You are on page 1of 40

LAPORAN TUTORIAL

BENJOLAN PADA LEHER



( Sistem Onkologi )








Disusun
Oleh :
Kelompok 10

St.Mahdiah Andini S. 1054 20 237 10
Dewi Syartika 1054 20 234 10
Sunarni 1054 20 213 10
Muh Nadzief Gufran 1054 20 227 10
Muflih Mahsyar 1054 20 232 10
Ahmad Yani 1054 20 209 10
Afdilah Mutianggrisny 1054 20 170 10
Andi Wahyuni 1054 20 190 10
Farida 1054 20 081 09
Muh Ilham Mulyadi 1054 20 217 10

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
SKENARIO 2
Seorang laki-laki 60 tahun dating ke rumah sakit dengan keluhan suara serak yang telah
dialami selama 6 bulan. Sesak nafas terutama jika melakukan aktivitas berat. Tampak benjolan
pada leher bagian lateral sebesar telur ayam.

KALIMAT KUNCI :
Pria 60 tahun
Suara serak selama 6 bulan
Sesak napas jika melakukan aktivitas berat
Benjolan di leher bagian lateral sebesar telur aya

Pertanyaan pertanyaan :

1. Anatomi dan Histologi dan fisiologi dari organ yang terkait?
2. Patomekanisme Benjolan pada leher?
3. Penyakit-penyakit yang menyebabkan benjolan pada leher?
4. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Tambahan
5. Differential diagnosis?
a. Gejala Klinis
b. Etiologi?
c. Faktor resiko?
d. Pemeriksaan Penunjang?
e. Penatalaksanaan?
f. Komplikasi dan prognosis?






Anatomi leher

Pasien pada kasus mengalami benjolan pada lehernya. Sumber benjolan ini bisa berasal dari
jaringan otot, lemak, kulit, tulang, maupun kelenjar tiroid, paratiroid dan kelenjar getah bening.
Namun karena keterbatasan info sulit untuk menentukan struktur yang menjadi sumber benjolan
pada kasus ini. Namun secara garis besar, jika suatu benjolan timbul pada daerah leher, maka
organ yang bisa dicurigai mengalami gangguan adalah:

a.Kelenjar getah bening (KGB) Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan
tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya
didaerah submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah),
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.
Sistema Lympathica Colli Facialis
Gugusan superficialis berjalan mengikuti vena superficialis dan gugusan profunda berjalan
mengikuti arteria atau seringkali mengikuti vena profunda. Gugusan superficialis membentuk
suatu lingkaran pada perbatasan leher dan kepala yang dinamakan lingkaran pericervicalis atau
cervical Collar, meliputi l.n.occipitalis, l.n.mastoideus (l.n.retro auricularis), l.n.preauricularis
(l.n.parotideus superficialis), l.n.parotideus profundus, l.n.submandibularis dan l.n.submentalis.

L.n.occipitalis
terletak pada serabut-serabut cranialis m.trapezius, ditembusi oleh v.occipitalis, kira-kira 2,5 cm
di sebelah infero-lateralis inion. Menerima aliran lymphe dari bagian belakang kepala dan
mengirimkannya kepada lymphonodi cervicales profundi dengan melewati bagian profunda
m.sternocleidomastoideus.

L.n.pre-auricularis
terletak pada glandula parotis sepanjang vena temporalis superficialis dan vena facialis
transversa. Menerima pembuluh afferen dan kepala (scalp), auricula, palpebra dan pipi. Dan
mengirim pembuluh afferen menuju ke l.n.cervicalis superficialis.

L.n.submentalis
berada di antara kedua venter anterior m.digasticus, pada permukaan inferior dari
m.mylohyoideus, membawa lymphe dari lidah bagian tengah (juga apex lingua) dan dari labium
inferius.

L.n.submandibularis
biasanya dikelompokkan pada gugusan superficialis, meskipun membawa drainage dari lidah
dan glandula submandibulare. Lymphonodus ini terletak pada vena facialis di sebelah caudal dari
mandibula, dimana vena ini menerima v.retromandibularis. pembuluh efferen membawa aliran
lymphe menuju ke l.n.cervicalis profundus pars cranialis.
Masih ada lymphonodus lainnya, yaitu

l.n.facialis
yang merupakan perluasan ke cranialis dari l.n.submandibularis dengan mengikuti vena facialis,
berada pada facies.

L.n.cervicalis anterior
berada sepanjang v.jugularis anterior, menerima lymphe dari bagian tengah (linea mediana) leher
dan mengalirkan lymphenya menuju ke l.n.cervicalis profundus; gugusan ini dapat dianggap
menerima afferen dari l.n.submentalis.


L.n.cervicalis superficialis
berada sepanjang v.jugularis externa. Menerima aliran lymphe dari kulit pada angulus
mandibulae, regio parotis bagian caudal dan telinga, dan membawa aliran lymphenya menuju ke
l.n.cervicalis profundus. Semua lymphonodi akan memberi aliran lymphenya kepada
l.n.cervicalis profundus. Diantara gugusan superficial dan gugusan profunda terdapat gugusan
intermedis, yang terdiri atas :

L.n.infrahyoideus
yang berada pada membrana thyreo-hyoidea, menerima afferen yang berjalan bersama-sama
dengan a.laryngea superior dan berasal dari larynx di bagian cranialis plica vocalis.

