You are on page 1of 93

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya Otonomi Daerah
(otoda) adalah ditinjau dari perkembangan kondisi didalam negeri yang
mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian
(desentralisasi). Kondisi di luar negeri juga menunjukkan semakin
maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap Negara, termasuk daya
saing Pemerintahan Daerahnya (Halim ; 2001 : 2). Selanjutnya peningkatan
kemandirian Pemerintahan Daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui
otonomi daerah.
Tujuan program otonomi daerah menurut Bastian (2006 : 338)
adalah :
Untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis,
menciptakan sistem yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan,
memungkinkan setiap daerah menggali potensi natural dan cultural
yang dimiliki, dan kesiapan menghadapi tantangan globalisasi, serta
yang sangat penting adalah terpeliharanya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah ingin melaksanakan pasal
18 UUD 1945, yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata,
dan bertanggung jawab.

Otonomi Daerah di Indonesia didasarkan pada Undang-undang
nomor 22 tahun 1999 juncto Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 juncto
Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi dan
sudah mulai efektif dilaksanakan sejak 1 januari 2001.
2

Umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan otonomi
daerah adalah kemampuan sumber daya manusia (aparat maupun
masyarakat), sumber daya alam, kemampuan keuangan (financial),
kemampuan manajemen, kondisi sosial budaya masyarakat, dan karakteristik
ekologis.
Misi utama Undang-undang nomor 33 tahun 2004 adalah bukan
hanya melimpahkan kewenangan pembangunan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah efisiensi dan efektifitas
sumber daya keuangan. Selanjutnya Bastian (2001 : 6) menyatakan bahwa
diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar
dapat menggambarkan sumber daya keuangan daerah berikut dengan analisis
prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri.
Analisis prestasi dalam hal ini adalah kinerja keuangan dari
pemerintahan daerah itu sendiri yang dapat didasarkan pada kemandirian dan
kemampuannya untuk memperoleh, memiliki, memelihara dan
memanfaatkan keterbatasan sumber-sumber ekonomis daerah untuk
pemenuhan seluas-luasnya kebutuhan masyarakat di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah identik dengan adanya tuntutan Good
Governance dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembangunan daerah
dalam kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata pemerintahan
yang baik dan bersih. Terselenggaranya Good Governance merupakan
prasayarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai
tujuan dan cita-cita Bangsa dan Negara. Menurut Sedarmayanti (2003 : 2)
3

perlu diperhatikan pula mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas pada
setiap instansi pemerintah dan memperkuat peran kapasitas parlemen, serta
tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas. Pada
dasarnya terdapat tiga pilar utama didalam mewujudkan good governance,
yaitu : Akuntabilitas, Transparasi, dan Partisipasi.
Satu upaya nyata didalam penerapan prinsip-prinsip dasar Good
Governance ini adalah penyampaian laporan keterangan pertanggung
jawaban keuangan pemerintahan daerah dengan standar akuntansi
pemerintahan yang telah diterima secara umum. Karena sebagian besar
otonomi daerah (tugas dan kewenangan mengatur daerah sendiri) diberikan
kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota atas dasar
pertimbangan budaya, politik (demokrasi), dan ekonomi lokal.
Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan
dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi yang didasarkan pada Undang-
undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintahan Pusat dan Daerah, sehingga lahirlah tiga paket perundang-
undangan, yaitu Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang telah membuat
perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan
keuangan, khususnya Perencanaan dan Pemerintahan Daerah dan
Pemerintahan Pusat. Kemudian, keluar peraturan baru yaitu Peraturan
4

Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Permendagri nomor 13 tahun 2006 (saat ini telah diubah dengan
Permendagri nomor 59 tahun 2007) tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, yang akan menggantikan Kepmendagri nomor 29 tahun
2002.
Undang-undang nomor 17 tahun 2003 menetapkan bahwa Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan
prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu
dibangun pendekatan kinerja. Anggaran kinerja pada dasarnya merupakan
sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada
pencapaian hasil atau kinerja.
Pada umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan
pemerintahan pusat dan sumbangan Iain-lain, yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Hal ini
menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintahan pusat sehingga
kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki
menjadi terbatas. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu daerah
bukanlah disebabkan oleh karena secara struktural daerah memang miskin
atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi lebih
banyak disebabkan oleh kebijakan pemerintahan pusat. Selain itu sumber-
sumber keuangan dikuasai oleh pusat sehingga hal ini menyebabkan
daerah kurang mandiri dalam pengelolaan hasil materil sumber daya-sumber
daya dan potensi daerah tersebut.
5

Kabupaten Boalemo adalah satu dari beberapa kabupaten/kota yang
ada di Provinsi Gorontalo dimana fenomenanya adalah memiliki begitu
besar potensi sumber daya yang tersedia, khususnya untuk perkebunan dan
pertanian dimana Kabupaten Boalemo merupakan penghasil jagung, kakao
dan tebu yang terbesar dari kabupaten lain di Propinsi Gorontalo. Semenjak
diberlakukannya kebijakan otonomi daerah oleh pemerintahan pusat pada
tahun 2001, Kabupaten Boalemo memikul suatu tugas untuk memberikan
suatu inovasi didalam sistem pemerintahan kearah yang lebih baik untuk
menjadi lebih mandiri didalam mengelola dan meningkatkan kinerja
keuangan pemerintahannya yang akan dipertanggung jawabkan kepada
pemerintahan pusat bahkan masyarakat kabupaten itu sendiri. Ini dapat
dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi Kabupten Boalemo pada tahun
2007 mencapai 7,09 % dan pada tahun 2008 mencapai 7,37%, angka ini
telah berada diatas target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2008.
Perubahan tersebut juga menuntut pemerintah Kabupaten Boalemo
untuk dapat menerapkan pemerintah yang berorientasi kepada adanya
budaya dan etos kerja yang tinggi dan pencapaian hasil serta
pertanggungjawaban menuju Good Governance, dengan demikian akan
terwujud Pemerintahan yang baik, bersih berwibawa, dan bertanggungjawab
serta bebas dari pengaruh Korupsi, Kolusi dan Nepotismo (KKN).
Maka berdasarkan atas pertimbangan latar belakang tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian di Kabupaten Boalemo yang berkenaan
dengan penganalisaan kinerja keuangan pemerintahan daerah setempat
yang tertuang didalam skripsi dengan judul Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo.
6

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka dalam hal ini
penulis merumuskan yang menjadi permasalahan didalam penelitian ini
adalah : Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten
Boalemo selama lima tahun terakhir (2005 2010 ) berdasarkan indikator
analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi, rasio aktivitas, debt
service coverage ratio (DSCR), serta rasio pertumbuhan, PDRB dan
ketenagakerjaan ?

1.3. Batasan Permasalahan
Permasalahan didalam penelitian ini akan dibatasi pada pengukuran
kinerja keuangan pemerintahan daerah Kabupaten Boalemo dengan
menggunakan indikator analisis rasio keuangan pada APBD, yaitu sebagai
berikut :
1.3.1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Pinjaman dan insi Pusat/Prop Pemerintah Bantuan
Daerah Asli Pendapatan
n Kemandiria Rasio

1.3.2 Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Daerah Riil Potenssi
n Berdasarka Ditetapkan yang PAD Penerimaan Target
Daerah Asli Pendapatan Penerimaan Realisasi
s Efektifita Rasio
daerah asli pendapatan penerimaan Realisasi
PAD memungut untuk n dikeluarka yang Biaya
Efisiensi Rasio
1.3.3 Rasio Aktivitas
APBD Total
Rutin Belanja Total
APBD adap Rutin terh Belanja Rasio
7

APBD Total
n Pembanguna Belanja Total
APBD n terhadap Pembanguna Belanja Rasio

1.3.4 Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Pinjaman) Biaya Bunga Angsuran (Pokok Total
BW - DAU) BD (PAD
DSCR



1.3.5 Rasio Pertumbuhan
1 - Xn PAD Penerimaan Realisasi
1 - Xn - Xn PAD Penerimaan Realisasi
PAD Penerimaan Realisasi
1 - Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi
1 - Xn - Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi
Pendapatan n Pertumbuha Rasio



1 - Xn PAD n Pembanguna Belanja Realisasi
1 - Xn - Xn n Pembanguna Belanja Realisasi
n Pembanguna Belanja n Pertumbuha Rasio

Keterangan :
Xn = Tahun Yang dihitung
Xn-1 = Tahun Sebelumnya
1.3.6 PDRB dan Tenaga Kerja
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu daerah/ wilayah tertentu, atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi.
Data keuangan yang dipakai adalah Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban/ Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kabupaten
Boalemo selama lima tahun terakhir, yaitu dari tahun 2005-2010.





8

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kinerja
keuangan pemerintah daerah Kabupaten Boalemo selama lima tahun
terakhir (2005 2010) dengan menggunakan indikator rasio
keuangan pada APBD.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan masukan dan gambaran bagi pemerintah
daerah di dalam membuat kebijakan serta menentukan arah dan
strategi didalam perbaikan kinerja keuangan pemerintahan daerah
dimasa yang akan datang.
b. Bagi Peneliti
Salah satu upaya untuk mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan yang berharga dalam menulis karya ilmiah dan
memperdalam bidang yang diteliti.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dibidang
ilmu akuntansi pada umumnya dan ilmu akuntansi pemerintahan
pada khususnya.





9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Definisi Otonomi Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa yang
dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, kewenangan, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam kerangka negara kesatuan, pemerintah pusat
masih memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap
daerah otonom. Untuk itu menurut Bastian (2006 : 338) ada
beberapa asas penting dalam Undang-undang otonomi daerah yang
perlu dipahami, yaitu :
a. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
perangkat pusat di daerah.
c. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
10

pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
d. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu
sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan,
yang mencakup pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara
proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan
dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan
dan pengawasannya.
Hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah
kebijakan publik yang kuat untuk mendorong pemberdayaan
masyarakat, pengembangan prakarsa, dan kreativitas, peningkatan
peran serta masyarakat dan peningkatan manajemen pengelolaan
dana daerah. Arahan yang diberikan oleh undang-undang ini sudah
sangat baik. Tetapi apakah dapat mewujudkan pemerintahan daerah
otonom yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel ? Hasil yang
diinginkan terkait dengan ketaatan penerapan dan kesesuaian isi
pokok-pokok aturan dengan kondisi daerah otonom lain yaitu :
a. Dibidang Pendapatan, UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah sebagai pengganti UU No. 18 Tahun 1997
(sebelum otonomi) sekaligus dengan PP No. 65 dan 66
11

tahun 2000 sebagai peraturan pelaksanaan mampu
mendorong daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah.
b. Dibidang Belanja, PP nomor 104 s/d 110 merupakan regulasi
pengelolaan belanja daerah. Apakah regulasi ini sebagai
peraturan pelaksana mampu meningkatkan kinerja keuangan
daerah dalam bentuk pencapaian efisiensi dan efektifitas belanja
daerah.
Menurut Anderson dalam Tangkilisan (2003 : 25) bahwa
kebijakan publik sebagai kebijakan yang dibangun oleh badan dan
pejabat pemerintahan dimana implikasi dari kebijakan tersebut
adalah :
a. Kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan yang berorientasi kepada tujuan;
b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;
c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan
oleh pemerintah;
d. Kebijakan publik yang diambil dapat bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu
masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan
keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;
e. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif
didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat
dan memaksa.
12

Reformasi pembiayaan melalui perubahan regulasi
merupakan satu bentuk kebijakan publik dalam upaya
mengganti pendekatan manajemen pendapatan dan belanja
melalui pengaturan kembali ketentuan yang ada dalam pengelolaan
biaya. Berdasarkan definisi Anderson dalam Tangkilisan (2003 : 26)
bahwa :
Penerapan reformasi pembiayaan berarti bahwa pemerintah telah
melakukan pengaturan pengelolaan sumber daya melalui
penetapan peraturan (regulasi dengan tujuan agar pengelolaan
pendapatan dan belanja daerah oleh pemerintahan daerah lebih
baik dari sebelumnya.

