You are on page 1of 40

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun ini istilah good corporate governance atau tata
kelola perusahaan yang baik telah menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Mulai
populernya istilah good corporate governance tidak lepas dari maraknya skandal
perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang terjadi di
negara-negara barat maupun negara-negara yang ada di asia (sitasi, tahun).
Pada awal tahun 2000-an banyak terjadi kasus manipulasi dan
kebangkrutan yang terjadi di Amerika Serikat. Hal tersebut disebabkan oleh
lemahnya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan tersebut
banyak menimpa perusahaan-perusahaan besar seperti Enron, Tyco, Adelphia,
Global Crossing, Williams Companies, World Com, Dygnegy, JPMorgan Chase,
AOL (Tuanakotta, 2007 ; dalam Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2008).
Salah satu contoh manipulasi yang menimpa Enron menurut laporan sub-komite
Senat Amerika Serikat disebabkan oleh kegagalan Dewan Direksi untuk
melindungi kepentingan pemegang saham Enron. Dewan direksi Enron telah
menyalahgunakan kepercayaan para pemegang saham, antara lain dengan
menjalankan praktik akuntansi berisiko tinggi, dan banyak melaksanakan
transaksi yang sarat dengan benturan kepentingan. (sejarah terjadinya tidak usah
dijelaskan)
Pada tahun 1997-1998 terjadi krisis ekonomi yang menimpa negara-negara
di kawasan asia, khususnya Indonesia. Pada tahun 1999, negara-negara di asia
2

timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali
Indonesia. Banyak pihak yang mengatakan bahwa lamanya proses perbaikan
ekonomi di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance
yang diterapkan dalam perusahaan yang ada di Indonesia. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh McKinsey & Company, yang melibatkan investor di Asia,
Eropa, dan Amerika terhadap lima negara di Asia. Ditemukan, bahwa Indonesia
menduduki posisi paling terakhir dalam pelaksanaan good corporate governance.
Menurut laporan World Bank pada tahun 1999 dalam (Adrian Sutedi,
2011) krisis ekonomi di Asia Timur disebabkan oleh kegagalan sistematik
penerapan corporate governance yang berasal dari sistem kerangka hukum yang
lemah, standar akuntansi dan standar auditing yang tidak konsisten, praktik
perbankan yang buruk, pengawasan board of director yang tidak efektif, serta
kurangnya mempertimbangkan hak pemegang saham minoritas. Dalam
kajiannya, Bank Pembangunan Asia menarik kesimpulan bahwa krisis ekonomi
yang menimpa negara-negara ASEAN adalah terutama akibat sistem corporate
governance yang buruk dalam perekonomian.
Suatu survey tahun 1999 oleh Price Waterhouse Coopers terhadap investor-
investor internasional di Asia, menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sebagai
salah satu yang terburuk dalam standar-standar akuntansi dan penataan,
pertanggungjawaban terhadap para pemegang saham, standar-standar
pengungkapan dan transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan.
Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa
sebagian besar nilai pasar perusahaan-perusahaan Indonesia yang tercatat di
3

pasar modal (sebelum krisis) ternyata overvaluaded. Survey lain yang dilakukan
oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda. Lembaga yang ada di Hongkong ini setiap tahun menerbitkan
hasil penelitiannya mengenai skor peringkat corporate governance di Asia.
Berdasarkan survey PERC, Indonesia menempati posisi tiga terbawah negara
Asia dalam menerapkan corporate governance di Asia. Pengelolaan perusahaan
di Indonesia lebih buruk dari negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura,
Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Tabel. Skor Peringkat Corporate Governance di Asia
Sumber : (PERC, 2000)
Keterangan : makin tinggi skor, maka semakin buruk good governance
(jelaskan dalam paragraf aja) tidakusah menampilkan tabel di penelitian cukup
jabarkan data yg melatarbelakangi masukkan ditinjauan pustaka
Peringkat tersebut tentu sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia.
Karena menurut PERC, buruknya corporate governance mengancam
kelangsungan investasi yang akan masuk ke Indonesia. Padahal investasi asing
itu sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk memulihkan ekonominya yang
sedang dalam kondisi terburuk (Adrian Sutedi, 2011). Sejak saat itu, baik
No Negara Skor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Singapura
Hongkong
Jepang
Filipina
Taiwan
Malaysia
Thailand
Cina
Indonesia
Korea Selatan
Vietnam
2,00
3,59
4,00
5,00
6,10
6,20
6,67
8,22
8,29
8,83
8,89
4

pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian kepada pentingnya
penerapan corporate governance.
Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat
melindungi pihak-pihak minoritas dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para
manajer dan pemegang saham pengendali dengan penekanan pada mekanisme
legal (Shleiver dan vishny, 1997). Pengertian corporate governance menurut
sebagian besar pedoman yang dilakukan oleh organisasi internasional seperti
OECD atau negara-negara maju dalam tatanan common law sistem, mengacu
kepada pembagian kewenangan antara semua pihak yang menentukan arah dan
kinerja suatu perusahaan. Corporate governance secara umum merupakan
seperangkat mekanisme yang saling menyeimbangkan antara tindakan dan
pilihan manajer dengan kepentingan shareholder, karena pada hakekatnya
corporate governance merupakan perimbangan yang harmonis antara pemilik dan
pengelola perusahaan yang didasarkan pada lima prinsip utama yaitu fairness,
transparency, accountability, independency, dan responsibility. Tindakan
monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris, pemberi pinjaman, dan
institusi kepemilikan berdampak pada kinerja ekonomi suatu organisasi (Mehran,
1995; Core, Holthausen dan Lacker, 1999; dan Holderness, 2003; Serli, 2007).
Stakeholders sangat berperan dalam keberhasilan penerapan good
corporate governance, terutama stakeholders primer yaitu karyawan dan
manajemen. Stakeholders dituntut untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan
perusahaan demi meningkatkan kinerja, kesempatan kerja, dan kelangsungan
perusahaan harus mengakomodasi kepentingan stakeholders dan menciptakan
5