L.n.prelaryngealis
yang berada pada ligamentum cricothyreoideum, menerima lymphe dari larynx di bagian
cranialis plica vocalis, berada pada vasa thyreoidea superior.

L.n.paratrachealis
yang berada pada celah di antara trachea dan oesophagus, menerima lymphe dari glandula
thyreoidea dan struktur di sekitarnya, pembuluh efferennya mengikuti vasa thyreoidea inferior
menuju ke l.n.cervicalis profundus (dan l.n.mediastinalis superior).

L.n.cervicalis profundus
terletak di sebelah profunda m.sternocleidomastoideus sepanjang carotid sheath. Terdiri atas
banyak lymphonodus, berada pada vena jugularis interna, mulai dari basis cranii sampai di
sebelah cranialis clavicula dan dibagi oleh venter inferior m.omohyoideus menjadi gugusan
superior dan gugusan infeior.
Gugsan superior atau l.n.cervicalis profundus pars superiro tereltak di sebelah cranialis cartilago
thyreoidea, menerima afferen dari cavum cranii, regio pterygoidea, l.n.parotideus dan
l.n.submandibularis, radix linguae, pars cranio-lateralis glandula thyreoidea, larynx dan pharynx
bagian caudal. Mengirimkan efferennya menuju ke l.n.cervicalis profundus pars inferior.
Terdapat perluasan dari l.n.cervicalis profundus pars superior yang menuju ke arah medial dan
membentuk l.n.retropaharyngealis (berada di dalam spatium retropharyngeum), menerima
lymphe dari nasopharynx, tuba auditoria dan dari vertebra cervicalis, mengirimkan lymphenya
menuju kepada l.n.cervicalis profundus pars superior dengan mengikuti vena pharyngealis.
L.n.cervicalis profundus pars superior dan juga dari l.n.cervicalis superficialis, pars caudalis
glandula thyreoidea, larynx bagian cudal, trachea pars cervicalis dan oesophagus. Pembuluh-
pembuluh efferen membentuk sebuah pembuluh besar (jugular trunk) dan bermuara ke dalam
ductus thoracicus (dibagian kiri) serta ductus lymphaticus dexter (bagian kanan). Pada tempat
persilangan antara m.digastricus dan vena jugularis interna trdapat l.n.juguladigastricus.
Gugusan lymphonodus yang terletak di sebelah cranialis venter inferior m.omhyoideus pada saat
otot ini menyilang v.jugularis interna membentuk l.n.jugulo-omohyoideus.
Limfatikus
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening
yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran
pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari
penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel
plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk
mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau
timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease) Dengan mengetahui lokasi
pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi
atau penyebab pembesaran KGB.







Gambar 1: Gambar Kelenjar Getah Bening Pada Daerah Leher



LOKASI REGIO
MEMORIAL SLOAM-KATTERING CANCER CENTRE
Region I Kel limf submentale, submandibulare
Region II 1/3 atas vena jugularis interna, basis kranii sampai tepi atas os hyoid, berisi
kel limf jugulodigastric dan spinal asesoris
Region III 1/3 tengah v j i, dipisahkan dari regio IV melalui m.omohyoid, berisi kel
limf jugularis medius
Region IV 1/3 bawah v j I, berisi kel limf jugularis inf, skalenius dan supraklavuikula
Region V Kel limf yang terdapat pada trigonium servikal posterior



b.Faring

Nasopharynx
Merupakan bagian yang paling luas dari cavum pharyngis. Terletak di belakang cavum nasi dan
cranialis dari palatum molle (palatum molle dapat dianggap membentuk lantai nasopharynx).
Ruangan ini dapat dipisahkan sama sekali dari oropharynx dengan mengangkat palatum molle ke
arah dinding posterior pharynx. kE arah anterior berhubungan dengan cavum nasi dengan
melalui choanae. Bagian ini semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada setiap dinding lateral
nasopharynx terdapat muara dari tuba auditiva (tuba pharyngotympanica). Lubang ini terletak
ssetinggi concha nasalis inferior dan dibatasi di sebelah postero-superior oleh torus tubarius,
yaitu suatu penonjolan yang disebabkan oleh pars medialis dari tuba auditiva. Di sebelah dorsal
dari tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus (rosenmuelleri) yang berjalan vertikal. Pada
ostium pharyngeum tubae auditivae terbentuk labium anterius dan labium posterior, dan labium
posterius melanjutkan diri ke caudal pada plica salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang
dibentuk oleh membrana mucosa yang membungkus m.salpingo pharyngeus. Di bagian cranialis
dinding posterior nasopharynx terdapat tonsilla pharyngea, yang bertumbuh sampai usia anak 6
tahun, lalu mengalami retrogresi. Bilamana terjadi hypetrophi maka nasopharynx dapat tertutup
dan memberi gangguan respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan jaringan
lymphoid yang membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini dapat menekan tuba
auditiva dan menghalangi aliran udara yang menuju ketelinga bagian tengah. Pembesaran dari
tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria akan membentuk adenoid.

