Preseptor: Lukas Kabul Budianto, dr., SpKJ., M.Kes
LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNJANI/RS DUSTIRA CIMAHI 2013
I. PENDAHULUAN Sejak dekade 1980-1990-an banyak sekali perkembangan baru di bidang psikofarmakologi. Psikofarmakologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari obat- obatan yang berpengaruh terhadap fungsi-fungsi mental dan prilaku (psychoactive drugs) yang dipantau dengan banyaknya masuk obat-obat golongan tersebut dalam pasaran farmasi Indonesia. Psikofarmakologi salah satunya terdapat obat psikotropika yang merupakan obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat dan memiliki efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behaviour altering drugs) digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, antimania, antiansietas dan psikotogenik. Penggunaan klinis obat psikotropika bertujuan untuk mensupresi gejala sasaran dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala yang ingin ditanggulangi, oleh karena itu dibutuhkan ketetapan menanggulangi diagnosis dari sindroma klinik yang menjadi sasaran terapi. Sebagai salah satu zat psikoaktif, obat psikotropik bila digunakan secara salah atau disalah gunakan berisiko menyebabkan timbulnya gangguan jiwa yang menurut PPDGJ-III termasuk kategori diagnosis F10-F19 yaitu gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. 1
II. OBAT PSIKOTROPIKA Menurut UU RI N0. 5/1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika , yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada mental dan perilaku. 2
Psikotropika terbagi dalam empat golongan terdiri atas :
A. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. B. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. C. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. D. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Penggolongan psikotropika : 1
I. Antipsikosis A. Antipsikosis tipikal golongan fenotiazin : Klorpromazin, flufenazin, perfenazin, tioridazin, trifluperazin B. Antipsikosis tipikal golongan lain : Klorprotiksen,droperidol, haloperidol, loksapin, molindon, tioktiksen C. Antipsikosis atipikal : Klozapin, olanzapin, risperidon, quetiapin, sulpirid, ziprasidon, aripriprazol, zotepin, amilsulpirid. II. Antiansietas A. Golongan benzodiazepin : Diazepam, alprazolam, klordiazipoksid, klonazepam, klorazepat, Lorazepam B. Golongan lain: buspiron , zolpidem III. Antidepresi A. Golongan trisiklik : Imipramin, amitriptilin B. Golongan heterosiklik (generasi kedua dan ketiga) Amoksapin , maprotilin, trazodon, bupropion, ventafaksin, mirtazapin, nefazodon C. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) Fluoksetin, paroksetin, setralin, fluvoksamin, sitalopram D. Penghambat MAO : Isokarbosazid, fenelzin E. Golongan serotonin norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI) : veniafaksin IV. Antimania (mood stabilizer) A. Litium B. Antimania lain : Karbamazepin, asam valproat V. Psikotogenik Meskalin dietilamid asam lisergat dan marijuana (ganja) III. MEKANISME KERJA PSIKOTROPIKA Mekanisme kerja obat anti psikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khusunya di system limbic dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 Receptor Antagonists), sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas terdapat Dopamine D2 Receptors juga terhadap serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk negatif 1 Antipsikotik Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (antagonis reseptor dopamin D2). Sedangkan obat antipsikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap reseptor D2, juga terhadap reseptor serotonin 5 HT2 (Serotonin-dopamine antagonists). 2
Antimania Efek antimania dari Lithium disebabkan kemampuannya mengurangi hipersensitifitas reseptor dopamin, meningkatkan aktivitas kolinergik muskarinik dan menghambat siklus AMP (adenosine monophosphate) dan phosphoinositides. 2
Antiansietas Obat antiansietas Benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepin resptor) akan memperkuat aktivitas penghambatan oleh neuron GABA-nergik, sehingga hiperaktivitas dari sistem limbik SSP yang tediri atas dopaminergik, noradrenergik, serotoninergik neuron yang di kendalikan oleh GABA-nergi neuron mereda. 2
Psikotogenik/Antidepresan Mekanisme kerja obat antidepresi adalah menghambat pengambilan kembali aminergik neutransmitter dan menghambat penghancuran oleh enzim monoamine okidase sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmitter aminergik pada sinaps neuron di SSP.
IV. EFEK SAMPING OBAT OBAT PSIKOTROPIK Tergantung pada sensitivitas dan keadaan badan pasien, terdapat banyak efek samping yang mungkin timbul, karena obat psikotropik : 3-6
1. Neurologik : a. Tremor b. Parkinson c. Diskinesia : mata terputar ke atas (occulogyric crisis ), tortiocollis, lidah keluar (protusion), sukar menelan, semua karena spasme otot-otot ini. d. Akatisia 2. Otonomik ( vegetatif ) atau hormonal : a. Hipotensi ortostatik b. Takikardia c. Konstipasi d. Galaktorea = sekresi susu yang dihasilkan oleh kelenjar payudara yang disebabkan oleh hiperprolaktinemia. Banyak dari anti psikotik atipikal yang menyebabkan hiperprolaktinemia dari neuroleptik yang konvensional. e. Penurunan potensi dan/atau libido sexual atau jangka waktu mencapai orgasme diperpanjang hingga anorgasme kadang kadang. f. Gangguan akomodasi g. Hipersalivasi 3. Psikiatrik : a. Berbalik menjadi hipomanik b. Gejala gejala sindroma otak organik yang akut (exsitasi, stupor, delirium) 4. Lain-lain a. Alergi b. Ikterus c. Fotosensitivitas d. Kenaikan berat badan e. Leukopenia/agranulositosa Obat psikotropika merupakan salah satu zat psikoaktif, bila digunakan secara salah atau disalah gunakan berisiko menyebabkan timbulnya gangguan jiwa yang menurut PPDGJ III termasuk kategori diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. 1 Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk sebagai psikotik maupun non-psikotik. Dalam penggunaan klinis, harus selalu dipertimbangkan manfaat dan risiko dari obat psikotropika. Selain itu, penggunaannya juga perlu diawasi, untuk menghindari timbulnya efek samping. Pengawasan dilakukan baik secara klinis maupun laboratorium. Hal Hal yang perlu diperhatikan saat pengawasan, yaitu :1,2 1. Kondisi pasien. 2. Penyesuaian dosis secara berkala (tappering off). 3. Efek samping.
DAFTAR PUSTAKA 1. Arozal W, Gan S. Psikotropik. Farmakologi dan Terapi FK UI. edisi kelima. Jakarta: Gaya Baru; 2007. p. 161 - 78. 2. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. edisi ketiga. Jakarta: [S.I]; 2007. 3. Maramis WF. Pengobatan dalam Ilmu Kedokteran Jiwa. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2005. p. 457 - 79. 4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia : Elsivier Inc; 2006. P. 905 - 907. 5. Sadock, James B. General Principles of Psychopharmacology. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavior Science/Clinical Psychiatry. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. P. 325 34. 6. Perry PJ, Alexander B, Liskow BI, Devane CL. Psychotropic Drug Handbook 8th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.