You are on page 1of 64

Istanbul, Kota Segala Kota

NAMA awal kota ini Byzantium berubah jadi Konstantinopel ketika Turki di bawah
kekaisaran Romawi Kuno, kemudian jadi Istanbul sebagai ibu kota Kekaisaran Usmani
setelah Sang Penakluk Sultan Mehmed II tahun 1453 merebutnya.
Ketika modernisme Turki membentuk republik tahun 1923 dengan Mustafa Kemal Attaturk
sebagai Presiden Turki yang pertama, ibu kota Turki dipindahkan ke Ankara. Nama Istanbul
tetap, dengan sebutan baru Kota Segala Kota. Tidak lagi jadi ibu kota, tetapi toh pamornya
tak kalah impresif dibandingkan dengan Ankara.
Memasuki Istanbul, pelancong dihadapkan pada sejumlah reruntuhan benteng batu bata
merah, sisa Tembok Theodosius, sisa sistem pertahanan kota abad ke-4. Benteng ini terdiri
atas tembok dalam dan tembok luar. Tembok dalam dengan ketebalan 5 meter di bagian
bawah dan menjulang sampai setinggi 12 meter, yang diapit 96 menara setinggi 18-20 m
dengan masing-masingnya berjarak 55 m (John Freely, Istanbul: The Imperial City, 1996).
Reruntuhan bekas Tembok Theodosius merupakan pintu masuk mengagumi Istanbul.
Obyek utama kota ini Museum Istana Topkapi di atas lahan 7 hektar itu bukan hanya tempat
tinggal raja dan keluarganya, melainkan juga pusat pemerintahan. Seiring dengan hapusnya
monarki, istana kekaisaran yang dibangun Sultan Mehmed II pada 1460-1478 itu dijadikan
museum sejak 23 April 1924 atas perintah Kemal Attaturk.
Melayari Selat Bosforus, salah satu cara paling mudah menyaksikan selintasan keindahan
Istanbul. Selat yang berada antara Laut Hitam dan Marmara itu merupakan urat nadi
perdagangan dunia. Dari bawah jembatan yang menghubungkan dua benua, terlihat
pemandangan menakjubkan, paduan antara Istanbul lama dan Istanbul modern. Keberagaman
Turki pun menonjol, misalnya gereja, masjid, dan sinagoga berdampingan dalam satu
halaman.
Kawasan tua memang berada di sekitar Museum Topkapi. Di kawasan ini pula terdapat pasar
besar (grand bazaar) yang dibangun tahun 1461 oleh Sultan Mehmed II. Dengan luas pasar
yang konon sekitar 1 hektar, di pasar besar ini bisa ditemukan apa saja. Yang penting, pintar
menawar! (STS)












Turki Bonus Umrah Selain
Mesir

Oleh: ST SULARTO

MENGUNJUNGI obyek-obyek wisata di Turki, kita bisa menikmati bukan hanya
pengembangan industri pariwisata, panorama alam, melainkan juga peradaban (hasil
kebudayaan) manusia dari generasi ke generasi, dari usia ribuan tahun sebelum Masehi
(SM) hingga abad ke-21.
Dari peradaban kuno dengan bangunan-bangunan kokoh batu-batu hingga bangunan-
bangunan modern ber-AC. Dari peradaban paganisme di bawah kekuasaan Romawi,
perkembangan kekaisaran Islam Usmani dengan ibu kota Istanbul-nya.
Wilayah Turki yang berada di atas dua benua, Asia dan Eropa, yang dipisahkan Selat
Bosforus, dengan keseharian budaya Barat menonjol tanpa meninggalkan tradisi keagamaan
Islami yang dipeluk oleh hampir 90 persen penduduknya. Dengan pengembangan industri
pariwisata besar-besaran, Turki berpotensi menjadi saingan berat Mesir. Dua puluh lima
tahun lalu, bagi peserta ibadah umrah Indonesia, bonus-nya mampir ke Mesir. Sekarang,
hampir semua rombongan umrah memilih mampir ke Turki daripada Mesir.
Menurut Oemarpenduduk Istanbultiap tiga bulan sekali dari 6 rombongan turis yang
diantarkannya berkeliling di Turki, satu di antaranya dari Indonesia. Dalam setiap perhentian
dengan pasar-pasar suvenirnya di berbagai kota, dialog dalam bahasa Indonesia biasa
diucapkan sepotong-sepotong. Apalagi di Pasar Besar yang terletak di belakang Museum Aya
Sofia Sophia.
Tawar-menawar barang dengan kosakata bahasa Indonesia atau Melayu, oke. Tapi jangan
heran, dalam tawar-menawar itu penjual tiba-tiba marah. Ketika transaksi tidak terjadi,
mereka bertanya, Dari Malaysia?. Begitu ada jawaban Indonesia, mereka pun mencibir.
Turki menawarkan beragam obyek pluralistik kehidupan. Obyek-obyek wisata berlatar Islam
seperti Masjid Biru (Blue Mosque), Masjid Sultan Ottoman di Istanbul, dan Museum
Maulana Jalaluddin Rumi di Konya, Kanakkale, dengan latar belakang kehidupan Timur
Tengah, kota tua Pergamon dengan ikonnya kuda troya yang hanya pernah kita baca dari
karya Homerus dalam kisah Perang Troya tahun 1200 SM, kota tua peninggalan Romawi
Kuno di Hierapolis (Pamukkale) dengan kolam-kolam air mineral bak kapas, dan naik balon
mengitari rumah-rumah cerobong dari tanah liat di Kapadokia. Kedekatan dengan budaya
Yunani Kuno masuk akal karena jarak terdekat ke perbatasan negara itu hanya sekitar 40
kilometer.
Bagi yang tertarik kesejarahan dan latar belakang kekristenan, ditawarkan Efesus dengan
petilasan yang konon Bunda Maria tinggal di Efesus selama tujuh tahundengan
penghargaan tinggi tokoh Maryam dalam Al Quran, obyek ini pun menarik bagi non-
KristenKusadasi dengan reruntuhan Basilika Yohanes Penginjil tempat salah satu murid
Yesus itu dimakamkan, Museum Terbuka Lembah Gerome yang pernah menjadi
permukiman dan biara pemeluk Kristen (Katolik) awal dengan sejumlah orang kudus (santo)
seperti St Barbara, St Philipus.
Bagi yang berminat ke latar belakang kesejarahan, Turki memanjakan mereka. Museum
Istana Topkapi di Istanbul, kota tua Pergamon, kuil kuda troya, dan Musoleum tempat
dimakamkan Kemal Attaturk berikut sejarah perjuangannya menjadikan Turki Modern di
Ankara.
Efesus, Konya
Dari sekian obyek, kota kuno Efesus paling khas, merangkum tradisi paganisme (Romawi
Kuno), kekristenan (Kristen awal) dan keislaman (Ottoman, era Kemal Attaturk yang
kemudian membawa Turki sebagai sebuah negara modern sejak 1923), berikut makam tokoh
sufi Jalaluddin Rumi di Konya.
Efesus (sekarang) terletak antara perbatasan kawasan Selcuk di Provinsi Izmir, dan tercatat
sebagai salah satu kota-kota kuno dunia. Efesus dibangun di atas pantai Sungai Cayster
membentang hingga Gunung Pion. Diperkirakan dihuni sejak zaman tahun 6000 SM.
Pada zaman Yunani Klasik, ketika Turki ada di bawah kekuasaan Romawi Kuno, Efesus
selama bertahun-tahun menjadi kota terbesar kedua setelah Roma, berdasarkan jumlah
penduduknya lebih dari 250.000 jiwa pada abad pertama SM. Awalnya Efesus jadi daya tarik
dengan Kuil Dewi Artemis yang selesai dibangun tahun 550 SM. Terletak lima kilometer
menjorok ke daratan setelah pantai Cayster tertimbun lumpur, Efesus tercatat sebagai salah
satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno.
Selain Efesus, Istanbul dengan ikon utama Istana Kekaisaran Ottoman (1301-1992) yang
menguasai tiga benua merupakan salah satu kekaisaran tertua dalam sejarah. Peziarah akan
dipuaskan berdoa.
Sekitar 258 km dari Istanbul ke Ankara, terletak kota historis Konya dengan obyek Museum
Maulana di mana dimakamkan di sini Maulana Jalaluddin Rumi, pemikir besar dengan salah
satu karya klasiknya, Mathnawi, yang menjadi rujukan ajaran-ajaran sufi. Ditulis dalam
bahasa Persia, sampai sekarang karya aslinya tersimpan di sana. Museum dengan Musoleum
dan karya Maulana Jalaluddin Rumi dan makam enam muridnya itu berikut arsitekturnya
yang khas selesai dibangun 1274.
Mungkin benar kisah Oemartour leaderyang memperkirakan tiap tiga bulan dari enam
rombongan turis asing yang dipandunya satu di antaranya dari Indonesia. Turki menjadi
alternatif peziarah umrah dari Indonesia, dan tentu saingan berat bagi Mesir.
















POJOK KOTA
Kembali ke Titik Nol
Batavia



O... Batavia yang indah, yang telah menyihirku. Di sana alun-alun kota dengan arca
bangunannya yang megah menyibak keagunganmu! Betapa sempurnanya kau! Kanal-
kanalmu yang luas, dengan air jernih yang mengalir, terbangun dengan sangat indah. Tak
ada kota tandinganmu di Belanda.
Petikan sajak berusia hampir 300 tahun di atas adalah gubahan Jan de Marre, seorang pelaut
dan penyair kongsi dagang Hindia Belanda atau yang lebih dikenal dengan VOC. De Marre,
yang berasal 11.000 kilometer jauhnya dari Batavia, mencurahkan cinta matinya terhadap
kota tersebut.
Ya, cikal bakal Jakarta modern itu pada zaman De Marre adalah mutiara yang sanggup
meluluhkan hati siapa pun yang mengunjunginya. Meski kondisi Batavia saat ini sudah jauh
dari apa yang digambarkan De Marre, sisa-sisa keelokannya masih bisa kita nikmati di daerah
yang disebut Kota Tua, Jakarta, dengan Taman Fatahillah dan Museum Sejarah Jakarta
sebagai ikon.
Namun, Kota Tua sesungguhnya bukan cuma itu saja. Kawasan Kota Tua terbentang seluas
864 hektar yang terbagi dalam lima zona, kata anggota staf Seksi Pengembangan Unit
Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, Jakarta, Ario Wicaksono, Jumat (18/7).
Taman Fatahillah dan wilayah sekitarnya hanyalah salah satu bagian di dalam zona kawasan
pusat Kota Lama. Sebanyak empat zona lainnya adalah kawasan Pecinan, kawasan
perkampungan multietnis (Pekojan), kawasan pusat bisnis (Glodok dan sekitarnya), serta
kawasan Sunda Kelapa.
Di kawasan Sunda Kelapa itulah titik nol Batavia tertancapkan. Daerah itu menyimpan jejak-
jejak tertua yang menandai sejarah awal pembangunan dan pengembangan Batavia. Di antara
yang masih bisa disaksikan, selain Pelabuhan Sunda Kelapa, adalah Museum Bahari,
Galangan VOC, dan Menara Syahbandar. Menara Syahbandar berdiri menjulang 15 meter.
Awalnya didirikan tahun 1640. Menara itu dibangun ulang tahun 1839 yang bertahan hingga
kini. Pernah ada ahli dari Belanda yang meneliti di sini dan menemukan bahwa menara ini
adalah titik nolnya Kota Batavia, kata pemandu Museum Bahari, Marury. (Mohamad Final
Daeng)








