You are on page 1of 76

REFERAT

TUMOR OTAK
Ajeng Indah Pramesti
0961050131
Pembimbing : dr Cynthia Sahetapi
Anatomi Otak
Otak merupakan jaringan yang
konsistensinya kenyal menyerupai agar
dan terletak di dalam ruangan yang
tertutup oleh tulang, yaitu cranium
(tengkorak), yang secara absolut tidak
dapat bertambah volumenya, terutama
pada orang dewasa.
Berat otak manusia sekitar 1400 gram
dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron atau dapat diibaratkan
sejumlah bintang di langit.
Penampang Otak

Jaringan otak dillindungi oleh beberapa
pelindung, mulai dari permukaan luar
adalah kulit kepala, tulang tengkorak,
meningens (selaput otak), dan likuor
serebrospinal.
Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
Duramater (meningens cranial terluar),
arakhnoid (lapisan tengah antara duramater
dan piamater), dan
piamater (lapisan selaput otak yang paling
dalam).
Tentorium merupakan sekat yang
membagi rongga cranium menjadi
supratentorial
infratentorial, memisahkan bagian
posterior-inferior hemisfer serebri dari
serebelum.

Korteks serebrum mempunyai pola
individual (yang berbeda antara
manusia satu dan lainnya) yang
ditandai dengan celah-celah yang
disebut sulkus dan birai-birai yang
dikenal dengan nama girus.
Pembagian Lobus Otak
(1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat
fungsi perilaku, pengambilan
keputusan, dan control emosi;
(2) Lobus temporalis di fosa media; pusat
pendengaran, keseimbangan, dan
emosi-memori;
(3) Lobus oksipitalis di belakang dan di
atas tentorium; pusat penglihatan dan
asosiasi;
(4) Lobus parietalis di antara ketiganya;
pusat evaluasi sensorik umum dan rasa
kecap.
Definisi Tumor Otak
Tumor otak merupakan suatu lesi
ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk
massa dalam ruang tengkorak kepala
(intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (medulla spinalis)
Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer
maupun metastase. Apabila sel-sel
tumor berasal dari jaringan otak itu
sendiri, disebut tumor otak primer dan
bila berasal dari organ-organ lain
(metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostat, ginjal dan lain-lain,
disebut tumor otak sekunder

Klasifikasi tumor otak primer dan
sekunder

Tumor primer biasanya timbul dari jaringan
otak, meningen, hipofisis dan selaput myelin.
Tumor metastasis SSP yang melalui
perderan darah yaitu yang paling sering
adalah
paru-paru prostat,
Ginjal
Tiroid
traktus digestivus
Tumor metastasis SSP secara
perkontinuitatum paling sering masuk ke
ruang tengkorak melalui foramina basis kranii
yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik
nasofaring.

Pada umumnya tumor otak primer
tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu
meduloblastoma yang dapat
bermetastasis ke medulla spinalis dan
kepermukaan otak melalui peredaran
likuor serebrospinalis.
Perbandingan tumor otak primer dan
metastasis adalah 4 : 1.
Epidemiologi tumor otak
Tumor otak primer (80 %)
sekunder (20 %)
Tumor primer kira-kira
50% adalah glioma
20 % meningioma
15 % adenoma
7 % neurinoma.
Pada orang dewasa 60 % terletak di
supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 %
terletak di infratentorial.
Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak
adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma
dan astrositoma.
Statistik primer adalah 10 % dari semua proses
neoplasma dan terdapat 3 7 penderita dari
100.000 orang penduduk.
Etiologi Tumor Ota
Herediter
pada meningioma, astrositoma dan
neurofibroma
Sisa-sisa embrional (Embryonic Cell Rest)
Ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi
ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma.
Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka
terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi
Virus
Substansi karsinogenik
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea
Klasifikasi Tumor Otak Menurut
Borders (1915)
Grade I : diferensiasi sel 75
100%
Grade II : diferensiasi sel 50
75%
Grade III : diferensiasi sel 25
50%
Grade IV : diferensiasi sel 0 25%
Klasifikasi Berdasarkan WHO
TUMOR NEUROEPITHELIAL
Tumor Glial
Astrositoma
Astrositoma Pilositik
Astrositoma Difus
Astrositoma Anaplastik
Glioblastoma
Xantoastrositoma Pleomorfik
Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
Tumor Oligodendroglial
Oligodendroglioma
Oligodendroglioma Anaplastik

