
Kripta tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan masuk kebagian
dalam jaringan tonsil, terdiri dari 8 20 buah kripta, biasanya tubular dan hampir
selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsultonsil pada permukaan
luarnya. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel
permukaan medial. Saluran kripta kearah luar biasanya bertambah luas. Secara
klinis terlihat bahwa kripta merupakan sumber infeksi baik secara lokal maupun
umum karena dapat berisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan juga bakteri. (
Ballenger JJ. 1994)

Kapsul Tonsil
Merupakan suatu selubung fibros berwarna putih terdiri dari jaringan ikat(
fibrosa ) yang disebut fasia faringeal yang menutupi 4/5 tonsil. Kapsul tonsil
mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam daerah parenkim. Trabekula ini
mengandung pembuluh darah, saraf saraf dan pembuluh darah limfe eferen.
Pembuluh darah eferen tidak dijumpai. ( Ballenger JJ 1994 )

Fossa Tonsilaris
Fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris terletak diantara 2 buah plika yaitu plika
anterior dan posterior. Plika anterior dibentuk oleh otot palatoglosus, sedang
plika posterior di bentuk oleh otot palatofaringeus. Bagian luar tonsil dilindungi
oleh kapsul yang dibentuk oleh fasia faringobasilaris dan dilateral oleh fasia
bukofaringeal. (Beasley. P 1997. Balasubramanian T, 2009) Otot palatoglosus
mempunyai origo berbentuk kipas dipermukaan otot palatum molle dan berakhir
pada sisi lateral lidah. Dimana otot ini merupakan otot yang tersusun vertikal
dan diatasnya melekat pada palatum durum, tuba eustachius dan pada dasar
tengkorak. Kedua plika ini akan bertemu diatas untuk bergabung dengan
palatum molle, serta kebagian bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal
lidah dan dinding lateral faring. Dinding luar fossa tonsil terdiri dari M.
konstriktor faringeus superior. sedang M. tonsilofaringeus melekat pada kapsul
tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah. ( Ballanger JJ .1994)



Sistem Limfatik Faring dan Tonsil
Sistim pembuluh limpatik dari tonsil menembus fasia bukofaringeal dan melalui
bagian atas kelenjar servikal . (Beasley. P 1997)

Persarafan Faring dan Tonsil
Sistem persarafan tonsil berasal dari saraf palatina , yang diteruskan ke ganglion
sfenopalatina, untuk rangsangan sensori terutama dibentuk oleh cabang
cabang saraf glosofaringeus ( Paparella, 1991 )

SUMBER : JURNAL UNIVERSITAS SUMATRA UTARA




IMUNOLOGI TONSIL
Tonsil palatina merupakan penghasil utama dari sitokin yang dihasilkan
oleh makrofag - makrofag dan partikel netrofil didalam tubuh yang merupakan
mekanisme pertahanan tubuh. Interleukin (IL) seperti IL-1, IL-6 . dan tumor
necrosis factor- juga berperan dalam pertahanan tubuh pada fase akut. ( Unal
, Ozturk 2002). Secara sistemik proses imunologi
dari tonsil terbagi 3 yaitu;
1) Respon imun tahap 1.
2) Respon imun tahap 2.
3) Migrasi limfosit.

Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring
mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai
barrier imunologi. Sel M tidak hanya berperan untuk mentransport antigen
melalui barrier tetapi juga membentuk kompartemen intraepitel spesifik yang
membawa material asing dalam konsentrasi yang tinggi secara bersamaan. Respon
imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta
dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid, sel plasma tonsil juga
menghasilkan lima jenis Ig ( Ig G 65 %, Ig A 30%, Ig M, Ig d, Ig E) yang membantu
melawan dan mencegah infeksi. Respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.
Dari penelitian didapat bahwa migrasi limposit berlanjut terus menerus dari
darah ke tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe ( Amirudin , 2006
)
SUMBER : JURNAL UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

FISIOLOGI LARYNX

SUMBER : Iimu Penyakit telinga Kidung Tenggorok, penerbit EGC

FISIOLOGI :
0 Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara, dan untuk artikulasi.
0 Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglotus, dan
dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus.
0 Otot otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua
dipersarafi oleh pleksus faringeus.
Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Di palatum mole ada 5 pasang otot :
M. levator veli palatine menyempitkan isthmus faring, melebarkan tuba
eusthacii. Dipersarafi n X
M. tensor veli palatine mengencangkan anterior palatum mole dan
menyempitkan tuba eusthacii
M. palatoglossus menyempitkan isthmus faring
M. palatofaring
M. azigos uvula memperpendek dan menaikkan uvula
FISIOLOGI
NEUROFISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.

FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi,
lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan
konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.


FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks
menelan segera timbul.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang
peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume
bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan
pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga
bertambah sesuai dengan umur.

FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari
fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat
kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik
pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan
dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang
terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak
seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.




Daftar Pustaka :

Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara ilmiah penglepasan purna
tugas Prof Dr. Bambang.2002

2. Mengapa pasien merasakan seperti sensasi terbakar dan nyeri telan pada
tenggorokan?


3. Mengapa pasien demam dan mengalami penurunan nafsu makan?
Demam
i. panas tersebut timbul akibat terjadinya infeksi yang disebabkan
oleh bakteri dimana bakteri tersebut terdapat banyak protein, hasil
pemecahan protein dan zat tertentu lain terutama toksin
liposakarida yang dilepaskan oleh bakteri dapat menyebabkan
peningkatan set- point thermostat hipotalamus. Zat yg
mengandung efek seperti ini disebut pirogen.
ii. Pirogen dilepaskan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan
dari degenerasi jaringan tubuh dapat sebabkan demam selama
keadaan sakit
Fisiologi kedokteran Guyton & Hall edisi 9
Nafsu makan menurun
Karena disfagia (menekan esofagus), dan sindroma vena kava superior (menekan
vena kava superior) penurunan nafsu makan penurunan BB (Amin M, Alsagaff
H. Pengantar Ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press; 1989).


Panas
Terjadinya demam perangsangan zat pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit (Benneth, et
al, 1996; Gelfand, et al, 1998). Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan
dan hormonal, misalnya progesterone.

Pirogen eksogen bekerja pada fagosit-->menghasilkan IL-1, suatu
polipetida yang juga dikenal sebagai pirogen endogen. IL-1 mempunyai efek luas
dalam tubuh Zat ini memasuki otak dan bekerja langsung pada area preoptika
hipotalamusDi dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakhidonat
peningkatan sintesis PGE-2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia/
demam (Lukmanto, 1990; Gelfand, et al, 1998).

Tingkatan suhu tubuh manusia dibagi atas :
1. Hipotermia : suhu tubuh di bawah 36
O
C
2. Normotermi : 36-37
O
C
3. Subfebris : 37-37,8
O
C
4. Demam(Febris) : di atas 37,8
O
C

Dikutip dari Gelfand JA, Dinarello CA: Alteration in Body Temperature,


4. Apa interpretasi dari pemeriksaan orofaringeal : tonsil : T4/T4, mukosa
hiperemis, kripte melebar +/+, detritus +/+ dan pada faring ditemukan
mukosa hiperemis dan terdapat granul di posterior?
Hiperemis mukosa ada peradangan, dilatasi pemb darah
Detritus adanya peradangan tonsil penumpukan leukosit,
bakteri mati, epitel mati. Terlihat bercak kuning
Kriptus muara sal limfoid terisi detritus lama kelamaan tjd
pengerutan
Granula pembengkakan organ limfoid faring
Ada bakteri/virus menginvasi mukosa faring, tjd inflamasi local,
kuman /bakteri mengikis epitel, jar. Limfoid bereaksi
pembendungan infiltrate leukosit PMN
Stadium awal : hiperemi, edema, sekresi banyak. Awal eksudat
serosa, menebal, kering menempel di dinding faring
Derajat tonsil

ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
Add 3. Klasifikasi tonsilitis (etiologi, gejala, diagnosis, penatalaksanaan)
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen
yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus
masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan
3.
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila
palatina yang menetap lebih dari 3 bulan.

Etiologi penyakit ini dapat
disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan
permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak
sempurna 7.
Tonsilitis Kronis dapat juga terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga
penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain:
terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang
rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama
antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis
akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman gram negative. Jenis kuman
yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat
Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan
virus Herpes 7.

Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang
lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita
mengalami penurunan. Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu
tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada saat keadaan imun tubuh menurun . Karena proses radang berulang yang
timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula 2,9. Pada tonsilitis kronis telah
terjadi penurunan fungsi imunitas dari tonsil. Penurunan fungsi tonsil ditunjukkan
melalui peningkatan deposit antigen persisten pada jaringan tonsil sehingga terjadi
peningkatan regulasi sel-sel imunokompeten berakibat peningkatan insiden sel yang
mengekspresikan IL-1, TNF-, IL-6, IL- 8, IL-2, INF-, IL-10, dan IL-4 12. Secara
sistematik proses imunologis di tonsil
terbagi menjadi 3 kejadian yaitu :
1) respon imun tahap I,
2) respon imun tahap II, dan
3) migrasi limfosit.
Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel
kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M
tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk
komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi
material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik. Respons imun
tonsila palatina tahap II terjadi setelah
antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid.
Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari
penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke
tonsil melaui HEV dan kembali ke sirkulasi melaui limfe. Tonsil berperan tidak hanya
sebagai pintu masuk tapi juga keluar limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-
selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan menarik sel B
untuk berperan didalam kripte. Sitokin dan kemokin inilah yang merupakan mediator-
mediator inflamasi terjadinya tonsilitis kronik 13,14.
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang
terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang
disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada
permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat
yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat
sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus
sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel
tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal
disebut tonsilitis lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang
menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut
didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis
difteri, dan scarlet fever.


Dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut ataupun
radang kronis faring, abss retrofarng, serta gangguan oto2 di bagian tersebut.
Gangguan otot posterior faring bersama2 dengan otot palatum mole
berhubungan dengan n. vagus

Hiperemis karena adanya peradangan pada dinding posterior faring
(rubor, tumor, kalor , dolor) dapat disebabkan karena virus, bakteri, alergi,
trauma, toksin dan lain lain
- Jika pada faringitis virus dan bakteri akan melakukan invasi ke faring dan
menimbulkan reaksi inflamasi local ( contoh HIV-1,EBV,adenovirus, grup A
stereptococcus beta hemolitikus, candida

5. Causa detritus dan kripte (definisi, patofis)?
Tonsil dibungkus oleh kapsul di fossa tonsil , di tonsil banyak jar limfe yg
disebut folikel, tiap folikel pny kanal yang bermuara pada perm tonsil.
Muara tersebut terlihat muara yaitu kripte.
Folikel peradangan tonsil membengkak membentuk eksudat yang
mengalir dalam kanal keluar ke kripte terlihat kotoran putih/ bercak
kuning (Detritus)

6. Obat warung apa yang kira-kira sudah dikonsumsi untuk mengurangi
gejala?
Hanya mengatasi simptomnya saja
Paracetamol, ibuprofen
Antibiotic

7. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
Leukosit : terjadi peningkatan
Hemoglobin : terjadi penurunan
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas
obat
Terapi
Tes Schick atau tes kerentanan di ptori
Audiometri : adenoid terinfeksi
Kultur dan uji resistensi bila perlu.
Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.

8. Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut?
Penatalaksanaan Medis
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah
yang cukup, serta makan makanan yang berisi namun tidak terlalu
padat dan merangsang tenggorokan. Analgetik diberikan untuk
menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran
banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan
dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus
diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang kadang juga
digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai
dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah
Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus
digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis
dan penyakit jantung rematik. Kadang kadang dibutuhkan suntikan
benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan
pengobatan orang tidak adekuat.
Terapi obat lokal untuk hegiene mulut dengan obat kumur atau
obat isap.
Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari.
Antipiretik.
Obat kumur atau obat isap dengan desinfektan.
Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau
klindamigin.

a) Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui
mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa
diberikan dalam bentuk suntikan.
b) Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 2 tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 3 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
Hemoragi
Merupakan komplikasi potensial setelah tonsilektomi. Jika pasien
memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau
dengan warna merah terang pada interval yang sering, atau bila
frekuensi nadi dan pernapasan meningkat dan pasien gelisah, segera
beritahu dokter bedah. Siapkan alat yang digunakan untuk
memeriksa tempat operasi terhadap pendarahan : sumber cahaya,
cermin, kasa, hemostat lengkung, dan basin pembuang. Kadang, akan
berguna jika dilakukan menjahit atau meligasi pembuluh yang
berdarah. Jika tidak terjadi pendarahan lebih lanjut , beri pasien es
dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk tidak banyak bicara dan
batuk karena dapat menyebabkan nyeri tenggorok.
Bilas mulut alkalin dan larutan normal salinhangat mengatasi lendir
kental yang mungkin ada setelah operasi tonsilektomi ( masih
dipertanyakan keefektivitasannya).
Diet cairan atau semicari beberapa hari . Serbat dan gelatin adalh
makanan yang dapat diberikan . Makanan yang harus dihindari
adalah makanan pedas, dingin, panas, asam, atau mentah. Makanan
yang dibatasi adalah makanan yang cenderung meningkatkan mukus
yang terbentuk misanya susu dan produk lunak (es krim).
Pendidikan yang dapat diberikan kepada pasien dan keluarga adalah
tentang tanda dan gejala hemoragi. Biasanya tanda dan gejala
muncul 12-24 jam pertama. Paien diinstruksikan untuk melapor
setiap pendarahan yang terjadi.
c) Pasca operasi
Pemantauan keperawatan kontinu diperlukan pada pasca
operasi segera
Periode pemulihan karena risiko signifikan hemoragi
Kepala dimiringkan kesamping memungkinkan drainase dari
mulut dan faring memberi kenyamanan posisi
Napas oral dilepaskan jika menunjukkan reflek menelan
Collar es dipasang pada leher, dan basin serta tisu
disiapkanekspectorasi darah dan lendir
d) Analgetik
e) Antipiretik

TONSILEKTOMI
Tonsila yang sehat dapat membantu proses imunitas tubuh. Akan tetapi, pada tonsila yang
patologis akan berkurang fungsinya dalam proses imunitas. Tonsila yang patologis berkaitan
dengan berkurangnya transpor antigen, produksi antibody, serta infeksi kronis bakterial.
Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta
curiga adanya keganasan.
Indikasi tonsilektomi secara umum:
1. Sumbatan
hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
sleep apnea
gangguan menalan
gangguan bicara
2. Infeksi
infeksi telinga tengah berulang
rhinitis dan sinusitis yang kronis
peritonsiler abses
abses kelenjar limfe leher berulang
tonsilitis kronis dengan nafas bau
tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain
tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok berulang
3. Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas

The American Academy of OtolaryngologyHead and Neck Surgery (AAO-HNS) menjabarkan
indikasi-indikasi klinis untuk prosedur tonsilektomi sebagai berikut :
Indikasi Absolut
1. Pembesaran tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas, disfagia
berat, gangguan tidur, atau komplikasi kardiopulmonal.
2. Abses peritonsilar yang tidak responsif terhadap medikamentosa dan prosedur drainase,
kecuali prosedur dilakukan saat fase akut.
3. Tonslitis yang menyebabkan kejang demam.
4. Tonsil yang harus dibiopsi untuk melihat patologi jaringannya.

Indikasi Relatif
1. 3 atau lebih episode infeksi dalam 1 tahun walaupun dengan terapi yang adekuat.
2. Nafas berbau atau rasa tidak enak pada mulut yang persisten akibat tonsilitis kronis yang
tidak responsif terhadap terapi.
3. Tonsilitis kronis atau rekuren pada karier streptococus yang tidak responsif terhadap
terapi.
4. Hipertrofi tonsil unilateral yang memiliki kemungkinan keganasan.