Cerita dari Sono


SEORANG kawan pernah bercerita tentang permusuhan serta persahabatan antara Abraham
Lincoln (1609-1865), presiden ke-16 Amerika Serikat (Maret 1861-April 1865), dan Edwin
McMasters Stanton (1814-1869), seorang pengacara sekaligus politisi. Lincoln, di mata
Stanton, tidak ada yang baik.
Ketika Lincoln menjadi kandidat presiden AS pada 1860, Stanton sangat gencar
mengkritiknya. Kritiknya begitu tajam, bahkan cenderung kelewat batas. Segala pendapat,
wawasan, sikap, tindak tanduk, bahkan penampilan fisik Lincoln, tak luput dari serangan dan
kritik Stanton. Orang-orang pintar menyebutnya sebagai destructive campaign, kampanye
yang menghancurkan dengan segala cara.
Dari sisi wajah, Lincoln bisa dikatakan tidak tampan. Wajahnya tirus dengan tulang pipi
menonjol, hidung begitu mancung dan besar, serta telinga besar. Semua itu menjadi bahan
ledekan Stanton. Namun, ternyata orang yang tak tampan itu tercatat sebagai presiden besar
dan hebat dalam sejarah AS. Lincoln-lah yang membuat rumusan bahwa demokrasi itu
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Stanton tak menduga bahwa orang yang di matanya tidak bermutu itu ternyata begitu hebat.
Ketika pada 1860 Stanton diangkat menjadi jaksa agung oleh Presiden James Buchanan dari
Demokrat (sebenarnya saat itu Buchanan adalah presiden bebek pincang atau lame
duck karena presiden baru sudah terpilih, yakni Lincoln, dan hanya menunggu
pelantikannya), ketidaksukaannya terhadap Lincoln menjadi-jadi.
Setelah Lincoln dilantik sebagai presiden, dalam suratnya kepada Buchanan pada 1861,
Stanton menulis, Kesintingan pemerintah ini memuncak dalam malapetaka dan kemalangan
serta aib nasional tak dapat ditebus kembali... sebagai hasil dari pemerintahan Lincoln dalam
lima bulan ini.
Meski demikian, Lincoln tak lama kemudian mengangkat Stanton sebagai penasihat hukum
dan kemudian menjadi Menteri Pertahanan pada saat yang sangat penting. Sebab, saat itu, AS
dilanda perang saudara. Meski sudah masuk menjadi anggota kabinet, Stanton tetap
mengkritik Lincoln.
Suatu hari, Stanton mengatakan kepada seorang anggota Kongres bahwa Lincoln itu benar-
benar bodoh. Ketika anggota Kongres itu bercerita kepada Lincoln, Lincoln bertanya, Apa
benar Stanton mengatakan saya bodoh? Jawab anggota Kongres itu, Ya, Bapak Presiden,
bahkan dia tidak hanya sekali mengatakan hal itu. Dengan enteng Lincoln mengatakan,
Kalau Stanton mengatakan saya benar-benar bodoh, memang demikianlah adanya, karena ia
hampir selalu benar, dan biasanya ia mengatakan apa yang ada dalam hatinya.
Meski dibilang sangat bodoh, Lincoln tetap bisa bekerja baik dengan Stanton yang memang
dikenal sebagai pekerja keras. Bahkan, setelah kematian Lincoln karena dibunuh, Stanton
menjadi orang paling berkuasa di AS karena kehebatannya. Padahal, dia bukanlah seorang
presiden.
Lincoln telah mengubah musuh menjadi sahabat karibnya dan pekerja yang hebat. Padahal,
sebelumnya, orang-orang di sekitar Lincolnyang biasanya omongannya sangat beracun
mengatakan, Stanton bisa menusuk dari belakang. Namun, Lincoln mengatakan, demi
kepentingan negara, Stanton-lah orang yang paling dipercaya dan tepat bekerja dengannya.





Dunia Belajar dari
Kegagalan Traktat Versailles

Oleh: Simon Saragih

PERANG Dunia I mengubah perekonomian dunia begitu dahsyat walau dengan jalan yang
sempat memilukan nurani kemanusiaan.
Pemicu perang adalah kematian Franz Ferdinand, calon pemimpin Kekaisaran Austria-
Hongaria, di Sarajevo, Serbia. Kematian Ferdinand membuat Austria-Hongaria, yang dulu
menguasai banyak negara, menyerang Serbia.
Kekaisaran Rusia tak bisa menerima serangan itu karena ingin melindungi etnis Slavia. Ini
menyeret negara-negara di bawah Austria-Hongaria dan musuhnya dalam perang global.
Jerman yang menjadi sekutu Kekaisaran Austria-Hongaria menjadi andalan karena kekuatan
terbesar saat itu. Perang Dunia I pun menyeret masuk Amerika Serikat (AS).
PD I berakhir pada 1918 dengan kekalahan Jerman dan disegel lewat perjanjian damai
bernama Traktat Versailles. Traktat itu dibahas dan diteken di Versailles, Perancis, oleh
Presiden AS Woodrow Wilson, Perdana Menteri (PM) Inggris David Lloyd George, dan PM
Perancis Georges Clemenceau pada 1919. Jerman tak hadir karena tidak diundang, tetapi
terpaksa meneken, seperti dituturkan HW Brands, sejarawan Universitas Texas, AS, di situs
kanal televisi The History Channel.
Traktat Versailles kemudian melahirkan malapetaka lanjutan. Faktanya, Traktat Versailles
malah memicu benih Perang Dunia II, kata Robert J Dalessandro, Direktur US Army Center
of Military History. Hal serupa dikatakan sejarawan militer David Silbey.
Apa pasal? Di Traktat Versailles ada 14 poin yang ditekankan Presiden Wilson. Poin ke-9
meminta Jerman membayar ganti rugi ke negara yang rusak karena diserang. Semua pihak
menerima saja poin-poin itu, termasuk perlucutan wilayah di bawah kekuasaan Kekaisaran
Austria-Hongaria.
Peringatan Keynes
Namun, dalam salah satu sesi pembahasan Traktat Versailles pada 1919, PM Inggris
membawa ekonom muda yang sangat brilian, John Maynard Keynes, dari Universitas
Cambridge. Dia adalah ekonom yang wajib diketahui setiap orang yang belajar
ekonomi. Lewat PM Inggris, Keynes mengingatkan Sekutu bahwa traktat itu akan
menghancurkan perekonomian Eropa meski perang telah usai.
Keynes mengusulkan rencana agar Sekutu lebih dulu memberi Jerman bantuan pembangunan
kembali ekonomi, bukan meminta negara itu membayar biaya rehabilitasi perang. Ini agar
ekonomi Jerman bangkit dan setelah itu baru diminta membayar denda.
PM Lloyd George setuju dengan usulan Keynes, tetapi Presiden Wilson menolaknya. PM
Perancis memengaruhi Presiden Wilson untuk balas dendam kepada Jerman.
Kepada seorang teman, Keynes menulis surat dan menuduh Presiden Wilson sebagai
pemeras terbesar di dunia. Presiden Wilson punya argumentasi bahwa Kongres AS pasti
tak setuju dengan usulan Keynes.
Politik adalah politik, tetapi ekonomi adalah ekonomi. Keynes mengatakan, jika Eropa ingin
dibangun kembali, Traktat Versailles harus diubah. Karena usulannya gagal, Keynes
menyatakan mundur dari jajaran staf pemerintahan Inggris pada 1919.
Berdampak buruk
Sekutu tetap melanjutkan sanksi. Bahkan, kawasan pertambangan Ruhr di Jerman diinvasi
Perancis dan Belgia karena Jerman tak mampu bayar denda. Jerman pun ibarat sudah tak
mampu lagi membeli sepotong roti akibat ekonomi yang semakin kacau. Pada akhirnya,
perekonomian Inggris terkena dampak buruk, demikian pula AS. Muncullah Malaise atau
depresi terbesar sepanjang masa pada 1929.
Di Jerman, derita rakyat secara ekonomi memunculkan perlawanan terhadap para politisinya
yang dinilai telah menggadaikan Jerman lewat Traktat Versailles. Benih nasionalisme
ekstrem pun muncul.
Partai Nazi kemudian mencuat dan pamor Adolf Hitler melejit. Meski sempat diredam, rakyat
menaruh simpati besar kepada partai itu. Inilah bibit PD II saat Jerman lewat Nazi
memobilisasi massa demi perang.
Kekhawatiran Keynes pun menjadi kenyataan. Dalam pandangan Keynes, dunia kala itu
sudah saling terkait secara ekonomi. Itu sebabnya kehancuran ekonomi Jerman akan
memukul balik ekonomi seluruh dunia.
Jauh sebelum Malaise dan jauh sebelum meletusnya PD II, Keynes menuliskan dampak
buruk Traktat Versailles lewat buku berjudul The Economic Consequences of the Peace yang
diterbitkan Desember 1919.
Mengubah strategi
Keynes melihat dendam politik tak berkorelasi positif dengan niat pembangunan kembali
Jerman. Keynes wafat pada 1946. Akan tetapi, teorinya soal pembangunan kembali ekonomi
seusai perang akhirnya diterapkan. Seusai PD II, AS dan Sekutu mengubah taktik dan strategi
pembangunan ekonomi pasca perang.
Lewat Marshall Plan, AS mengubah arah dan membantu reparasi ekonomi Jerman dan
sejumlah negara Eropa lewat bantuan dana pembangunan ekonomi. Marshall Plan mengambil
nama Menlu AS saat itu, George Marshall.
Presiden AS Harry Truman mengubah pendekatan yang dilakukan Wilson seusai PD I.
Hasilnya adalah booming perekonomian dunia yang melejitkan perekonomian AS, Jerman,
Jepang, dan seantero Eropa. Ini juga efektif meredam ekspansi komunisme Uni Soviet.
Dunia belajar dari cara Keynes memandang pola pembangunan kembali ekonomi, yakni
bangun dulu perekonomian sehingga semua orang puas, bahagia, dan punya uang untuk
membayar utang. Pengaruh tulisan Keynes lewat bukunya itu turut menguatkan opini publik
AS soal perubahan strategi rehabilitasi Eropa.
Keynes juga termasuk otak pendirian lembaga dunia Dana Moneter Internasional (IMF) dan
Bank Dunia. Intinya, kolaborasi akbar dunia diperlukan dalam pembangunan di segala bidang
untuk membangkitkan ekonomi dunia dari kehancuran.
Keynes juga menorehkan keyakinan kuat bagi para perencana pembangunan ekonomi bahwa
pemerintah harus tampil sebagai penyelamat ekonomi. Peran pemerintah itu dilengkapi
dengan liberalisasi perdagangan dan meninggalkan mazhab merkantilisme saat negara-negara
hanya ingin mengekspor, tetapi menekan impor. Keynes menginginkan kolaborasi dagang di
antara negara-negara dengan mengandalkan daya saing dan inovasi.
Warisan pemikiran Keynes ini dipakai di banyak negara dan stimulus dana pemerintah adalah
salah satu cara paling efektif membangkitkan perekonomian yang rusak, seperti ditulis
Keynes di buku The General Theory of Employment, Interest and Money. Ide seperti ini
belum terbayangkan banyak teknokrat saat itu.
Ini adalah juga teori pembangunan ekonomi yang diterapkan di Indonesia pada awal Orde
Baru. Indonesia diberikan bantuan dana dan investasi asal AS, Eropa, dan Jepang. Sejak itu
ekonomi RI pun melejit terus hingga sekarang. Terbukti bahwa sebuah negara bisa
berkembang dari ketiadaan uang, yakni dengan utang yang dijamin pembayarannya oleh
pemerintah.
Hugh Rockoff, ekonom AS dari The National Bureau of Economic Research (NBER), di
situs NBER mengatakan, PD I mengubah cara pandang tentang peran pemerintah dalam
pembangunan ekonomi.
Uni Soviet mendaulat postulat Keynes ini sebagai penguat dasar pemikiran ekonomi ideologi
komunis bahwa pemerintah benar-benar harus tampil sebagai penggerak ekonomi. Bedanya,
Keynes tak menginginkan pemandulan peran swasta seperti yang dilakukan komunis.
Dunia telah belajar dari kegagalan Traktat Versailles.
S T R A T E GI MI L I T E R
Ketika Teknologi Ambil
Peran
Oleh: B Josie Susilo Hardianto