Glioma campuran (Mixed Glioma)
Oligoastrositoma
Oligoastrositoma Anaplastik
Tumor Ependimal
Ependimoma Myxopapilari
Subependimoma
Ependimoma
Ependimoma Anaplastik
Tumor Neuroepithelial lainnya
Astroblastoma
Glioma Koroid dan ventrikel III
Gliomatomosis serebri
Tumor Neuronal dan campuran neuronal
glial
Ganglisitoma
Gangliglioma
Astrositoma desoplastik Infantile
Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
Neurositoma operasi
Liponeurositoma Serebelar
Paraganglioma
Tumor Non-glial
Tumor Embrional
Ependimoblastoma
Meduloblastoma
Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
Tumor Pleksus Khoroideus
Papiloma Pleksus Khoroideus
Karsinoma Pleksus Khoroideus


Tumor Parenkim Pineal
Pineoblastoma
Pineositoma
Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
TUMOR MENINGEAL
Meningioma
Hemangoperisitoma
Lesi Melanositik
TUMOR GERM CELL
Germinoma
Karsinoma Embrional
Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
Khoriokarsinoma
Teratoma
Tumor Germ cell bercampuran
TUMOR SELLA
Adenoma hiposifif
Karsinoma Prostat
Kraningofaringoma
TUMOR DENGAN HISTOGENESIS
YANG TIDAK JELAS
Hemangioblastoma Kapiler
LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT
PRIMER
TUMOR NERVUS PERIFER YANG
MEMPENGARUHI SSP
TUMOR METASTASIS

Astrositoma
Frekuensi kasus 17-30% dari semua
glioma dan 11-13% dari seluruh tumor
otak.
Tumor ini berasal dari sel astrosit
yang merupakan bagian dari jaringan
penunjang otak.

Sistem grading yang popular pada
astrositoma adalah pembagian atas
Grade I sampai IV.
Kernohan dan kawan-kawan
menggabungkan Grade III dan IV dan
menamakannya menjadi astrositoma
anaplastik atau glioblastoma (sesuai
dengan derajat anaplasianya).
Pembagian astrositoma menurut
WHO:
fibriler,
protoplasmic,
dan gemistositik, dan
tipe-tipe pilositik,
subependymal giant cell,
astroblastoma,
anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada
semua golongan umur dengan usia
kasus rata-rata berkisar antara 35-40
tahun
Astrositoma yang diferensiasinya baik
cenderung pada kelompok usia yang
lebih muda; sedangkan yang
anaplastik lebih sering kelompok usia
menengah.
Predileksi jenis kelamin kasus usia
dewasa didominasi oleh laki-laki.
Keluhan astrositoma
72% astrositoma serebrum mempunyai
keluhan sakit kepala dan muntah
11% diantaranya cenderung melibatkan nyeri
sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap
tumor).
Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus.
Gejala awal yang sering adalah kejang (40-
75%), baik kejang umum maupun fokal.
Kejang ini merupakan akibat insufisiensi
aliran darah yang sesaat menimbulkan
elektrik yang berlebihan.
19% penderita menunjukkan gejala paresis
atau paralisa, 55% parese fasial dan 41%
parese tungkai.

Gambaran histopatologi pada low
grade astrocytoma adalah memiliki
gambaran sel multipolar dan
multinuklear yang atipik. Sedangkan,
gambaran CT-Scan yang merupakan
suatu revolusi dalam mendiagnosis
astrositoma dengan akurasi 100%
pada low grade astrocytoma
tergambar lesi yang hipodens dengan
sedikit atau bahkan tidak terdapat
massa tumor


Gambaran Histopatologi Low Grade
Astrocytoma

Gambaran CT-Scan
Low Grade
Astrocytoma
Gradasi Astrositoma
Grade I (Astrositoma Pilositik
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering
berkista.
Tumor ini sering dijumpai pada anak-anak dan
dewasa muda.
Tumor ini merupakan tumor glial yang tersering
pada anak, sekitar 10% melibatkan bagian
serebral dan 85% mengenai serebellum.
Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus
optikus, kiasma optikum, hipotalamus, ganglia
basalis, hemisfer serebri, serebellum, dan batang
otak.
Gambaran histologinya: berupa sel-sel bipolar
dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar
yang tampak kehilangan teksturnya dengan
mikro kista dan granular bodies.

Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya
lambat dan menginfiltrasi struktur otak di
dekatnya.
Sekitar 35% tumor otak astrositik adalah
jenis ini. Biasanya mengenai orang-orang
usia dewasa muda dan cenderung untuk
menjadi ganas ke arah astrositoma
anaplastik da glioblastoma.
Lokasi tumor ini bisa di mana saja, namun
paling sering di daerah serebelar.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa
fibrilasi yang berdiferensiasi baik atau
gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat
varian histologis: astrositoma fibrilari,
astrositoma gemistositik.
Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan
Grade IV (Glioblastoma Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna.
Biasanya muncul secara sporadik tanpa
kecenderungan familial maupun keterlibatan
faktor lingkungan.
Akan tetapi, keduanya dapat menjadi faktor
penyulit pada beberapa kelainan genetic seperti
neurofibromatosis tipe 1 dan 2, syndrome Li-
Fraumeni, dan syndrome Turcot.
Gambaran mikroskopis tumor ini; tampak adanya
peningkatan selularitas, nukleus atipik, dan
aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan
dengan astrositoma difus .
Sedangkan pada glioblastoma multiforme,
secara mikroskopik akan tampak bersifat
anaplastik, seluler glioma berdiferensiasi buruk,
dan juiga seringkali terlihat sel tumor astrosit
pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas
mitosis yang tinggi.

Radioterapi tampaknya cukup
berperan bagi tumor-tumor ini, dimana
banyak peneliti yang mengemukakan
adanya harapan hidup yang lebih
panjang pada penderita-penderita
tumor yang pascabedahnya diberikan
radiasi
Peneliti (+) Radioth/ (-) Radioth/
Bloom dkk 49% 36%
Leibel dkk 35% 23%
Levy & Elvige 36% 26%
Uihlein dkk 54% 65%
Five Year Survival Astrositoma
Gambaran MRI T1 Axial. Preoperatif dan postoperatif
Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel
oligodendrosit.
Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa
dengan puncak insiden antara dekade ke empat
dan keenam.
Derajat rendah muncul pada usia yang sedikit
lebih muda.
Pada laki-laki sedikit lebih dominan dibandingkan
wanita.
Oligondendroglioma merupakan tumor yang
pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya
menyebabkan kejang. J
Tumor oligodendroglioma juga sering
berkalsifikasi.
Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai
frekuensi kira-kira 5% dari seluruh glioma.
Pada ependimoma klasik, secara makroskopisnya
tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan
berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis.
Tumor dapat meluas hingga sudut serebro pontin
melalui foramen Luscka, sisterna magna, dan foramen
magendi serta dapat mencapai batang otak jika sudah
melalui foramen magnum.
Secara histologis akan tampak sel kolumnar uniform
dan sel astrosyte like fibriler yang membentuk barisan
ependimal roossete.
Gejala yang ditemukan mual, muntah, dan nyeri kepala
dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi hari,
diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus
kranialis.

Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan
MRI akan tampak kontras mengisi
daerah tumor di ventrikel lateral.
Pasien didapati mengalami
hidrosefalus.Tumor jenis ini memang
dapat menutupi saluran cairan
serebrospinalis sehingga
menyebabkan hidrosefalus (ventrikel
melebar, jaringan otak tipis)

Gambaran Penumpukan zat
Kontras pada Tumor di
Ventrikel Lateral
Ependimoma
Gangliglioma
Tumor ini berisi sel ganglion dan
neuron abnormal. Tumor ini jarang
terjadi terhadap seseorang
Tumor Primitive
Neuroektodermal Suratentorial
(PNET)
Tumor embrional maligna yang
memiliki diferensiasi yang divergen
dengan derejat yang bervariasi yang
berasal dari matriks germinal dari
primitive neural tube.

Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan
ependimal tabung neural.
Tumor ini dapat terjadi pada semua kelompok usia
termasuk bayi. 35-45% usia < 20 tahun dan kasus
tertua 74 tahun.
Rasio pria dan wanita seimbang.
Persentasi gejala tumor pleksus khoroid biasanya
hanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial tanpa disertai gejala neurologis fokal.
Tumor intraventikel IV kadang juga menimbulkan gejala
nistagmus dan ataksia.
Secara makroskopis, permukaan tumor plexus
khoroideus berwarna kuning kecoklatan, dengan
struktur yang tampak seperti brokoli dengan batas
tegas pada ventrikel, dan disertai adanya kalsifikasi.
Penanganan tumor ini berupa operasi pengangkatan
tumor.