Perubahan paradigma pembiayaan APBD oleh pemerintah
melalui regulasi sesungguhnya memiliki keterkaitan dengan
beberapa teori dan penelitian tentang pengelolaan biaya yang hampir
relevan dengan apa yang dimaksud reformasi pembiayaan yaitu
pengelolaan biaya yang merupakan suatu pengembangan organisasi
karena secara terus-menerus memberikan dan menawarkan ide bagi
organisasi untuk menemukan cara pengambilan keputusan yang
benar untuk meningkatkan pelanggan dan mengurangi biaya.
Aspek kedua yaitu bahwa secara sikap atau kebijakan,
pengelolaan biaya harus seluruhnya dihasilkan dari suatu keputusan
manajemen. Bila dikaitkan dengan tata pemerintahan khususnya
didaerah, maka pengelolaan biaya yang paling relevan adalah
menghasilkan aturan/kebijakan tertulis melalui suatu regulasi
dibidang penerimaan atau regualsi dibidang pengeluaran. Melalui
otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam
menentukan seluruh kegiatan.
13

Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranan
dalam membuka peluang memajukan daerah dengan menumbuh
kembangkan seluruh potensi sumber pendapatan daerah dan mampu
menetapkan belanja daerah secara wajar, efisien dan efektif
termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerjanya.
Menurut Halim (2001 : 19), ciri utama suatu daerah mampu
melaksanakan otonomi daerah adalah :
(1) Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-
sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya
sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah,
(2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal
mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan
terbesar yang didukung oleh kebijakan keuangan pusat dan
daerah.
Secara umum ada lima aspek yang dipersiapkan
dalam pengaturan perubahan otonomi daerah, yaitu :
1. Pengaturan kewenangan.
2. Pengaturan Kelembagaan.
3. Pengaturan Personil.
4. Pengaturan Asset dan Dokumen.
5. Pengaturan Keuangan.
Dalam penulisan ini, aspek pengaturan kewenangan terutama
terhadap pengelolaan belanja daerah dan pendapatan daerah serta
14

pengaturan keuangan terutama pengaturan pajak dan retribusi
daerah serta pengaturan dana perimbangan sebagai kekuatan
utama otonomi daerah adalah lingkup kajian nantinya didalam
pembahasan.
2.1.2. Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 (sekarang
diganti dengan PP nomor 58 tahun 2005), tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Menurut Halim (2007 : 2) Berdasarkan peraturan-peraturan
manajemen keuangan daerah, pengelolaan keuangan daerah
memiliki karakteristik antara lain :
a. Pengertian Daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten.
Istilah Pemerintah Daerah Tingkat I dan II, juga kota madya
tidak lagi digunakan.
b. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta
perangkat lainnya. Pemerintah ini adalah badan eksekutif,
sedang badan legislatif di daerah adalah DPRD (pasal 14 UU
No.22 Tahun 1999). Oleh karena itu, terdapat pemisahan yang
nyata antara legislatif dan eksekutif.
15

c. Perhitungan APBD menjadi satu laporan dengan pertanggung
jawaban Kepala Daerah (pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000).
Bentuk Laporan Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran
terdiri atas :

1) Laporan Perhitungan APBD
2) Nota Perhitungan APBD
3) Laporan Aliran Kas
4) Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian berdasarkan
tolak ukur Renstra (pasal 38 PP Nomor 105 Tahun 2000)

d. Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos pendapatan (yang
menunjukkan hak Pemda) tetapi masuk dalam pos penerimaan
(yang belum tentu menjadi hak Pemda)
e. Masyarakat termasuk didalam unsur-unsur penyusunan APBD
disamping pemerintah daerah yang terdiri atas Kepala Daerah
dan DPRD.
f. Indikator kinerja pemerintah daerah tidak hanya mencakup :

a) Perbandingan antara anggaran dan realisasinya.
b) Perbandingan antara standar biaya dan realisasinya.
c) Target dan persentase fisik proyek, tetapi juga meliputi
standar pelayanan yang diharapkan.

g. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun
anggaran yang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas
oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan
Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.
16

h. Digunakan akuntansi didalam pengelolaan keuangan daerah.
Sumber-sumber pendapatan/ penerimaan daerah menurut
UU nomor 32 Tahun 2004 :
1) Pembiayaan Penyelenggaraan Pemerintah :
a) Penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan DPRD
dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
b) Penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari
dan atas beban Anggaran dan Pendapatan Belanja.
2) Sumber Pendapatan Daerah :
a) Pendapatan asli daerah, yaitu : hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan
Iain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
b) Dana perimbangan.
c) Pinjaman daerah.
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
3) Persentase Dana Perimbangan :
a) Dana Perimbangan :
1) Bagian daerah dari penerimaan Pajak dan Bumi
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), dan penerimaan dari sumber
daya alam.
2) Dana alokasi khusus.
3) Dana alokasi umum.
17


b) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
sektor pedesaan, perkotaan, dan perkebunan serta bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, diterima
langsung oleh daerah penghasil.
c) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari
sumber daya alam, diterima oleh daerah penghasil dan
daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
d) Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dengan
pembagian imbalan 10% untuk pemerintah pusat dan
90% untuk daerah.
e) Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan dibagi dengan perimbangan 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.
f) 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan dan 20%
penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
yang menjadi bagian dari pemerintahan pusat dibagikan
kepada seluruh kabupaten dan kota.
g) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor
kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor
perikanan dibagi dengan perimbangan 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.
18

h) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor
pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari
wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan
perimbangan sebagai berikut :
1) Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi
yang berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi
komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dibagi dengan perimbangan 85% untuk
pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah.
2) Penerimaan negara dari pertambangan gas alam yang
berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi
komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dibagi dengan perimbangan 70% untuk
pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 (saat ini
diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005) dan Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002 yang telah diganti dengan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 (saat ini telah diperbarui lagi dengan
Permendagri nomor 59 tahun 2007) memberikan pendekatan
baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan yang
terjadi cukup besar, namun tetap dilakukan secara bertahap
sesuai dengan semangat reformasi, tidak radikal dan
revolusioner. Perubahan itu sudah sampai pada teknik
akuntansinya yang meliputi perubahan dalam pendekatan sistem
19

akuntansi dan prosedur pencatatan, dokumen dan formulir yang
digunakan, fungsi-fungsi otorisasi untuk tujuan sistem
pengendalian internal, laporan dan pengawasan. Berbagai
perubahan dari pola lama ke pola baru yang diakibatkan kedua
peraturan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1
Perubahan Setelah PP Nomor 105 Tahun 2000

PP No.105 Tahun 2000 Perubahan Yang Mendasar
LAMA BARU
Sistem Anggaran Tradisional
dengan
ciri :
Sistem Anggaran Kinerja
(Performance Budget)
Sistem Anggaran Berimbang Sistem Anggaran Defisit
Struktur Anggaran :
1. Pendapatan
2. Belanja
Struktur Anggaran :
1. Pendapatan
2. Belanja
3. Pembiayaan
Belanja Dibagi :
1. Belanja Rutin
2. Belanja Pembangunan
Belanja Dikategorikan :
1. Belanja Administrasi Umum
2. Belanja Operasi dan
Pemeliharaan
3. BelajaModal
4. Belanja Tidak Tersangka
Belanja dipisahkan per sektor, tidak
ada pemisahan Belanja Publik
dengan Belanja Aparatur
Belanja Dipisahkan Menjadi :
1. Belanja Aparatur
2. Belanja Publik
Pinjaman sebagai komponen
pendapatan
Pinjaman Sebagai Komponen
Pembiayaan
Laporan Pertanggungjawaban : Nota
Perhitungan APBD
Laporan Pertanggungjawaban :
1. Neraca
2. Laporan Arus Kas
3. Laporan Perhitungan APBD
4. Nota Perhitungan APBD
Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010
Perubahan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999 menjadi UU
nomor 32 dan 33 tahun 2004 menimbulkan implikasi perlunya
dilakukan revisi peraturan perundang-undangan dibawahnya
20

terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, seperti PP Nomor
105, PP Nomor 108, dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002. Sementara itu, pada tahun 2005, pemerintah
mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). Menurut Mahmudi (2006 : 29)
pada dasarnya antara PP Nomor 24 Tahun 2005 mengatur
tentang standar akuntansi, sedangkan Kepmendagri Nomor 29
Tahun 2002 lebih banyak mengatur tentang sistem akuntansi
pemerintahan daerah.
Menurut Halim (2007 : 42) pada organisasi pemda
laporan keuangan yang dikehendaki diatur oleh PP Nomor 105
Tahun 2000 serta Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Pasal 81
ayat (1) dan lampiran XXIX butir (11) peraturan tersebut
diperbaharui dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 mengenai
Standar Akuntansi Pemerintah, PP Nomor 58 Tahun 2005
mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 (telah diubah dengan Permendagri nomor
59 tahun 2007).
2.1.3. Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
Dasar hukum basis akrual adalah UU Nomor 17 tahun 2003
(Pasal 1, pasal 36, dan pasal 70). Penerapan SAP berbasis akrual
dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP berbasis kas
menuju akrual ( PP Nomor 24 tahun 2005) menjadi penerapan SAP
21

berbasis akrual (PP Nomor 71 Tahun 2010). SAP yang ditetapkan
dengan PP Nomor 24 tahun 2005 berbasis Kas menuju Akrual
sebagian besar telah mengacu pada praktek akuntansi berbasis
akrual.
Di dalam Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 disebutkan
bahwa basis akrual adalah suatu basis akuntansi dimana transaksi
ekonomi atau peristiwa akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan
dalam laporan keuangan pada saat terjadinya tansaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan. Pendapatan
diakui pada saat hak telah diperoleh (earned) dan beban (belanja)
diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya dikonsumsi.
Manfaat basis akrual antara lain :
a. Memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan
pemerintah.
b. Menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan
kewajiban pemerintah.
c. Bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP) adalah peraturan pemerintah yang
fundamental yang mengusung amanat penerapan akuntansi berbasis
akrual selambat-lambatnya untuk pelaporan keuangan pemerintah
tahun 2015. Menurut Direktur Jenderal Perbendaharan Negara Agus
Suprijanto mengungkapkan bahwa : Agar dapat
22

mengimplementasikan SAP berbasis akrual, perlu mempersiapkan
strategi yang cermat dan terukur dimulai dari penyelesaian masalah-
masalah akuntansi dan pelaporan yang masih timbul dalam praktek
akuntansi kas menuju akrual dan penajaman pemahaman tentang isi
standar akuntansi berbasis akrual itu sendiri.
Tabel 1.2
Perbandingan PP No.24 Tahun 2005 dan PP No. 71 Tahun 2010

PP No.24
Tahun 2005
PP No. 71
Tahun 2010
Menuju Basis Akrual, Basis Kas untuk
pengakuan pendapatan, belanja dan
pembiayaan (Laporan L/R), Basis
Akrual untuk pencatatan aset,
Kewajiban dan Ekuitas Dana (Neraca).
Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1
Tahun 2004, sebagaimana diacu
dalam Pasal 70 ayat (2), mengatur
bahwa pengakuan pendapatan dan
belanja pada APBN/APBD
menggunakan basis akrual. Di lain
pihak, praktik penganggaran dan
pelaporan pelaksanaannya pada
sebagian terbesar negara, termasuk
Indonesia, menggunakan basis kas.
Untuk itu KSAP menyusun SAP
Berbasis Akrual yang mencakup
PSAP berbasis kas untuk pelaporan
pelaksanaan anggaran (budgetary
reports), sebagaimana dicantumkan
pada PSAP 2, dan PSAP berbasis
akrual untuk pelaporan finansial,
yang pada PSAP 12 memfasilitasi
pencatatan pendapatan dan beban
dengan basis akrual.
Aktiva/Aset tetap diakui pada hak
kepemilikan berpindah dan atau saat
diterima.
Laporan pelaksanaan anggaran yang
berbasis kas terdiri dari Laporan
Realisasi Anggaran dan Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih
(Bagi Entitas Pelaporan di
Pemerintah Pusat). Laporan finansial
yang berbasis akrual terdiri dari
Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Arus Kas, dan Laporan
Perubahan Ekuitas.

23

Diakui pada saat dana pinjaman
diterima dan atau kewajiban timbul
Perbedaan mendasar SAP Berbasis
Kas Menuju Akrual dengan SAP
Berbasis Akrual terletak pada PSAP
12 mengenai Laporan Operasional.
Entitas melaporkan secara transparan
besarnya sumber daya ekonomi yang
didapatkan, dan besarnya beban yang
ditanggung untuk menjalankan
kegiatan pemerintahan. Surplus/
defisit operasional merupakan
penambah atau pengurang
ekuitas/kekayaan bersih entitas
pemerintahan bersangkutan.
Jenis Laporan Keuangan :
1) Neraca.
2) Laporan Realisasi Anggaran.
3) Laporan Arus Kas.
4) Catatan Atas Laporan Keuangan.

Tidak terdapat ketentuan
pengelompokkan belanja daerah.

Belanja dikelompokkan menurut
klasifikasi ekonomisnya yaitu :
Belanja Operasi:
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Bunga
4. Subsidi
5. Hibah
6. Bantuan Sosial
Belanja Modal
Belanja Tak Terduga

Laporan Arus Kas dikelompokkan
dalam empat aktivitas :
1. Aktivitas Operasi
2. Aktivitas Investasi
3. Pembiayaan
4. Aktivitas Non Anggaran

Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010
2.1.4. Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja (Performance) dapat diartikan sebagai aktivitas
terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari
ukuran keberhasilan pekerjaan.
24

Menurut Halim (2004 : 24) kinerja keuangan daerah atau
kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat
digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan
otonomi daerah.
Menurut Mardiasmo (2002 : 30) dengan otonomi terdapat
dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding
dengan sebelum otonomi daerah.
Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan
mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada
kemampuan pendapatan asli daerah. Kehadiran UU nomor 34 tahun
2000 tentang Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah serta peraturan
pelaksanaannya adalah momentum dimulainya pengelolaan sumber-
sumber pendapatan daerah secara penuh (desentralisasi fiskal).
Aspek kedua yaitu disisi manajemen pengeluaran daerah, sesuai azas
otonomi daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus lebih
akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih
efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut
dapat disebut sebagai Reformasi Pembiayaan.
Reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya
digunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang
sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman, karena perubahan ini
tidak hanya perubahan paradigma, namun juga perubahan
manajemen. Model manajemen yang cukup populer misalnya adalah
New Public Management yang mulai dikenal tahun 1980-an dan
populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk
25

konsep manageralism, market based public administrator, dan lain
sebagainya.
Manajemen sektor publik berorientasi kinerja, bukan
berorientasi pada kebijakan yang membawa konsekuensi pada
perubahan pendekatan anggaran yang selama ini dikenal dengan
pendekatan anggaran tradisional (tradisional budget) menjadi
penganggaran berbasis kinerja (performance budget), tuntutan
melakukan efisiensi, optimalisasi pendapatan, pemangkasan biaya
(cost cutting) dan kompetisi tender (compulsory competitive
tendering contract).
Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan tentang
Kinerja Keuangan Dalam Pemerintahan Daerah adalah tingkat
pencapaian dari suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang
meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan
indikator keuangan APBD yang ditetapkan melalui suatu kebijakan
atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran
dengan membandingkan anggaran sebelum/sesudahnya. Bentuk dari
penilaian kinerja tersebut berupa Rasio Keuangan yang terbentuk
dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa
perhitungan APBD.
Didalam penilaian indikator kinerja sekurang-kurangnya ada
empat tolok ukur penilaian kinerja keuangan pemerintahan daerah
yaitu :
1. Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang
ditetapkan dalam APBD.
26