adanya sistem yang efektif untuk memberikan akses informasi kepada
stakeholders. Komitmen antara pemilik dan pengelola juga merupakan
pendukung keberhasilan penerapan good corporate governance. Kepentingan
adalah kata kunci dalam permasalahan corporate governance. Perbedaan
kepentingan antara direksi dan pemilik/pemegang saham merupakan masalah
klasik yang selalu timbul atau investor berkepentingan agar kekayaannya
bertambah banyak untuk jangka panjang, dalam artian harga per saham yang
dimilikinya meningkat, sementara direksi memiliki kepentingan tersendiri ketika
menjabat. Perbedaan ini dikenal dengan istilah agency problem.
Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa kepemilikan manajerial
dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance
utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Fama (1980)
menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian
internal utama yang memonitor manajer. Zhuang et al. (2000) menyatakan bahwa
konflik keagenan yang terjadi dalam perusahaan bukan saja antara pemegang
saham dengan manajer tetapi juga antara pemegang saham yang mengendalikan
manajemen dan pemegang saham dalam jumlah kecil yang tidak bisa secara
efektif mengendalikan manajemen. Selain itu konflik keagenan juga dapat
dikurangi dengan cara memberikan insentif kepada agen berdasarkan kinerjanya
dalam perusahaan dan dalam bentuk pengawasan yang berupa penyusunan
laporan keuangan periodik dan adanya fungsi auditing yang bersifat independen
(Francis dan Wilson, 1998). Melalui laporan keuangan sebagai tanggung jawab
agen, principal dapat mengukur, menilai, dan sekaligus mengawasi kinerja agen
6

sampai sejauh mana agen telah bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan
principal.
Penerapan good corporate governance dapat didorong dari dua sisi, yaitu
etika dan peraturan. Dari dorongan etika (ethical driven) datang dari kesadaran
individu-individu pelaku bisnis unuk menjalankan praktik bisnis yang
mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan
menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan
dari peraturan (regulatory driven) memaksa perusahaan untuk patuh terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesadaran dan kepatuhan terhadap
undang-undang merupakan salah satu kunci dalam melindungi investor dan
masyarakat. Banyak negara yang telah mengembangkan berbagai pedoman
maupun peraturan bagi perusahaan publik tentang good corporate governance.
Pemerintah Indonesia juga mendukung upaya perbaikan corporate governance
dengan membentuk Komite Nasional tentang Kebijaksanaan Corporate
Governance (KNKG) yang bertugas untuk memformulasi dan merekomendasi
kebijakan nasional tentang good corporate governance (Surat Keputusan Menteri
Koordinator Bidang Ekonomi dan Industri No. Kep10/M.EKUIN/08/1999).
Untuk meningkatkan pelaksanaan good corporate governance di Indonesia pada
tahun 2000 dibentuklah suatu organisasi atau komite yang dinamakan The
Indonesian Institute Corporate Governance (IICG) yang berusaha mengevaluasi,
mengawasi dan memperbaiki pelaksanaan good corporate governance di
Indonesia.
7

Beberapa penelitian tentang good corporate governance telah banyak
dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Sembiring (2005) melakukan penelitian
tentang karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial.
Variabel yang digunakan antara lain yaitu size, profitabilitas, profil perusahaan,
ukuran dewan komisaris, dan leverage. Sembiring (2005) menyatakan bahwa
size, profile, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan profitabilitas dan leverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Vianney (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik
perusahaan terhadap kualitas good corporate governance. Variabel yang
digunakan yaitu kesempatan investasi, kepemilikan manajerial, leverage, price
earning ratio (PER), size dan faktor regulasi sebagai variabel independen. Hasil
penelitian Vianney menyatakan bahwa kesempatan investasi, price earning ratio,
dan size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas good corporate
governance. Sedangkan variabel kepemilikan manajerial, leverage, dan faktor
regulasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas implementasi
good corporate governance.
Berbeda dengan penelitian Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011) yang
meneliti tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance
terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Hari dan Andri
menggunakan profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas, size, komite audit,
dewan direksi, dan governance committee sebagai variabel independen. Hasil
8

penelitiannya menyatakan bahwa profitabilitas, size, komite audit, dewan direksi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap praktik pengungkapan sustainability
report. Sedangkan Likuiditas, leverage, aktivitas, governance committee tidak
berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability report.
Berbeda lagi dengan Diah (2012) yang penelitiannya sama dengan Vianney
(2010) yaitu tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas good
corporate governance. Diah (2012) menggunakan kesempatan investasi,
konsentrasi kepemilikan, leverage, size, auditor eksternal, dan komposisi aktiva
sebagai variabel independen. Hasil penelitiannya menyatakan hanya size dan
kesempatan investasi yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas good
corporate governance. Sedangkan konsentrasi kepemilikan, leverage, auditor
eksternal, dan komposisi aktiva tidak berpengaruh terhadap kualitas good
corporate governance.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Vianney (2010) dan Diah (2012). Berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu
pada penelitian ini menggunakan kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas,
komite audit, dewan direksi, dan rasio aktivitas perusahaan. Penggunaan variabel
tersebut karena peneliti ingin menguji apakah kesempatan investasi,
profitabilitas, likuiditas, komite audit, dewan direksi dan rasio aktivitas
perusahaan masih memiliki pengaruh terhadap kualitas good corporate
governance. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam rentang
waktu 2009-2011.
9

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengajukan judul
penelitian PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
KUALITAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE ga usah dijelaskan kenapa
ambil judul itu. Latar belakang terlalu banyak
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat disusun berdasarkan latar belakang Berdasarkan
dengan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya,maka perumusan
masalahnya sebagai berikut :
a. Apakah kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, size, komite audit, dan
rasio aktivitas perusahaan mempengaruhi secara simultan kualitas good
corporate governance perusahan ?
b. Apakah kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, size, komite audit, dan
rasio aktivitas perusahaan mempengaruhi secara parsial kualitas good
corporate governance ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sejauh mana kesempatan
investasi, profitabilitas, size, likuiditas, komite audit, dan rasio aktivitas
perusahaan dapat mempengaruhi perusahaan dalam menerapkan kualitas good
corporate governance pada perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI.