Oropharynx
Terletak di sebelah dorsal cavum oris, di sebelah caudal dari palatum molle dan di sebelah
cranialis aditus laryngis. Mempunyai hubungan dengan cavum oris melalui isthmus
oropharyngeum (= isthmus faucium). Batas lateral isthmus faucium dibentuk oleh arcus
palatoglossus, yang melekat dari palatum molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian
posterior pertengahan lidah). Di sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus yang
berasal dari tepi posterior palatum molle menuju ke caudo-dorsal mencapai dinding lateral
pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus palatopharyngeus dan bagian posterior sisi lingua
membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla palatina.

Laryngopharynx
Bagian ini berada di sebelah dorsal larynx. Ke arah cranialis berhubungan dengan oropharynx
(hubngan bebas) dan ke arah caudalis melanjutkan diri menjadi oesophagus. Aditus laryngis
terletak pada dinding anterior laryngopharynx. Facies posterior dari cartilago arytaenoidea dan
cartilago cricoidea membentuk dinding anterior laryngopharynx.

Vascularisasi, innervasi dan lymphonodus
Dinding pharynx mendapat suplai darah dari a.pharyngea ascendens (sebagai cabang dari
a.carotis externa), a.palatina ascendens (cabang dari a.facialis) dan a.palatina major (cabang dari
a.maxillaris). Pembuluh vena membentuk plexus pharyngeus pada dinding posterior dan dinding
lateral pharynx dan memberi aliran darahnya kepada v.jugularis interna. Innervasi motoris untuk
otot-otot pharynx diperoleh dari plexus pharyngeus terkecuali m.stylopharyngeus yang
mendapatkan innervasi dari r.muscularis n.glossopharyngeus. kelenjar pharyngealis (terutama
pada nasopharynx) mendapatkan serabut secretomotoris dari r.pharyngealis yang dikeluarkan
oleh ganglion pterygopalatinum. Innervasi sensibel untuk membrana mucosa diperoleh dari
plexus pharyngeus.


Histologi dan Fisiologi organ yang terkait
Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan trakea. Dalam lamina
propia terdapat sejumlah rawan laring, struktur yang paling rumit pada jalan pernapasan. Rawan-
rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan sebagian besar aritenoid) adalah rawan hialin, dan
pada orang tua sebagian dapat mengalami kalsifikasi. Rawan yang lebih kecil (epiglottis,
cuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid) adalah rawan elastin. Ligamentum-ligamentum
menghubungkan rawan-rawan tersebut satu sama lain, dan sebagian besar bersambung dengan
otot-otot intrinsic larynx, di mana mereka sendiri tidak bersambungan karena mereka adalah otot
lurik. Selain berperanan sebagai penyokong (mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka)
rawan-rawan ini berperanan sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang ditelan
masuk trakea. Mereka juga berperanan dalam pembentukan irama fonasi.
Epiglotis, yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring dan karena itu mempunyai
permukaan yang menghadap ke lidah dan laring. Seluruh permukaan yang menghadap ke lidah
dan bagian permukaan apikal yang menghadap ke laring diliputi oleh epitel berlapis gepeng. Ke
arah basis epiglottis pada permukaan yang menghadap laring, epitel mengalami perubahan
menjadi epitel bertingkat toraks bersilia. Kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat
di bawah epitel toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan bercak pada rawan elastin
yang berdekatan. Di bawah epiglottis, mukosa membentuk dua pasang lipatan yang meluas ke
dalam lumen larynx. Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu (atau lipatan vestibular),
dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di bawahnya terletak sejumlah kelenjar seromukosa
dalam lamina proprianya. Pasangan yang bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara
asli. Di dalam pita suara, yang diliputi oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar
sejajar dari selaput elastin yang merupakan ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum
terdpat berkas-berkas otot lurik, m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum dan
akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan suatu suara dengan tonus yang
tidak sama.
Mekanisme terjadi timbulnya benjolan pada leher
Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti trauma,
infeksi, hormone, neoplasma dan kelainan herediter. Factor-faktor ini bekerja dengan caranya
masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak selamanya
benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher. Tidak jarang kelainan
itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma atau TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapt mengalami benjolan entah itu kelenjar tiroid,
paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain seperti
lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menimbulkan benjolan pada leher melalui beberapa cara yang diantaranya
berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang
secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas tubuh
yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.












Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu dari otot, sel limfoid,
tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi dysplasia dan metaplasia
pada sel matur akibat berbagai factor sehingga differensiasi sel tidak lagi sempurna. Dysplasia
ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologs molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel
dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak
terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi
pada semua sel yang ada dileher entah itu kelenjar tiroid, adenoma tiroid, lemak-lipoma,
kartilago-kondroma, jaringan-limfe limpoma, maupun akibat dari metastase kanker dari organ
diluar leher.