2. Efisiensi Biaya
3. Efektifitas Program.
4. Pemerataan dan keadilan.
Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) terdapat
beberapa analisa rasio didalam pengukuran kinerja keuangan daerah
yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari
APBD adalah sebagai berikut :
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya
pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah
yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pusat
ataupun dari pinjaman.
Pinjaman dan insi Pusat/Prop Pemerintah Bantuan
Daerah Asli Pendapatan
n Kemandiria Rasio

Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan
daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio
kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan
daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah
pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula
27

sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin
tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat
dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan
komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi
masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin
tinggi.
b. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah
yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan
berdasarkan potensi riil daerah.
Daerah Riil Potenssi
n Berdasarka Ditetapkan yang PAD Penerimaan Target
Daerah Asli Pendapatan Penerimaan Realisasi
s Efektifita Rasio

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas
dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai
minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian
semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan
daerah yang semakin baik. Guna memperoleh ukuran yang
lebih baik, rasio efektifitas tersebut perlu dipersandingkan
dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah.
daerah asli pendapatan penerimaan Realisasi
PAD memungut untuk n dikeluarka yang Biaya
Efisiensi Rasio

28

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang
diterima. Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam
melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien
apabila yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100
persen. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja
pemerintahan daerah semakin baik.
c. Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah
daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan
belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi
presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti
persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang
digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio
keserasian itu dapat diformulasikan sebagai berikut :
APBD Total
Rutin Belanja Total
APBD adap Rutin terh Belanja Rasio

APBD Total
n Pembanguna Belanja Total
APBD n terhadap Pembanguna Belanja Rasio

Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio
belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang
ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan
pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang
29

diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.
Namun demikian, sebagai daerah di Negara berkembang
peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan
pembangunan masih relatif kecil. Oleh karena itu, rasio belanja
pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan pembangunan di daerah.
d. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Dalam rangka melaksanakan pembangunan sarana dan
prasarana di daerah, selain menggunakan pendapatan asli
daerah, pemerintah daerah dapat menggunakan alternatif
sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman,
sepanjang prosedur dan pelaksanaannya sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Ketentuan itu adalah :
1. Ketentuan yang menyangkut persyaratan
a. Jumlah kumulatif pinjaman daerah yang wajib dibayar
maksimal 75 % dari penerimaan APBD tahun
sebelumnya.
b. DSCR minimal 2,5
DSCR merupakan perbandingan antara
penjumlahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagian
Daerah (BD) dari pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, penerimaan
sumber daya alam dan bagian daerah lainnya serta
Dana Alokasi Umum setelah dikurangi Belanja Wajib
30

(BW), dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan
biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.
Pinjaman) Biaya Bunga Angsuran (Pokok Total
BW - DAU) BD (PAD
DSCR



2. Ketentuan yang menyangkut penggunaan pinjaman
a. Pinjaman jangka panjang digunakan membiayai
pembangunan yang dapat menghasilkan penerimaan
kembali untuk pembayaran pinjaman dan pelayanan
masyarakat.
b. Pinjaman jangka pendek untuk pengaturan kas.
3. Ketentuan yang menyangkut prosedur
a. Mendapat persetujuan DPRD.
b. Dituangkan dalam kontrak.
e. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (Growth ratio) mengukur seberapa
besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan
dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari
periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya
pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber
pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi
potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian.
1 - Xn PAD Penerimaan Realisasi
1 - Xn - Xn PAD Penerimaan Realisasi
PAD Penerimaan Realisasi
1 - Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi
1 - Xn - Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi
Pendapatan n Pertumbuha Rasio



31

1 - Xn PAD n Pembanguna Belanja Realisasi
1 - Xn - Xn n Pembanguna Belanja Realisasi
n Pembanguna Belanja n Pertumbuha Rasio

Keterangan :
Xn = Tahun Yang dihitung
Xn-1 = Tahun Sebelumnya
f. Rasio PDRB dan Tenaga Kerja
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu daerah/ wilayah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 1.3
Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Pengukuran Penelitian Hasil Penelitian
1. Sri Haryati
(2006)
Mahasiswa
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Islam
Indonesia
Yogyakarta
Perbandingan
Kinerja
Keuangan
Daerah Sebelum
dan Sesudah
Kebijakan
Otonomi Daerah
Kabupaten
Sleman
Tahun 1998-
2000
Peneliti menggunakan
rasio-rasio dalam kinerja
keuangan setempat,
yaitu :
1. Derajat
Desentralisasi
Fiskal
(Tingkat
Kemandirian
Fiskal)
2. Kebutuhan
Fiskal (fiscal
need)
3. Kapasitas
Fiskal (fiscal
capacity)
4. Upaya Fiskal (fiscal
effort)

Kinerja keuangan
daerah pada
kabupaten Sleman
mengalami
penurunan
persentase pada
pengukuran derajat
desentralisasi
fiskal, kebutuhan
fiskal, dan upaya
fiskal setelah
pemberlakuan
otonomi daerah.
Hal ini
menunjukkan
bahwa kinerja
keuangan
kabupaten Sleman
sebelum otonomi
32

daerah lebih baik
dari pada setelah
pemberlakuan
kebijakan otonomi
daerah.
2. Ahzir Erfa
(2008)
Mahasiswa
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Sumatera
Utara



Analisis
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Setelah
Otonomi
Khusus
(Studi Kasus
Pada
Pemerintah
Kabupaten
Aceh
Utara)
Peneliti
menggunakan
indikator rasio
didalam
pengukuran
kinerja keuangan
pemerintah daerah
setempat :
1. Rasio Kemandirian
2. Rasio Efektifitas dan
Efisiensi Pendapatan
Asli Daerah
3. Rasio Keserasian
4. Rasio Upaya Fiskal

5. Rasio Pertumbuhan
6. Rasio
Desentralisasi Fiskal.
Dari hasil analisis
data dapat
digambarkan
bahwa dengan
diberlakukannya
otonomi khusus
dapat merubah
dan menaikkan
rata-rata kinerja
pemerintah daerah
Kabupaten Aceh
Utara. Dimana
PAD mengalami
peningkatan
dengan
sedikit bantuan
yang diperoleh
pusat dan provinsi,
pemerintah dapat
meminimumkan
biaya yang
digunakan untuk
memungut PAD,
pemerintah mulai
bisa
menyeimbangkan
antara belanja
pembangunan dan
belanja rutin,
upaya fiskal dan
pertumbuhan
daerah serta
kinerja pemerintah
daerah kabupaten
Aceh utara dalam
hal pajak daerah
sangat maksimal.
3. MHD Karya
Satya Azhar
(2008)
Mahasiswa
Analisis Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Pengujian akan
dilakukan dengan cara
melakukan uji banding
atas laporan keuangan
Hasil Penelitian
menunjukkan
bahwa terdapat
perbedaan kinerja
33

Sekolah Pasca
Sarjana
Universitas
Sumatera
Utara
Kabupaten/Koa
Sebelum dan
Setelah Otonomi
Daerah
kabupaten/kota yang
didapat dari laporan
realisasi anggaran,
kemudian diambil
beberapa ratio yang
dianggap cukup didalam
menilai kinerja
keuangan, ratio tersebut
diantaranya :
1. Rasio
Desentralisasi
Fiskal.
2. Rasio Upaya
Fiskal.
3. Rasio Tingkat
Kemandirian
Pembiayaan.
4. Rasio Efisiensi
Penggunaan
Anggaran.
sebelum dan
setelah otonomi.
Ini dapat dilihat
dari tingginya
tingkat
pembiayaan
daerah dari
pemerintahan
pusat cukup tinggi
dan tekanan
keuangan yang
mengakibatkan
kinerja pemerintah
bergeser naik
maupun turun.
4.Martha
Yurdila Janur
(2009)
Mahasiswa
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Sumatera
Utara
Medan
Analisis
terhadap
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah Pada
Kabupaten
Bungo
Sesudah
Otonomi
Daerah
tahun 2003
2007
Peneliti menggunakan
indikator rasio didalam
pengukuran kinerja
keuangan pemerintah
setempat :
1. Rasio Kemandirian
2. Rasio efektivitas dan
efisiensi Pendatan
Asli Daerah
3. Rasio Aktivitas
Belanja Rutin dan
Pembangunan
4. Debt Service
Coverage Ratio
(DSCR)
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa sesudah
diberlakukannya
kebijakan otonomi
daerah, Kinerja
keuangan
Pemerintah
Kabupaten Bungo
masih
menunjukkan rata-
rata kinerja
keuangan daerah
yang masih belum
stabil atau belum
begitu baik. Hasil
perhitungan setiap
tahun mengalami
angka yang naik
turun rasio
keuangan
menunjukkan
trend positif dan
trend negatif. Hal
ini disebabkan
Pemerintah daerah
34

Kabupaten Bungo
masih belum
matang didalam
pengelolaan
sumberdaya
daerah yang
tersedia dan
pendapatan daerah
yang diterima.
Sumber : Martha Yurdila Janur FE-USU, 2009
2.3. Kerangka Konseptual
Skema 2.1
Kerangka Konseptual







Sumber : APBD Kab. Boalemo, 2010

Keterangan Kerangka Konseptual:
Pada Pemerintahan Kabupaten Boalemo, data yang digunakan adalah
Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
dalam hal ini Bupati yang lebih di kenal dengan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah. Kemudian data dapat dianalisis
dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, antara lain :
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Daerah
Kabupaten Boalemo
Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban
Kabupaten Boalemo
Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
35

3. Rasio Aktivitas
4. Debt Service Coverage (DSCR)
5. Rasio Pertumbuhan, PDRB dan Ketenagakerjaan.
Sehingga dari perhitungan rasio-rasio tersebut maka akan dapat
diperoleh hasil Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Boalemo selama lima tahun terakhir ( 2005 2010).

36

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk
deskriptif, dimana penelitian ini akan menggambarkan fenomena atau
karakteristik data yang tengah berlangsung pada saat penelitian ini
dilakukan atau selama kurun waktu tertentu untuk menguji dan menjawab
pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian.

3.2. Jenis Data
Data yang digunakan didalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang telah ada dan tersedia baik di buku-buku literatur ataupun
sumber-sumber lain. Data sekunder ini terdiri atas : Laporan Realisasi
Anggaran/ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Kabupaten
Boalemo yaitu untuk tahun 2005-2010 serta data pendukung lainnya yang
bersumber dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)
serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), BPS, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Naker Trans) Kabupaten Boalemo.

3.3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, maka
pengumpulan data dan informasi tersebut dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Teknik Dokumentasi, yaitu melalui pencatatan ataupun softcopy atas
data-data yang diperlukan
2. Teknik Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan informasi yang
37

dibutuhkan yang dapat mendukung penelitian melalui buku-buku,
literatur-literatur dan Iain-lain yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.

3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan mencakup analisis deskriptif
yang didasarkan pada penggambaran yang mendukung analisa tersebut,
analisis ini menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah
dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting
yang holistis, kompleks, dan rinci yang sifatnya menjelaskan secara uraian
atau dalam bentuk kalimat.
Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) analisa yang digunakan
pada analisis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio yang dapat
dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD
adalah sebagai berikut :
1. Rasio Kemandirian Daerah
2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
3. Rasio Aktivitas
4. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
5. Rasio Pertumbuhan, PDRB dan Ketenagakerjaan

3.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Boalemo tepatnya di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD) Kabupaten Boalemo yang beralamat di Jalan Merdeka Kecamatan
Tilamuta selama dua bulan ( juni- juli 2011).
38

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Boalemo
Boalemo pada abad ke-17 pernah menjadi sebuah daerah kerajaan,
wilayahnya mencakup bagian barat Gorontalo. Ketika Belanda berkuasa
sistem pemerintahan beberapa kali mengalami perubahan. Dalam Lembaran
Negara tahun 1925 nomor 262, Keresidenan Gorontalo dibagi menjadi dua
wilayah pemerintahan, yaitu 1) Onder Afdeling Gorontalo dengan Onder
distriknya, meliputi Atinggola, Kwandang, Sumalata, Batudaa, Tibawa,
Gorontalo, Telaga, Tapa, Kabila, Suwawa, Bone Pantai, dan 2) Onder
Afdeling Boalemo dengan Onder distriknya, Paguyaman, Tilamuta, Paguat,
dan Popayato.
Pada tahun 1946, ketika Sulawesi menjadi bagian dari Negara
Indonesia Timur, Keswaprajaan yang tertuang dalam UU nomor 29 tahun
1959 perihal Pembentukan Daerah tingkat II di seluruh Sulawesi. Dalam
Undang-undang ini Boalemo menjadi salah satu Kewedanan dalam
wilayah Kabupaten Gorontalo. Status Kewedanan Boalemo berlaku sampai
dengan keluarnya UU nomor 5 tahun 1974 yang selanjutnya disusul oleh
Permendagri nomor 132 tahun 1978 tentang Pedoman Susunan Organisasi
dan Tata Kerja kantor pembantu Bupati/Walikotamadya. Kemudian bekas
Kewedanan Boalemo berubah menjadi Pembantu Bupati Wilayah Kerja
Paguat yang meliputi lima kecamatan, yaitu : Paguyaman, Tilamuta, Paguat,
Marisa, dan Popayato. Menengok sejarah Boalemo pada masa lalu, serta
39

mempertimbangkan jarak kendali pemerintahan Kabupaten Gorontalo yang
berpusat di Limboto, maka kemudian berkembang aspirasi pembentukan
daerah otonom baru. Dukungan politik juga telah disuarakan oleh Bapak
Achmad Hoesa Pakaya SE, MBA selaku Bupati Gorontalo pada saat itu
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Juga adanya sokongan
dari Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara
menjelang berpisah Gorontalo menjadi Propinsi. Kemudian Presiden
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
menetapkan UU nomor 5 tahun 1999, tanggal 14 oktober 1999 tentang
pembentukan Kabupaten Boalemo, kemudian secara resmi Kabupaten
Boalemo berdiri setelah diundangkannya pada tanggal 12 oktober 1999.
Sesuai amanat UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, rencana pembangunan menurut undang-undang
tersebut dibagi menjadi rencana pembangunan jangka panjang, rencana
pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja pemerintah daerah.
Dalam rangka perencanaan pembangunan nasional, pemerintah
daerah harus memperhatikan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah
pusat dan struktur tata pemerintahan. Tujuan dan sasaran pembangunan
harus memperhatikan permasalahan yang menjadi lingkup nasional maupun
amanat pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Alokasi
sumber daya daerah harus mendukung penyelesaian masalah nasional
disamping menjadi masalah yang ada didaerah masing-masing.
40