DALAM salah satu sesi debat calon presiden yang digelar beberapa waktu lalu, sempat
muncul perbedaan pendapat antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo tentang perlu
tidaknya Indonesia memiliki Leopard, tank tempur utama buatan Jerman.
Isi perbedaan pendapat itu tak banyak berbeda dengan sejumlah pemerhati militer, termasuk
para politisi, khususnya yang duduk di Komisi I DPR, sebelum tank itu dibeli Pemerintah
Indonesia.
Namun, siapa mengira, perdebatan soal tank sebenarnya telah berusia 100 tahun. Perdebatan
terjadi sejak sebelum tank pertama diturunkan dalam pertempuran di Somme, Perancis utara,
dan secara masif diturunkan setahun berikutnya dalam pertempuran di Cambrai, Perancis
timur laut. Keduanya adalah palagan paling mematikan dalam Perang Dunia I.
Dalam buku The Great Battles of World War I, Jack Warren menuliskan, tank pertama kali
diturunkan ke medan perang dalam pertempuran di Somme, September 1916. Mark-I, tank
buatan Inggris yang digadang-gadang sebagai senjata rahasia, diturunkan untuk menghadapi
gempuran senapan mesin Jerman dan melumat kawat berduri yang menjadi benteng utama
parit-parit pertahanan lawan.
Oleh sejumlah pihak, tank dianggap senjata paling revolusioner dalam perang dan jauh lebih
signifikan daripada meriam howitzer dan senjata kimia. Menteri Perang Inggris Lord
Kitchener sempat tak sependapat. Menurut dia, tank adalah mainan yang tak banyak berguna.
Anggapan itu tak sepenuhnya keliru. Medan pertempuran di Somme yang berupa tanah datar
menjadi kubangan yang menjebak Mark I ketika hujan deras mengguyur. Namun, seperti
ditulis dalam Angkasa Edisi Koleksi: Great Battles in World War I, saat diturunkan dalam
pertempuran di Cambrai, tank benar-benar mampu memorakporandakan pasukan Jerman
yang mengandalkan kawat berduri, senapan mesin, dan parit pertahanan yang kuat dan sulit
ditembus pasukan infanteri.
Ketika Inggris menurunkan 400 tanknya, benteng yang membentang dari Arras ke Soissons
sepanjang 72 kilometer itu lumat digilas roda besi monster perang tersebut. Penggunaan tank
dalam pertempuran di Cambrai menghasilkan kemenangan gemilang untuk Sekutu.
Teknologi baru
Selain tank, teknologi baru yang turut unjuk gigi dalam PD I adalah kapal selam dan pesawat
udara. Di udara, pesawat ringan bermesin tunggal dan bersayap ganda memainkan hampir
semua peran, baik sebagai pesawat tempur, pengebom, maupun pengintai.
Senjata yang digunakan mulai batu bata untuk merusak mesin pesawat lawan, lemparan paku,
hingga memasang senapan mesin pada pesawat.
Dalam PD I pula untuk pertama kali kapal selam digunakan secara masif. Teknologi yang
dikembangkan Jerman tersebut mulai unjuk gigi pada dua bulan pertama perang. Korban
pertama U-9 (nama kapal selam pertama Jerman itu) adalah tiga kapal penjelajah Inggris,
yakni HMS Aboukir, HMS Cressy, dan HMS Hogue, yang tengah berlayar di perairan
Belanda.
Namun, dari sekian banyak teknologi terapan yang muncul selama PD I, ada satu senjata
mematikan yang penggunaannya kemudian menuai banyak kecaman. Dalam sejumlah
pertempuran, seperti terjadi di Ypres, Belgia, gas beracun yang mematikan digunakan.
Adalah pasukan Jerman yang pertama kali menggunakan gas beracun untuk melumpuhkan
kekuatan Sekutu. Korban pertama gas klorin Jerman adalah pasukan Kanada dan Rusia.
Desember 1915, Jerman kembali menguji campuran klorin dan fosgen kepada lawan berat
mereka, yaitu Inggris, yang bertahan di Wieltje, tak jauh dari Ypres. Pada 1917, Jerman
kembali menyerang pasukan Kanada di Ypres dengan gas, kali ini menggunakan gas mustard.
Dalam banyak buku dan tulisan tentang Perang Dunia I, frustrasi akibat pertempuran berat di
parit-parit pertahanan telah mendorong sejumlah negara menggunakan gas beracun. Namun,
mereka akhirnya memahami, penggunaan gas beracun merupakan tindakan tak kesatria.
Dalam Konvensi Geneva, penggunaan senjata ini kemudian dilarang.
Namun sayang, hingga zaman modern ini, penggunaan gas beracun dalam konflik bersenjata
masih terus terjadi. Terakhir, dunia dikejutkan penggunaan senjata itu dalam perang saudara
di Suriah.
Dalam banyak sisi, PD I mengubah kompleksitas medan perang dari sebuah pertempuran
yang di era Napoleon dan Perang Saudara Amerika masih mengandalkan kecakapan
penggunaan pedang, senapan, dan meriam. Sejak PD I, superioritas dalam pertempuran tak
lagi hanya mengandalkan kecakapan prajurit, tetapi juga penguasaan teknologi, inovasi, dan
strategi.
Satu abad setelah PD I, penguasaan teknologi dan inovasi menjadi salah satu tolok ukur
utama dalam sistem pertahanan sebuah negara.
33 Provinsi Selesaikan
Rekapitulasi Suara
Presiden Ajak Capres Silaturahim

JAKARTA, KOMPAS Sebanyak 33 dari 34 provinsi di Indonesia telah
menyelesaikan rekapitulasi suara Pemilu Presiden 2014 pada Sabtu (19/7). DKI Jakarta
menjadi satu-satunya provinsi yang belum menyelesaikan rekapitulasi tingkat provinsi.
Rekapitulasi di DKI Jakarta dimulai semalam sekitar pukul 23.00. Acara ini diwarnai aksi tim
pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang meninggalkan ruang rekapitulasi karena
menghendaki adanya penundaan rekapitulasi. Alasannya, ada dugaan pelanggaran dalam
pilpres di DKI Jakarta yang harus dicek ulang.
Namun, permintaan itu ditolak. Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno memutuskan rekapitulasi
suara harus dilanjutkan karena pada Minggu ini rekapitulasi sudah dilakukan di tingkat
nasional.
Berdasarkan catatan Kompas, dari 33 provinsi yang telah menyelesaikan rekapitulasi,
pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menang di 23 provinsi. Sementara pasangan Prabowo-
Hatta unggul di 10 provinsi.
Rekapitulasi nasional
Menghadapi pelaksanaan rekapitulasi nasional yang akan dimulai hari Minggu ini, koalisi
partai politik pendukung pasangan Prabowo-Hatta kemarin menggelar rapat tertutup di
Rumah Polonia, Jakarta.
Informasi yang dihimpun Kompas, dalam acara itu, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta,
Mahfud MD, menyarankan kepada timnya untuk tidak mengajukan gugatan ke Mahkamah
Konstitusi (MK) jika menurut hasil perhitungan KPU pasangan Prabowo-Hatta kalah dengan
selisih suara lebih dari 2 persen.
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Mahfud mengatakan, tim Prabowo-Hatta tetap optimistis
memenangi pilpres. Jadi, tunggu tanggal 22 Juli, kata dia, sembari menambahkan, sikap
resmi akan diputuskan setelah KPU menyelesaikan rekapitulasi suara.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan yang juga anggota tim
pemenangan Prabowo-Hatta, M Romahurmuziy, menjelaskan, rapat pimpinan parpol itu
digelar untuk mendengarkan laporan dugaan kecurangan yang dilakukan para saksi dan tim di
berbagai daerah.
Terkait adanya dugaan kecurangan ini, Tim Kampanye Nasional Pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa mengusulkan agar KPU menunda pelaksanaan rekapitulasi suara
nasional untuk mengakomodasi pelaksanaan pemungutan suara ulang.
Anggota tim advokasi Prabowo-Hatta, Didi Supriyanto, menuturkan, usulan penundaan
rekapitulasi suara nasional disampaikan secara resmi melalui surat kepada KPU.
Namun, komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menegaskan, tidak akan ada penundaan
rekapitulasi nasional. Jika mau penundaan, mengapa baru diusulkan sekarang? Usulan
penundaan itu tidak beralasan, tegas dia.
Terkait rekapitulasi nasional yang akan dimulai hari ini, capres Joko Widodo mengimbau
seluruh relawan dan pendukungnya untuk berdoa dan menyaksikan rekapitulasi dari rumah.
Jokowi meminta warga menyerahkan pengamanan rekapitulasi dan penetapan hasil pilpres
kepada kepolisian dan TNI. Dengan demikian, tak perlu ada mobilisasi massa hanya demi
memastikan penetapan berjalan lancar. Dia berharap, kondisi bangsa tetap damai dan sejuk.
Kemarin, Jokowi bersilaturahim ke Konferensi Waligereja Indonesia dan Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia, di Jakarta. Jokowi menyampaikan terima kasih kepada seluruh
umat Katolik dan Kristen karena turut menjaga pilpres sehingga berlangsung damai.
Dalam pertemuan itu, Ketua Presidium KWI Mgr Ignatius Suharyo berpesan kepada seluruh
umat Katolik untuk tetap menjaga suasana yang sejuk. Umat Katolik yang tadinya berbeda
pilihan diharapkan mau menyudahi konflik dan perbedaan serta kembali bersatu untuk
negara.
Secara terpisah, Andreas Yewangoe dari PGI mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk
tetap menjaga ketenangan dan kedamaian sampai hasil pilpres ditetapkan KPU. Bangsa yang
tadinya terbelah dapat bersatu kembali. Presiden terpilih adalah Presiden Indonesia. Siapa
pun itu, kata Andreas.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin
Hidayat menuturkan, penetapan hasil Pemilihan Presiden 2014 pada 22 Juli menjadi
pertaruhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pak SBY punya kewajiban konstitusional
bersama KPU menunjukkan kepada rakyat dan dunia bahwa bisa menyelenggarakan pilpres
dengan jujur, adil, damai, transparan, ujar Komaruddin.
Komaruddin menilai, jika pemilu presiden berakhir dengan damai, Presiden SBY akan
dikenang mengantarkan demokrasi dalam akhir masa transisinya serta diapresiasi masyarakat
internasional. Namun, jika pemilu berakhir dengan kerusuhan, pemerintahan dinilai gagal dan
rakyat akan kehilangan kepercayaan pada institusi politik dan demokrasi. Dunia juga akan
menertawakan. Ekonomi juga dapat makin stagnan, ucap Komaruddin.
Buka puasa
Sementara itu, Presiden Yudhoyono hari Minggu ini akan bersilaturahim dan berbuka puasa
bersama Prabowo Subianto- Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Acara yang akan
berlangsung di Istana Negara itu ditujukan untuk mencairkan suasana menjelang
pengumuman hasil pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum, tanggal 22 Juli
mendatang.
Ini silaturahim dan berbuka puasa seperti biasa, yang akan dihadiri pasangan capres
Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla. Kedua pihak sudah menyatakan kesediaannya untuk
hadir memenuhi undangan Presiden, kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha.
Dalam buka puasa ini, juga akan hadir Wakil Presiden Boediono, pimpinan lembaga tinggi
negara, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyatakan, dengan pertemuan itu, diharapkan para
pendukung capres-cawapres di tingkat bawah ikut mendukung suasana politik yang kondusif
untuk melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara, juga para tim sukses masing-masing.
Jika ada di antara mereka yang merasa kurang puas dengan hasil KPU, dan tetap ingin
melakukan gugatan sengketa di Mahkamah Konstitusi, silakan saja, tetapi diharapkan tetap
dilandasi komitmen menjaga keteduhan dan menjauhkan situasi yang keruh serta berpegang
pada aturan dan prosedur yang ada, ujar Sudi.
Semuanya harus legawa dan berjiwa besar serta berkomitmen menjaga suasana dan
keteduhan sampai dengan pelantikan Oktober mendatang dan hari-hari selanjutnya, harap
dia. (Tim Kompas)