Trauma &
Reaksi Imun
infeksia
Mast sel & sel
basofil
granulasi
mediator
radang
Dilatasi
arteriola,
permeabili
tas venula,
Cairan
keluar
benjol
an
Makrofa
g,
neutrofil
Menghancu
rkan sel-sel
tubuh
nutrisi
Produksi sel limfoid,
menyaring sel tubuh yg
mengalami kerusakan,
menghalangi agen
infeksius
Pembesaran kelenjar
limfe
Dysplasia &
metaplasia
sel matur
Peningkatan laju
pembelahan sel,
inaktifasi
mekanisme bunuh
diri sel terprogram
Proliferasi sel
tdk terkendali
manifestasi
Benjolan
Neoplasma
Otot, sel
limfoid,
tulang,
kelenjar


Penyakit- penyakit yang dapat menyebabkan benjolan pada leher











A. KARSINOMA LARING

Anatomi Laring
Laring
Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ).
Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya
mengalami penonjolan membentuk adams apple, dan di dalam cartilago ini ada pita
suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring
menghubungkan laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior dari
Leher Pada Vertebrata Cervical 4 Sampai 6.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga
melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring
sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
Trauma
Herediter
Infeksi
(virus)
Ca. Nasofaring
Ca. Laring
Limfoma
maligna
Ca. Tyrhoid
Faktor penyebab terjadinya benjolan pada
leher
Neoplasm
a
Hormo
n
c. Kartilago Thyroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun ( Adams Apple )
d. Kartilago Krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring ( terletak
di bawah kartilago thyroid )
e. Kartilago Aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid
f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara;
pita suara melekat pada lumen laring.

Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :
a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan atau
benda padat masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk

Etiologi
Etiologi karsinoma nasofaring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko
tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal
yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alcohol da
terpajan oleh sinar radioaktif.
Penelitian yang dilakukan di RS Ciptomangunkusomo menunjukan bahwa
karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko
untuk mendapatkan karsinoma laring naik sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang
dihisap.
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini dan
pengobatan/ tindakan yang tepat dan kuratif karena tumornya masih terisolasi dan dapat
diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena
tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.
1. Tembakau
2. Alkohol Dan Efek Kombinasinya
3. Ketegangan Vocal
4. Laringitis Kronis
5. Pemajanan Industrial Terhadap Karsinogen
6. Defisiensi Nutrisi (riboflavin)
7. Predisposisi keluarga

Frekuensi
Menurut penelitian dari departemen THT FKUI/RSCM pariode 1982-1987
proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata
25 pertahun. Perbandingan laki dan perempuan adalah 11:1 terbanyak pada usia 56-69
tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%.
Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97% menduduki peringkat ketiga
keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77% diikuti oleh
keganasan hidung dan paranasal 10.11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,
esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.

Histopatologi
Ca sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor ganas laring. Ca sel
skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi:
a) diferensiasi baik (grade 1)
b) berdiferensiasi sedang (grade 2)
c) berdiferensiasi buruk (grade 3)
kebanyakkan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang mengenai
hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik.

Patofisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada
orang laki-laki. Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan
debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum
diketahui secara pasti oleh para ahli. Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari
semua penyakit keganasan. Terutama neoplasma laryngeal, 95% adalah karsinoma sel
skuamosa. Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat. Pita
suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase ke arah kelenjar
limfe. Bila kanker melibatkan epiglottis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi. Tumor
superglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga
mengakibatkan suara serak. Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada
waktu pita suara masih dapat digerakan.

Klasifikasi letak tumor
- Tumor supraglotik:
Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas glottis termasuk pita
suara palsu dan ventrikel laring.
- Tumor glotik:
Mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita
suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsic pita suara. Batas superior
adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 atau ke 2 pita
suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm dan dapat mengenai komisura anterior
atau posterior atau prosessus vokalis kartilago aritenoid.
- Tumor subglotik:
Tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior
krikoid.
- Tumor ganas transglotik:
Tumor yang menyeberangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu atau
meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.

Gejala Klinik
1. Serak:
Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini
disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh
besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan
ketegangan pita suara.
Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh
ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot
vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya
tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut.
Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan
nafas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila
tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap.
Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau
dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian.
Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau
tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif
seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring
jarang menimbulkan serak kecuali tumornya eksentif.
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam.
3. Dispnea dan stridor:
Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor
laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan
kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan
transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat
dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang
baik.
4. Nyeri tenggorok: keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam.
5. Disfagia:
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan adanya tumor ganas
lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
6. Batuk dan hemoptisis:
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering
terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
7. Nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, hemoptisis, batuk dan penurunan berat badan
menandaka perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
8. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor
ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
9. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi
tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