10

D. Batasan Penelitian
Penelitian ini akan menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap
kualitas good corporate governance perusahaan. Agar tidak terlalu luas dan lebih
terarah maka peneliti melakukan pembatasan masalah yang ada pada
karakteristik perusahaan yang dalam hal ini diukur dengan menggunakan
kesempatan investasi, profitabilitas , likuiditas, size, komite audit dan rasio
aktivitas perusahaan.
E. Manfaat penelitian
1. Manfaat teori
Secara teori hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan kajian akuntansi keuangan mengenai agency teory
sehingga dapat mengetahui kualitas good corporate governance dan
dampaknya terhadap karakteristik perusahaan. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. (kalo bisa
dalam point seperti a. apa trus b. apa)
2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan investor dalam
proses pengambilan keputusan investasi.
3. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perusahaan,
khususnya mengenai kualitas good corporate governance terhadap
peningkatan kualitas perusahaan.

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Good Corporate Governance
1. Definisi
Konsep good corporate governance baru popular di Asia. Konsep ini
relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance
baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung
dalam OECD (kelompok negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika
Utara) mempraktikkan pada tahun 1999 (Kaihatu, 2006). Pengertian good
corporate governance menurut Cadbury Committee of United Kingdom
(1992), good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.
Menurut Organization for Economic and Development (OECD) dalam
Tjager dkk, (2006) mendefinisikan good corporate governance yang baik
sebagai suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur,
manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang
akan digunakan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan good corporate
governance sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan
12

komisaris, direksi, pemegang saham,dan pemangku kepentingan lainnya. Tata
kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya, dan penilaian
kinerjanya.
Tujuan utama dari good corporate governance adalah untuk
menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (chesk and balances)
untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap
mendorong terjadinya perumbuhan perusahaan. Dalam proses pengambilan
keputusan, organ perusahaan ini juga terkait dengan stakeholders perusahaan,
seperti kreditor, pemasok (supplier), masyarakat, konsumen, pemerintah,
media, dan lembaga swadaya masyarakat.
2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut NCG (National Committte on Governance,2006) dalam
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2008) ada lima prinsip GCG yaitu :
a) Transparansi (transparency)
Kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip
keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.
Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti
bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu
kepada semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada yang
dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda
pengungkapannya.

13

b) Akuntabilitas (Accountability)
Adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina
system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ
sehingga berjalan efektif.
c) Responsibilitas (responsibility)
Adalah prinsip dimana para pengelola wajib memberikan
pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan
kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi
logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para
pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan.
d) Perlakuan yang setara (Fairness)
Merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua
pemangku kepeningan secara adil dan setara,baik pemangku kepentingan
primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun kepentingan
sekunder (pemerintah,masyarakat, dan yang lainnya).
e) Kemandirian (Independency)
Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil keputusan
bersifat perofesional,mandiri,bebas dari konflik kepentingan dan bebas
dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan
14

perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang
sehat.
3. Manfaat Good Corporate Governance
Beberapa manfaat yang akan diperoleh jika perusahaan mampu menerapkan
good corporate governance (Cooper, 2000) adalah :
a) Mudah mendapatkan tambahan modal dari investor, kreditor
b) Biaya modal yang lebih rendah
c) Dapat memperbaiki kinerja perusahaan
d) Dapat mempengaruhi harga saham sehingga menjadi lebih baik
e) Memperbaiki kinerja ekonomi perusahaan
f) Meminimalisasi biaya agency cost
g) Meningkatkan citra (image) perusahaan di masyarakat.
B. Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Jansen dan Meckeling (1976) dalam Dewi Yulfaida (2012)
menggambarkan hubungan agency sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih
(principal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk melaksanakan beberapa
layanan bagi mereka dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan
keputusan kepada agen. Sedangkan Berle dan Means (1932) serta Pratt dan
Zeckhauser (1985) berpendapat bahwa dalam teori agensi, saham dimiliki
sepenuhnya oleh pemilik (pemegang saham) dan manajer diminta untuk
memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Baik principal maupun
agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional dan semata-mata
15

termotivasi oleh kepentingan pribadi. Shareholder atau principal,
mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer atau agen.
Teori keagenan dilandasi dengan tiga asumsi (Eisendhart, 1989), yaitu :
asumsi sifat manusia (Human Assumptions), asumsi keorganisasian
(organizational assumptions), dan asumsi informasi (information assumptions).
Asumsi sifat manusia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) self-interest, yaitu
sifat manusia untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri, (2) bounded-
rationality, yaitu sifat manusia yang memiliki keterbatasan rasionalitas, dan (3)
risk aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih mengelak dari risiko.
Asumsi keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) konflik sebagian
tujuan antar partisipan, (2) efisiensi sebagai suatu kriteria efektivitas, dan (3)
asimetri informasi antara pemilik dan agen. Asumsi informasi merupakan asumsi
yang menyatakan bahwa informasi merupakan suatu komoditas yang dapat
dibeli. Teori keagenan lebih menekankan pada penenuan pengaturan kontrak
yang efsien dalam hubungan pemilik dengan agen. Kontrak yang efisien adalah
kontrak yang jelas untuk masing-masing pihak yang berisi tentang hak dan
kewajiban sehingga dapat meminimumkan konflik keagenan.
Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber
ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai
dengan keinginan terbaik pemegang saham, sebagian dikarenakan oleh pemilihan
yang kurang baik (adverse selection) atau adanya moral hazard, selain itu juga
dapat memicu adanya asimetri informasi dan manajemen laba. Oleh sebab itu
pemegang saham harus memonitor manajer untuk memastikan mereka telah
16

berbuat sesuai dengan ketentuan dan isi kontrak perjanjian (Jensen dan Meckling
1976).
Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang didasarkan pada
teori keagenan. Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan
kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik
(investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan
suatu kecurangan untuk kesejahteraan agen.
C. Hubungan Theory agency dengan GCG
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami good corporate governance. Hubungan keagenan adalah kontrak
antara principal dan agen. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian. Investor berharap manajer akan
menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan. Oleh karena itu
kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu
menjelaskan spesifikasi apa sajakah yang harus dilakukan manajer dalam
mengelola dana dan spesifikasi tentang pembagian return antara manajer dengan
investor. Secara ideal investor dan manajer sebaiknya menandatangani kontrak
yang lengkap,yang menspesifikasikan secara tepat oleh manajer disegala
kemungkinan yang terjadi dan bagaimana laba akan dialokasikan. Namun
demikian sebagian besar faktor kontijensi sulit untuk diwijudkan. Dengan
demikian investor harus memberi hak pengendalian residual kepada manajer
yaitu hak untuk membuat keputusan dalam kondisi tertentu yang sebelumnya
belum terlihat di kontrak.
17