Kabupaten Boalemo sebagai bagian dari Propinsi Gorontalo pada
tanggal 24 agustus 2006 telah melaksanakan pesta demokrasi pemilihan
kepala daerah untuk mendapat dukungan dan legitimasi dari masyarakat
sebagai pemegang mandat negara. Dengan terpilihnya Bapak H. Ir. Iwan
Bokings MM sebagai Bupati dan Bapak H. Ir. La Ode Haimudin
sebagai Wakil Bupati Boalemo untuk periode 2007 2012 pada pesta
demokrasi tersebut, maka visi dan misi dari Bupati dan Wakil Bupati ini
selanjutnya akan menjadi visi dan misi pembangunan daerah lima tahun
kedepan sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang.
Kabupaten Boalemo adalah merupakan satu dari enam
kabupaten/kota yang ada di Propinsi Gorontalo dengan luas 2.617.75 km
2.
kurang lebih 20% dari luas Propinsi Gorontalo. Secara geografis terletak
antara 00
o
2350 00
o
0240 LU dan 122
o
0110 122
o
3925 BT
dengan batas administrasi sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sumalata Kabupaten
Gorontalo.
2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Boliohuto Kabupaten
Gorontalo.
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.
4. Sebelah barat berbatsan dengan Kecamatan Paguat Kabupaten
Pohuwato.
Visi Kabupaten Boalemo adalah Mewujudkan Masyarakat
Boalemo yang Dinamis, Aman, Sehat, Cerdas dan Sejahtera Dalam
Nuansa Religius.

41

Misi Kabupaten Boalemo adalah :
1. Dinamis yang artinya adalah mewujudkan kehidupan masyarakat yang
dinamis dengan menjunjung tinggi nilai agama dan supremasi hukum
serta pengembangan kearifan budaya lokal.
2. Aman artinya adalah membina dan meningkatkan kehidupan umat
beragama dalam rangka peningkatan kualitas umat dan kerukunan antar
umat beragama.
3. Sehat artinya adalah Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat
melalui penyediaan infrastruktur kesehatan.
4. Cerdas artinya adalah memfasilitasi upaya peningkatan sumber daya
manusia sebagai program unggulan Kabupaten Boalemo melalui Iman
dan Taqwa serta Ilmu Pengetahuan Teknologi, dan olahraga bagi anak
didik, pemuda dan aparat pemerintah.
5. Sejahtera artinya adalah meningkatkan pendapatan daerah dan
pendapoatan masyarakat melalui program unggulan Kabupaten Boalemo
(Agropolitan dan Perikanan/Kelautan).
Dalam mencapai visi dan misi Kabupaten Boalemo, maka perlu
disusun strategi dan arah kebijakan pembangunan, guna mengoptimalkan
pemanfaatan potensi lokal secara efektif dalam menciptakan kondisi
perekonomian yang kompetitif dan kondisi sosial yang kondusif serta sarana
dan prasarana yang memadai dalam mencapai sasaran pembangunan secara
berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2007
2012 dimaksudkan sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang
42

memberikan arah kebijakan keuangan daerah, strategis pembangunan
daerah, kebijakan umum, program pembangunan daerah, serta sasaran-
sasaran strategis yang ingin dicapai selama lima tahun kedepan.
Tujuan penyusunan RPJM Kabupaten Boalemo 2007 2012 adalah
untuk menjabarkan visi, misi dan program kepala daerah. Selain itu RPJM
juga sebagai sarana untuk menampung aspirasi masyarakat dan membangun
konsensus antar stake holders untuk menentukan arah pembangunan
Kabupaten Boalemo dan mengacu kepada RPJM Nasional serta RPJM
Propinsi Gorontalo.

4.2. Strategi Pencapaian Visi dan Misi
LIMA PENGENTASAN PEMBANGUNAN Boalemo 2006-2011
(MANTAP Boalemo) adalah :
1. Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk membuka akses ke
sentra produksi dan desa terpencil serta kerusakan akibat bencana alam.
2. Lapangan kerja
Perluasan lapangan dan kesempatan kerja lebih diarahkan untuk
keluarga miskin dan para penganggur untuk mengelola sumber daya
alam disegala bidang serta memberikan kemudahan bagi investor
bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan
pengusaha lokal untuk membangun disegala bidang tanpa merugikan
kepentingan rakyat dan daerah.

43

3. Hukum dan Hak Asasi Manusia
Penegakkan hukum dan hak asasi manusia diarahkan untuk
pencegahan dan pemberantasan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme,
perlindungan anak dan kekerasan dalam rumah tangga, bantuan fasilitas
dan perlindungan.
4. Amanah
Amanah dalam pemerintahan (good governance) dengan
menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, efisien, dan
partisipasi.
5. Melanjutkan Lima Program Unggulan Usaha Boalemo ( LIPUU
Boalemo) yang telah di kembangkan pada periode 2001-2006.
Pembangunan Kabupaten Boalemo diarahkan pada peningkatan,
perluasan dan penyempurnaan dari tahun sebelumnya yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup dan mendorong pemerataan serta memperluas
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, sehingga diharapkan dapat
mempertinggi kesejahteraan sosial masyarakat.

4.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Tenaga Kerja
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
daerah/ wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB atas dasar harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun,
sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang
44

dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu
tahun tertentu sebagai dasar.
Dilihat dari sisi lapangan usaha, maka laju pertumbuhan PDRB
Kabupaten Boalemo tahun 2005 - 2009 telah terjadi peningkatan yang
signifikan dibeberapa lapangan usaha seperti pertanian dan jasa-jasa seperti
terlihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boalemo Berdasarkan
Lapangan Usaha Tahun 2005-2010

No. Lapangan Usaha
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 2 3 4 5 6 7
1 Pertanian 159.952 183.564 227.681 277.531 300.759
2 Pertambangan pnggalian 1.849 2.035 2.394 3.870 5.329
3 Industri Pengolahan 20.452 21.762 23.018 26.086 28.281
4 Listrik, Gas & Air bersih 2.463 2.579 3.030 2.956 3.221
5 Bangunan 25.305 27.206 32.596 41.102 54.861
6 Perdagangan, Hotel &
Restoran
46.432 51.441 55.827 55.672 68.580
7 Pengangkutan & Komunikasi 16.342 19.781 20.568 22.111 26.771
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
29.673 41.690 46.914 53.054 63.161
9 Jasa-jasa 66.597 88.202 105.410 131.146 159.807

PDRB

369.065

438.260

517.438

613.528

710.770

Pertumbuhan ekonomi 17,09 18,75 18,07 18,57 15,85
Sumber : BPS Kabupaten Boalemo 2010
Dari tabel 4.1 kita dapat melihat bahwa pada tahun 2007 kontribusi
sektor pertanian mencapai 44 %, nilai ini meningkat dari tahun sebelumnya
yang mencapai 41,8 %. Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di
Kabupaten Boalemo. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo sangat
sensitif ditentukan oleh sektor pertanian. Sektor jasa merupakan sektor
kedua yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo.
45

Hal tersebut diatas menunjukkan keseriusan pemda Kabupaten
Boalemo untuk mengembangkan kabupatennya sendiri melalui pemanfaatan
secara efektif dan efisien segala sumber daya yang telah ada dan tersedia,
dengan melakukan pengelolaan dan pengolahan sumber daya tersebut
melalui penyediaan lapangan usaha, ini juga merupakan salah satu strategi
untuk mencapai tujuan pemerintah didalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Boalemo dengan membuka dan memberikan peluang
serta kesempatan atas penyediaan lapangan pekerjaan dari lapangan usaha
yang diciptakan. Untuk lebih jelasnya status angkatan kerja kabupaten
Boalemo tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :
Tabel 4.2
Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Status
Angkatan Kerja di Kabupaten Boalemo 2009
Status Jumlah Persentase
(1) (2) (3)

Angkatan Kerja 54.081 66,98
Labor Force

Bukan Angkatan Kerja 26.664 33,32
Not Labor Force

Jumlah
2009 80.745 100,00
2008 80.015 100,00
2007 74.357 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Boalemo, 2010
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan
perbandingan antara penduduk yang bekerja dan mencari kerja (angkatan
kerja) dengan penduduk usia 15 tahun keatas. Indikator ini menunjukkan
banyaknya penduduk (15 tahun keatas) yang aktif secara ekonomi.
46

TPAK Kabupaten Boalemo tahun 2009 sekitar 66,98 persen. ini
berarti sekitar setengah dari jumlah penduduk usia yang aktif secara
ekonomi. Jika dilihat dari jenis kelamin maka TPAK laki-laki sama besar
dengan TPAK perempuan masing-masing sebesar 50 persen. Hal ini
menggambarkan bahwa penduduk laki-laki dan perempuan usia kerja yang
aktif secara ekonomi sebanding.
Jika dibandingkan dengan kondisi di Propinsi Gorontalo secara
umum maka persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di
Kabupaten Boalemo masih sangat kecil, dimana TPAK Propinsi Gorontalo
sebesar 57,52 persen.
Penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan
disebut menganggur (unemployed). Jadi pengangguran termasuk mereka
yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan, telah diterima bekerja namun
belum bekerja dan yang di PHK tetapi masih berhasrat untuk bekerja.
Angka tingkat pengangguran terbuka merupakan perbandingan antara
jumlah pencari kerja dengan jumlah lapangan kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Boalemo tahun
2009 sebesar 2.452 atau sekitar 4,53 persen. Artinya dari 10.000 pendududk
yang termasuk angkatan kerja sebanyak 2.452 orang diantaranya adalah
pencari kerja. Secara umum hal ini lebih kecil jika dibandingkan dengan
kondisi diseluruh Propinsi Gorontalo dimana TPT-nya sebesar 15,02 persen.
Seiring dengan pola/ struktur ekonomi Kabupaten Boalemo yang
didominasi oleh sektor primer (pertanian dan pertambangan) ternyata ini
47

juga didukung oleh banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan
ekonomi tersebut. Kelompok lapangan usaha primer melibatkan sekitar
70,65 persen dari seluruh tenaga kerja di Kabupaten Boalemo disusul
kelompok lapangan usaha tersier (sektor perdagangan, akomodasi,
angkutan, komunikasi, keuangan dan jasa). Kelompok lapangan usaha
sekunder hanya (sektor industri, listrik, gas dan air bersih) hanya menyerap
tenaga kerja sekitar 8, 04 persen.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 atas dasar
harga berlaku sebesar 369.065 juta rupiah dan atas dasar harga konstan
sebesar 238.769 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 6,28 %, tahun 2006
atas dasar harga berlaku sebesar 438.260 juta rupiah dan atas dasar harga
konstan sebesar 254.637 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 6,65 %,
tahun 2007 atas dasar harga berlaku sebesar 517.438 juta rupiah dan atas
dasar harga konstan sebesar 272.683 juta rupiah hasil pertumbuhan
ekonomi 7,09 %, tahun 2008 atas dasar harga berlaku sebesar 613.528 juta
rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 292.767 juta rupiah hasil
pertumbuhan ekonomi 7,37 %, dan pada tahun 2009 atas dasar harga
berlaku sebesar 710.770 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar
310.753 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 6,14 %. Pada tahun 2007
inilah pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo menembus angka 7.
Untuk lebih jelasnya pertumbuhan PDRB Kabupaten Boalemo
selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut ini :
48

Tabel 4.3
Produk Domestik Regional Bruto dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Boalemo Tahun 2003 2009













Sumber : BPS Kabupaten Boalemo, 2010

Berdasarkan data tersebut terdapat perkembangan yang signifikan
pada pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Boalemo yang didominasi
oleh sektor primer dibidang pertanian dan jasa, sehingga dampaknya sangat
berpengaruh pada pertumbuhan pendapatan asli daerah. Dengan
meningkatnya PAD akan mendorong sektor keuangan dan sektor-sektor lain
dalam proses percepatan pembangunan daerah. Sehingga hal ini akan
berimplikasi pula terhadap pergerakan rasio-rasio keuangan daerah ke-trend
yang lebih baik.