Diagnosis


KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING (AJCC DAN UICC 1988)
A) TUMOR PRIMER (T)
Supraglotik
Tis karsinoma in situ
T1 tumr terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik)
T2 tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glottis masih bisa
bergerak (tidak terfiksir)
T3 tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid
bagian belakang, dinding medial dari sinus prirformis dan ke arah rongga pre
epiglottis.
T4 tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada
leher atau merusak tulang rawan tiroid.
Glottis
Tis karisnoma in situ
T1 tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik,
atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
T2 tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksasi (impaired mobility).
T3 tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T4 tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari
laring.
Subglotik
Tis karsinoma in situ
T1 tumor terbatas pada daerah subglotis
T2 tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksasi.
T3 tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T4 tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau
kedua- duanya.
Penjalaran ke kelenjar limfa (N)
Nx kelenjar limfa tidak teraba
N0 secara klinis kelenjar tidak teraba
N1 secara klinis tidak teraba satu kelenjar linfa dengan ukuran diameter 3 cm
homolateral.
N2 teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6cm
N2a satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
N2b multiple kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm
N3 metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.
Metastasis jauh (M
Mx tidak terdapat/terdeteksi.
M0 tidak ada metastasis jauh
M1 terdapat metastasis jauh.
Staging (= stadium)
ST1 T1 N0 M0
STII T2 N0 M0
STIII T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0
STIV T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
o T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protokol
dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor:
Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)

Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior
(tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi15. Jika ditemukan
tumor berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus, berrnodul
dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan infiltratif. Namun
terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring sehingga harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan
sitologi.

Gejala Klinis
Menurut Formula Digby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan
berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan ada tidaknya karsinoma nasofaring
Tabel 1 Formula Digsby
17

Gejala Nilai
Massa terlihat pada Nasofaring
Gejala khas di hidung
Gejala khas pendengaran
Sakit kepala unilateral atau bilateral
Gangguan neurologik saraf kranial
Eksoftalmus
Limfadenopati leher
25
15
15
5
5
5
25

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat
dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring,
namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis
histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan
pengobatan dan prognosis.
17


Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan
diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan
bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush),
biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor
nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan
melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan
diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang
dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian
dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat
tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan
melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan
pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

Sitologi dan Histopatologi
Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing
squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge
atau keduanya. (2) Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai
dengan batas sel yang jelas (pavement cell pattern). (3) Undifferentiated
carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran
besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang menonjol dan stroma dengan
infiltrasi sel-sel radang limfosit.
1,2,3,4
Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991
membagi karsinoma nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell carcinoma,
Non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated dan
undifferentiated dan Basaloid Carcinoma.
1, 18
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu
bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.
18

Sitologi

Squamous Cell Carcinoma
Inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih "spindel" dan lebih memanjang
dengan khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari
inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas
dalam derajat khromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi
dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel
lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan nukleolus adalah inti lebih
kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda
adanya diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratinisasi tidak terlihat maka
dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada
bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal
lesi tersebut sebagai squamous cell carcinoma.


Undifferentiated Carcinoma
Gambaran sitologi yang dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma
berupa kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang
membesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma
sedang, dijumpai latar belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel epitel19,20,21.
Dijumpai gambaran mikroskopis yang sama dari aspirat yang berasal dari lesi primer dan
metastase pada kelenjar getah bening regional


Histopatologi

Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma
memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya5,13.
Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau
keratinisasi2,6. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan
dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel
plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk
poligonal dan stratified. Batas antar sel jelas dan dipisahkan oleh intercellular
bridge. Sel-sel pada bagian tengah pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik
yang banyak mengindikasikan keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls.
19,20


Gambar 2 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).



Gambar 3 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).


Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi non keratinizing squamous cell carcinoma
memperlihatkan gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau2,12. Sel-sel
menunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular
bridge yang samar-samar. Dibandingkan dengan undifferentiated carcinoma
ukuran sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik
dan anak inti tidak menonjol
19,20



Gambar 4 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai
and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).


Undifferentiated Carcinoma
Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran sinsitial dengan
batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular, dijumpai anak inti. Sel-sel tumor
sering tampak terlihat tumpang tindih6. Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai
infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai
lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil,
epitheloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang)2,12.
Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe Regauds, yang
terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat
fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus
dan bercampur dengan sel-sel radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant
lymphoma.
19,20


Gambar 5 Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang
padat
( Regaud type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume
one,
Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).



Gambar 6 Undifferentiated Carcinoma terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran
syncytial yang difus (Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans
Surgical
Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara karsinoma
nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari karsinoma nasofaring memiliki
gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan berjumlah satu, dengan anak inti yang
jelas berwarna eosinophil. Inti dari malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular,
khromatin kasar dan anak inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang
undifferentiated memiliki sel-sel dengan bentuk oval atau spindle.
19,20


Basaloid Squamous Cell Carcinoma
Bentuk mikroskopis lain yang jarang dijumpai adalah basaloid squamous cell
carcinoma5,12. Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel squamous.
Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkhromatin dan tidak dijumpai anak inti dan
sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa
kasus dijumpai adanya peripheral palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau
invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas.
19,20



Gambar 7 Basaloid Squamous Cell Carcinoma pada nasofaring.Sel-sel basaloid
menunjukkan
festoonin growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton.
(Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head)

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang
diagnostic yang penting. Dapat dilakukan foto polos, CT Scan ataupun MRI. Saat ini untuk
mendiagnosa secara pasti C.T Scan dan MRI merupakan suatu modalitas utama. Melalui C.T
Scan dan MRI dapat dilihat secara jelas ada tidaknya massa dan sejauh apa penyebaran massa
tersebut, hingga dapat membantu dalam menentukan stadium dan jenis terapi yang akan
dilakukan.