Hak pengendalian residual yang dimiliki manajer dimungkinkan untuk
diselewengkan dan akan menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan
bahwa investor sulit memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka tanamkan
tidak dikelola dengan semestinya oleh manajer. Berkaitan dengan masalah
keagenan, good corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan
pada teori keagenan,diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana
yang telah mereka investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan
bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan
bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan
dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh investor,dan berkaitan dengan
bagaimana para investor mengkontrol para manajer. (Darmawati, 2005 dalam
Gusnadi dan Pratiwi Budiharta, 2008).
Penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance) diyakini dapat
membatasi perilaku manajer yang oportunis. Good corporate governance
merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik
untuk kepentingan stakholders. Pelaksanaan good corporate governance
menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham,
terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip pelaksanaan corporate
governance menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada
pemegang saham tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan
termasuk masyarakat. Melalui prinsip-prinsip dari good corporate governance
18

yakni, transparency, accountability, fairness, dan responsibility yang diterapkan
dalam pelaporan perusahaan diyakini akan menghasilkan suatu informasi yang
akurat dan handal (Gusnadi dan Pratiwi budiharta,2008).
1. Karakteristik Perusahaan
Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada
perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan
perusahaan lain. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda satu
entitas dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan
yang digunakan oleh peneliti yaitu : kesempatan investasi, profitabilitas,
likuiditas, size, komite audit, dan rasio aktivitas perusahaan.
2. Kesempatan Investasi
Didefinisikan sebagai peningkatan yang terjadi pada perusahaan yang
dapat dilihat dari adanya peningkatan asset yang dimiliki atau tingkat
penjualannya (Fijrianti dan Hartono, 2003 dalam Vianney, 2010). Variabel
kesempatan investasi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rata-
rata pertumbuhan penjualan (Durnev dan Kim, 2003; Black dkk, 2003;
Bushman dkk, 2003; Klapper dan Love, 2003 dalam Darmawati, 2006)
Penelitian ini menggunakan rata-rata penjualan


Keterangan :
IO = Investment Opportunity (kesempatan investasi)
S
t
= Sales pada tahun t (tahun berjalan)
IO =
((1+(+1
2


19

S
t-1
= Sales satu tahun sebelum tahun t (tahun berjalan)
S
t+1
= Sales satu tahun setelah tahun t (tahun berjalan)
3. Size
Size perusahaan ikut menentukan tingkat kepercayaan investor. Size
merupakan salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai asset
maupun kinerja perusahaan. Pengertian dari size adalah menggambarkan
besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah
penjualan,rata-rata total penjualan, dan rata- rata total aktiva (Ferry dan Jones
dalam andriyanti, 2007).
Semakin besar perusahaan, maka akan semakin dikenal oleh masyarakat
yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai
perusahaan. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung
mengungkapkan lebih banyak informasi daripada perusahaan yang lebih kecil.
Kemudahan dalam mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan
investor dan mengurangi resiko ketidakpastian (Andreas dan Christina Lawer,
2009).
Beberapa penelitian telah banyak dilakukan dengan memasukkan size
sebagai variabel penelitiannya. Seperti pada penelitian Sembiring (2005) yang
menggunakan variabel size pada penelitiannya tentang pengungkapan
tanggung jawab sosial. Sembiring (2005) mengatakan bahwa size memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Hal yang serupa dilakukan oleh Hari Suryono dan Andri prastiwi
(2011), yang menggunakan size sebagai variabel penelitiannya tentang
20

pengungkapan sustainability report. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
size berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.
Vianney (2010) dan Diah (2012) menggunakan variabel size pada
penelitiannya tentang kualitas good corporate governance. Hasilnya
menyatakan bahwa size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas
good corporate governance. Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur
dengan menggunakan nilai Logaritma dari total asset yang dimiliki masing
masing perusahaan.
4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal
saham tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan
para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan
dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang
rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi
perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas
efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut (Warsono dkk,2009 ; dalam Petri
Natalia, 2012).
Profitabilitas perusahaan yang meningkat juga dapat berasal dari
meningkatnya kapasitas perusahaan atau sumber pendanaan perusahaan dalam
menjalankan aktivitas bisnis. Semakin bertambahnya sumber pendanaan yang
didapat dari pemegang saham, kreditur, serta pemangku kepentingan lainnya,
21

maka perusahaan akan semakin mempunyai kesempatan dalam
mengembangkan aktivitas perusahaan akan cenderung dapat meningkatkan
labanya. Seiring dengan meningkatnya kapasitas atau sumber pendanaan
perusahaan, maka jumlah dan ragam pemangku kepentingan akan semakin
banyak. Hal ini mengakibatkan pengungkapan informasi yang
mengakomodasi kebutuhan pemangku kepentingan mutlak diperlukan.
Pengungkapan informasi ini digunakan sebagai respon tanggung jawab
perusahaan atas pengunaan dana para pemangku kepentingan.
Beberapa penelitian dengan menggunakan profitabilitas telah banyak
dilakukan para peneliti terdahulu seperti Sembiring (2005), Angling (2010),
Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011). Sembiring dalam penelitiannya
menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal yang serupa
diungkapkan oleh Angling (2010), profitabilitas memiliki pengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hari Suryono dan Andri
Prastiwi pun menyatakan hal yang sama, profitabilitas memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.
Profitabilitas dapat diukur melalui beberapa rasio, yaitu : profit margin
(profit margin on sales), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE),
dan laba per lembar saham. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan
dengan menggunakan ROE yang merupakan perbandingan antara laba setelah
pajak (Earning before tax) dengan total ekuitas (total equity).

