You are on page 1of 6

TUGAS PAPER

MANAJEMEN PROYEK INDUSTRI



KONTROL KUALITAS PRODUK








JUAN CARLOS SIHOTANG
1206237914

TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
Kontrol Kualitas pada Apotek
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu
kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian
informasi, Monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumerotasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam
menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Sebagai
upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik dengan demikian
pasien mendaptkan edukasi,selain itu kepuasan pasien akan bertambah hal ini akan meningkatkan Citra
farmasi dan apotek di mata masyarakat sehingga pasien akan mempunyai keinginan untuk kembali ke
apotek jika mendapat masalah kesehatannya.
pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mental menyerahkan pengawasan dan
perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan. Dalam
menentukan kepuasan pasien sebaiknya mengikutsertakan keluarga pasien karena keluarga pasien
berhak memberikan input berupa saran atau kritik terhadap pelayanan kesehatan sehingga akan
memberikan hasil keluaran atau output yang membangun untuk pihak institusi dalam memberikan
pelayanan yang bermutu.
Ketatnya persaingan di jaman globalisasi menyebabkan suatu pelayanan kesehatan saling
berlomba untuk mendapatkan konsumen sebanyak mungkin dengan berbagai rnacam sumber daya
yang dimiliki, pada sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen semakin selektif dalam
memilih sebuah produk barang/jasa. Untuk dapat bersaing tidak hanya cukup dengan
memberikan mutu petayanan terbaik dalam mencapai apa yang disebut dengan Customs satisfaction
akan tetapi mutu barang / jasa yang ditawarkan juga harus mampu memberikan
jaminan mutu, sehingga mampu memenuhi tuntutan konsumen. Oleh karena itu penerapan sistem
Manajemen Mutu tidak dapat dihindari lagi.
Menurut Gaspersz (2001), Sistem Manaiemen Mutu (QMS) merupakan sekumpulan prosedur
terdokumentasi dan praktek sesuai standar untuk manajemen sistem yang
bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang dan atau jasa)
terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan
atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi. Sistem Manajemen Mutu mendefinisikan
bagaimana organisasi menerapkan praktek
manajemen mutu secara konsisten untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar. Terdapat b
eberapa karakteristik umum dari Sistem Manajemen Mutu, antara lain sebagai berikut.
Suatu pelayanan kefarmasian yang baik harus menyelenggarakan suatu sistem jaminan
mutu sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannnya sampai
ke tangan konsumen. Jaringan distribusi obat harus menjamin bahwa obat yang didistribusikan
mempunyai izin edar, dengan kondisi penyimpanan yang sesuai terjaga mutunya, dan selalu
dimonitor termasuk selama transportasi serta terhindar dari kontaminasi. Untuk dapat terlaksananya
Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik, maka harus diperhatikan aspek- aspek yang penting yang
mendukung pelaksanaannya antara lain : managemen mutu, Sumber Daya Manusia, bangunan dan
peralatan serta dokumentasi.
Agar pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, maka
dalam pelaksanaan penerapannya diperlukan Standar Prosedur Operasional untuk setiap kegiatan
operasionalnya.
Kepuasan atau ketiak puasan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketiak sesuaian yang dirasakan
antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian.Respon
merupakan reaksi manusia baik bersifat pasif maupun aktif. Respon yang bersifat pasif meliputi
pengetahuan, persepsi, dan sikap. Sedangkan respon yang bersifat aktif berupa tindakan yang nyata.
Menurut kamus Bahasa Indonesia, kepuasan adalah puas dan merasa senang. Kepuasan dapat diartikan
sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk atau
untuk mendapatkan pelayanan jasa. Menurut Oliver, kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan.Tingkat kepuasan merupakan
perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan yang diinginkan. Harapan pelanggan dapat
dibentuk oleh pengalaman, komentar dari keluarga dan informasi dari berbagai media.
Kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari pelayanan kepada pasien. Banyak kegagalan bisnis
terjadi karena pasien dikecewakan sehingga mereka mencari alternatif ke tempat lain. Pendekatan
berdasarkan kepentingan pelanggan (customer oriented) sebaiknya dilakukan secara lebih sistematis
dan efektif. Prosedur untuk melakukan identifikasi kepuasan pelanggan secara singkat dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Identifikasi faktor-faktor alasan kenapa pasien datang ke apotek.
2. Identifikasi alasan-alasan mengapa pelanggan memilih apotek kita.
3. Identifikasi karaktersitik yang disukai apotek kita. .
4. Gunakan temuan sebagai evaluasi.
5. Kembangkan Apotek sesuai dengan keinginan pelanggan.
Kegiatan-kegiatan di atas sebaiknya dilakukan secara sistematis, yaitu dengan melakukan apa yang
disebut Riset Kepuasan Pelanggan lakukanklah secara periodik.