4.4. Gambaran Umum Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD)

Berdasarkan PP nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah mengamanatkan adanya pentaan kembali Organisasi
Perangkat Daerah, sehingga Bagian Keuangan Sekretariat Daerah
Kabupaten Boalemo mengalami perubahan nama menjadi Badan Pengelola
49

Keuangan dan Aset Daerah disingkat BPKAD, yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Boalemo nomor 15 tahun 2005 sampai dengan
sekarang, yang orgnisasinya terdiri dari Kepala Badan, Bagian Tata Usaha,
Bidang Pendapatan, Bidang Belanja, Bidang Kekayaan dan Aset, Bidang
Pembukuan dan Pelaporan, Kelompok Jabatan Fungsional, dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT).
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dipimpin oleh seorang
Kepala Badan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati
melalui Sekretaris Daerah, mempunyai tugas menyelenggarakan
kewenangan pemerintah dalam bidang Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah.
4.4.1. Visi dan Misi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
a. Visi BPKAD
Perencanaan pengendalian manajemen pengelolaan keuangan
daerah serta optimalisasi penerimaan pendapatan dan
pengelolaan aset daerah dalam rangka mendukung pencapaian
program pemerintah daerah Kabupaten Boalemo.
b. Misi BPKAD
1. Merumuskan kebijakan teknis pengelolaan keuangan
2. Optimalisasi dan diversifikasi potensi penerimaan
3. Penataan dan pengembangan sistem pengelolaan keuangan
4. Peningkatan kemampuan sumber daya aparatur pengelola
keuangan daerah
50

5. Diversifikasi pemanfaatan dan pengamanan aset daerah
dalam menunjang pelaksanaan program.
6. Pengendalian dan pengawasan teknis pengelolaan keuangan
daerah.


Gambar 4.1
Struktur Organisasi BPKAD Kabupaten Boalemo Tahun 2011

Sumber :Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010

52

4.4.2. Tugas dan Fungsi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Tugas dan fungsi Badan pengelola Keuangan dan Aset
Daerah (BPKAD) Kabupaten Boalemo dibentuk berdasarkan Perda
nomor 15 tahun 2005 tentang : Tugas pokok, fungsi, uraian tugas
dan tata kerja Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Boalemo. Tugas dan fungsi BPKAD Kabupaten
Boalemo :
a. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dipimpin oleh
seorang Kepala Badan, mempunyai tugas memimpin Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah daklam hal melaksanakan
urusan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan
penyelenggaraan pelayanan sesuai bidang tugasnya. Kepala
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Boalemo mempunyai tugas :
1) Menyelenggarakan kewenangan pemerintah daerah dalam
bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah.
2) Perumusan kebijakan tekhnis dibidang pengelolaan
keuangan dan aset daerah.
3) Pemberian pelayanan penunjang penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
4) Menatausahakan penerimaan dan pengeluaran keuangan
serta aset daerah.
b. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris, mempunyai tugas
melaksanakan urusan pelayanan administrasi umum,

53

kepegawaian, keuangan dan perencanaan Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah.
Sekretaris mempunyai fungsi :
1) Penyelenggaraan administrasi umum
2) Penyelenggaraan urusan kepegawaian
3) Penyelenggaraan urusan keuangan
4) Penyelenggaraan urusan perencanaan
c. Sub Bagian Perencanaan dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian,
pengumpulan dan penyiapan bahan sesuai kebutuhan
perencanaan Badan.
d. Sub bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bagian, mempunyai tugas melaksanakan urusan
surat-menyurat, kearsipan, perpustakaan, dokumentasi,
perlengkapan, dan urusan rumah tangga badan.
e. Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang kepala Sub Bagian,
mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan
administrasi keuangan serta merumuskan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA)
f. Bidang Pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang,
mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan
pengembangan dibidang pendapatan daerah.


54

Dalam melaksanakan tugas Kepala Bidang Pendapatan,
mempunyai fungsi :
1) Penyelenggaraan dan pembinaan terhadap pengelolaan PAD.
2) Penyelenggaraan dan pengendalian pendapatan daerah.
g. Sub Bidang Pendapatan Asli Daerah dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang, mempunyai tugas melaksanakan
pendaftaran, pendataan, penagihan dan pemeriksaan,
pengawasan objek dan subjek pajak daerah serta retribusi daerah.
h. Sub Bidang Pendapatan Lainnya dipimpin oleh seorang Kepala
Sub Bidang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan,
pengkajian dan pengembangan pendapatan daerah lainnya.
i. Bidang Belanja dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang,
mempunyai tugas menyelenggarakan pengelolaan Belanja
Daerah.
Dalam melaksanakan tugas Kepala Bidang Belanja,
mempunyai fungsi:
1) Penyelenggaraan dan pembinaan sistem Pengeluaran
Anggaran.
2) Penyelenggaraan dan pengendalian Pengeluaran Anggaran
Daerah.
j. Sub Bidang Anggaran dan Permodalan dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian
kebijakan belanja daerah, penyusunan anggaran Daerah,

55

penyusunan JUKLAK APBD, menyusun Standarisasi Harga
Barang dan Jasa dan pengelolaan penyertaan modal daerah.
k. Sub Bidang Perbendaharaan dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bidang, mempunyai tugas melaksanakan pengujian dan analisa
Surat Permintaan Pembayaran, menerbitkan Surat Perintah
Membayar Uang, pengendalian kas dan menyimpan uang milik
daerah.
l. Bidang Kekayaan dan Aset dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang Kekayaan dan Aset, mempunyai tugas
menyelenggarakan pengelolaan kekayaan dan aset daerah.
Dalam melaksanakan tugas Kepala Bidang Kekayaan dan
Aset Daerah, mempunyai fungsi :
1) Pelaksanaan inventarisasi dan pengadaan aktiva tetap
2) Pemanfaatan, pengeloalaan dan pengendalian Barang Milik
Daerah
m. Sub Bidang Pengadaan dan Perawatan dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang, mempunyai tugas melaksakan pengkajian
dan analisis kebutuhan, pengadaan dan perawatan aktiva tetap.
n. Sub Bidang Pemanfaatan dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bidang, mempunyai tugas melakasanakan pengelolaan,
pemanfaatan, pendistribusian, penghapusan dan pengendalian
seluruh aktiva tetap.


56

o. Bidang Pembukuan dan Pelaporan dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang Pembukuan dan Pelaporan, mempunyai tugas
Penatausahaan Pembukuan dan Pelaporan Keuangan Daerah.
Dalam melaksnakan tugas Kepala Bidang Pembukuan
dan Pelaporan mempunyai fungsi ;
1) Penyelenggaraan verifikasi keuangan daerah.
2) Penyelenggaraan pembukuan pendapatan dan belanja daerah.
3) Penyelenggaraan pelaporan keuangan dan kekayaan milik
daerah.
p. Sub Bidang Pembukuan Dan Pelaporan dipimpin oleh seorang
Kepala Sub Bidang, mempunyai tugas melaksanakan pembukuan
dan analisis realisasi pendapatan dan belanja daerah serta
memberi pertimbangan atas penerbitan surat perintah membayar.
q. Sub Bidang Verifikasi dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bidang, mempunyai tugas melaksanakan verifikasi atas
pertanggungjawaban pendapatan dan belanja daerah serta
pembinaan administrasi bagi pemegang kas.
r. Unit Pelaksana Teknis mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sesuai
keahlian dan kebutuhan.
4.4.3. Rencana Strategis Tahun 2011
Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya Badan Pengelola
Keuangan dan Asset Daerah merupakan unsur pelaksana tugas
tertentu pemerintah daerah di Bidang Pengelolaan Keuangan dan

57

Asset Daerah maka di tetapkan Rencana Stratejik untuk tahun 2011
sebagai berikut :
a. Melakukan perumusan kebijakan pengelolaan keuangan yang
dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah maupun Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. Melaksanakan Penatausahaan Penerimaan dan Pengeluaran
keuangan serta Asset Daerah yang di jabarkan dalam bentuk :
1) Laporan Keuangan sebagai salah satu Lampiran Laporan
Pertanggung Jawaban Bupati Boalemo T.A 2009 maupun
berupa Laporan Realisasi Anggaran per Semester di T.A
2010, serta pendataan aset daerah serta pemeliharaannya.
2) Pengembangan sistem pengelolaan keuangan daerah.
3) Melakukan Penatausahaan Penerimaan dan pendataan
subjek, objek pajak dan retribusi daerah.
4) Melakukan penatausahaan pengeluaran kas dalam rangka
menunjang pencapaian target program dan kegiatan
pemerintah daerah yang berada di seluruh satuan kerja
perangkat daerah Kabupaten Boalemo.
c. Melaksanakan pemberian perizinan dan pelayanan umum .
d. Peningkatan kualitas aparat pengelola keuangan daerah melalui
pendidikan dan pelatihan keuangan daerah baik di tingkat satuan
kerja perangkat daerah maupun di tingkat satuan kerja pengelola
keuangan daerah.
e. Penunjang dan perluasan sarana dan prasarana publik

58

f. Pengoptimalisasi penerimaan pendapatan daerah
Untuk menjabarkan tujuan dan sasaran yang telah
dirumuskan perlu di dukung dengan program-program serta
kegiatan untuk mencapai visi misi organisasi.
Dalam rangka mencapai visi misi melalui program-program
dan kegiatan tersebut diatas Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah di tahun 2010 memiliki program dan kegiatan sebagai
berikut :
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
Program ini di jabarkan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut :
1) Penyediaan Jasa Administrasi keuangan.
2) Penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor.
b. Program Peningkatan Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur.
Pemeliharaan rutin/berkala kendaraan dinas/operasional.
c. Program peningkatan dan pengembangan pengelolaan keuangan
daerah
1) Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD.
2) Penyusunan rancangan peraturan KDH tentang Penjabaran
APBD.
3) Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
4) Penysusunan sistem informasi keuangan daerah.
5) Peningkatan manajemen aset dan barang daerah.
6) Intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan.

59

7) Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah merupakan
salah satu urat nadi untuk mendukung seluruh satuan kerja
dalam melaksanakan program dan kegiatannya yang
menunjang pencapaian kinerja dari pada program-program
pemerintah Kabupaten Boalemo.
4.4.4. Rencana Kinerja Tahun 2010
Sasaran dan tujuan sebagai penjabaran visi dan misi yang
ingin dicapai maka ditetapkanya program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan pada tahun anggaran 2010, dalam rangka mewujudkan
good Governance dalam manajemen pemerintahan yang efektif,
transparan dan akuntabel.
4.4.5. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
a. Penyediaan jasa administrasi keuangan
1) Sasaran strategis
- Terlaksananya kegiatan pelayanan pengelolaan
keuangan oleh aparat non PNS di lingkungan Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
- Terlaksananya proses pengelolaan daftar gaji di
lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Boalemo.
2) Indikator Kinerja
- Terbayarnya Honorarium Pegawai Non PNS di
lingkungan Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah.



60

- Tersedianya daftar pembayaran gaji bulanan untuk
selurh aparat PNS di lingkungan pemerintah daerah
Kabupaten Boalemo.
3) Target Kinerja
- Terbayarnya Honorarium Non PNS di lingkungan
Pemerintah Daerah Kab. Boalemo
- Tersedianya Daftar gaji bagi aparat pemerintah daerah
Kabupaten Boalemo sejumlah orang.
b. Penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor
1) Sasaran Strategis
- Tersedianya sarana dan prasarana penunjang
administrasi .perkantoran.
- Terlaksananya proses pelayanan pengelolaan
keuangan.
2) Indikator Kinerja
- Tersediannya bahan dan peralatan pendukung
pelaksanaan proses pengelolaan keuangan daerah.
- Tersedianya sarana mobilisasi pelaksananya proses
pelayanan keuangan
3) Target Kinerja
- Termanfaatkannya bahan dan peralatan pendukung
pengelolaan keuangan daerah.
- Tercapainya target penyelesaian pencairan dana APBD.

61

4.4.6. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
a. Pemeliharaan rutin/berkala kendaraan dinas/operasional
1) Sasaran Strategis
- Terdapatnya kelayakan operasional bagi sarana mobilitas
Pemda dalam mendukung peningkatan kinerja dan
pelayanan kepada masyarakat.
- Pemenuhan peralatan dan material bagi kendaraan yang
memerlukan pemeliharaan dan perbaikan.
2) Indikator Kinerja
- Terlaksanannya service kendaraan dinas operasional
Pemda
- Tersediannya peralatan dan material untuk perbaikan
kendaraan operasional Pemda.
3) Target Kinerja
- Beroperasinya secara normal kendaraan dinas roda
empat.
- Beroperasinya secara normal kendaraan dinas roda dua.
- Beroperasinya kembali kendaraan truk/ alat berat.
4.4.7. Program Peningkatan dan Pengembangan pengelolaan
keuangan daerah

a. Penyusunan rancangan peraturan KDH tentang Penjabaran
APBD
1) Sasaran Strategis
- Terlaksananya Pelaksanaan APBD T.A 2010

62

- Terbitnya Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
2) Indikator Kinerja
- Tersusunya Rancangan Peraturan KDH tentang
Penjabaran APBD 2010
- Tersusunya Rancangan Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
- Tersusunya Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah
3) Target Kinerja
- Terbitnya Peraturan KDH tentang Penjabaran APBD dan
APBD- P 2010
- Terbitnya Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2010 serta
APBD-P 2010
- Terbitnya Nota Keuangan Tahun Anggaran 2010 untuk
APBD dan APBD-P 2010.
b. Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
1) Sasaran Strategis
- Terbitnya peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD T.A 2009.