22



Keterangan :
ROE = Return On Earning
EAT = laba setelah pajak
Total Equity = Total ekuitas perusahaan
5. Likuiditas
Menurut Harnanto (1984) dalam Prayogi (2003), likuiditas merupakan
tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek.
Likuiditas perusahaan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi dana jangka pendek (Prayogi,2003).
Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi berarti menandakan
kemampuan yang besar untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya tepat waktu. Perusahaan yang dapat dengan segera memenuhi
kewajiban keuangannya berarti menandakan memiliki kinerja keuangan yang
baik (Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011).
Penelitian yang menggunakan likuiditas telah dilakukan oleh Prayogi
(2003) dan Hari Suryono dan Andri (2011). Prayogi menyatakan bahwa
likuiditas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sukarela
laporan keuangan perusahaan. Sedangkan Hari Suryono dan Andri Prastiwi
(2011) menyatakan bahwa likuiditas memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pengungkapan sustainability report. Kondisi keuangan yang kuat
akan mendorong perusahaan untuk mengungkap lebih banyak informasi
ROE =



23

sebagai instrumen untuk meyakinkan para stakeholdernya. Rasio likuiditas
diukur dengan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar.



6. Komite Audit
Komite audit adalah komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai
penghubung antara dewan direksi dan audit eksternal, internal auditor serta
anggota independen, yang memiliki tugas untuk memberikan pengawasan
auditor, memastikan manajemen melakukan tindakan korektif yang tepat
terhadap hukum dan regulasi (Jati, 2009 dalam Hari Suryono dan Andri
Prastiwi, 2009). Dalam Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor KEP-
29/PM/2004, peraturan Nomor IX. 1.5 tentang Pembentukan Komite Audit,
setiap Emiten atau Perusahaan Publik berkewajiban untuk memiliki Komite
Audit dan pedoman kerja komite audit (Audit committee charter).
Di dalam perusahaan, komite audit sangat berguna menangani masalah-
masalah yang membutuhkan integrasi dan koordinasi sehingga dimungkinkan
permasalahan-permasalahan yang signifikan atau penting dapat segera teratasi
(Tugiman, 1995 dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Komite audit
yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan bermanfaat untuk
mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggung
jawab penuh dari dewan komisaris. Komite audit mendorong terjadinya
interaksi antara manajemen dengan auditor eksternal, termasuk mengenai
Rasio Likuiditas =



24

estimasi akuntansi, penilaian terhadap manajemen, dan ketidaksepakatan
antara manajemen dan auditor eksternal (SAS No. 90 dalam Hari Suryono dan
Andri Prastiwi, 2011). Beberapa penelitian yang menggunakan variabel
komite audit telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu antara lain
oleh Serli Ike (2011) dan Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011). Serli Ike
(2011) menyatakan bahwa komite audit berpengaruh secara negatif terhadap
kinerja perusahaan. Hal serupa diungkapkan oleh Hari Suryono dan Andri
Prastiwi (2011), hasil penelitiannya menyatakan bahwa komite audit
berpengaruh signifikan terhadap praktik pengungkapan sustainability report.
7. Rasio Aktivitas Perusahaan
Pengertian dari rasio aktivitas perusahaan adalah suatu kondisi yang
menggambarkan tingkat operasi perusahaan dengan asset yang dibutuhkan
untuk menunjang kegiatan operasi-operasi perusahaan (Hadiningsih, 2007
dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Rasio aktivitas antara lain
terdiri dari Total Assets Turnover (TATO) dan Inventory Turnover (ITO).
a) Total Assets Turnover (TATO)
Total Assets Turnover merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur seberapa efisiennya seluruh aktiva perusahaan digunakan untuk
menunjang kegiatan penjualan (Ang, 1997 dalam Widodo, 2007).
Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan
menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dalam
kaitannya untuk mendapatkan laba. Perusahaan dengan tingkat penjualan
yang besar diharapkan mendapatkan laba yang besar pula. Nilai TATO
25

yang semakin besar menunjukkan nilai penjualannya juga semakin besar
dan harapan memperoleh laba juga semakin besar pula. Total Assets
Turnover secara atematis dirumuskan sebagai berikut :


Keterangan :
TATO = Total Assets Turnover
Penjualan = Penjualan bersih perusahaan
Total Aktiva = Total Aset perusahaan pada periode laporan akhir
tahun
b) Inventory Turnover (ITO)
Inventory turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kecepatan perputaran persediaan menjadi kas. Semakin cepat inventory
terjual, semakin cepat investasi perusahaan berubah dan persediaan menjadi
kas (Ang, 1997 dalam Widodo, 2007). Perusahaan yang nilai perputaran
persediaannya semakin tinggi berarti makin efisien dalam kaitannya dengan
pengendalian biaya, efisiensi dalam pengendalian biaya bagi perusahaan akan
berdampak pada peningkatan perolehan laba. Inventory turnover secara
matematis dirumuskan sebagai berikut :


Keterangan :
ITO = Inventory Turnover
TATO =



ITO =



26

Penjualan = Penjualan yang telah dilakukan oleh perusahaan
Rata-rata persediaan = Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan
Semakin tinggi rasio mencerminkan semakin baik manajemen mengelola
aktivanya, yang berarti semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktiva.
Semakin efektif tindakan-tindakan perusahaan dalam pengelolaan dana, maka
perusahaan akan memiliki kecendurungan untuk mencapai kondisi keuangan
yang semakin stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin kuat
merupakan cerminan upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencari
dukungan stakeholder dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Gray,
Kouhy, dkk (dalam Ghozali dan chariri, 2007 dan Hari Suryono dan Andri
Prastiwi, 2011) menyatakan kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada
dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga kegiatan
utama perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Beberapa
penelitian terdahulu tidak banyak yang menggunakan variabel rasio aktivitas
perusahaan dengan kualitas good corporate governance. Widodo (2007)
menggunakan rasio aktivitas dalam pengaruhnya terhadap perubahan return
saham, hasil penelitiannya menyatakan bahwa rasio aktivitas berpengaruh
positif yang signifikan terhadap perubahan return saham. Hari Suryono dan
Andri Prastiwi (2011) menggunakan variabel rasio aktivitas sebagai variabel
penelitiannya dalam meneliti sustainability report. Hasilnya rasio aktivitas
tidak berpengaruh terhadap sustainability report. Karena terbatasnya
penelitian tentang kualitas good coporate governance yang menggunakan
rasio aktivitas sebagai variabel, maka peneliti ingin menguji apakah rasio
27

