You are on page 1of 11

PENYAKIT GINJAL KRONIS

DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjala adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinis dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
(1)

Penyakit ginjal kronis merupakan salah satu penyabab kematian terbanyak di
amerika serikat.
(2)
Indonesia merupakan negara yang sangat luas. Kejadian PGK di
Indonesia diduga masih sangat tinggi. Namun data nasional mengenai PGK masih
belum ada. Studi mengenai prevalensi PGK di Indonesia pada tahun 2003 dan 2004
mendapatkan hasil bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menderita PGK berjumlah
3640 penduduk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah penderita PGK tertinggi
yaitu di Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali
(3)
.



KRITERIA PENYAKIT GINJAL KRONIK
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerolus, dengan
manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.
2. Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1.73m
2
selama 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
(1)


KLASIFIKASI
Klasifikasi didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas
dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG,
yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:




Derajat 1 : kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat (90)
Derajat 2 : kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan (60-89)
Derajat 3 : kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang (30-59)
Derajat 4 : kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat (15-29)
Derajat 5 : gagal ginjal (<15)
(1)

ETIOLOGI
Penyakit ginjal kronis dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. DM.
2. Glomerulonefrtitis kronis
3. Pielonefritis
4. Agen toksis
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Obstruksi traktus urinalisis
7. Gangguan vaskuler
8. Infeksi
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
(1)

Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular
Hipertensif
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan
Penyambung
Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis
nodus
Skelrosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma
fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly congenital
pada leher kandung kemih dan uretra

PATOFISIOLOGI
Ginjal normal memiliki 1 juta nefron, dimana setiap nefron mempunyai
kontribusi pada filtrasi glomerolus. Pada renal injury, ginjal mengalami kemampuan
untuk melakukan filtrasi disebabkan kerusakan yang progresif pada nefron. Nefron yang
tersisa beradaptasi, sehingga bermanifestasi hiperfiltrasi dan kompensasi hipertrophy.
(2)

Dasar patogenesis PGK adalah penurunan fungsi ginjal. Hal ini akan
mengakibatkan produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan ke
dalam urin tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan menyebabkan efek sistemik dalam
tubuh. Sebagai akibatnya, banyak masalah akan muncul sebagai akibat dari penurunan
fungsi glomerulus. Hal ini akan menyebabkan penurunan klirens dan substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
(4)

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus diakibatkan tidak berfungsinya
glomerulus. Hal ini akan mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan
kadar kreatinin serum. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapi dipengaruhi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme jaringan, dan medikasi seperti steroid. Retensi cairan dan
natrium terjadi akibat ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit tidak terjadi. Hal ini akan
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama
keduanya serta peningkatan eksresi aldosteron. Pasien dengan PGK memiliki
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan risiko hipertensi dan hipovolemi,
episode muntah dan diare. Hal ini akan menyebabkan penipisan jumlah air dan natrium
yang semakin memperburuk status uremik.
(4)

Asidosis metabolik merupakan akibat dari penurunan fungsi ginjal. Hal ini
karena ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H
+
) yang belebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk mensekresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat. Penurunan sekresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Amonia terjadi sebagai akibat dari produksi
eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi
dan kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status anemia pasien, terutama
dari saluran gastrointestinal, eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi distensi,
keletihan, angina, dan sesak nafas. Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan
kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada PGK adalah gangguan
metabolisme kalsium dan posfat. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka yang lainnya akan menurun. Dengan
menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium akan mengakibatkan sekresi parat hormon
dari kelenjar paratiroid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parat hormon. Sebagai akibatnya kalsium di tulang
menurun dan menyebabkan perubahan pada tulang (penyakit tulang uremik atau osteo
distropi renal). Proses perubahan pada tulang yang direlasikan pada keseimbangan
fosfat dapat dilihat pada gambar 1.1. Selain itu metabolik aktif vitamin D
(1,25dihidrokolekalsitriol) pada ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal
ginjal.
(4)


Gambar 1. Patogenesis Chronic kidney disease dan komplikasinya terhadap sistem
kardiovaskuler. Pada PGK stage 1 dan 2 terdapat hubungan yang erat antara
merokok, obesitas, hipertensi, dislipidemia, homocysteinemia, inflamasi kronik
dengan faktor resiko, nefropati primer, dan diabetes mellitus. Hal ini dapat
menyebabkan suatu inflamasi kronik pada sistem kardiovaskuler. PGK yang
memburuk dimana telah terjadi kerusakan glumerulus atau jaringan interstisial
disebut dengan PGK stage 3-4. Pada keadaan ini akan terjadi anemia, toksin
uremik, abnormalitas dari kalsium dan fosfat, dan overload natrium dan air. Hal ini
juga dapat menyebabkan inflamasi kronik pada sistem kardiovaskuler. Pada PGK
stage 5 terjadi sklerosis dan fibrosis pada glomerulus. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya inflamasi kronik pada sistem kardiovaskuler dan stimulasi monosit. Hal
ini akan meningkatkan resistensi insulin, metabolisme otot, dan adipositokin. Selain
itu, stimulasi monosit juga akan menyebabkan reaktan fase akut, menurunkan
appetite, remodeling tulang, dan disfungsi endotel.
(4)

Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010. (patof)

PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran Klinis
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
Sindrom uremia

1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium
dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan
edema pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perikarditis (akibat iritasi pada
lapisan perikardial oleh toksin uremik).
2. Sistem integrumenurum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik
merupakan suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedura otot dan kejang.
5. Sistem pulmoner: krekels, sputum kental, nafas dalam dan kusmaul.
6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.
Gambaran Laboratoris
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin (LFG) yang dihitung
menggunakan rumus Kockroft-Gault
kelaina biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hipo atau hiperkloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
Kelainan urinalisis seperti, proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria
Gambaran Radiologis
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
Pielografi antegrad atau retrograd
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
(1)


BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal masih mendekati normal.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
(1)

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. Faktor-faktor komorbid atara lain
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk
susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk
perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting
karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu
dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit
rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada
pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen
natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia
rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti
malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi
dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien
dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti
hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
(1)

Pada umumnya indikasi dialisis pada gagal ginjal kronik adalah bila LFG < 5mL/menit.
Keadaan pasien yang mempunyai LFG <5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis
dianggap perlu bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah:
Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
K serum >6mEq/L
Ureum darah >200 mg/dL
pH darah < 7,1
anuria berkepanjangan (> 5 hari)
Fluid Overloaded
Pada proses dialisis terjadi aliran darah dari luar tubuh. Pada keadaan ini akan terjadi
aktivasi sistem koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan darah. Karena itu pada
dialisis diperlukan heparin selama dialisis berlangsung
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot,
mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung gatal demam, dan menggigil.
(1)


KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal
7. Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
(1)

DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati
S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat penerbitan departement Ilmu penyakit dalam
FKUI; 2006. p. 581-4.
2. Arora P. Chronic Kidney Disease http://emedicinemedscapecom [Internet]. 2014.
3. W P. Incidence, prevalence, treatment and cost of end-stage renal disease In
Indonesia. Ethnic Dis. 2006;16:214-6.
4. K N. Possible Link betweenMetabolic Syndrome and Chronic Kidney Disease in the
Development of Cardiovascular DiseaseCardiol Res Pract. Cardiol Res Pract. 2011;10:1-7.

You might also like