Menagih Janji Rekap
Berjenjang

REKAPITULASI suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 telah memasuki jenjang
nasional pada Minggu (20/7) hari ini hingga 22 Juli. Namun, ada sejumlah pertanyaan yang
muncul, seperti apakah perolehan suara masing-masing pasangan calon saat rekapitulasi
nasional masih bisa berubah dibandingkan di tingkat tempat pemungutan suara (C1),
kecamatan (DA1), kabupaten/kota (DB1), dan provinsi (DC1)? Apakah kecurangan masih
dimungkinkan saat rekap nasional, seperti dengan menyuap komisioner Komisi Pemilihan
Umum?
Seharusnya sudah tak ada lagi perubahan suara ketika memasuki rekapitulasi nasional jika
penyelenggara dan peserta pemilu serius menjalankan rekapitulasi berjenjang.
Perubahan suara memang masih dimungkinkan karena ada pemungutan suara ulang atau
penghitungan suara ulang. Namun, Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengatakan, batas waktu
pelaksanaan pemungutan suara ulang adalah 10 hari setelah pemilu, atau paling lambat 19
Juli kemarin. Peraturan ini merujuk pada Pasal 165 Ayat (4) UU Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto
mengingatkan, jika sudah selesai di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), seharusnya
titik kritis rekapitulasi sudah tak ada lagi. Ketika sudah lewat PPK, mencurangi suara sudah
tertutup karena semua pihak telah memiliki rekapitulasi PPK.
Mengawal suara
Dalam rekapitulasi berjenjang, suara dihitung bertahap mulai dari TPS, Panitia Pemungutan
Suara (PPS), PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU provinsi, hingga KPU pusat. Keunggulan
sistem ini, jika ada kesalahan di bawah, masih bisa dikoreksi di tingkat atasnya. Namun,
rekapitulasi berjenjang juga jadi sumber transaksi suara, terutama di level PPS dan PPK.
Oleh karena itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyerukan semua pihak ikut mengawal
rekapitulasi suara. Kita sudah mengingatkan agar kedua pasangan calon menempatkan saksi
yang kredibel di setiap jenjang kegiatan itu, kata dia.
Namun, para pasangan calon ternyata kurang serius menyediakan saksi. Jangankan
menyediakan saksi di semua TPS, menyediakan di tingkat PPS pun ternyata tak serius
dilakukan.
Dari 952 PPS, terdapat 40 PPS yang rekapitulasinya tidak dihadiri saksi Prabowo-Hatta dan
terdapat 53 PPS yang tidak dihadiri saksi Jokowi-JK, kata Wahidah Suaib dari Election
Specialist dan Penasihat Pemantauan Kemitraan tentang temuannya saat memantau 1.062
PPS di pilpres lalu.
Padahal, indikasi kecurangan itu ada. Kemitraan menemukan 11 kotak suara tidak digembok
dan tidak disegel, 12 pemantau melihat praktik politik uang ke PPS, dan 12 pemantau melihat
ada intimidasi terhadap PPS untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Dalam kondisi ini, kebijakan KPU membuka data selebar-lebarnya kepada semua warga
negara dengan mengunggah formulir C1, menabulasi DA1 dan DB1, ke laman web KPU
patut diapresiasi. Kebijakan itu membuat para pemrogram bekerja sama dengan relawan
bahu-membahu mengawal suara sejak masih berupa C1 hingga DC1.
Inilah rekapitulasi suara berjenjang, inilah komitmen kita. Berikan yang terbaik untuk negeri
ini. Menang tanpa merendahkan, kalah tetap jadi ksatria terhormat. (Amir Sodikin)
















P A ME R A N
Dongeng Islami dalam
Lukisan Kaca

DI DUNIA nyata, Sunan Kalijaga dan Dewi Nawang Wulan barangkali tak pernah bertemu.
Namun, dalam lukisan kaca karya almarhum Citro Waluyo, dua sosok itu bersua di tepi
sebuah danau berair jernih. Nawang Wulan duduk di atas batu, sementara Sunan Kalijaga
bertengger di dahan pohon, tepat di atas sang dewi.
Lukisan itu ikut dipamerkan dalam pameran seni rupa tradisi Jamila di Bentara Budaya
Yogyakarta yang disebut berisi karya-karya bernapaskan Islam. Berlangsung pada 15-24 Juli
2014, pameran itu sebagian besar menampilkan lukisan kaca alias lukisan yang dibuat di atas
kaca.
Sebagian kecil karya lain yang dipamerkan adalah lukisan kertas dan karya tiga dimensi.
Tema Jamila, yang bermakna cantik atau elok, ingin memberikan kesan bahwa lukisan kaca
serta karya jenis lain yang dipamerkan memancarkan keindahan yang khas.
Menurut kurator pameran, Hermanu, sekitar 50 lukisan kaca yang dipamerkan itu dibuat
dalam rentang 1950-an sampai 2014. Karya-karya itu sebagian merupakan koleksi pribadi
beberapa pihak, termasuk pelukis kondang Nasirun. Sebagian lukisan kaca itu tidak
diketahui siapa pembuatnya. Sebagai seni tradisional, lukisan kaca pada masa lalu kerap tidak
disertai nama pelukis, kata dia.
Dalam sejarah seni rupa Indonesia, lukisan kaca kerap dianggap sebagai genre lukisan
pinggiran. Kondisi itu kemungkinan terjadi karena sejak awal kemunculannya karya lukis
kaca lebih sering dianggap sebagai benda fungsional, yakni sebagai hiasan dinding atau
cendera mata, bukan semata-mata karya seni.
Menurut Hermanu, lukisan kaca karya orang Indonesia sudah bisa ditemukan sejak dekade
1930-an. Sebuah tulisan di majalah Djawa pada 1930 menyebutkan, lukisan-lukisan kaca
sudah bisa ditemukan di toko-toko suvenir di Yogyakarta. Tema lukisan kaca bermacam-
macam, misalnya cerita wayang, legenda rakyat, dan lukisan bernapaskan Islam.
Hermanu menyatakan, lukisan kaca yang bernapaskan Islam muncul di Indonesia, antara lain,
karena pengaruh gambar cetak dari Timur Tengah. Gambar-gambar itu dibawa oleh orang-
orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji. Pelukis-pelukis lokal di Cirebon, Yogyakarta,
Jawa Tengah, dan Madura kemudian mereproduksi gambar cetak asal Timur Tengah itu dan
menjualnya kepada umat Islam yang membutuhkan hiasan dinding di rumahnya.
Lentur
Walaupun disebut bernapaskan Islam, lukisan-lukisan kaca yang dipamerkan dalam pameran
Jamila sama sekali tak merepresentasikan pemahaman Islam yang kaku. Dalam lukisan-
lukisan itu justru tampak paham Islam yang lentur dan bisa berakulturasi dengan budaya
lokal, dongeng rakyat, dan kemajuan teknologi.
Pada beberapa lukisan kaca buatan dekade 1950-an yang dipamerkan di BBY, terdapat
gambar buraq yang digambarkan sebagai makhluk berkepala wanita, berbadan kuda, dan
memiliki dua sayap. Gambaran semacam ini bukan asli Indonesia, melainkan ditiru dari
berbagai lukisan dan gambar cetak asal Timur Tengah.
Namun, dalam sebuah lukisan yang diberi judul Buraq Madura, makhluk itu digambarkan
sedang berdiri di depan masjid. Uniknya, di menara masjid itu berkibar bendera merah putih.
Masjid dalam lukisan itu bukan Masjidil Haram ataupun Masjidil Aqsa, tetapi masjid di
Pamekasan, Madura. Jadi, memang pelukisnya memasukkan unsur lokal dalam lukisan itu,
kata Hermanu.
Islam yang lokal juga hadir dalam lukisan tentang sejumlah masjid di Jawa, seperti Masjid
Syuhada di Yogyakarta dan Masjid Agung Surakarta, yang diproduksi pada 1950 hingga
1960-an. Uniknya, dalam lukisan Masjid Syuhada terdapat gambar mobil sedan di depan
masjid. Adapun di depan gambar Masjid Agung Surakarta terdapat kereta api.
Dalam lukisan-lukisan kaca Masjid Syuhada, selalu ada sedan, sementara pada lukisan
Masjid Agung Surakarta selalu ada kereta api. Ini sudah menjadi ciri khas lukisan-lukisan
kaca yang menggambarkan masjid di Jawa, kata Hermanu.
Gambaran Islam yang adaptif dalam berbagai lukisan kaca memang kerap mengejutkan.
Kejutan itu pula yang muncul saat menyimak lukisan Citro Waluyo tentang Sunan Kalijaga
dan Dewi Nawang Wulan. Bagaimana mungkin seorang wali penyebar agama Islam
bisa nongkrong bareng dengan dewi yang legendanya muncul dalam Babad Tanah Jawi?
Selain lukisan-lukisan lama, pameran ini menghadirkan beberapa karya pelukis kaca yang
masih aktif, misalnya Sulasno dan Subandi. Beberapa lukisan Subandi menampilkan
keislaman secara lebih verbal, antara lain dengan hadirnya teks tentang ajakan shalat dan
bersedekah.
Hal itu tampak dalam karya Sholat Iku Wajib, Shodakoh Iku Utama yang dibuat Subandi
pada tahun ini. Meski begitu, akulturasi dengan budaya Jawa tetap terasa dengan hadirnya
figur-figur punakawan, seperti Semar, Petruk, dan Bagong.