63

2) Indikator Kinerja
- Terlaksananya penyusunan Laporan Realisasi Anggaran
- Terlaksananya penyusunan Neraca dan Arus Kas
- Terlaksananya penyusunan Catatan Atas Laporan
Keuangan
3) Target Kinerja
- Terbitnya Perda tentang pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD 2009
- Terbitnya Laporan Realisasi Anggaran
- Terbitnya Laporan Neraca
- Laporan Arus Kas dan
- Catatan Atas Laporan Keuangan
c. Penyusunan sistem informasi menajemen keuangan daerah
1) Sasaran Strategis
- Terlaksananya pengelolaan keuangan yang sestimatis dan
terintegrasi ke seluruh Satker.
2) Indikator Kinerja
- Tersedianya perangkat penunjang sistem informasi
keuangan daerah
- Terlaksanannya pelatihan bagi aparat pengelola SIMDA
(Sistem Manajemen Pendapatan Daerah)
- Terlaksananya penatausahaan keuangan daerah
berdasarkan Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana
telah dirubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun
2007.

64

3) Target Kinerja
- Tersusunya APBD dan APBD-P melalui media SIMDA
- Terbitnya Laporan Keuangan Pemda melalui media
SIMDA
- Terbitnya Laporan Triwulan dan Semester melalui
media SIMDA.
4.4.8. Peningkatan Manajemen Aset dan Barang Daerah
a. Sasaran Strategis
- Teridentifikasi dan tertatanya seluruh asset Pemda
Kabupaten Boalemo
- Termanfaatkannya secara optimal asset Pemda untuk
kepentingan publik
- Tersedianya perangkat pemutakhiran data aset daerah
- Terlaksanannya penilaian aset daerah
b. Indikator Kinerja
- Tercatatnya jumlah dan jenis aset yang akan di serahkan ke
Kabupaten Pemekaran .
- Termanfaatkannya aset yang diperoleh untuk kepentingan
publik
- Terlaksanannya pengadaan perangkat pengelolaan barang
milik daerah daerah
- Terlaksananya penilaian aset daerah
c. Target Kinerja
- Terlaksanannya penyerahan aset daerah ke Kabupaten
Pemekaran.

65

- Tercatatnya jumlah peralatan, bangunan dan tanah milik
pemda Boalemo
- Tersedianya Perangkat Sistem Informasi Manajamen Barang
Daerah (SIMBADA)
4.4.9. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Sumber-sumber Pendapatan
a. Sasaran Strategis
- Tercapainya target penerimaan pendapatan daerah
- Tersedianya sarana pendukung pengelolaan administrasi
pendapatan
b. Indikator Kinerja
- Terlaksananya Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan
daerah
- Meningkatnya realisasi pendapatan daerah
- Tersedianya perangkat Sistem Informasi Manajamen
Pengelolaan Pendapatan.
c. Target Kinerja
- Terealisasinya target penerimaan daerah
- Terpenuhinya penunjang kinerja Aparat Pengelola PAD
4.5. Gambaran Keuangan Daerah Kabupaten Boalemo
Sebagaimana yang dirasakan saat ini Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002 secara prinsip tidak sinkron lagi dengan semangat dari UU nomor 32
Tahun 2004 yang berlaku, sebagaimana yang diubah dengan Perpu nomor 3
Tahun 2005. Untuk mengantisispasi berbagai aspek yang diatur dalam UU
nomor 32 Tahun 2004 tersebut, pemerintah mengesahkan Permendagri

66

nomor 13 Tahun 2006 (sebagaimana yang telah di ubah dengan
Permendagri nomor 59 tahun 2007) yang juga merupakan tindak lanjut dari
pasal 155 PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan proses
penganggaran daerah dimana secara konsepsual terdiri dari atas formulasi
kebijakan anggaran (Budget Policiy Formulation) dan perencanaan
operasional anggaran ( Budget Operational planning ). Penyusunan
kebijakan umum APBD termasuk katagori formulasi kebijakan anggaran
yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran.
Dalam UU nomor 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembagunan Nasional pada dasarnya mengamanatkan bahwa perencanaan
pembangunan daerah adalah satu kesatuan dalam sistem perencanaan
nasional dengan tujuan untuk menjamin adanya keterkaitan dan konsistensi
antara perencanaan, Penganggaran, pelaksanaan serta pengendalian dan
pengawasan. Guna mewujudkan hal tersebut maka kerangka perencanaan
daerah diawali dengan perencanaan pembangunan jangka menengah daerah
yang selanjutnya dijabarkan setiap tahunnya melalui penyusunan rencana
kerja pemerintah daerah yang kemudian menjadi acuan bagi penyusunan
Kebijakan Umum APBD (KUA), KUA yang telah disepakati menjadi acuan
penyusunan Plafond dan Prioritas Anggaran yang pada akhirnya menjadi
bagian SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) guna menyusun Rencana
Kegiatan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD).
Penyusunan RKA-SKPD merupakan bentuk pengalokasian sumber daya

67

keuangan pemerintah daerah. Secara umum kebijakan pengelolaan anggaran
lima tahun kedepan dilaksanakan berdasarkan PP nomor 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang selanjutnya dijabarkan melalui
Permendagri 13 tahun 2006 dan apabila terjadi perubahan pada peraturan
pemerintah tersebut kearah pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik
maka akan dilakukan penyesuaian.
Kebijakan umum anggaran daerah sangat tergantung pada
kemampuan keuangan daerah, kemampuan keuangan daerah dapat lihat dari
anggaran penerimaan dan belanja daerah. APBD Kabupaten Boalemo yang
digunakan untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan, kemasyarakatan dan
pembangunan daerah terus meningkat dari tahun ke tahun. Siklus
perkembangan APBD sejak tahun 2005 sampai dengan 2010 yang meliputi
realisasi anggaran pendapatan dan belanja rutin (Belanja Aparatur Daerah)
dan belanja pembangunan ( Belanja Pelayanan Publik) dapat dilihat dari
tabel dibawah ini :
Tabel 4.4.
Realisasi Pendapatan, Belanja Rutin,dan Belanja
Pembangunan Kabupaten Boalemo Tahun Anggaran 2005 2010

No Tahun
Realisasi
Pendapatan Belanja Rutin
Belanja
Pembangunan
1
2
3
4
5
6
2005
2006
2007
2008
2009
2010
112.165.179.694,84
215.189.524.303,35
264.462.302.979,69
320.336.329.855,00
308.775.660.901,55
352.363.010.646,31

49.750.511.876,00
70.142.397.524,00
171.859.015.767,00
136.882.515.279,28
144.470.104.662,00
183.000.243.237,00
46.809.532.805,25
98.701.248.295.23
104.758.748.385,82
162.508.485.172,35
162.345.424.216,00
119.518.832.466,00

Sumber : Data BPKAD Kabupaten Boalemo, 2010



68

Dengan melihat perkembangan APBD Kabupaten Boalemo dari
tahun 2005 sampai dengan 2010 mengalami kenaikan rata rata 25 - 27 %
setiap tahunnya. Pada tahun anggaran 2009 mengalami penurunan
dibanding tahun anggaran 2010 hal ini disebabkan adanya penurunan pada
lain-lain PAD yang sah, namun secara agregat berdasarkan pada jumlah
pembiayaan pembangunan daerah pada dasarnya mengalami kenaikan,
prosentase kenaikan rata rata ini tidak dapat digunakan sebagai patokan
untuk memperkirakan besaran APBD Kabupaten Boalemo 5 tahun kedepan,
hal ini disebabkan karena sumber pendapatan daerah masih didomonasi oleh
dana dana perimbangan dari pusat sehingga besaran sangat tergantung
kepada kebijakan pusat dalam pengalokasianya. Untuk itu digunakan asumsi
bahwa APBD kita akan mengalami kenaikan sebesar 10 % setiap tahunnya.
4.5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah merupakan faktor penentu keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, suksesnya pembangunan
daerah, dan pembinaan kemasyarakatan dalam rangka otonomi
daerah dan kemandirian pembangunan daerah. Dalam upaya
Kabupaten Boalemo yang terus memacu pembangunan daerahnya,
sudah dapat dipastikan akan membutuhkan biaya yang cukup besar,
sehingga perlu menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli
daerah secara optimal dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) terkait. Kondisi faktual menunjukkan bahwa pada tahun
2003 Kabupaten Boalemo telah dimekarkan kembali dengan
Kabupaten Pohuwato, sehingga dampaknya sangat luas pada

69

terjadinya penurunan sumber-sumber pendapatan daerah, khususnya
hilangnya sektor pertambangan terhadap penyumbang terbesar
dalam perolehan PAD Kabupaten Boalemo. Berdasarkan kenyataan
tersebut dibutuhkan kinerja aparat pada masing-masing SKPD,
dengan memanfaatkan Sistem Manajemen Pendapatan Daerah
(SIMDA) yang mulai diterapkan tahun 2007 (sosialisai tahun 2006
oleh Tim BPKP), sehingga ikhtiar peningkatan realisasi PAD dapat
terselenggara secara efektif dan efisien dengan penerapan
pelaksanaan Good Governance dan Clean Government yang
transparan bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Pengelolaan bidang pendapatan daerah selama periode 2005-
2010 berdasarkan hasil capaian PAD, secara real mengalami
kemajuan yang ditandai oleh meningkatnya pendapatan daerah yang
cukup nyata. Hasil gambaran PAD dari sektor-sektor pendukung dan
perkembangannya sebagai berikut :
Tabel 4.5.
Perkembangan Target Anggaran Dan Capaian Realisasi
Pendapatan Asli Daerah Tahun 2005 Sampai Dengan 2010

Tahun Target PAD Realisasi Capaian %
2005
2006
2007
2008
2009
2010
3.994.550.000,00
6.628.033.200,00
9.272.782.991,00
14.092.245.000,00
16.621.945.980,00
14.671.331.939,00
4.494.978.366,84
8.861.311.322,35
11.562.683.479,33
13.733.645.909,00
10.198.493.923,55
9.882.537.178,13
12,5
33,7
24,7
(2,50)
(38.8)
(33,0)
Sumber : Data BPKAD Kabupaten Boalemo, 2010
Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah daerah Kabupaten
Boalemo harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan asli

70

daerah, dengan memacu perkembangan dan peningkatan sektor
pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, pariwisata, kehutanan
serta retribusi daerah sebagai sektor unggulan PAD. Pada tahun
2009 dan 2010 mengalami penurunan PAD yang signifikan, hal ini
disebabkan terjadi penurunan pada lain-lain PAD yang sah. Dalam
rangka mencapai target perolehan PAD yang terus meningkat, maka
hal-hal yang patut untuk dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
a. Setiap unit kerja/SKPD yang terkait dengan upaya perolehan
retribusi PAD, harus bertindak menjalankan fungsi sesuai
tupoksinya sehingga setiap SKPD harus merubah paradigma
birokrasi ambtenaar kepada paradigma enterpreneur.
b. Untuk membangun perekonomian daerah, tolok ukurnya adalah
seberapa jauh kuantitas dan kualitas aliran investasi yang masuk
di wilayah Kabupaten Boalemo ini, sehingga langkah awal yang
paling tepat adalah membangun Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) untuk menjadi motor penggerak ( prime mover) bagi
masuknya investasi ke daerah ini. Hal ini dimungkinkan dengan
penyertaan modal daerah dari setiap surplus APBD setiap
tahunnya.
4.5.2. Prinsip Pengelolaan Belanja Daerah
Secara umum prinsip pengelolaan anggaran belanja lima
tahun ke depan berdasarkan kepada :
a. Partisipasi Masyarakat.
b. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

71

c. Disiplin Anggaran
d. Keadilan Anggaran
e. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
f. Taat Azas

4.6. Perhitungan dan Analisis Perkembangan Rasio dan Kinerja
Keuangan Pemerintahan Kabupaten Boalemo

4.6.1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
100
Pinjaman dan insi Pusat/Prop Pemerintah Bantuan
Daerah Asli Pendapatan
n Kemandiria Rasio x

Tabel 4.6
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kabupaten Boalemo Tahun 2005/2006 - 2010

No. Tahun Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
1 2006 3,50 %
2 2007 0,76 %
3 2008 0,32 %
4 2009 0,36 %
5 2010 0,15 %
Sumber : Data BPKAD Kabupaten Boalemo, 2010

Berdasarkan tabel 4.6, maka dapat dilihat hasil perhitungan
rasio kemandirian daerah yang menunjukkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Dimulai dari tahun anggaran 2005/2006 sampai
dengan tahun anggaran 2010 persentase perhitungan rasio
kemandirian keuangan daerah masih kurang stabil karena masih
mengalami naik turun terhadap hasil perhitungan persentasenya.