Kontraindikasi Tonsilektomi
1. Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang
2. Infeksi sistemik atau kronis
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi
5. Rhinitis alergika
6. Asma
7. Diskrasia darah
8. Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh
9. Tonus otot yang lemah
10. Sinusititis

9. DD?
Tonsillitis
Patofisiologi
a. Tonsilitis bakterial
i. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil reaksi radang
keluarnya leukosit PMN detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang
mati dan epitel yang terlepas) mengisi kriptus bercak kuning
ii. Detritus jelas Tonsilitis folikularis
iii. Detritus bergabung membentuk alur Tonsilitis lakunaris
iv. Atau mungin detritus menyebar membentuk pseudomembran
b. Tonsilitis kronik
Proses radang yang berulang epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis
proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut
pengerutan kripte melebar diisi detritus menembus kapsul tonsil
perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris pada anak +
pembesaran kelenjar submandibula

Penatalaksanaan
a. Tonsilitis akut
1. Viral
a. Istirahat
b. Simtomatis
c. Minum cukup
d. Analgetika
e. Antivirus (jika gejala sangat berat)
2. Bakterial
a. Jika ditemukan bakteri Streptokokus Hemolyticus Grup A
penisilin atau eritromisin selama 10 hari
b. Antipiretik
c. Obat kumur mengandung desinfektan
b. Tonsilitis kronik
1. Terapi lokal higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap
2. Jika infeksi berulang dan kronik tonsilektomi, indikasinya:
a. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan
berbicara dan cor pulmonate
d. Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil dihilangkan dengan pengobatan
e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
1. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup
A Streptococcus - hemalyticus
2. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
3. OME/OMSK
Komplikasi
a. Tonsilitis akut bakterial
i. OMA
ii. Bernafas lewat mulut
iii. Tidur ngorok
iv. Gangguan tidur Sleep apnea Obstructive Sleep Apnea Syndrome
(OSAS)
v. Abses peritonsil
vi. Abses parafaring
vii. Bronkitis
viii. Miokarditis
ix. Glomerulonefritis akut
x. Artritis
xi. Septikemia karena infeksi V. Jugularis Interna (sindrom Lemierre)
b. Tonsilitis kronik
i. Rinitis kronik
ii. Sinusitis
iii. OM
iv. Komplikasi jauh: (hematogen dan limfogen)
1. Endokarditis
2. Artritis
3. Nefritis

SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER FK
UI

Hipertrofi adenoid
Etiologi
1. Hiperplasia adenoid mulai pada usia muda dan berlanjut hingga usia 10-12
tahun, biasanya tidak berkembang lagi dan akan involusi
2. Adenoid secara tidak penting pada usia di atas 10-12 tahun
3. Bila terjadi ISPA terjadi hipertrofi adenoid

Patofisiologi
a. Terjadi tahanan udara meningkat bernafas melalui mulut, terutama pada
malam hari
Mulut terbuka dan bibir atas yang terangkat untuk menambah aliran
udara pernafasan
b. Sumbatan tuba eustachius ketulian berulang
Retraksi membran timpani tidak sembuh OME fungsi tuba
eustachius yang buruk
c. Obstruksi pada saluran nafas atas hipoventilasi alveoli dan hipertensi A.
Pulmonalis kor pulmonale, tanda: hiperkapnia.

Dasar diagnosis
a. Rhinoskopi anterior melihat tertahannya gerakan velum palatum molle
pada waktu fonasi
b. Rhinoskopi posterior
c. Pemeriksaan digital meraba adanya adenoid
d. Pemeriksaan radiologi (foto lateral kepala)

Penatalaksanaan kuretase dengan adenoidektomi, Indikasinya:
a. Sumbatan
i. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut
ii. Sleep apnea
iii. Gangguan menelan
iv. Gangguan berbicara
v. Kelainan bentuk wajah, muka dan gigi (adenoid face)
b. Infeksi
i. Adenoiditis berulang/kronik
ii. Otitis media efusi berulang/kronik
iii. Otitis media akut berulang
c. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas

Komplikasi akibat adenoidektomi
a. Perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih
b. Kerusakan dinding belakang faring jika terlalu dalam
menguretnya
c. Terlalu ke lateral torus tubarius rusak oklusi tuba
eustachius CHL

FUNGSI KELENJAR LIMFE

1. Pematangan limfosit
2. Menyaring cairan limfe
3. Membasmi bibit penyakit
4. Menerima kotoran darah
Cairan yang disaring dari kapiler arteri mengalir di antara sel-sel
direabsorbsi kembali ke ujung vena kapiler darah dan sebagian kecil memasuki
kapiler limfatik kembali ke darah melalui sistem limfatik
Cairan limfe dari bawah tubuh duktus torasikus sistem vena pada
permukaan antara V. Jugularis interna kiri dan V. Subclavia
Cairan limfe dari sisi kiri kepala, lengan kiri, dan sebagian daerah thoraks