Gambaran MRI T1 Sagital. Postkontras.
Tumor Plexus Khoroideus.
Medulablastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan
bahkan merupakan tumor primer maligna
yang solid dan paling banyak pada anak
30%.
Sekitar 75% kasus tumor ini terjadi pada
anak usia kurang 15 tahun.
Sedangkan pada orang dewasa,
meduloblastoma sangat jarang yaitu sekitar
1%.
Di Amerika Serikat, insiden tahunan dari
tumor ini diperkirakan sekitar 0,5 setiap
100.000 anak.
Tumor ini sebagian besar berasal dari vermis
serebelar (75%) yang meluas hingga
ventrikel IV dan dapat mengisi seluruh
ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi
pada bagian lateral serebelum.
Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai
papiledema, nistagmus, dan diplopia akibat
paresis nervus IV dan VI.
Selain itu, dapat terjadi ataksia,
disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria.
Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa letargi,
irritable, dan dapat terjadi makrosefali yang
progresif dengan fontanella anterior yang
membonjol.
Durasi rata-rata gejala sebelum operasi adalah
4-5 bulan yang kemudian akan secara progresif
memburuk setelah onset.
Penanganan pada tumor ini dapat berupa
operasi yang dikombinasikan dengan radiasi.
Tindakan operasi pengangkatan diharapkan
minimal dilakukan sampai sumbatan saluran
likuor dapat lancer kembali. Radioterapi secara
bermakna dapat meningkatkan five years
survival penderita.

Gambaran MRI
Meduloblastoma di
Cerebellum

Gambaran Histopatologik Sel Rosette pseudorosette pada
pasien dengan Meduloblastoma
Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput
yang membungkus otak (meningen),
bisa menyebabkan berbagai gejala yang
tergantung kepada lokasi
pertumbuhannya.
Para ahli masih belum memastikan apa
penyebab meningioma, namun beberapa
teori telah diteliti dan sebagian besar
menyetujui bahwa kromoson yang jelek
yang meyebabkan timbulnya
meningioma.
Di antara 40% dan 80% dari meningioma
berisi kromosom 22 yang abnormal pada
lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2).

Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga
sering gejala klinisnya tidak begitu
menonjol.
Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa,
kejang, gangguan penciuman,
penonjolan mata dan gangguan
penglihatan.
Pada penderita lanjut usia bisa
menyebabkan hilang ingatan dan
kesulitan dalam berfikir, mirip dengan
yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
Gejala pada pasien meningioma
dapat pula spesifik terhadap
lokasi tumor :
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit
neurologis fokal, perubahan status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah,
gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan
ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman,
masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati
rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya
pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus,
masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola
mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala,
pusing

Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan
penanganan terpilih untuk tumor ini, peranan radiasi
untuk meningioma yang tidak berhasil diangkat
seluruhnya masih belum terlalu jelas, mengingat secara
umum meningioma merupakan tumor yang relatif
radioresisten.
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik,
karena pengangkatan tumor yang sempurna akan
memberikan penyembuhan yang permanen.
Pada orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate
lima tahun adalah 75%.
Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi
keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat
besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat
lebih dari 10% meningioma akan mengalami
keganasan dan kekambuhannya tinggi.


Gambaran CT-Scan
venogram potongan
koronal Meningioma
di Sinus Sagitalis
Superior
Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor
yang vaskuler, dengan terapi
definitifnya adalah reseksi. Seperti
pada meningioma, peranan angiografi
dan embolisasi juga diharapkan akan
meningatkan efektifitas dan
keamanann dari reseksi yang
dilakukan.
Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat
dan merupakan tumor epithelial jinak region
sellar.
Secara embriologi, tumor ini berasal dari sisa
sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal.
Pada minggu keempat gestasi, divertikulum
stomadeum yang berasal dari atap kavum
oral akan membentuk kantung rathke
(Rathke Pouche) yang akan bermigrasi kea
rah cranial membentuk vesikel Rathke dan
bersatu dengan infundibulum.
Vesikel Rathke ini akan membentuk
adenohipofisis yang terdiri dari pars
distalasis, tuberalis, dan intermedia pada
jalur sepanjang lintasan migrasinya akan
terbentuk duktus kraniofaringeal.