C A T A T A N B U D A Y A
Tiga Kali Istanbul
Oleh: Toeti Heraty N Roosseno

DATANG berkunjung ke Istanbul lagi, ini kali berbeda. Pertama kali dalam rangka
pendekatan antara dunia Islam dan Barat, prakarsa Yayasan Rockefeller dan Aga Khan Trust
for Culture. Setelah bertemu rapat di hotel-hotel mewah di Geneve, Casablanca, Paris (yang
gagal diatur oleh Uni Arab) Istanbul, Jakarta, New York, Venetia, beruntun tujuh kali diskusi
persiapan terlaksana untuk mencapai penyelesaian masalah. Tentu tidak lewat politik, pula
tidak lewat dialog lintas agama, tetapi penyelesaian budaya. Akhirnya suatu pameran
Artwork from Moslem Countries akan diselenggarakan sebagai suatu bagian dari Venice
Biennale tahun 1996.
Kunjungan kedua kali adalah suatu kunjungan pada Konferensi Internasional Filsafat tahun
2003 bertema The Dialoque of Cultural Tradition dengan beberapa staf Departemen
Filsafat Universitas Indonesia. Yang kuingat bahwa waktu naik speedboat di Selat Bosphorus
selendangku terjatuh dalam laut antara dua benua. Seperti melempar mata uang di fontana di
Trevdi Roma, kuanggap berarti harus kembali, bukan ke Roma, melainkan kembali ke
Istanbul.
Kunjungan ketiga mewakili komisi kebudayaan AIPI maksudnya mengunjungi Turki sebagai
semacam studi banding ke negara Muslim sekuler, serta ingin meninjau pula hak-hak
perempuan di negara yang penduduknya 98 persen Muslim, tetapi sejak 1923 menjadi
republik. Kesultanan Ottoman yang jaya berusia 6 abad dihapus menjadi Republik Turki
yang oleh Kemal Attaturk dinyatakan sekuler, dan kini telah bertahan sembilan dekade
dengan mantap.
Tetapi, kecenderungan agama menjadi kekuasaan politik pada akhir rezim kesultanan
Ottoman akhirnya berekses korupsi dan dekadensi kalangan elite. Sesuai apa yang kudengar
pada kuliah pagi Quraish Shihab, Senin, 7 Juli pagi, kekuasaan yang berfoya-foya akan
membawa kehancuran negara. Radikalisme revolusioner seorang Mustafa Kemal Attaturk
melengserkan rezim Sultan Mehmet VI tersebut dan peninggalannya hingga kini telah
membuka pintu untuk modernitas Barat dengan ilmu pengetahuan dan demokrasi, dan
pengawasan ketat pada pengaruh agama pada negara.
Sebutan sekuler dapat dijelaskan menurut tiga ragam sesuai Martin von Bruynessen. 1)
Pemisahan negara dan religi untuk melindungi agama dari politik dan menjamin kebebasan
beragama. 2) Pemisahan negara dan religi untuk melindungi negara dan proses politik dari
campur tangan agama. 3) Netralitas negara terhadap religi dalam arti mengambil jarak sama
dekat dan jauh dari semua agama.
Sesuai keragaman ini, posisi Turki maupun Indonesia tentu berbeda kedudukannya.
Meskipun demikian, oleh cendekiawan Muslim Fazlur Rahman Malik (1919-1988)
disampaikan pendapat bahwa baginya Indonesia dan Turki yang memberi harapan akan
percaturan intelektual Islam lebih berkembang dan bahwa demokrasi dan komitmen Muslim
bukan hal yang bertentangan.
Kami mengunjungi empat lembaga pemerintah. Di Istanbul kami berkunjung ke Universitas
Marmara, khususnya Fakultas Ilahiyat. Kami diterima oleh dekan dan dosen senior yang
menjelaskan bahwa di Fakultas Ilahiyat sangat mementingkan agar mahasiswa mengerti
agama Islam secara komprehensif dan menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
mengapresiasi nilai-nilai humanis dan kompatibel dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. Kemudian, di Ankara kami berkunjung ke Departemen Agama Turki
(Presidency of Religious Affairs). Di sana kami mengunjungi dua direktorat, yaitu Direktorat
Bidang Hubungan Luar Negeri (Directorate of Foreign Relations) dan Direktorat Bidang
Penyelenggaraan Pendidikan (Directorate of Educational Services) dan Turkiye Diyanet
Vafki (Turki Religious Foundation), mendengarkan pula dedikasi upaya pendidikan dan
pelayanan agama, sampai ke materi dakwah pun menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah
Turki menata dan mengawasi benar kiprah agama. Terakhir kami berkunjung ke Universitas
Ankara, khususnya Fakultas Ilahiyat atau teologi dan mendengar penjelasan rinci perihal
pendidikan agama S-1, S-2, dan S-3. Alumni terjamin menjadi pegawai negeri sipil dan
menjadi imam dan khatib di masjid-masjid seantero Turki.
Maka itu menarik untuk memperhatikan kemiripan orientasi Turki dan Indonesia sebagai
negara penduduk Muslim mayoritas berdemokrasi dan berorientasi pluralis, berbeda dengan
negara Islam Timur Tengah. Turki dengan orientasi modernis berlatar belakang kebanggaan
pada jati diri peradaban Ottoman yang jaya dan dengan mayoritas Muslim terhindar dari
budaya Arabisasi. Dalam hal itu Indonesia tampak lebih mudah menanggalkan jati diri dan
latar belakang sejarah negara-negara Mataram dan Sriwijaya di Nusantara, yang lekang oleh
kolonisasi Belanda dan rentan akrab dengan budaya Arab yang cenderung diidentifikasikan
dengan budaya Muslim.
Bahkan, penggunaan hijab pada perempuan dikembangkan dalam dunia fashion. Tapi,
ternyata kreativitas lokal tak teringkari memberi wajah berbeda pada komponen budaya Arab
menjadi pengejawantahan unik, kontemporer, dan trendy. Mengenai hal-hal perempuan,
konstitusi Turki menekankan kesetaraan, sambil menyebutkan diskriminasi positif, yang
diberlakukan, maksudnya kesetaraan tetapi dengan perhatian khusus untuk usia lanjut, yatim
piatu, janda, pokoknya perempuan.
Di pihak lain, sesuai dengan di negeri kita, dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, di
Turki bergerak pesat dan luas gerakan NGO diprakarsai oleh Fethullah Glen, yang
berorientasi pada pendidikan sains, humaniora, dan etik dengan empati sosial yang mendalam
didukung filantropi para pengusaha yang berhasil dan berdedikasi. Gerakan ini semakin
gencar sejak 2005 dan berorientasi internasional ke 140 negara. Di Asia disebut dengan nama
PASIAD (the Society for Social and Economic Solidarity with Pacific Countries). Di
Indonesia pun telah diprakarsai beberapa pusat pendidikan. Kami bertemu empat orang Turki
yang mengabdikan diri pada upaya edukasi ini yang fasih berbahasa Indonesia, dan juga
berkiprah di beberapa tempat di Bogor, Depok, Yogya, dan Semarang.
Yang sangat mengesankan adalah ajakan mereka untuk berkunjung pada Fatih Koleji, sebagai
prakarsa madani, sekolah berasrama dari SD sampai SMA. Para siswa unggul dipersiapkan
untuk kompetisi Olimpiade. Demikian pula universitas mereka dirikan di Ankara dan
Istanbul, dan kegiatan mereka berpencar ke 140 negara, termasuk Indonesia. Tetapi, pihak
lembaga pemerintah tidak menyebutkan mereka, dan edukasi agama tetap menjadi monopoli
lembaga resmi pemerintah.
Akhirnya dengan menikmati keramahan Ibu Dubes di Turki, Ibu Nahari Agustini, yang
hangat menerima rombongan AIPI di Wisma Indonesia, kita meninggalkan Turki. Sementara
bagi saya, kunjungan ke Istanbul yang ketiga ini membuka perspektif edukasi pluralis dan
pengembangan intelektual Islam yang inspiratif, yang nyaman dan sejuk, jauh dari hiruk-
pikuk politisasi di negara yang disebut sekuler ini.

