aktivitas berpengaruh pada kualitas good corporate governance. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan TATO sebagai pengukuran operasional
dari variabel rasio aktivitas perusahaan.
D. Hipotesis
1. Hubungan Kesempatan Investasi dengan Kualitas GCG
Perusahaan yang mempunyai kesempatan investasi yang tinggi akan
senantiasa melakukan ekspansi usaha dengan demikian akan membutuhkan
dana eksternal. Perusahaan berusaha meningkatkan kualitas corporate
governance nya untuk memperoleh dana tersebut (black dkk, 2003, dalam
Darmawati, 2006).
Berkaitan untuk mendapatkan dana eksternal, perusahaan akan
menyajikan suatu informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal (kreditor)
yang terbuka (transparan), tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan
yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, kepemilikan
perusahaan dan lain sebagainya.
Kebutuhan akan GCG yang berkualitas pada perusahaan yang memiliki
kesempatan investasi yang tinggi juga dijelaskan dengan sudut pandang yang
berbeda oleh Durnev & Kim (2003) dalam Vianney (2010). Mereka
menjelaskan bahwa pada saat kesempatan investasi lebih
menguntungkan,return atas investasi dari para pemegang saham pengendali
akan lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang mereka dapat jika
melakukan diskresi terhadap sumber daya perusahaan sehingga akan
28

menerapkan praktik GCG yang lebih berkualitas. Berdasarkan uraian diatas
maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :
H
1
: Kesempatan investasi berpengaruh terhadap kualitas good corporate
governance
2. Hubungan Size dengan GCG
Semakin besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para
stakeholder. Dalam kondisi demikian perusahaan membutuhkan upaya yang
lebih besar untuk memperoleh legitimasi stakeholder dalam rangka
menciptakan keselarasan nilai-nilai sosial dari kegiatannya. Beberapa
penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa variabel tersebut
mempengaruhi perusahaan dalam menerapkan corporate governance.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas good corporate governance
masih bersifat ambigu (Klapper dan Love, 2003 dalam Darmawati, 2006).
Pendapat pertama menyatakan bahwa perusahaan berukuran besar lebih
memungkinkan memiliki masalah keagenan yang lebih banyak pula sehinga
membutuhkan mekanisme corporate governance yang lebih ketat. Alternatif
penjelasan lainnya adalah bahwa perusahaan kecil mungkin lebih memiliki
kesempatan tumbuh yang lebih baik sehingga akan membutuhkan pendanaan
eksternal yang lebih besar. Besarnya kebutuhan akan dana eksternal akan
meningkatkan kebutuhan akan mekanisme corporate governance. Semakin
besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para stakeholder.
Durnev dan Kim (2003) dalam Darmawati (2006) menjelaskan hubungan
ukuran perusahaan dan Corporate Governance dari sudut pandang yang
29

berbeda yaitu perusahaan besar cenderung menarik perhatian dan sorotan dari
public sehingga akan mendorong perusahaan tersebut untuk menerapkan
struktur corporate governance.
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar
maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar aktiva maka
semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka
semakin banyak perputaran uang dan besar kapitalisasi pasar maka semakin
besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva
relative lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan
penjualan dalam mengukur perusahaan (Vianney, 2010). Oleh karena itu,
semakin besar perusahaan, semakin memiliki kecenderungan untuk
mengungkapkan informasi yang lebih banyak sehingga semakin mungkin
untuk melakukan praktek good corporate governance yang berkualitas.
Berdasarkan argumen-argumen tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut :
H
2
: Size berpengaruh terhadap kualitas good corporate governance
3. Hubungan profitabilitas dengan GCG
Seperti pendapat Muhammad et al. (2009) yang dikutip dalam Petri
Natalia (2012) menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas lebih
besar dibanding dengan yang lainya memiliki kecenderungan untuk
mengungkapkan lebih banyak informasi untuk mendukung kelangsungan
posisi perusahaan tersebut. Dengan profitabilitas yang semakin meningkat, hal
30

ini akan memacu perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas
(Singhvi dan Desai, 1971 ; dalam Petri Natalia, 2012). Pengungkapan
informasi ini digunakan sebagai respon tanggung jawab perusahaan atas
penggunaan dana para pemangku kepentingan. Dengan profit perusahaan
yang semakin meningkat dan pengungkapan informasi yang lebih luas, hal ini
akan membuat para pemangku kepentingan akan semakin puas dengan kinerja
perusahaan, sehingga perusahaan akan semakin menerapkan sistem good
corporate governance yang berkualitas. Berdasarkan uraian diatas maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
H
3
: Profitabilitas berpengaruh terhadap kualitas good corporate
governance
4. Hubungan Likuiditas dengan GCG
Menurut Belkaoui (1979) dan Kahl (1949) dalam Prayogi (2003)
berkeyakinan bahwa kekuatan perusahaan yang ditunjukkan dengan rasio
likuiditas yang tinggi akan berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang
tinggi. Hal ini didasarkan pada harapan bahwa kuatnya finansial suatu
perusahaan akan cederung memberikan pengungkapan yang lebih untuk
memberikan informasi yang luas daripada perusahaan memiliki kondisi
finansial yang lemah.
Hasil penelitian Cooke (1989) dalam Prayogi (2003) menunjukkan bahwa
kesehatan perusahaan yang ditunjukkan dalam rasio likuiditas yang tinggi
diharapkan berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. Hal ini
didasarkan bahwa perusahaan yang secara keuangan sehat, kemungkinan akan
31

lebih banyak mengungkapkan informasi dibanding dengan yang perusahaan
yang likuiditasnya rendah. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki rasio
likuiditas yang lebih tinggi akan cenderung memberikan pengungkapan yang
lebih lengkap pula. Dengan demikian perusahaan yang memberikan
pengungkapan yang lebih lengkap akan meningkatkan system good corporate
governance yang lebih berkualitas pula. Berdasarkan uraian diatas maka
hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :
H
4
: Likuiditas berpengaruh terhadap good corporate governance
5. Hubungan Komite Audit dengan Good Corporate Governance
Komite audit merupakan komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai
penghubung antara dewan direksi dan audit eksternal, internal auditor serta
anggota independen, yang memiliki tugas untuk memberikan pengawasan
auditor, memastikan manajemen melakukan tindakan korektif yang tepat
terhadap hukum dan regulasi (Jati, 2009 dalam Hari Suryono dan Andri
Prastiwi, 2011). Keberadaan komite audit sudah tidak relevan lagi dalam
penelitian karena komite audit telah menjadi sesuatu yang dimandatkan. Oleh
karena itu, intensitas pertemuan menjadi salah satu proksi yang dapat
mengindikasikan kualitas dari komite audit. Berdasarkan keputusan Bapepam
Nomor Kep-24/PM/2004 dalam Hari dan Andri, 2009 disebutkan bahwa
komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan
minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan anggaran dasar perusahaan.
Rapat dilaksanakan untuk melakukan koordinasi agar efektif dalam
32