Sampai detik ini kepuasan pelanggan merupakan hal yang krusial bagi sebuah kesuksesan penjualan.
Hanya saja, sampai saat ini tidak ada satu hal pasti untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan yang
diakui secara universal. Karena masing-masing pelaku usaha punya ukuran tersendiri untuk mengklaim
kepuasan pelanggannya. Tapi dari beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan, ada lima konsep
yang bisa menjadi acuan bagi kepuasan pelanggan.
Kepuasan pelanggan secara utuh.
Hal ini bisa diketahui dengan menanyakan kepuasan pelanggan secara langsung. Tanyakan seberapa
jauh pelanggan bisa menikmati produk atau jasa yang digunakannya. Dan tanyakan pula produk-produk
pesaing yang juga digunakan oleh pelanggan. Kemudian mintalah pelanggan untuk membandingkan
produk mana yang lebih baik.
Harapan dan kenyataan
Kahuilah apa harapan pelanggan terhadap produk dan pelayanan yang kita berikan. Dan sejauh mana
kenyataan yang dirasakan pelanggan terhadap harapannya. Semakin mendekati tingkat harapan dan
kenyataan, maka semakin puas lah pelanggan tersebut
Minat pembelian ulang
Semakin sering pelanggan membeli kembali suatu produk atau seringnya pelanggan memanfaatkan jasa
tertentu maka bisa disimpulkan bahwa pelanggan tersebut puas. Selama pelanggan masih memakai
suatu produk maka pelanggan itu bisa dikatakan puas dengan kondisi produk.
Kesediaan merekomendasi
Dalam banyak kasus, pelanggan selalu merekomendasikan kepuasannya pada orang-orang terdekat atau
orang-orang di sekelilingnya. Jika orang yang diberi rekomendasi terpengaruh, maka pengguna suatu
produk akan semakin bertambah. Dengan banyaknya rekomendasi bisa menjadi indikasi bahwa
pelanggan itu puas.
Keluhan pelanggan
Coba deteksi seberapa seringnya anda menerima komplain dan keluhan pelanggan terhadap produk
yang dipakainya. Jika pelanggan sering komplain, mengeluh atau bahkan marah bisa dipastikan
pelanggan sama sekali tidak puas. Tetapi bila sebaliknya, keluhan jarang sekali terdengar atau mungkin
tidak ada sama sekali bisa diindikasikan pelanggan cukup puas.
Kepuasaan pelanggan akan terjadi apabila pelayanan yang diberikan sesuai dengan apa yang diharapkan
pelanggan, akan tetapi sering terjadi kesenjangan antara keduanya. Dalam hal ini ada lima kesenjangan
yang menyebabkan penyajian atau penyampaian layanan tidak berhasil, yaitu :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan pandangan manajemen dimana pihak manajemen
tidak selalu dapat merasakan dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan atau bagaimana
penilaian pelanggan terhadap komponen pelayanan.
2. Kesenjangan antara pandangan atau persepsi manajemen dan spesifikasi mutu pelayanan,
dimana pihak manajemen mungkin saja belum atau tidak menetapkan suatu standar kualitas
yang jelas.
3. kesenjangan antara mutu pelayanan dan sajian atau penampilan pelayanan (service delivery),
dimana banyak faktor yang mempengaruhi sajian pelayanan. Persoalan utamanya antara lain
karyawan yang kurang terlatih, bekerja melebihi kapasitasnya.
4. Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komunikasi eksternal. Harapan pelanggan
dipengaruhi oleh pernyataan atau janji-janji dari pimpinan perusahaan melalui iklan, tetapi
kenyataan yang diperoleh tidak sesuai.
5. Kesenjangan antara jasa pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan karena
perbedaan dalam cara menilai atau persepsi yang berbeda.
Karena adanya kesenjangan-kesenjangan inilah maka kualitas pelayanan harus senantiasa dievaluasi
secara periodik untuk meminimalkan kesenjangan agar kualitas pelayanan dapat dicapai sebagaimana
yang diharapkan.Menurut A Parasuraman, V.A. Zethami dan L.L. Berry ada lima dimensi yang digunakan
oleh pelanggan dalam menilai status kualitas pelayanan :
1. Reliability (kehandalan)
Suatu kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya, kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan, seperti ketepatan waktu dan tanpa kesalahan
2. Assurance (jaminan atau kepastian)
Pengetahuan dan keramahan karyawan serta kemampuan melaksanakan tugas secara spontan yang
dapat menjamin kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan dan keyakinan pelanggan
3. Tangibles (berwujud)
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik harus dapat diandalakan, keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Seperti gedung yang
bagus, peralatan komputer yang canggih dan seragam karyawan yang menarik.
4. Empaty (empati)
Memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi kepada pelanggan dan berusaha memahami
keinginan pelanggan dan turut merasakan apa yang dirasakanpasien.
5. Responsiveness (ketanggapan)
Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat kepada pelanggan,
membiarkan pelanggan menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang
negatif dalam kualitas pelayanan, kemampuan untuk mengatasi hal tersebut secara profesional dapat
memberikan persepsi yang positif terhadap kualitas pelayanan.
Dalam mengevaluasi tingkat kepuasan pelanggan, tingkat kepentingan pelanggan dan tingkat kepuasan
pelangggan atas pelayanan yang diberikan harus dibandingkan untuk menghindari pelayanan yang
berlebihan.

You might also like