C E R P E N
Menunda-nunda Mati
Oleh: Gde Aryantha Soethama

KUTIRAN telentang di ranjang, menggenggam jemari istri yang duduk duka di tepi
dipan. Boleh bersedih, tapi jangan menangis! pintanya sembari merapatkan jari-
jemari itu di atas dadanya yang berdetak lemah, dengan jantung nyaris tak berdegup.
Lepas remang petang Kutiran meminta istri menemani berbaring di bale dangin yang
terbuka. Sejak muda ia bercita-cita menikmati napas terakhir di bale adat itu, tempat
berbaring terakhir sebelum diantar ke kuburan. Kalau aku bisa mati di bale dangin, orang
tak repot menggotong jasadku ke bale ini, ujar Kutiran berulang-ulang kepada kerabat dan
sanak saudara.
Kematian bisa menjemput Kutiran setiap saat. Ia meminta istri terus menatap matanya yang
lemah, dengan kelopak berkedip perlahan. Jika kelopak mataku tertutup tapi terus bergerak,
itu pertanda aku masih hidup, belum sepenuhnya terkalahkan, jelas Kutiran.
Rupini cuma bisa mengangguk berkali-kali meyakinkan suaminya. Batinnya terus-menerus
menyesali niat Kutiran sok jadi pahlawan menggelar perang tanding melawan Gradug, lelaki
sakti ditakuti seisi desa yang sedang memburu ilmu tertinggi pencabut nyawa.
Lebih seabad silam di desa itu hidup Ki Tampias, manusia sakti yang menguasai aji Tuwah
Aukud, ilmu yang tak bisa digandakan, hanya dikuasai satu orang. Pemiliknya pun menjadi
satu-satunya, manusia esa. Ki Tampias menggenggam erat ilmu itu setelah mencabut tujuh
jiwa dalam perang tanding sukma di Gelagah Puun, tegal alang-alang tepi desa yang dikitari
parit berair jernih.
Ia ditakuti karena dua bola matanya seperti bisa menjulurkan batang api, membuat petani
yang ditatap lama menjadi gemetar, sakit kebingungan, lalu linglung sebelum mati pelan-
pelan. Warga desa yang bersua manusia sakti itu di jalan, di warung, di rumah warga yang
sedang melangsungkan upacara adat, atau jika ada persembahyangan di tempat suci, akan
merunduk terus. Petani-petani yang tak ingin menjadi korban menyerahkan sebagian hasil
panen, dan lambat laun menjadi hamba sahaya Ki Tampias.
Gradug ingin menguasai Tuwah Aukud. Ia butuh mencabut satu nyawa lagi, tapi Kutiran
menghadang. Ketika tilem, bulan mati, bertepatan dengan hari kajeng kliwon, malam pekat
padat gelap gulita, Gradug menyambut tantangan Kutiran. Roh mereka bertarung di tegal
Gelagah Puun tepat tengah malam, sementara raga mereka terbujur pulas di rumah masing-
masing. Beberapa orang desa memberanikan diri ke tegal itu, menonton dua bola api terkam-
menerkam.
Angin sekencang badai melingkar merobohkan alang-alang, disertai gemuruh seperti puluhan
ekor kuda berlari kencang, ketika bola api Kutiran melesat berputar-putar, terpelanting
melabrak deretan pohon turi, sebelum terjerembab di bibir parit. Di rumahnya, Kutiran
terbangun menahan dada perih dan tenggorokan kering tercekik. Gradug terjaga dengan
enteng, langsung duduk, telapak tangan mengusap-usap wajahnya yang berseri-seri. Sebagai
pemenang, Gradug bergegas menemui Kutiran di gubuk sawah selepas siang.
Kapan aku bisa merayakan kemenangan, Ran?
Kutiran merunduk, lama sekali ia bisu, bingung memilih waktu. Terbayang istri dan putri
satu-satunya yang sedang ranum dan siap dipetik taruna desa. Bagaimana mungkin ia
meninggalkan mereka setelah menjadi pecundang dalam perang jiwa tadi malam?
Pekan depan saat baik dan nyaman untuk mati. Kamu bisa memilih salah satu hari.
Beri aku waktu, pinta Kutiran memelas.
Sampai kapan?
Kamu bisa menagih setelah anakku menikah.
Gradug tersenyum dan mengangguk-angguk. Ia gembira tak terperi karena ia akan menjadi
legenda pemilik ilmu Tuwah Aukud. Tak apa ia harus bersabar, toh kemegahan sudah dalam
genggaman. Tak lama lagi Ki Tampias akan lahir kembali.
Tiga bulan berlalu, Gradug datang menagih janji, Kutiran menunda dengan alasan putrinya
belum menikah. Setahun, dua tahun, tiga, empat, Gradug terus-menerus menagih karena ia
berhasrat segera menjadi legenda tokoh sakti, sosok yang esa. Tapi, Kutiran selalu mengulur
waktu, sampai ia sadar semua penundaan itu kehabisan batas tatkala putrinya berulang-ulang
mengutarakan niat menikah. Kutiran menghadapi dua desakan: dari Gradug dengan nafsu
besar mencabut nyawa, dan dari putri yang ia kasihi, siap membangun kebahagiaan rumah
tangga. Dua permintaan tertinggi yang berujung pada satu impitan: betapa ia tak lagi punya
banyak waktu untuk menunda-nunda mati.
Dan inilah malam janji itu harus dipenuhi, empat puluh dua hari setelah Kutiran menikahkan
putrinya. Disaksikan Rupini, istri yang dibungkus duka, Kutiran akan melepas jiwa.
Sukmanya pergi ke tegal Gelagah Puun, lunglai melewati dua pohon enau, menelusuri jalan
setapak, sebelum mendaki ke rimbunan alang-alang. Dari ketinggian ini Kutiran bisa
menyaksikan kelap-kelip lampu sunyi di desanya. Duduk bersila di atas rumput, ia
menajamkan pendengaran untuk menangkap gemerisik bunyi melintas, pertanda sukma
Gradug hadir sebagai jagal.
Di pembaringan bale dangin, Rupini menatap kelopak mata Kutiran yang terus bergerak-
gerak. Ketika kelopak itu berkerjap-kerjap teratur, Rupini beranjak mengganti pakaian
dengan kebaya dan kain hitam, mengacak-acak rambutnya yang sepinggang agar tergerai.
Ia turun ke tengah pekarangan, berdiri tegak, mencakupkan tangan, mengangkat tegak lurus
kencang ke atas ubun-ubun menuding langit. Ia hirup lengkap zat malam, mengalirkannya ke
seluruh raga dan jiwa menjadi kesejukan, penyerahan dan keberanian, untuk membangun aji
Lanus Iying yang ia warisi dari neneknya. Dengan ilmu itu tubuh Rupini akan melenggang
seringan selembar daun waru kering, tak berisik, tanpa aroma, sehingga anjing tak kuasa
mengendus, unggas tak menyadari kehadirannya.
Sekuat perasaan disertai keyakinan penuh, Rupini meninggalkan Kutiran terbaring sendiri. Ia
butuh tak lebih sepuluh menit menuju rumah Gradug dengan pagar tak berpintu di timur desa.
Kendati jalan ke rumah Gradug berkelok-kelok menanjak, dengan aji Lanus Iying, Rupini
melangkah seperti lurus-lurus saja, dan cepat sampai.
Sepasang angsa peliharaan Gradug tetap pulas di kandangnya, dan seekor anjing mendengkur
di bawah jendela ketika Rupini menuju bangunan di barat laut pekarangan. Ia tahu, orang-
orang yang gemar bertarung jiwa punya bangunan suci khusus buat melepas roh. Di malam
berangkat perang mereka merasa seperti prajurit sejati, tidur telentang dengan jendela dan
pintu kamar terbuka, agar dalam tepekur, sebelum kelopak mata mengatup, bisa menatap
angkasa raya.
Para petarung itu berbaring dengan kepala tanpa alas. Bantal untuk alas lengan di samping
kiri, bagai memegang tameng. Tangan kanan terkepal seperti memegang tombak atau pedang.
Kadang jemari mengepal-ngepal halus bagai sedang meninju-ninju sesuatu. Mereka merapal
mantra aji Ninggal Gumi, agar sukma bisa berkelana ke tempat keramat, menjadi saksi
perang tanding dalam balutan bola api. Jika pesohor berlaga, tempat angker itu riuh oleh
banyak bola api yang terayun-ayun. Orang-orang desa menyebut pertempuran itu siat peteng,
perang tengah malam yang seru, indah, dan menyeramkan.
Sulit dan rumit untuk menguasai aji Ninggal Gumi. Mereka yang berbakat dan
berpengalaman cuma butuh beberapa menit untuk meninggalkan raga. Tapi, para pemula
yang belum lengkap menguasai mantra itu harus waspada karena usai asyik berkelana bisa
tersesat kesiangan tak menemukan jalan pulang. Jiwanya tak pernah kembali, ia akan terbujur
meninggal dalam tidur di kamar suci.
Tatkala Rupini masuk kamar suci Gradug, tengkuknya berdesir. Ia menatap sebilah keris
tergantung di atas pintu, bersarung kulit macan, untuk menyerang penelusup. Tapi keris itu
kini cuma seonggok metal, tuahnya lenyap, takluk pada aji Lanus Iying.
Gradug terbaring tengadah tanpa baju. Bagi petarung sukma, kulit adalah perisai, seperti baju
besi. Pakaian justru menghalangi kekuatan yang bisa diserap dari alam. Kelopak mata Gradug
terus berkedip, napas tipis, degup jantung teratur perlahan. Sukmanya riang gembira ke tegal
Gelagah Puun hendak mencabut nyawa Kutiran.
Rupini menggeser lengan Gradug, mengambil bantal, mengangkatnya ke depan dada.
Setenang mungkin ia membekap wajah Gradug dengan bantal bersarung putih itu. Kurang
dari lima menit Gradug meregang, hanya sesaat menggelinjang, otot pinggul dan betisnya
tegang, tangannya menggapai-gapai, kemudian terbenam dalam diam.
Perempuan berbusana hitam itu meraba leher Gradug, tak terasa denyut sedikit pun. Betapa
mudah menghabisi orang yang sukmanya sedang pergi berperang. Di medan pertarungan roh
itu luar biasa tangguh, berpendar menjadi bola api membangkitkan gemuruh, berkelebat ke
segenap penjuru. Tapi di pembaringan, raga yang ditinggalkan amat rapuh, cuma dijaga oleh
jimat di dinding atau diselipkan di bawah tikar. Raga bisa terbunuh hanya dengan beberapa
sentuhan dan goyangan, setelah kekuatan jimat dibekukan.
Rupini bergegas pulang setelah meletakkan bantal ke tempat semula. Tak akan ada jejak
mencurigakan di kamar suci itu telah terjadi pembunuhan. Dokter yang memeriksa jasad akan
menjelaskan, Gradug meninggal karena serangan jantung. Tapi orang-orang desa sangat
yakin Gradug tewas dalam siat peteng.
Di tegal Gelagah Puun, sukma Kutiran berdebar-debar menunggu Gradug tak kunjung
datang. Waktu terus berpacu, malam akan berlalu, dan sebentar lagi dini hari. Kutiran
menebak-nebak, apakah Gradug lupa janji? Dalam kebingungan, Kutiran memutuskan
beranjak pulang. Jika dini hari semakin dekat, sukma itu akan tersesat, tak bersua jalan untuk
kembali. Ia akan lenyap redup perlahan karena melewati batas waktu yang direstui bumi.
Beberapa orang desa yang berani datang ke tegal alang-alang itu sangat kecewa. Dengan hati
tetap dag-dig-dug, mereka urung menyaksikan tontonan bola api jiwa yang dicabut melesat
ke angkasa, pecah berpendar tercerai berai indah seperti kembang api melukis langit malam.
Tiba di bale dangin, Rupini bergegas duduk di tepi dipan, menggenggam erat jemari suami.
Ia menatap kelopak mata Kutiran yang berkerjap-kerjap cepat, semakin cepat ketika kokok
ayam menyambut dini hari mulai terdengar dari belakang rumah.
Tiba-tiba mata Kutiran terbuka, terbelalak, pupilnya benderang, tercengang terheran-heran,
seakan ia berada di tempat yang sama sekali tidak dikenalnya.
Dia tidak datang, Pin! Mengapa Gradug tidak datang?
Rupini memeluk ketat Kutiran, meremas-remas rambutnya, mencium pipi dan lehernya
berulang-ulang, mengulum bibirnya berkali-kali. Duka yang tadi mendesak-desak kini
menjadi letupan-letupan gairah. Kutiran menyambut gelegak berahi dini hari itu dengan
menepuk-nepuk pinggul Rupini, seperti yang biasa ia lakukan sebelum mereka bercinta.