menjalankan pengawasan dan pelaksanaan corporate governance perusahaan
agar semakin baik.
Komite audit merupakan salah satu mekanisme control atas organ
perusahaan yang sangat penting dalam meningkatkan transparansi perusahaan
dan mendorong manajemen agar mengungkapkan lebih banyak informasi.
Keefektifan fungsi komite audit dalam bekerja dapat melindungi kepentingan
dari stakeholder yang menginginkan pengungkapan yang transparansi, jujur,
dan professional. Selain itu, kinerja komite audit yang baik dapat menambah
nilai bagi principal yang menginginkan keselarasan kepentingan dengan agen
(manajer perusahaan) sebagai pelaksana bisnis perusahaan. Semakin
berkualitas komite audit, maka mereka akan semakin dapat memahami makna
strategis dari pengungkapan informasi dan apa yang dibutuhkan stakeholder
secara luas. Oleh karena itu, melalui jumlah pertemuan, komite audit semakin
mampu mendorong manajemen untuk melakukan praktik good corporate
governance yang berkualitas. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut :
H
5
: Komite audit berpengaruh terhadap good corporate governance
6. Hubungan Rasio Aktifitas Perusahaan dengan Good Corporate Governance
Menurut Sartono (2004) dalam Widodo (2007) perputaran aktiva
menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan
aktiva untuk menciptakan penjualan dalam kaitannya untuk mendapatkan
laba. Semakin tinggi efektivitas perusahaan menggunakan aktiva untuk
memperoleh penjualan diharapkan perolehan laba perusahaan semakin besar,
33

hal ini akan menunjukkan kinerja perusahaan. Semakin tinggi rasio
mencerminkan semakin baik manajemen mengelola aktivanya, yang berarti
semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktiva. Semakin efektif
tindakan-tindakan perusahaan dalam pengelolaan dana, maka perusahaan akan
memiliki kecendurungan untuk mencapai kondisi keuangan yang semakin
stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin kuat merupakan cerminan
upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencari dukungan stakeholder dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan semakin baiknya aktivitas
perusahaan maka akan berdampak pada kinerja perusahaan, dan hal ini akan
berdampak pada praktek good corporate governance yang berkualitas. Maka
dengan uraian diatas tadi, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
H
6
: rasio aktivitas perusahaan berpengaruh terhadap kualitas good
corporate governance
E. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh karakteristik
perusahaan dengan kualitas good corporate governance telah dilakukan oleh
beberapa peneliti yaitu : (mending dalam bentuk tabel)
1. Prayogi (2003) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap luas pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan
yang terdaftar di BEJ. Variabel yang digunakan adalah size, kepemilikan
saham, teknologi, likuiditas, dan umur perusahaan. Hasilnya menyatakan
bahwa size, kepemilikan saham, teknologi, likuiditas, dan umur perusahaan
berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan
34

tahunan perusahaan. Sedangkan solvabilitas perusahaan tidak berpengaruh
pada pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan.
2. Sembiring (2005) dalam penelitiannya karakteristik perusahaan dan
pengungkapan tanggung jawab sosial (studi empiris pada perusahaan yang
tercatat di BEJ). Variabel yang digunakan yaitu size, profitabilitas, profile,
ukuran dewan komisaris dan leverage. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
size, profile, ukuran dewan komisari berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan profitabilitas, leverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
3. Saniman Widodo (2007) dalam penelitiannya analisis pengaruh rasio
aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio pasar, terhadap return saham syariah
dalam kelompok Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2003-2005 menggunakan
variabel Total Assets Turnover (TATO), Inventory Turnover (ITO), Return
On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), dan
Price Book Value (PBV). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa rasio
aktivitas (TATO dan ITO), rasio profitabilitas (ROA dan ROE) dan rasio
pasar (EPS dan PBV) menyimpulkan bahwa TATO, ROA, ROE, dan EPS
masing-masing berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap return
saham, sedangkan ITO berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, PBV
berpengaruh negative dan signifikan.

35

4. Angling Mahatma Pian (2010) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik
perusahaan dan regulasi pemerintah terhadap pengungkapan corporate sosial
responsibility pada laporan tahunan menggunakan kepemilikan saham
pemerintah, kepemilikan saham asing, regulasi pemerintah, tipe industri,
ukuran perusahaan dan profitabilitas sebagai variabel penelitiannya. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan saham pemerintah, regulasi
pemerintah, tipe industri dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan
kepemilikan saham asing dan profitabilitas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
5. Vianney (2010) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap kualitas good corporate governance menggunakan kesempatan
investasi, kepemilikan manajerial, leverage, price earning ratio (PER), size,
faktor regulasi sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya kesempatan
investasi, price earning ratio, dan size berpengaruh signifikan terhadap
kualitas good corporate governance. Kepemilikan manajerial, leverage, dan
faktor regulasi tidak berpengaruh terhadap kualitas implementasi good
corporate governance.
6. Serli Ike Arisusanti (2011) dalam penelitiannya Pengaruh kualitas good
corporate governance, kualitas audit, dan earnings management terhadap
kinerja perusahaan menggunakan kepemilikan institusi domestic, komisaris
independen, ukuran komite audit, kualitas audit, earnings management
sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
36

kepemilikan institusi domestic, berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan, sedangkan kualitas audit, keberadaan komite audit, dan earnings
management berpengaruh negative terhadap kinerja perusahaan. Proporsi
komisaris independen, proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
7. Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011) dalam penelitiannya pengaruh
karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap praktik
pengungkapan sustainability report menggunakan variabel profitabilitas,
likuiditas, aktivitas, size, komite audit, dewan direksi, governance committee
sebagai variabel penelitiannya. Hasilnya menyatakan bahwa profitabilitas,
size, komite audit, dean direksi berpengaruh positif terhadap praktik
pengungkapan sustainability report. Sedangkan likuiditas, leverage, aktivitas,
governance committee terhadap praktik pengungkapan sustainability report.
8. Diah Ayu Setyani (2012) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik
perusahaan terhadap kualitas good corporate governance (studi empiris pada
perusahaan yang terdaftar di BEI) menggunakan kesempatan investasi,
konsentrasi kepemilikan, leverage, size, auditor eksternal, komposisi aktiva
sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa size,
dan kesempatan investasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas good
corporate governance. Sedangkan konsentrasi kepemilikan, leverage, auditor
eksternal, komposisi aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas
good corporate governance.