Tujuan utama pemeriksaan radiologik tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada
daerah nasofaring
Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.
12,21


a. Computed Tomography Scan (C. T Scan)


Fig. 1.-Example of early nasopharyngeal Fig. 2.-Tumor has spread through
pharyngobasilar
carcinoma. There is blunting of left fossa of fascia to involve parapharyngeal
fat space.
Rosenmuller and enlargement of levator palatini Note that normal fat density of
this space is partly
muscle. Although there is asymmetry of superficial obliterated and that there is
obvious asymmetry of the fossa
mucosal contours of nasopharynx, the changes can be of Rosenmuller.
quite subtle

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)




2 Pemeriksaan neurologis. Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak
melalui beberapa foramen, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai
gejala lanjut KNF ini
.14,20


3 Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen)
untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma
nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan
spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160.
IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan, titer yang
didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.
14,20
Prognosis
Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel skuamosa) memiliki prognosis
yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini terjadi karena
pada karsinoma nasofaring tipe 1, mestastasis lebih mudah terjadi. Secara keseluruhan, angka
bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
Laki-laki dari pada perempuan
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
Adanya metastasis jauh12,16

B. LIMFOMA NON HODHKIN

Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma nonHodgkin adalah suatu keganasan
primer jaringanlimfoid yang bersifat padat. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat
(dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa
bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin. Lebih dari
45.000 pasien didiagnosis sebagailimfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di AmerikaSerikat.
Limfoma non Hodgkin, khususnya limfomasusunan saraf pusat biasa ditemukan pada
pasiendengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapatobat-obat imunosupresif, seperti pada
pasien dengantransplantasi ginjal dan jantung

Etiologi dan Patogenesis
Abnormalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom. Limfoma malignum subjenis sel
yang tidak berdiferensiasi (DU) ialah LNH derajat keganasan tinggi lainnya, jarang dijumpai
pada dewasa tetapi sering ditemukan pada anak. Subjenis histologis ini mencakup limfoma
Burkitt, yang merupakan limfoma sel B dan mempunyai ciri abnormalitas kromosom, yaitu
translokasi lengan panjang kromosom nomor 8 (8q) biasanya ke lengan panjang kromosom
nomor 14 (14q+).
Infeksi virus, salah satu yang dicurigai adalah virus Epstein-Barr yang berhubungan
dengan limfoma Burkitt, sebuah penyakit yang biasa ditemukan di Afrika. Infeksi HTLV-1
(Human T Lymphoytopic Virus type 1.

Gambaran Klinis
Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik sebanyak 2% pasien dapat mengalami
demam, keringat malam dan penurunan berat badan.
Pada pasien dengan limfoma indolen dapat terjadi adenopati selama beberapa bulan
sebelum terdiagnosis, meskipun biasanya terdapat pembesaran persisten dari nodul kelenjar
bening. Untuk ekstranodalnya, penyakit ini paling sering terjadi pada lambung, paru-paru dan
tulang, yang mengakibatkan karakter gejala pada penyakit yang biasa menyerang organ-organ
tersebut. Dengan menerapkan kriteria yang digunakan oleh Rosenberg dan Kaplan untuk
menentukan rantairantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan. Jones menemukan
bahwa pada 81% di antara 97 penderita LNH jenis folikular dan 90% di antara 93 penderita LNH
jenis difus, penyebaran penyakit juga terjadi dengan cara merambat dari satu tempat ke tempat
yang berdekatan. Walaupun demikian hubungan antara kelenjar getah bening daerah leher kiri
dan daerah para aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH
jenis difus.
Rosenberg melaporkan bahwa pada semua penderita LNH difus dengan jangkitan pada
sumsum tulang, didapati jangkitan pada kelenjar getah bening para aorta yang terjadi
sebelumnya atau bersamaan dengan terjadinya jangkitan pada sumsum tulang. Di antara semua
subjenis LNH menurut klasifikasi Rappaport subjenis histiotik difus menunjukkan angka yang
terendah dari jangkitan penyakit pada hati.)
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Kadang pembesstsn kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ
dan menyebabkan:
- gangguan pernafasan
- berkurangnya nafsu makan
- sembelit berat
- nyeri perut
- pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia.
Limfoma dan leukemia memiliki banyak kemiripan.
Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan
kulit.
Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang,
darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.
Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya
kelemahan dan sensasi yang abnormal).
Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
- pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
- penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
- penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
Gejala Limfoma Non-Hodgkin
>
Gejala Penyebab
Kemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah bening di 20-30%
Pembengkakan wajah dada
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut
kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di
perut
30-40%
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah bening
di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus 10%
Pengumpulan cairan di
sekitar paru-paru
(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening
di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang
terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%
Anemia
(berkurangnya jumlah
sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh
limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh
antibodi abnormal (anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang karena
penyebaran limfoma
30%, pada akhirnya
bisa mencapai
100%
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
Mudah terinfeksi oleh
bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening, menyebabkan
berkurangnya pembentukan antibodi
20-30%