Keluar dari Bayang-bayang
Mat Solar

SERIAL televisi yang populer pada awal era 2000-an, Bajaj Bajuri, diboyong ke layar lebar
oleh sutradara Fajar Nugros berjudul Bajaj Bajuri the Movie. Film ini mencoba keluar dari
bayang-bayang versi sitcom. Setidaknya dari pemeran yang sama sekali berbeda. Tokoh
Bajuri dan Oneng yang dalam versi televisi diperankan secara apik oleh Mat Solar dan Rieke
Diah Pitaloka digantikan sosok muda Ricky Harun dan Eriska Rein. Keduanya sosok sentral.
Bajuri dan Oneng, yang telah melekat kuat pada Mat Solar dan Rieke, di tangan Ricky dan
Eriska menjelma menjadi sosok baru. Ricky, misalnya, menampilkan sosok Bajuri yang
klimis dan trendi, berbeda dengan Bajuri yang di serial Bajaj Bajuri tampil lebih santai dan
apa adanya. Eriska justru menampilkan sosok Oneng yang jauh lebih lugu dan lebih polos. Di
film, keduanya digambarkan lebih romantis dan tak malu-malu menunjukkan rasa cinta di
antara mereka.
Sosok Emak di film ini juga digambarkan jauh lebih ekstrem. Ia lebih materialistis dan sangat
memusuhi Bajuri. Di televisi, sosok Emak yang diperankan oleh Nani Widjaja sama-sama
tidak akrab dengan Bajuri, tetapi tidak terkesan memusuhi.
Kehadiran wajah-wajah baru muda ini, dikatakan Fajar, membuat Bajaj Bajuri the Movie
memiliki kesempatan untuk memulai kisahnya dari nol. Dimulai dari pertemuan Bajuri dan
Oneng. Bahkan, apabila pencinta serialnya selalu mendapati mengapa Emak tidak menyukai
sang menantu, dalam versi filmnya akan terjawab mengapa Emak menjadi sosok yang sangat
materialistis dan tidak menyukai menantunya.
Kehadiran pemain-pemain lain, seperti Enno Lerian, Nova Eliza, Rizky Hanggono, Soleh
Solihun, Dimas Gabra, McDanny, dan Surya Insomnia, juga berhasil menambah segar film
yang skenarionya dikerjakan selama tiga tahun ini.
Kehadiran Kelompok Pengantar Minum Racun yang dikomandani Jhonny Iskandar
menambah kental nuansa komedi di film yang akan tayang mulai 14 Juli di bioskop ini. Di
sisi lain, film yang skenarionya ditulis oleh Chairul Rijal dan Raymond Lee ini mampu
menyajikan gambaran kehidupan masyarakat kelas bawah dalam kultur Betawi dengan segala
persoalannya.
Komedik
Bajaj Bajuri the Movie diawali dengan kisah Bajuri alias Ahmad Bajuri yang baru saja
memenangkan perkara perebutan tanah di pengadilan. Ia mendapatkan hak warisan tanah dari
almarhum ayahnya. Kemenangan ini serta-merta membuat Bajuri kaya mendadak.
Mendengar Bajuri mendapatkan banyak uang, Emak bahkan berupaya menghasut Oneng.
Emak menuduh Bajuri akan kawin lagi karena tidak ada sepeser pun dari uang tersebut
diberikan kepada Oneng. Hal ini jelas membuat perasaan Oneng gundah.
Petualangan Bajuri dengan bajaj oranye kesayangannya dimulai dari bank tempat Bajuri
mencairkan uang hasil penjualan tanah warisannya. Saat Bajuri dan Ucup (diperankan
Muhadkly Acho) berada di bank, seorang perempuan cantik mematai-matai keduanya.
Di tengah kepanikan, uang yang disimpan di dalam kantong plastik warna hitam tersebut
tertukar dengan kantong hitam berisi nasi bungkus milik seorang ibu di sebuah warung tegal.
Masalah lain menyusul. Bajuri dituduh sebagai teroris karena meninggalkan ransel di bank.
Kompleksitas masalah ini ditanam sebagai amunisi komedik yang diharapkan memanen
tawa. (DWI AS SETIANINGSIH)









Analisis Kebijakan Politik
Demografi
Oleh: Sri Moertiningsih Adioetomo

DATA
Judul: From Colonization to Nation-State: the Political Demography of Indonesia
Penulis: Riwanto Tirtosudarmo
Penerbit: LIPI Press
Cetakan: 2013u Tebal: xxx + 339 halaman
ISBN: 978-979-799-760-1

Buku ini menarik, terutama karena mengetengahkan rekayasa demografi berupa transmigrasi
dan mobilitas oleh pemerintah. Analisis semacam ini masih langka, bahkan satu-satunya
sampai sekarang.
Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistis dan matematis mengenai jumlah,
distribusi spasial, komposisi penduduk, serta perubahannya karena kelahiran, kematian, dan
mobilitas, termasuk migrasi (Bogue, 1969). Ilmu demografi mengembangkan indikator-
indikator perubahan sosial ekonomi karena pembangunan dan membuat proyeksi tentang
profil penduduk di masa mendatang. Akan tetapi, analisis kependudukan mengenai
perubahan-perubahan parameter tersebut masih memerlukan penajaman melalui aplikasi
teori-teori sosial, antara lain sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi.
Penulis, Riwanto Tirtosudarmo, memiliki latar belakang psikologi dan demografi serta minat
yang kuat tentang politik. Migrasi dan transmigrasi dalam balutan perubahan-perubahan
politik yang dipilih Riwanto menjadikan buku ini berhasil memperluas wawasan tentang isu
demografi. Dari beberapa artikel disebutkan bahwa analisis yang mengaitkan politik
mengandung isu hubungan antara penguasa (pemerintah) dan masyarakatnya. Politics is what
government does.
Kebijakan ideologis
Bagian pertama buku ini menggambarkan adu kekuatan para pemimpin pada masa kolonial
hingga berakhirnya Orde Baru. Paparannya diawali dengan argumentasi di zaman kolonial
mengenai penyelesaian tekanan penduduk di Jawa. Persepsinya, apakah kemiskinan
disebabkan oleh kepadatan penduduk sehingga perlu direlokasi ke luar Jawa dalam bentuk
transmigrasi. Penulis mengemukakan, ada argumen lain yang mengatakan transmigrasi bukan
jawaban atas kemiskinan, melainkan industrialisasi. Akan tetapi, toh akhirnya program
transmigrasi dilaksanakan pemerintah kolonial.
Program ini dilanjutkan pada era pemerintahan Soekarno meski ditentang oleh Wakil
Presiden Muhammad Hatta yang berpikiran secara ekonomis. Menurut Hatta, jawabannya
bukan transmigrasi, melainkan perbaikan ekonomi. Sayang sekali penulis tak mengemukakan
pendapat Soekarno tentang mengapa perlu transmigrasi. Tampaknya Soekarno ingin
mempunyai 250 juta penduduk demi untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dan
transmigrasi adalah jawaban untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan distribusi
penduduk Jawa-Luar Jawa (Adioetomo, 2010).
Pada zaman kolonial, penduduk hanya dianggap sebagai tenaga kerja pengolah tanah
pertanian dan perkebunan yang hasilnya diekspor ke negara penjajah tanpa memedulikan
kesejahteraan para pekerjanya. Bahkan, banyaknya penduduk dianggap menjadi sumber
pendapatan pajak bagi pemerintah. Karena itu, diperlukan sensus penduduk untuk
menghitung berapa jumlah pekerja yang akan menyumbangkan tenaga untuk pertanian dan
membayar pajak. Sampai kemudian masuknya paham liberal yang ingin memperhatikan
nasib para tenaga kerja dengan Ethical Policy, yaitu emigrasi, irigasi, dan edukasi. Meski
kelihatan bagus, toh ada perbedaan kepentingan antara program transmigrasi dari Jawa dan
pelaksanaan Ethical Policy.
Argumentasi antara relokasi penduduk dan pembangunan ekonomi terus berlanjut hingga
zaman kemerdekaan, hingga masa Orde Baru. Penulis dengan rinci menunjukkan bagaimana
kekuatan pimpinan dapat mengarahkan kebijakan program transmigrasi, yang menurut
perhitungan rasional tidak terlalu menguntungkan dan tidak dapat menurunkan tingkat
kemiskinan penduduk Jawa. Di sini, demografi politik diperlihatkan. Meski kebijakan
transmigrasi tidak rasional secara ekonomis, toh tetap dijalankan karena penguasa negeri
lebih mengutamakannya untuk menuju Indonesia yang terintegrasi, terasimilasi, dan
terkoneksi antarsuku. Ini yang disebut penulis sebagai kebijakan ideologis (ideological
policy). Namun, kebijakan ini juga tidak dapat menunjukkan keberhasilan. Di era penguasa
militer, transmigrasi diisukan sebagai alat untuk menjaga keamanan, terutama daerah
terpencil dan perbatasan.
Dampak politis
Penulis tidak menunjukkan Widjojo Nitisastro mampu melunakkan Soeharto. Menurut
Widjojo, di luar transmigrasi, program Keluarga Berencana mampu menahan laju
pertumbuhan penduduk dan mengurangi tekanan sosial ekonomi karena kepadatan di Jawa.
Selain itu, pembangunan sosial ekonomi besar-besaran pada 1970-1990an yang terpusat di
Jawa menyebabkan program transmigrasi tidak efektif lagi. Data menunjukkan, penduduk
yang masuk ke Pulau Jawa lebih besar daripada penduduk yang ditransmigrasikan ke luar
Jawa. Namun, penulis agaknya kurang tertarik untuk mendalami hal ini.
Sampai di sini, Riwanto sangat berhasil menerapkan demografi politik dalam analisisnya.
Namun, dalam bab-bab selanjutnya, isu demografi politik kurang menonjol karena lebih
mengemukakan permasalahan ekonomi yang menyebabkan orang bermobilitas. Pada bagian
kedua, migrasi dihubungkan dengan pembangunan dan yang disoroti adalah ketimpangan
kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Akan tetapi, analisisnya tidak
terlalu menonjol karena penulis lebih menitikberatkan hubungan migrasi sebagai dampak
pembangunan ekonomi.
Yang menarik kemudian adalah analisis berkembangnya isu baru, yakni mobilitas
internasional tenaga kerja Indonesia dan dampaknya terhadap hubungan politik antara negara
pengirim pekerja ilegal dan negara penerima. Meningkatnya mobilitas tenaga kerja ilegal ini
memicu konflik antarnegara. Sayangnya, penulis tidak mengelaborasi apa itu kerangka
konsep Security/Stability Framework yang dikembangkan oleh Myron Weiner (1995) dalam
analisis dampak migrasi internasional tenaga kerja ilegal ini.
Akhir kata, meski diperlukan ketekunan membaca untuk memahami esensinya, buku ini tetap
menarik karena memakai pisau analisis demografi yang dikaitkan dengan suasana kebatinan
politik antara penguasa dan masyarakatnya.