37


Dari beberapa hasil dari penelitian sebelumnya maka dapat diringkas sebagai
berikut :
Prayogi,2003 Pengaruh
Karakteristik
perusahaan
terhadap luas
pengungkapan
sukarela laporan
keuangan tahunan
perusahaan yang
terdaftar di BEJ
Likuiditas,
Solvabilitas, Basis
Perusahaan, Size
Perusahaan, Umur
Perusahaan,
Kepemilikan Saham,
Teknologi
1. Size,kepemilikan
saham, Teknologi,
Likuiditas, umur
berpengaruh pada
pengungkapan
sukarela dalam
laporan keuangan
tahunan perusahaan.
2. Solvabilitas
perusahaan tidak
berpengaruh dengan
pengungkapan
sukarela laporan
keuangan tahunan
perusahaan.
Eddy
Rismanda
Sembiring
(2005)
Karakteristik
Perusahaan dan
Pengungkapan
Tanggung jawab
Sosial (studi
empiris pada
perusahaan yang
tercatat di BEJ)
Size, Profitabilitas,
Profile, Ukuran
Dewan Komisaris,
Leverage
1.Size, Profile,
Ukuran dewan
komisaris
berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan
tanggung jawab
social perusahaan
2.Profitabilitas,
leverage tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan
tanggung jawab
social perusahaan
Saniman
Widodo
(2007)
Analisis pengaruh
rasio aktivitas,
rasio
profitabilitas, dan
rasio pasar
terhadap return
saham syariah
dalam kelompok
Rasio Aktivitas
(TATO dan ITO),
Rasio Profibilitas
(ROA dan ROE) dan
rasio Pasar (EPS dan
PBV)
1. TATO, ROA,
ROE dan EPS
berpengaruh secara
positif dan signifikan
terhadap return
saham sedangkan
ITO berpengaruh
positif tetapi tidak
38

Jakarta Islamic
Index (JII) tahun
2003-2005

signifikan

2. PBV berpengaruh
secara negative dan
signifikan



Angling
Mahatma
Pian Ks,
2010
Pengaruh
Karakteristik
Perusahaan dan
Regulasi
Pemerintah
Terhadap
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility
(Csr) Pada
Laporan Tahunan
di Indonesia
Kepemilikan Saham
Pemerintah,
Kepemilikan Saham
Asing, Regulasi
Pemerintah, Tipe
Industri, Ukuran
Perusahaan,
Profitabilitas
1. Faktor
kepemilikan saham
pemerintah, regulasi
pemerintah, tipe
industri, dan ukuran
perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan
tanggung jawab
sosial perusahaan.
2. Faktor
kepemilikan saham
asing dan
profitabilitas tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
pengungkapan
tanggung jawab
sosial perusahaan.

Vianney,201
0
Pengaruh
Karakteristik
perusahaan
terhadap kualitas
GCG
Kesempatan
Investasi,
Kepemilikan
Manajerial,
Leverage, Price
Earning Ratio
(PER),Ukuran
perusahaan (Size),
Faktor Regulasi.
1. Kesempatan
Investasi ,Price
Earning Ratio, dan
Size berpengaruh
signifikan terhadap
Kualitas Corporate
Governance
2. Kepemilikan
manajerial, leverage,
dan factor regulasi
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas
implementasi GCG

39

Serli Ike
Arisusanti,20
11
Pengaruh Kualitas
GCG,Kualitas
Audit,dan
Earnings
Management
terhadap kinerja
perusahaan
Kepemilikan
Institusi Domestik,
Komisaris
Independen, Ukuran
Komite Audit,
Kualitas Audit,
Earnings
Management
1.Kepemilikan
Institusi Domestik,
berpengaruh positif
terhadap Kinerja
Perusahaan,
sedangkan Kualitas
Audit, Keberadaan
komite audit, dan
Earnings
Management
berpengaruh negatif
terhadap kinerja
perusahaan
2.Proporsi Komisaris
Independen,
Proporsi Dewan
Komisaris, tidak
berpengaruh
terhadap kinerja
perusahaan
Hari Suryono
dan Andri
Prastiwi,
2011
Pengaruh
Karakteristik
Perusahaan dan
Corporate
Governance
Terhadap Praktik
Pengungkapan
Sustainability
Report
Profitabilitas,
Likuiditas, Leverage,
Aktivitas, Ukuran
Perusahaan, Komite
Audit, Dewan
Direksi, Governance
Committee
1. Profitabilitas,
Ukuran Perusahaan,
Komite Audit,
Dewan Direksi
Berpengaruh positif
terhadap praktik
pengungkapan
sustainability report
2. Likuiditas,
Leverage, Aktivitas,
Governance
committee tidak
berpengaruh
terhadap praktik
pengungkapan
sustainability report.
Diah Ayu
Setyani,2012
Pengaruh
karakteristik
perusahaan
terhadap kualitas
Good Corporate
Governance
(Studi empiris
pada perusahaan
Kesempatan
Investasi,
Konsentrasi
Kepemilikan,
Leverage, Ukuran
Perusahaan, Auditor
Eksternal,
Komposisi Aktiva
1. Ukuran
perusahaan dan
kesempatan investasi
yang berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas GCG.
2. Konsentrasi
Kepemilikan,
40


F. Kerangka Teoritis
Variabel Independen (x)



Variabel Dependen (y)











yang terdaftar di
BEI)
Leverage, Auditor
Eksternal,
Komposisi Aktiva
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas GCG
Komite Audit
Size
Profitabilitas
Kesempatan
Investasi
Likuiditas
Kualitas Corporate
Governance
Rasio Aktivitas
Perusahaan

You might also like