DIAGNOSA
Harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening untuk menegakkan diagnosis limfoma
non-Hodgkin dan membedakannya dari penyakit Hodgkin atau penyakit lainnya yang
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Menentukan stadium limfoma non-Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin dikelompokkan berdasarkan tampilan mikroskopik dari kelenjar
getah bening dan jenis limfositnya (limfosit T atau limfosit B).
Salah satu dari pengelompokkan yang digunakan menghubungkan jenis sel dan
prognosisnya:
- Limfoma tingkat rendah, memiliki prognosis yang baik
- Limfoma tingkat menengah, memiliki prognosis yang sedang
- Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk.
Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar luas; hanya
sekitar 10-30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu bagian tubuh).
Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan limfoma, biasanya
dilakukan CT scan perut dan panggul atau dilakukan skening gallium.
mempengaruhi rekurensi pada papiloma. Diagnosis dini dan penanganan yang tepat
diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap rekurensi. Penyebab kematian
biasanya karena penyebaran ke paru
C.PAPILLOMA LARING
Pendahuluan
Papilloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak dijumpai1-3 Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Papilloma tampak sebagai kutil yang
berbentuk soliter atau multipel pada pita suara, tetapi dapat juga terletak di supraglotis dan
kadang-kadang di infraglotis.
Penyakit ini cenderung kambuh sehingga disebut juga recurrent respiratory papillomatosis, dapat
tumbuh pada kedua pita suara asli dan pita suara palsu.8 Papilloma ini dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas atau perubahan suara.1-6 Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak-
anak di bawah usia 12 tahun yaitu juvenile-onset recurrent respiratory papillomatosis (JORRP)
dan bisa dijumpai pada usia 20-40 tahun yaitu adult-onset respiratory papillomatosis (AORRP).
Gejala yang paling sering dijumpai adalah suara serak. Disamping suara serak, sesak nafas,
stridor dan batuk juga dapat ditimbulkan. Pada infant, afonia atau suara tangis yang lemah
merupakan tanda pertama
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan THT (laringoskopi) serta
pemeriksaan histopatologi.
Tujuan pengobatan papilloma laring adalah mempertahankan jalan nafas, memelihara kualitas
suara dan menghilangkan massa papilloma. Penanganannya berupa pengangkatan papilloma
secara bedah mikrolaring dan terapi adjuvant. Pemberian radio terapi merupakan kontra indikasi
karena mempunyai efek karsinogenik.
Operasi mikrolaring ini membutuhkan anestesi umum yang keamanannnya menyeluruh, dengan
respirasi yang edekuat, melindungi jalan nafas bawah dan dapat mengembalikan reflek-reflek
pada akhir operasi. Hal diatas memungkinkan operator mempunyai lapangan pandang yang baik
sehingga dapat mengeluarkan dengan seksama lesi dengan tingkat ketelitian yang tinggi.
Epidemiologi
Papilloma laring banyak dijumpai pada usia anak antara 18 bulan sampai 7 tahun dan
jarang dijumpai pada orang dewasa.
Menurut Lee, di Amerika Serikat terdapat 1500 sampai 2500 kasus baru setiap tahunnya.
Pada anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000 populasi dan pada
dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi. Peneliti dari Denmark mendapatkan angka
insiden pada anak-anak sama dengan di Amerika Serikat. Menurut jenis kelamin,
perbandingan JORRP pada laki-laki dan perempuan sama banyak sedangkan AORRP
lebih sering dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 4:1
Dibagian THT FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan sejak November 2001 sampai
dengan November 2002 ditemukan enam kasus papilloma laring, empat orang kasus pada
anak dan dua orang kasus pada dewasa.
Etiologi
Penyebab papi lloma laring berupa human papilloma virus (HPV) tipe 6,11 dan
menginfeksi sel-sel epithel. Diperkirakan penyebaran penyakit ini adalah pada saat lahir
dari ibu yang terkena genital warts.
Pada mukosa sel normal yang berdekatan dengan papilloma, juga mengandung DNA
virus yang bisa teraktifasi menjadi lesi rekuren. Papilloma pada anak lebih sering
multipel dan kambuh daripada dewasa. Sedangkan papilloma pada dewasa biasanya
tunggal tetapi cenderung berubah menjadi ganas dengan dijumpai subtipe yang spesifik
yaitu HPV 16.3,6
Pada pasien dengan papilloma laring, mukosa normalnya terdapat HPV pada 20% kasus,
sebaliknya pada mukosa jalan nafas yang normal ditemukan HPV pada 4% kasus.
Patofisiologi
Dari 20 tipe HPV, tipe 6, 11 diduga sebagai penyebab papilloma laring. Cara penyebaran
yang pasti dari HPV sampai saat ini belum jelas. Pada tipe juvenil diduga transmisi pada
saat peripartum dari seorang ibu yang terinfeksi genital warts. Pada orang dewasa, cara
transmisi virus dengan cara kontak seksual, 10% dari lelaki dan perempuan yang berada
masa sexual active dengan dan tanpa gejala klinik, dijumpai adanya infeksi laten HPV
pada penis dan serviks.