Gambaran MRI T1 Postkontras Potongan Koronal
(A) dan Sagital (B) Tumor Kistik Selar dan
Supraselar Kraniofaringioma.
Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan.
Bahkan ada yang menyatakan sebagai
jenis tumor ketiga terbanyak setelah
glioma dan mengioma.
Beberapa literature menyebutkan tumor
ini merupakan 10-15% dari tumor primer
intrakranial.
Insiden pertahunnya sekitar 0,5-8,2%
per 100.000 individu dengan
perbandingan kejadian pada pria dan
wanita yang tidak berbeda.
Kelenjar hipofisis merupakan organ yang
berada dalam fossa hiposfisis atau sela
tursika, dan mempunyai berat sekitar 0,5
gr.
Organ ini terdiri dari dua bagian yang
berasal dari sel embrional yang berbeda,
yaitu
adenohipofisis yang merupakan lobus
anterior kelenjar hipofisis, yang berasal dari
kantung Rathke;
lobus posteriornya, neurohipofisis yang
berasal dari hipothalamus ventral
Tanda dan gejala klinis yang tampil pada
penderita adenoma hipofise diakibatkan
oleh hipersekresi atau hiposekresi satu
atau beberapa hormone hipofise.
Keluhan gangguan penglihatan perlahan
dan nyeri kepala pada 20% penderita.
Penanganan adenoma pituitari
mempunyai tujuan:
(1) dekompresi struktur saraf khususnya
traktus penglihatan dan
(2) restorasi sekresi hormonal yang normal.


Gambaran
Adenoma
Hipofise

Akromegali pada Seorang
Penderita Tumor
Adenoma Hipofise

Gigantisme pada
Seorang Penderita
Tumor Adenoma
Hipofise
Sifat Keganasan Otak
Benigna (jinak)
morfologi tumor tersebut makroskopis
menunjukkan batas yang jelas,
tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-
organ sekitarnya.
Dijumpai adanya pembentukan kapsul serta
tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total.
Tampilan histologisnya menunjukkan struktur
sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa
mitosis, densitas sel yang rendah dengan
diferensiasi struktur yang jelas parenkhim,
stroma yang tersusun teratur tanpa adanya
formasi yang baru.

Maligna (ganas), ditandai oleh
tampilan makroskopis yang infiltrative atau
ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas,
tumbuh cepat serta cenderung membentuk
metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan
total.
Gambaran histologis menunjukkan meningkatnya
selularitas, pleomorfisme walaupun susunan sel
dan jaringannya masih baik, diferensiasi sel
kurang begitu jelas , disporporsi rasio nukleus
terhadap sitoplasma, multinukleus, formasi sel-
sel raksasa, tumbuh cepat dengan mitosis yang
banyak, area nekrosis, pertumbuhan patologis
dan neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk
fistula atau sinusoidal (pintas arteri-vena).
Manifestasi Klinis Tumor Otak
Tekanan Tinggi Intrakranial
Trias gejala klasik dari sindroma
tekanan tinggi intrakranial adalah:
nyeri kepala :
Intermittent
Tumpul
berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di
pagi hari karena selama tidur malam PCO
2

serebral meningkat sehingga mengakibatkan
peningkatan CBF (Cerebral Blood Flow)
lonjakan sejenak seperti karena batuk,
mengejan atau berbangkis memperberat nyeri
kepala.
Penderita sering kali disertai muntah yang
menyemprot (proyektil) dan tidak didahului
oleh mual.
Hal ini terjadi oleh karena tekanan Intrakranial
yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam,
akibat PCO
2
serebral meningkat.
Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran
likuor serebrospinal sering kali ditampilkan
dengan pembesaran lingkar kepala yang
progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol;
sedangkan pada anak-anak yang lebih besar di
mana suturanya relative sudah merapat,
biasanya gejala papiledema
Papiledema memperlihatkan kongesti venosa
yang jelas, dengan papil yang berwarna merah
tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.
Teori mekanisme peninggian tekanan
intrakranial, pada tumor otak:
Karena adanya obstruksi pada system
ventrikel sehingga menghalangi liquor
cerebrospinalis,
Adanya massa tumor yang membesar,
padahal kapasitas tengkorak terbatas untuk
otak dan liquor saja,
Tenaga penyerapan terhadap liquor
cerebrospinal terganggu,
Karena adanya obstruksi pada system vena,
sehingga aliran darah yang kembali ke vena
terhalang,
Karena tumor sendiri merupakan stimulasi
produksi liquor cerebrospinalis, sehingga
terjadi produksi yang berlebihan, seperti
pada papiloma plexus.

Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya
di daerah supratentorial dapat berupa
kejang umum, psikomotor ataupun kejang
fokal.
Kejang dapat merupakan gejala awal
yang tunggal dari neoplasma hemisfer
otak dan menetap untuk beberapa lama
sampai gejala lainnya timbul.



Perlu dicurigai penyebab bangkitan
kejang adalah tumor otak bila:
Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih
dari 25 tahun
Mengalami post iktal paralisis
Mengalami status epilepsi
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak
di korteks, 50% pasien dengan astrositoma,
40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.

Perdarahan Intrakranial
Gejala disfungsi umum
mulai dari gangguan fungsi intelektual
yang tak begitu hebat sampai dengan
koma.
Penyebab umum dari disfungsi serebral
ini adalah tekanan intrakranial yang
meninggi dan pergeseran otak akibat
gumpalan tumor dan edema perifokal di
sekitarnya atau hidrosefalus sekunder
yang terjadi.

Gejala Neurologis Fokal
Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya
menyertai tumor-tumor yang terletak di daerah frontal, temporal,
dan hipotalamus, sehingga sering kali penderiita-penderita
tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau fungsionil.
Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang
berada di hemisfer kiri (dominan).
Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus dan hpotalamus
dapat mengganggu akuitas visus.
Kelumpuhan saraf okulomotorius merupakan tampilan khas dari
tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya tekanan intracranial
yang meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf
abdusens.
Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior;
sedangkan tumor-tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang
sekali) menyebabkan gejalapatognomonik berupa nistagmus
gergaji (seesaw nystagmus); gerakan mata diskonjugat, ventrikal
dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya saling
berlawanan.
Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan
gangguan sensorik serta kadang ada efek visual merupakan
refleksi kerusakan yang melibatkan kapsula interna atau korteks
yang terkait.
Ataksia trukal adalah pertanda suatu tumor fosa posterior yang
terletak di garis tengah. Gangguan endokrin menunjukkan
adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.

Pemeriksaan Penunjang Tumor
Otak
Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan
sken tomografi computer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi
adanya tumor-tumor intrakranial.
Dalam hal ini dapat diketahuisecara
terperinci letak lokasi tumor dan
pengaruhnya terhadap jaringan
sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus
tertentu dapat pula diduga jenisnya
dengan akurasi yang hamper tepat.
Pemeriksaan konvensional seperti: foto
polos kepala, EEG, ekhoensefalografi,
dan

pemeriksaan penunjang diagnostic
yang invasive seperti: angiografi
serebral, pneumoensefalografi sudah
jarang diterapkan, kecuali pada
keadaan-keadaan darurat dengan
Kendala fasilitas pemeriksaan
mutakhir di atas tidak ada atau
sebagai pembantu perencanaan
teknik pembedahan otak.

Diagnosis
Anam
Pemeriksaan Fisik
Elektroensefalografi (EEG)
Foto polos kepala
Arteriografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Computerized Tomografi (CT Scan)

Penilaian CT Scan pada tumor
otak:
Tanda proses desak ruang:
Pendorongan struktur garis tengah otak
Penekanan dan perubahan bentuk
ventrikel
Kelainan densitas pada lesi:
Hipodens
Hiperdens atau kombinasi
Kalsifikasi, perdarahan
Edema perifokal

Terapi
Terapi kortikosteroid
Terapi operatif
Terapi konservatif
Radioterapi
Kemoterapi
Immunoterapi
Prognosis
Prognosis tergantung jenis tumor
spesifik. Berdasarkan data di Negara-
negara maju, dengan diagnosis dini
dan juga penanganan yang tepat
melalui pembedahan dilanjutkan
dengan radioterapi, angka ketahanan
hidup 5 tahun (5 years survival)
berkisar 50-60% dan angka
ketahanan hidup 10 tahaun (10 years
survival) berkisar 30-40%.

You might also like