ALIRAN LIMFE DI DAERAH TENGGOROKKAN
K.L jugularis interna superior, dari:
o Daerah palatum molle, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus
piriformis dan supraglotik laring
o K.L retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superfisial dan
submandibula
K.L jugularis interna media, dari:
o Subglotik laring, inferior daerah krikoid posterior
o K.L jugularis interna superior dan retrofaring bagian bawah
K.L jugularis interna inferior, dari:
o Glandula tiroid, trakea, esofagus bagian servikal
o K.L jugularis interna superior dan media dan paratrakea

MEKANISME PENJALARAN PEMBESARAN KELENJAR LIMFE

Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification, lima daerah
penyebaran kelompok kelenjar, yaitu:
1. Kelenjar di segitiga submental dan submandibula
2. Kelenjar di 1/3 atas dan termasuk K.L jugular superior, kelenjar digastrik
dan kelenjar servikal posterior superior
3. K.L jugularis di antara bifurcatio karotis dan persilangan M. Omohyoid
dengan M. Sternocleidomastoideus dan batas posterior M.
Sternocleidomastoideus
4. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
5. Kelenjar yang ada di segitiga posterior servikal
Metastasis tumor servikal:
Karsinoma sel skuamosa K.L jugularis interna superior
tumor ganas rongga mulut, orofaring posterior, nasofaring, dasar lidah
atau laring K.L jugularis interna superior
tumor pada laring, hipofaring atau tiroid K.L jugularis media
tumor di subglotis, laring tiroid atau esofagus bagian servikal K.L
jugularis inferior
tumor di infraklavikula, esofagus bagian servikal, tumor tiroid massa
tumor di supraklavikula

SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER FK
UI

FARINGITIS

Penatalaksanaan
a. Faringitis akut
i. Faringitis viral
1. Istirahat & minum cukup
2. Kumur dengan air hangat
3. Analgetika
4. Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) pada infeksi Herpes
Simpleks
a. Dewasa : 60-100 mg/KgBB dibagi 4-6 kali/hari
b. < 5 tahun : 50 mg/KgBB dibagi 4-6 kali/hari
ii. Faringitis bakterial
1. Antibiotik
a. Penicillin G Banzatin 50.000 U/KgBB, IM dosis tunggal
b. Amoksisilin 50 mg/KgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10
hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari
c. Eritromisin 4 x 500 mg/hari
2. Kortikosteroid Deksamethasone
a. Dewasa : 8-16 mg IM
b. Anak : 0,08 0,3 mg/KgBB IM
3. Analgetika
4. Kumur dengan air hangat atau antiseptik
iii. Faringitis fungal
1. Nystasin 100.000-400.000 2 kali/hari
2. Analgetika
b. Faringitis kronik
i. Kronik hiperplasi
1. Kaustik faring dengan larutan nitras argenti atau listrik
2. Obat kumur atau tablet hisap
3. Jika perlu obat batuk antitusif atau ekspetoran
4. Mengobati penyakit di hidung atau sinus paranasal
ii. Kronik atrofi
1. Mengobati rinitis atrofi
2. Obat kumur dan menjaga kebersihan mulut

SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN
LEHER FK UI
Terapi yang dapat diberikan berupa terapi local ditunjukkan pada hygiene
mulut dengan berkumur atau obat isap.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada radang kronik tonsil dapat
menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis
atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.
Indikasi tonsilektomi. Menurut The American Academy of
Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun
1995 menetapkan :
a. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasia.
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan
cor pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri group A
streptococcus beta hemoliticus.
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif.
SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER FK
UI


10. Komplikasi yang dapat timbul dari diagnosis?
Otitis media akut.
Abses parafaring.
Abses peritonsil.
Bronkitis,
Nefritis akut, artritis, miokarditis.
Dermatitis.
Pruritis.
Furunkulosis.

11. Batasan operasi pada anak2?

You might also like