Histopatologi
Dikenal ada dua bentuk papilloma yang dikenal secara klinik pada laring, yaitu Juvenile type
yang biasanya multipel dan Adult type yang biasanya tunggal. Secara histologi keduanya sulit
dibedakan. Papilloma menunjukkan cabang-cabang fibrovaskular yang ditutupi oleh lapisan
well differentiated stratified squamous epithelium yang tebal yang sering parakeratotik pada
permukaannya. Mitosis dan focal keratosis sering dijumpai. Squamous metaplasia, dysplasia
atau squamous cell carcinoma merupakan tanda tanda akan adanya keganasan.




Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya tumor. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah perubahan suara. Cohen (1980) menemukan 90% kasus terjadi perubahan suara.
Suara serak merupakan gejala dini dan keluhan yang paling sering dikemukakan apabila tumor
tersebut terletak di pita suara. Papilloma laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat
mengakibatkan sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak. Timbulnya sesak
merupakan suatu tanda bahwa telah terjadi sumbatan jalan nafas bagian atas dan biasanya
diperlukan tindakan trakeostomi.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Adanya suara parau sampai afonia.
2. Gejala klinis
Suara serak merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Pada papilloma yang besar
bisa terjadi stridor sampai sesak nafas.
3. Pemeriksaan
Laringoskopi indirek dan direk.
Pada anak-anak dapat dipertimbangkan pemakaian flexible fibreoptic
nasopharyngoscopy.
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

Penatalaksanaan
Tujuan terapi papilloma laring adalah mempertahankan jalan nafas, memelihara kualitas
suara dan menghilangkan massa papilloma.
Pengobatan utama papilloma laring adalah surgical removal secara bedah mikrolaring
dengan alat-alat operasi yang konvensional atau alat-alat yang canggih seperti laser CO2
dan mikrodebrider dan terapi adjuvant. Di luar negeri penggunaan laser lebih sering
dilakukan untuk mengatasi penyakit ini, karena ketepatan pemotongan dan kontrol
hemostatik yang lebih baik.
Bedah Mikrolaring
Sebelum pemakaian laser berkembang, digunakan alat-alat operasi bedah mikro konvensional
untuk mengangkat papilloma dari pita suara. Cara kerjanya adalah dengan memotong dan
mengangkat massa, dengan catatan jangan sampai merusak pita suara. Keuntungan memakai
cara ini adalah jaringan tidak terbakar yang bisa mengakibatkan jaringan parut dan fungsi pita
suara terganggu. Tapi alat ini tidak bisa mencapai mikrospot pinpoint yang dapat dicapai
dengan pemakaian laser.
Terapi lain berupa antibiotik, steroid, vaksin, penggunaan anti virus dan interferon dapat juga
dengan menggunakan elektrokauter, cryoterapi, obat-obat kemoterapi Fluorourasil (5FU) dan
obat topical yang bersifat kaustik seperti asam trichloracetat.
Perawatan pasca operasi termasuk istirahat suara total selama satu minggu pertama, berbicara
dengan lembut selama minggi kedua, dan secara bertahap menuju normal pada minggu ketiga.
Untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah kekeringan mukosa penting diberikan inhalasi
kabut dingin (cool mist) selama minggu pertama.
Komplikasi
Komplikasi tersering pada operasi adalah kebas pada lidah, pengecapan terganggu, trauma pada
gigi, rongga mulut dan faring selama dilakukan laringoskopi. Resiko akibat pembedahan ialah
memburuknya kualitas suara, pendarahan, infeksi dan pembentukan jaringan parut akibat reaksi
jaringan yang berlebihan atau faktor dari pasien sendiri selama proses penyembuhan.
Begitu juga pada intubasi bisa terjadi beberapa hal komplikasi:
Selama intubasi bisa beresiko: trauma gigi, laserasi bibir, laring serta gusi, perangsangan
saraf simpatis, spasme bronkus dan aspirasi.
Setelah ekstubasi bisa beresiko: spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema laring,
edema glotis-subglotis, infeksi faring, laring dan trakea.
Prognosis
Secara umum bedah mikro laring dengan memakai anestesi umum akan mendapatkan hasil yang
baik karena baik operator maupun anestesiolog dapat bekerja dengan hati-hati dan nyaman.
Papilloma laring pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal tidak mengalami resolusi dan
biasanya merupakan prekanker sehingga sebaiknya diberikan obat kemoterapi misalnya
pengolesan krim efudiks (5 fluorourasil) pada bekas operasi untuk mencegah kekambuhan.
Sedangkan papilloma laring pada anak lebih sering multiple dan kambuh daripada dewasa
dengan puncak berada diantara usia 2-5 tahun. Penyakit ini cenderung lebih agresif pada anak
daripada dewasa.











Daftar Pustaka
Wan Desen. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press ; 2008
Aru Sudoyo dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Jakarta: IPD Press ; 2006
Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Press ; 2007

You might also like