72

Diawali dari tahun anggaran 2005/2006 dimana
persentasenya adalah 3,50 % yang kemudian mengalami penurunan
pada tahun anggaran 2007 yaitu menjadi 0,76 % dan kembali turun
pada tahun anggaran 2008 menjadi 0,32 % hingga pada tahun
anggaran 2010 kembali turun menjadi 0,15 %.
Berdasarkan analisis kemandirian bahwa semakin tinggi rasio
kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan
propinsi) semakin rendah dan begitupula sebaliknya. Berdasarkan
analisis tersebut, dapat digambarkan bahwa dimulai dari tahun
anggaran 2005/2006 - 2010 tingkat kemandirian daerah Kabupaten
Boalemo dalam hal pembiayaan daerah masih rendah. Hal ini
dibuktikan dari persentase yang dihasilkan semakin menurun setiap
tahunnya. Ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat masih
sangat tinggi, terutama terhadap bantuan pemerintah pusat berupa
DAU/ DAK. Untuk itu, perlu suatu usaha yang lebih bijak lagi untuk
mengurangi ketergantungan atas sumber dana ekstern baik melalui
pengoptimalan sumber pendapatan yang telah ada maupun dengan
meminta kewenangan yang lebih luas untuk mengelola sumber
pendapatan lain yang sampai saat ini masih dikuasai pusat ataupun
propinsi.
Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang

73

merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi
kesadaran masyarakat didalam membayar pajak dan retribusi daerah
akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat juga
semakin tinggi.
Belajar dari dampak kemandirian yang kurang memuaskan
dari tahun 2005/2006 2010, maka pemerintah daerah Kabupaten
Boalemo didalam membuktikan kemandirian daerahnya di jaman
otonomi daerah ini, pada tahun anggaran 2011 pemerintah daerah
mulai mengambil langkah restrukturisasi ataupun perbaikan
pendapatan dan pembiayaan daerah. Pemerintah daerah secara
bertahap melakukan minimalisasi dana yang masuk dari pihak
ekstern.
Dampak kemandirian mengalami penurunan persentase yang
tidak begitu besar, ini merupakan langkah awal yang cukup baik
didalam membenahi diri untuk menciptakan suatu kemandirian
keuangan daerah yang optimal. Peningkatan ini juga menunjukkan
tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat Kabupaten Boalemo
dalam pembangunan daerah dan dalam pembayaran pajak dan
retribusi daerah, pembagian laba atas hasil pengelolaan kekayaan
daerah serta pemasukan dari pendapatan asli daerah yang sah.
Masyarakat memberikan pengharapan yang cukup besar terhadap
peran dan fungsi pemerintah daerah Kabupaten Boalemo untuk
menciptakan dan memberikan tingkat kesejahteraan masyarakat

74

yang semakin baik pula. Sehingga hal ini akan memberikan
gambaran pertanggungjawaban yang baik kepada pemerintah pusat
atas pemberian status otonomi daerah Kabupaten Boalemo, bahwa
kinerja keuangan pemerintah setempat dalam hal kemandirian
keuangan daerah akan diupayakan mencapai trend yang positif pada
tahun-tahun berikutnya.
4.6.2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Daerah Riil Potensi
n Berdasarka Ditetapkan yang PAD Penerimaan Target
Daerah Asli Pendapatan Penerimaan Realisasi
s Efektifita Rasio
Daerah Asli Pendapatan penerimaan Realisasi
PAD memungut untuk n dikeluarka yang Biaya
Efisiensi Rasio
Tabel 4.7
Rasio Efektifitas dan Rasio Efisiensi Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Boalemo Tahun 2005/2006 - 2010

Tahun Rasio Efektifitas Rasio Efisiensi
2006 1,34 % 0,11 %
2007 1,25 % 0,08 %
2008 0,97 % 0,04 %
2009 0,61 % 0,10 %
2010 0,67 % 0,13 %
Sumber : Data BPKAD Kabupaten Boalemo, 2010
Berdasarkan atas hasil perhitungan yang dapat dilihat dari
tabel 4.7 dapat digambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah (efektifitas).


75

Dari hasil perhitungan rasio efektifitas Kabupaten Boalemo
yaitu tepatnya diawali pada tahun 2005/2006 rasio efektifitas adalah
sebesar 1,34 % dan pada tahun 2007 menjadi 1,25 % kemudian
selama tiga tahun berturut-turut kembali mengalami penurunan
drastis hingga melewati ambang batas angka 1 (satu), yaitu tahun
2008 turun menjadi 0,97 % dan tahun 2009 rasio efektifitas kembali
turun menjadi 0,61 % disusul tahun 2010 menjadi 0,67 %.
Pada dasarnya didalam analisis rasio efektifitas diketahui
bahwa kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan
efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau
maksimal 100 (seratus) persen. Semakin tinggi rasio efektifitas,
menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Sesuai
hasil perhitungan rasio tadi dapat digambarkan kemampuan daerah
Kabupaten Boalemo didalam menjalankan tugasnya belum terlalu
stabil karena mengalami penurunan rasio efektifitas dibawah angka 1
(satu) persen. Maknanya, kinerja pemerintah Kabupaten Boalemo
belum efektif yang sesungguhnya karena rasio efektifitasnya
sebagian besar belum mencapai angka 1 (satu) atau 100 (seratus)
persen, kecuali untuk tahun 2005/2006 dan 2007 hasil rasio
efektifitasnya sudah mencapai batas minimal 1,34 % dan 1,25 %.
Ketidakstabilan rasio efektifitas ini disebabkan karena
pemerintah daerah belum terampil didalam mengontrol rencana dan
realisasi terhadap pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD.

76

Realisasi pendapatan yang diterima pemerintah daerah dari pajak
daerah dan retribusi daerah lebih kecil dari yang telah direncanakan.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, rasio efektifitas
pendapatan asli daerah perlu disandingkan dengan rasio efisiensi
pendapatan asli daerah yang dicapai pemerintah daerah. Rasio ini
menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dalam
melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila
rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100 persen.
Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintahan daerah
semakin baik.
Dari tabel 4.7 diketahui hasil perhitungan rasio efisiensi
pemerintahan daerah Kabupaten Boalemo pada tahun 2005/2006
sampai dengan tahun 2010 seluruh rasio efisiensi berada di bawah
angka 1 (satu) persen. Ini menggambarkan kinerja pemerintah
daerah didalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah) sudah
efisien yang ditandai dengan trend rasio yang kurang dari 1 (satu)
atau dibawah 100 persen dari tahun ketahun. Artinya, dengan
mengeluarkan biaya yang relatif sedikit, pemerintah daerah dapat
menghasilkan output (hasil) yang optimal dan memberikan
penggambaran kinerja pemerintahan daerah yang baik.



77

4.6.3. Rasio Aktivitas
APBD Total
Rutin Belanja Total
APBD adap Rutin terh Belanja Rasio
APBD Total
n Pembanguna Belanja Total
APBD n terhadap Pembanguna Belanja Rasio

Tabel 4.8
Rasio Aktivitas Kabupaten Boalemo
Tahun 2005 2010

No. Tahun
Rasio Belanja Rutin
Terhadap APBD
Rasio Belanja Pembangunan
Terhadap APBD
1 2005 45 % 26 %
2 2006 33 % 28 %
3 2007 33 % 39 %
4 2008 43 % 33 %
5 2009 47 % 33 %
6 2010 52 % 22 %
Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja
pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang
dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi
(belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana
dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja
rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena
sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan
besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhan yang ditargetkan.
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.8 diatas dapat dilihat
bahwa sebagian besar dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah

78

Kabupaten Boalemo masih diprioritaskan untuk pemenuhan belanja
rutin, sehingga rasio belanja pembangunan terhadap APBD masih
relatif kecil. Seharusnya pemerintah daerah lebih memperhatikan
sektor pembangunan yang mempunyai multiplier effect yang artinya
proses yang menunjukkan sejauh mana pendapatan nasional akan
berubah efek dari perubahan dalam pengeluaran agregat. Multiplier
bertujuan untuk menerangkan pengaruh dari kenaikan atau
kemerosotan dalam pengeluaran agregat ke atas tingkat
keseimbangan dan terutama ke atas tingkat pendapatan nasional. dan
pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan daerah.
Hal ini dapat dilihat pada tahun anggaran 2005 persentase
rasio belanja rutin terhadap APBD adalah sebesar 45 % sedangkan
rasio pembangunan terhadap APBD hanya sebesar 26 %. Ini
diakibatkan oleh belanja rutin pegawai yang mencapai Rp.
49.750.511.87,00.
Pada tahun anggaran 2006 persentase rasio belanja rutin
terhadap APBD turun sebesar 12 % dari tahun anggaran 2005
menjadi 33 %. Sedangkan rasio pembangunan terhadap APBD
mengalami kenaikan 2 % menjadi 28 % dari tahun 2005. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah daerah sedang mengambil langkah
dan tindakan yang serius dan berarti untuk membenahi
pembangunan daerahnya.
Pada tahun anggaran 2007 persentase rasio belanja rutin
terhadap APBD tetap bertahan pada angka 33 % sama dengan tahun
sebelumnya dan persentase rasio pembangunan terhadap APBD

79

mengalami kenaikan menjadi 39 % dari rasio belanja pembangunan
pada tahun sebelumnnya.
Pada tahun anggaran 2008 persentase rasio belanja rutin
mengalami kenaikan menjadi 43 % dari rasio belanja rutin tahun
sebelumhya, dan rasio belanja pembangunan mengalami penurunan
6 % dari rasio belanja pembangunan tahun sebelumnya menjadi
33 %.
Pada tahun anggaran 2009 persentase rasio belanja rutin
terhadap APBD mengalami kenaikan menjadi 47 % dari rasio
belanja rutin tahun 2008 dan rasio belanja pembangunan tetap pada
level 33 % sama seperti tahun sebelumnya.
Pada tahun anggaran 2010 rasio belanja rutin terhadap APBD
mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi 52 % dan rasio
pembangunan mengalami penururnan sangat tajam pada level 22 %
jauh dibawah angka rasio pembangunan tahun 2009 sebesar 33 %.
Ini artinya APBD pemerintah Kabupaten Boalemo masih
didominasi oleh belanja kebutuhan aparat pemerintahan daerah
(belanja rutin). Pemerintah daerah belum sepenuhnya mengalihkan
fokus aktivitas wilayah pemerintahannya agar mengarah kepada
belanja pembangunan yang tentunya ini akan memberikan dampak
kepada usaha peningkatan pendapatan daerah dari segi pembangunan
daerah. Aktivitas wilayah merupakan rangkaian kegiatan yang tidak
terpisahkan dari pengembangan dan pembangunan wilayah dan
merupakan suatu pengembangan yang terpadu dengan
memanfaatkan saling keterkaitan antar sektor yang membentuk

80

struktur ruang wilayah. Wilayah sebagai wadah kegiatan ekonomi
memiliki peran penting bagi wilayahnya sendiri maupun daerah
disekitar wilayah. Memahami sistem aktivitas wilayah, pola perilaku
manusia merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan wilayah, yaitu sistem kegiatan yang menyangkut
hubungan yang lebih kompleks (cross relationship) dengan berbagai
sistem kegiatan yang lain, baik dengan perorangan, kelompok dan
lembaga.
4.6.4. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)


5 , 2
Pinjaman Biaya Bunga Angsuran Pokok Total
BW DAU BD PAD
DSCR


Tabel 4.9
Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Kabupaten Boalemo Tahun 2005/2006 2010

No. Tahun DSCR
1 2006 22,91
2 2007 129,91
3 2008
0,34
4 2009 -10,62
5 2010 43,51
Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) merupakan suatu
pengukuran yang dapat digunakan dalam pembangunan sarana dan
prasarana di daerah, selain menggunakan pendapatan asli daerah,
pemerintah daerah dapat menggunakan alternative sumber dana lain,
yaitu dengan melakukan pinjaman, sepanjang prosedur dan
pelaksanaanya sesuai dengan peraturan yang berlaku.


81

Debt Service Coverage Ratio (DSCR) adalah perbandingan
antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, Penerimaan Sumber Daya Alam, dan bagian Daerah
lainnya seperti Pajak Penghasilan Perseorangan, serta Dana Alokasi
Umum, setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan
angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh
tempo.
Hasil perhitungan DSCR pada tabel 4.9 menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Boalemo dalam
membiayai pembangunan sarana dan prasarana daerah. DSCR untuk
tahun anggaran 2006 2007 serta 2010 masing-masing sebesar
22,91 dan 129,91 serta 43,51; ditahun 2008 sebesar 0,34; ditahun
2009 sebesar -10,62. Untuk tahun 2006 dan 2007 dimana DSCR >
2,5 artinya bahwa ditahun anggaran tersebut penerimaan APBD
tahun sebelumnya sangat besar apabila dibandingkan dengan belanja
daerah yang telah dikelurkan di tahun anggaran 2005, sehingga
pemerintah Kabupaten Boalemo tidak mengalami kekurangan dana
yang begitu berarti untuk melakukan pinjaman daerah. Sedangkan
untuk tahun anggaran 2008 - 2009 DSCR< 2,5 yang artinya secara
potensial apabila terjadi kekurangan dana, maka untuk mencukupi
kebutuhan belanjanya, Kabupaten Boalemo memiliki kesempatan
untuk melakukan pinjaman yang ditujukan untuk membiayai
pengadaan pembiayaan prasarana daerah. Yang patut diteladani
bahwa pemerintah daerah Kabupaten Boalemo sesuai data analisis

82

dari tahun anggaran 2005 2010 belum pernah melakukan pinjaman
daerah sebab sampai dengan tahun anggaran 2010/ 2011 ini
pemerintah daerah Kabupaten Boalemo masih memiliki Sisa Lebih
Perhitungan Anggara (SILPA) sebesar 13 miliar pada bank daerah
dan merupakan saham daerah terbesar.
Perhitungan DSCR merupakan salah satu cara untuk
menggambarkan besarnya pinjaman daerah dan besarnya jumlah
angsuran pokok pinjaman yang dapat dilakukan pada tahun anggaran
berikutnya, karena ketentuan-ketentuan dimana jumlah kumulatif
pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75 % dari
jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya dan DSCR< 2,5
bertujuan memberikan pedoman kepada daerah agar dalam
menentukan jumlah pinjaman jangka panjang perlu memperhatikan
kemampuan daerah untuk memenuhi semua kewajiban daerah atas
pinjaman daerah dan untuk menjaga agar kumulatif jumlah pinjaman
daerah tidak melampaui batas-batas yang dianggap masih aman bagi
perekonomian nasional, dimana pertimbangan perekonomian
nasional antara lain bila terjadi keadaan moneter nasional yang
menunjukkan perlunya melakukan pengendalian yang lebih ketat
atas jumlah pinjaman daerah.
4.6.5. Rasio Pertumbuhan
1 - Xn PAD Penerimaan Realisasi
1 - Xn - Xn PAD Penerimaan Realisasi
PAD Penerimaan Realisasi
1 - Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi
1 - Xn - Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi
Pendapatan n Pertumbuha Rasio




83

1 - Xn PAD n Pembanguna Belanja Realisasi
1 - Xn - Xn n Pembanguna Belanja Realisasi
n Pembanguna Belanja n Pertumbuha Rasio

Xn = Tahun Yang dihitung
Xn-1 = Tahun Sebelumnya
Tabel 4.10
Rasio Pertumbuhan APBD Kabupaten Boalemo
Tahun 2005/2006-2010

Tahun
Rasio
PAD
Rasio
Pertumbuhan
Pendapatan
Rasio
Pertumbuhan
Belanja
Rutin
Rasio
Pertumbuhan
Belanja
Pembangunan
PDRB Tenaga Kerja
ADHB ADHK Bekerja
Pengangguran
Terbuka
2006 1,00 % 0,66 % 0,42 % 1,09 %
438.259,68 254.636,75 - -
2007 0,30 % 0,40 % 0,25 % 0,75 %
517.438,11 272.683,01 48.132 4.128
2008 0,20 % 0,52 % 0,57 % (0,007%)
613.527,66 292.766,73 46.712 2.992
2009 (0,25%) 0,18 % 0,06 % (0,009%)
710.769,82 310.752,67 51.629 2.452
2010 (0,03%) 0,18 % 0,27 % (0,27%)
- - - -
Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010

Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke
periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk
masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran,
dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu
mendapatkan perhatian.
Rasio belanja pembangunan dan rasio penerimaan PAD
pemerintah daerah Kabupaten Boalemo sesudah otonomi daerah
yang ditunjukkan pada tabel 4.10 mengalami trend yang negatif pada
tahun 2008 sebesar (0,007 %) tahun 2009 sebesar (0,25 %). Ini
disebabkan semakin kecilnya penerimaan dari sisi non pajak
(pendapatan lain-lain). Meskipun DAU yang dikucurkan oleh

84

pemerintah pusat semakin besar, namun tidak didukung oleh
peningkatan dari sisi pendapatan lainnya.
Realisasi rasio pertumbuhan pendapatan dari tahun 2006 -
2010 membawa trend yang positif (hasilnya semakin mengecil),
sangat membawa efek terhadap realisasi penerimaan PAD yang
semakin berkurang. Disisi lain, rasio pertumbuhan pendapatan yang
hasilnya berada sedikit diatas dari rasio pertumbuhan belanja rutin
menunjukkan bahwa belanja rutin yang dikeluarkan dari tahun 2005-
2010 cenderung tidak begitu besar. Sebab pada saat ini pemerintah
daerah Kabupaten Boalemo secara bertahap, mulai memprioritaskan
belanja pembangunan untuk perbaikan infrastruktur daerah.
Berdasarkan hasil perhitungan, pertumbuhan kinerja
pemerintah daerah Kabupaten Boalemo belum begitu baik karena
selama kurun waktu 5 tahun tersebut ini terlihat pada tabel 4.8 rasio
PAD dan belanja pembangunan berada dibawah rasio belanja rutin
kecuali rasio pertumbuhan pendapatan sedikit menjadi penyeimbang
dari ketiga rasio tersebut. Pertumbuhan suatu daerah dapat
dikatakan baik karena pemerintah daerah dapat mengefisienkan
biaya yang dikeluarkan untuk belanja rutin dan lebih mengefektifkan
penggunaan pendapatan yang diperoleh daerah untuk sektor
pembangunan yang dapat mendukung peningkatan penerimaan PAD.
Pemerintah Kabupaten Boalemo optimis untuk terus
menaikkan pertumbuhan ekonomi, terutama diharapkan dari
sumbangan beberapa sektor dominan seperti perikanan, pertanian,
perkebunan, kehutanan serta perdagangan dan jasa, yang dapat

85

menunjukkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari sebelumnya.
Hal ini menjadi komitmen pemerintah daerah Kabupaten Boalemo
yang sangat kuat untuk menciptakan iklim investasi yang semakin
kondusif dan terbuka, sehingga menjadi daya tarik para investor
untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Boalemo.

86

BAB V
SARAN DAN KESIMPULAN

5.1. Saran
Berdasarkan atas hasil penelitian diatas maka ada beberapa saran
yang dapat diberikan penulis guna mendukung kemajuan program
kemandirian keuangan daerah pada Kabupaten Boalemo sebagai berikut :
1. Pemerintahan daerah Kabupaten Boalemo secara bertahap harus
mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerah, terutama untuk
penerimaan DAU/DAK dari pusat, misalnya dengan ekstensifikasi dan
intensifikasi retribusi dan pajak daerah semakin di maksimalkan lagi.
2. Pemerintahan daerah Kabupaten Boalemo seharusnya lebih banyak
mengalokasikan dana untuk pembangunan publik yang masih
relatif kecil dibandingkan dengan anggaran yang bersifat operasional
pegawai. Hal ini dikarenakan belum terlalu optimalnya kegiatan
pembangunan publik dalam program MANTAP Boalemo (periode
2007-2012) yang telah ditetapkan, sarana dan prasarana untuk
penunjang sektor jasa-jasa dan keuangan/ perbankan lebih ditingkatkan
lagi terutama yang harus lebih diperhatikan dan diaplikasikan adalah
sektor pembangunan yang berdampak multiplier effect dan pengaruh
langsung terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dan investasi
daerah.
3. Pemerintah daerah seharusnya melakukan internal audit secara lebih
intensif, kontinyu dan independensi untuk mengetahui penyebab adanya

87

peningkatan pengeluaran baik untuk belanja rutin maupun belanja
pembangunan. Hal tersebut untuk menelusuri apakah peningkatan
pengeluaran tersebut dikarenakan belanja yang semakin besar, atau
apakah adanya diskresi yang berimplikasi pada realisasi APBD. Internal
audit tersebut juga berfungsi untuk menilai apakah pengelolaan
keuangan daerah sudah dijalankan secara jelas, ekonomis, efektif dan
efisien.

5.2. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis data, dapat digambarkan bahwa kinerja
keuangan pemerintahan daerah Kabupaten Boalemo masih menunjukkan
rata-rata kinerja keuangan daerah yang masih belum stabil. Dimana hasil
perhitungan disetiap tahun masih mengalami angka yang naik turun
sehingga beberapa rasio keuangan masih menunjukkan trend positif dan
trend negatif. Namun, disisi pertumbuhan PDRB, Kabupaten Boalemo
terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun sehingga pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Boalemo juga terus mengalami kenaikan yang
signifikan yang berarti terjadi peningkatan pendapatan masyarakat setiap
tahun terutama pada sektor pertanian dan jasa-jasa. Hal ini disebabkan
oleh pemerintah daerah Kabupaten Boalemo belum optimal didalam
pengelolaan kekayaan sumber daya daerah yang tersedia namun untuk
pendapatan asli daerah yang diterima sebagian besar mulai terserap
dengan sepenuhnya sehingga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

88

ekonomi daerah. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian yang
menggunakan beberapa rasio keuangan antara lain rasio kemandirian
keuangan daerah, rasio efektifitas dan efisiensi pendapatan asli daerah,
rasio aktivitas, debt service coverage ratio (DSCR), dan rasio
pertumbuhan.
2. Untuk rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Boalemo sampai
dengan tahun anggaran 2010 persentase perhitungan rasio kemandirian
keuangan daerah masih kurang stabil karena trend - nya masih
mengalami naik turun terhadap hasil perhitungan persentasenya. Artinya
adalah ketergantungan daerah masih sangat tinggi, terutama terhadap
penerimaan dari bantuan pemerintah pusat berupa DAU/DAK.
3. Berdasarkan hasil perhitungan untuk rasio efektifitas dan efisiensi
pendapatan asli daerah, kemampuan penerimaan daerah Kabupaten
Boalemo belum proporsional karena masih mengalami rasio yang naik
turun. Kinerja pemerintah Kabupaten Boalemo belum efektif karena
rasio efektifnya belum mencapai 1 (satu) atau 100 persen, kecuali untuk
tahun 2005/2006 dan 2007. Sedangkan untuk kinerja pemerintah
didalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah) sudah efisien yang
ditandai dengan trend rasio yang kurang dari 1 (satu) atau 100 (seratus)
persen dari tahun ketahun.
4. Didalam pengukuran terhadap rasio aktivitas dapat diketahui bahwa
sebagian besar dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten
Boalemo setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah masih
diprioritaskan untuk pemenuhan belanja rutin pegawai, sehingga rasio
belanja pembangunan publik terhadap APBD masih relatif kecil.

89

5. Untuk rasio Pertumbuhan APBD, kinerja pemerintah daerah Kabupaten
Boalemo belum optimal, karena selama kurun waktu 5 (lima) tahun rasio
PAD dan belanja pembangunan berada dibawah rasio belanja rutin
kecuali rasio pertumbuhan pendapatan sedikit menjadi penyeimbang dari
ketiga rasio tersebut. Capaian realisasi rasio pembangunan ditahun
2005/2006 - 2007 membawa trend yang positif karena membawa efek
terhadap peningkatan PAD dan pertumbuhan pendapatan yang lebih
besar dari rasio pertumbuhan belanja pada tahun anggaran tersebut.
6. Berdasarkan perhitungan rasio DSCR menunjukkan kinerja yang
semakin baik karena mengarah ke-trend yang positif. Pemda Kabupaten
Boalemo tidak terlalu mengalami kekurangan dana yang begitu berarti
sebab sesuai data analisis dari tahun anggaran 2005 2010 pemda
Kabupaten Boalemo belum pernah melakukan pinjaman daerah karena
masih memiliki saham sebesar 13 miliar pada bank daerah setempat
sampai dengan tahun anggaran 2011 ini.
Selain itu terdapat pula beberapa faktor yang sangat berpengarauh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, yaitu :
1. Kewenangan daerah yang semakin luas garis birokrasinya dan ini
kemungkinan berakibat kepada jabatan dan kewenangan yang diberikan
didalam pengambilan keputusan/ kebijakan (diskresi).
2. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) pada pemerintahan
kabupaten/kota yang menjadi kultur dalam organisasi publik, sehingga
ini menjadi kendala dalam peningkatan kinerja keuangan.
3. Pengelolaan keuangan pemda Kabupaten Boalemo yang sedang menuju
pada penataan akuntansi pemerintahan yang baik, masih sering

90

mengalami kendala disana-sini akibat dari penerapan kebijakan yang
belum sesuai dengan kondisi daerahnya.
4. Sistem pengawasan (internal control) yang belum efektif akibat belum
memadai sumber daya manusia yang diharapkan dengan baik dalam
peraturan maupun praktek lapangan.
5. Suhu politik yang semakin tinggi akibat dari persiapan pesta demokrasi
Pemilihan Bupati/Wabup Kabupaten Boalemo dan Pemilihan
Gubernur/Wagub Gorontalo pada bulan nopember 2011 secara
bersamaan. Sehingga kinerja keuangan pemda akan berpengaruh sekali
terhadap dampak yang diharapkan.

91

DAFTAR PUSTAKA

Ajhar, Mhd. Karya Satya, 2008. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah, Tesis,
Departemen Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anderson, 2003. Kebijakan Publik sebagai Kebijakan yang Dibangun oleh Badan
dan Pejabat Pemerintahan.

Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, 2010. Realisasi APBD Kab.
Boalemo 2005 2010.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, 2007. Kab. Boalemo Sekilas
Lintas, Kabupaten Boalemo.

Badan Pusat Statistik, 2007. Kab. Boalemo Dalam Angka 2007 (Boalemo in
Figures 2007), BPS, Kabupaten Boalemo, Pemerintahan Kabupten
Boalemo.

Bastian, Indra, 2001. Manual Akuntansi Keuangan Pemerintahan Daerah, BPFE ,
Yogyakarta.

________ , 2006. Akuntansi Sektor Publik, Erlangga, Yogyakarta.

_________ ,2006. Akuntansi Sektor Publik Edisi 2, Salemba Empat. Jakarta.

Erfa, Azhir, 2008. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Setelah
Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh
Utara), Skripsi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Halim, Abdul,2002. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah,
Salemba Empat, Jakarta.

_________,2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi,
UPP UMP YKPN, Yogyakarta.

_________,2007. Akuntansi Keunagan Daerah, Salemba Empat, Jakarta.

Haryati, Sri, 2006. Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan
Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000
dan 2000-2001, Skripsi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Henderson, Dale A, January 2002. Performance Measure for Non Profit
Organizations, Acconting Journal.

92

Janur, Yurdila, Martha, 2009. Analisis terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah Pada Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah tahun 2003
2007. Sumatera Utara Medan.

Mardiasmo, April 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah : Good
Governance, Democratization, Local Government Financial Management,
Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Sedarmayanti, 2003. Good Governanace (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam
Rangka Otonomi Daerah : Upaya Membangun Organisasi Efektif dan
Efisisen Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Mandar Maju,
Bandung.

Tangkilisan, Hesel Nogi S, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi (Konsep dan
Strategi), Cetakan Pertama, Penerbit Yayasan Pembaharuan Administrasi
Publik Indonesia dan Lukman Offset.

_________, 2006. Manajemen Modern untuk Sektor Publik : Strategic
Mangement, Total Quality Management, Balance Score Card and Scenario
Planning, Edisis Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit Balairung &
Co, Yogyakarta.

_______, 2006. Forum Diskusi Dosen Akuntansi Sektor Publik. Standar
Akuntansi Pemerintahan: Telaah Kritis PP Nomor 24 Tahun 2005, BPFE,
Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah nomor 08 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Boalemo nomor 15 tahun 2005 tentang
Pembentukan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Negara.


93

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Tanggal 14 oktober 1999 Tentang
Pembentukan Kabupaten Boalemo.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelola dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat-
Daerah.

Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

You might also like