Dampak Ketimpangan
Kebijakan Demografi


BERBICARA tentang kebijakan demografi tentu tidak hanya fokus pada keberhasilan tetapi
juga kegagalan. Bentuknya bisa beragam, di antaranya adalah ketidakmerataan pembangunan
dan ketimpangan kekuasaan antara pusat dan daerah. Riwanto Tirtosudarmo dalam Mencari
Indonesia: Demografi-Politik Pasca-Soeharto (LIPI Press, 2007) mengemukakan tiga
persoalan besar yang mengganggu kelancaran pemerintahan pasca Orde Baru, yaitu
pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja.
Persebaran manusia Indonesia yang tidak merata secara struktur dan kualitas akan berdampak
pada mutu pendidikan, terutama di sekolah-sekolah. Begitu pula dengan layanan kesehatan.
Ketersediaannya di setiap wilayah sangat dibutuhkan untuk membangun masyarakat
Indonesia yang sehat dan sejahtera. Sementara itu, pada tataran sektor ketenagakerjaan,
pemerataan tentu berlaku agar dapat mencegah meningkatnya jumlah pekerja migran.
Migrasi pekerja
Salah satu contoh kasus yang diketengahkan Riwanto adalah migrasi tenaga kerja Indonesia
ke Sabah, Malaysia. Persebaran penduduk yang tidak berimbang menyebabkan perolehan
kesempatan kerja yang tidak sama. Peluang kerja dan upah yang relatif lebih tinggi menjadi
daya tarik bagi orang Indonesia untuk mengadu nasib di Sabah.
Adalah orang Bugis yang membuka jalan bagi para migran dari suku-suku lain ke negeri
yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia. Sebenarnya bagi suku Bugis, migrasi
bisa diartikan sebagai cara mereka mengekspresikan kebudayaan untuk bertarung
memperoleh rezeki. Awalnya mereka datang dengan daerah tujuan Kalimantan Timur yang
dianggap menyediakan banyak lahan kerja. Pada perkembangannya, orang Bugis akhirnya
bermigrasi menuju Sabah untuk kehidupan yang lebih layak.
Masalah tenaga kerja migran memang menarik untuk didiskusikan. Isu dinamis ini kembali
diangkat oleh Riwanto dalam buku Mencari Indonesia 2: Batas-batas Rekayasa Sosial (LIPI
Press, 2010). Lagi-lagi disebutkan bahwa ini adalah bentuk kegagalan negara menyediakan
kesempatan kerja yang adil bagi rakyatnya. Cerminan ini tampak dari semakin derasnya
pekerja Indonesia yang melintas batas negara bekerja sebagai buruh migran.
Menilik judulnya, sekilas kedua buku memiliki bahasan yang sama. Menurut Riwanto,
keduanya memiliki tema yang tidak terlalu beda. Namun, pada buku kedua ini, fokus
dialihkan pada persoalan yang lebih luas, yaitu rekayasa sosial. Yang menjadi sorotan utama
adalah pemerintah dan negara sebagai pelaku rekayasa sosial, termasuk segala upaya mereka
dalam mengarahkan perkembangan masyarakat.
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi akibat kebijakan dua pelaku tersebut mendapat label
baru, yaitu globalisasi. Bagi Indonesia, tantangan globalisasi dengan mudah dapat dilihat
melalui ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan kesejahteraan yang layak dan
melindungi warga negaranya. Salah satu indikator yang nyata dari kondisi ini adalah
fenomena migrasi tenaga kerja. Akibatnya, lagi-lagi, tentu saja Indonesia menjadi pasar
sumber tenaga kerja murah bagi negara lain. (TSD/Litbang Kompas)










Pemeriksaan Kesehatan
pada Kehamilan
Oleh: DR SAMSURIDJAL DJAUZI

SAYA (28 tahun) sedang hamil empat bulan. Ini kehamilan pertama saya. Saya telah
beberapa kali berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan. Tekanan darah saya baik,
gula juga baik. Hb saya hanya 12 g/dl, tapi menurut dokter hasil tersebut cukup baik. Saya
juga sudah menjalani tes hepatitis B dan HIV. Semuanya baik.
Apakah tes hepatitis B dan HIV memang perlu dijalani ibu hamil? Apakah jika positif, ada
upaya yang dapat dilakukan agar bayi tidak tertular. Saya juga telah menjalani pemeriksaan
USG dan pertumbuhan bayi saya dinyatakan baik. Pada konsultasi terakhir seminggu yang
lalu, dokter menganjurkan agar saya menjalani imunisasi influenza. Apakah ini merupakan
hal baru di dunia kedokteran. Kenapa saya harus menjalani imunisasi influenza, bagaimana
dengan suami dan orangtua saya yang bersama tinggal di rumah?
Teman-teman saya ada yang tidak memberikan imunisasi kepada bayinya. Padahal, dokter
anaknya sudah berkali-kali mengingatkan. Mereka takut imunisasi akan berakibat buruk
pada bayi. Katanya autis itu disebabkan oleh imunisasi, benarkah demikian? Saya ingin
memberikan yang terbaik untuk anak saya. Saya mohon penjelasan dan rekomendasi dokter.
Terima kasih.
N Di B
Saya merasa gembira karena Anda bersama suami telah merencanakan kehamilan ini.
Kesehatan ibu hamil juga ditentukan oleh kesehatan remaja putri. Saya yakin selama remaja
Anda dalam keadaan sehat. Remaja putri dianjurkan agar mengonsumsi gizi yang baik.
Hendaknya jangan terkena anemia (kurang darah). Remaja putri juga dianjurkan menjalani
imunisasi rubella dan HPV. Sebelum menikah, tentu Anda juga sudah menjalani imunisasi
tetanus karena memang perempuan yang akan menikah diwajibkan imunisasi tetanus.
Selama kehamilan, perempuan hamil perlu pemantauan dokter atau bidan untuk menjamin
ibu dan janin dalam keadaan baik. Tekanan darah dan berat badan perlu dipantau secara
teratur. Anda juga telah menjalani tes gula darah yang ternyata baik. Sebagian ibu hamil ada
yang mengalami diabetes sewaktu hamil dan keadaan tersebut perlu ditatalaksana dengan
baik.
Tes hepatitis B dan tes HIV serta tes untuk penyakit menular seksual memang diperlukan
sewaktu hamil. Penyakit-penyakit tersebut dapat menular pada bayi, tetapi penularannya
dapat dicegah jika diketahui. Tes HIV sekarang tidak lagi dikaitkan benar dengan perilaku,
artinya bukan hanya mereka yang perilakunya berisiko yang harus menjalani tes. Kenyataan
di lapangan cukup banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV karena itu perlu dilakukan
tes HIV pada ibu hamil. Anda tentu senang karena tesnya negatif, tetapi mereka yang
hasilnya tes positif juga dapat mengambil manfaat dari tes tersebut.
Sekarang tersedia obat Antiretroviral (ARV) yang bermanfaat untuk ibu yang sedang hamil,
tetapi juga bermanfaat mencegah penularan pada orang lain termasuk penularan pada bayi. Di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ada sekitar 500 bayi dan anak yang tertular
HIV. Untunglah sekarang sudah ada obatnya sehingga mereka dapat tumbuh kembang seperti
biasa dan juga dapat sekolah seperti teman-teman mereka. Namun, tentu kita ingin agar anak-
anak Indonesia tidak tertular HIV. Caranya adalah dengan melakukan tes pada ibu hamil. Jika
positif, diberikan obat ARV serta upaya pencegahan lainnya.
Begitu pula hepatitis B dapat menular ke bayi. Jika diketahui sebelumnya penularan hepatitis
B dari ibu hamil ke bayi dapat dicegah. Begitu pula dengan penyakit menular seksual. Nah,
saya menganjurkan agar ibu hamil mengingatkan dokter atau bidan apabila belum menjalani
tes tersebut.
Imunisasi
Di DKI Jakarta tes hepatitis B dan HIV dapat dilakukan secara cuma-cuma. Saya berharap di
provinsi lain juga akan mendukung dana untuk kesehatan bayi yang akan dilahirkan. Biaya
tes tidak seberapa dibandingkan dengan biaya pengobatan. Imunisasi amatlah penting untuk
anak. Imunisasi dapat mencegah penularan penyakit yang sering mengenai anak, seperti
TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio, hepatitis B, Hemophilus influenza B, campak (morbilli),
diare, pneumonia dan lain-lain.
Setiap tahun sekitar 4,5 juta bayi lahir di Indonesia dan mereka berhak untuk mendapatkan
imunisasi. Efek samping yang ditimbulkan memang ada. Untunglah efek sampingnya amat
jarang dari jutaan bayi yang diimunisasi hanya sedikit yang mengalami efek samping. Efek
sampingnya biasanya bersifat lokal di tempat suntikan, yaitu kemerahan dan rasa nyeri.
Jarang sekali ada efek samping yang sifatnya sistemik.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perhimpunan dokter anak sedunia, dan juga Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengeluarkan seruan bahwa tidak benar autis
berhubungan dengan imunisasi. Saya menganjurkan setiap orangtua agar memberikan hak
anak mereka untuk sehat dengan menjalani imunisasi. Mudah-mudahan tak ada lagi orangtua
yang melarang anak mereka diimunisasi karena terpengaruh oleh informasi yang tidak benar.
Sesuai dengan anjuran WHO, perempuan hamil memang dianjurkan untuk menjalani
imunisasi influenza. Tujuan imunisasi influenza adalah untuk mencegah penularan influenza.
Ternyata ibu hamil yang terserang demam tinggi (apalagi demam karena influenza) dapat
mengalami komplikasi, baik pada pihak ibu maupun janinnya. Karena itulah sekarang
dianjurkan imunisasi influenza pada ibu hamil.
Nah, mudah-mudahan Anda dalam keadaan sehat selalu dan bayi yang lahir dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani.
Masalah Relasi dalam
Keluarga
Oleh: SAWITRI SUPARDI SADARJOEN


PRIA (L) sekitar usia 43 tahun telah melakukan berbagai usaha untuk menghangatkan
kembali sikap istrinya, tetapi tidak berhasil. Saya bertanya, sejak kapan dia merasa
bahwa sikap istrinya berubah menjadi acuh tak acuh, dingin. Apa saja yang telah dia
lakukan untuk membuat istrinya bergairah dan happy kembali.
Kami sudah menikah sepuluh tahun. Semula istri saya (M, 40 tahun) adalah pribadi yang
ceria, dan kami sudah punya 2 anak yang berprestasi di sekolah. Namun, dalam 6 bulan
terakhir, sikapnya terhadap keluarga kelihatan berubah. Istri saya tampak murung, kurang
bergairah, dan segala sesuatu ia kerjakan dengan sikap yang datar, jarang tertawa, bahkan
senyumnya yang dulu manis dan tulus lama-kelamaan hilang.
Walaupun ia tetap menjalankan tugas rumah tangga dengan baik, menuruti kemauan saya
dalam artian patuh, tidak pernah protes, tetapi semakin hari semakin pendiam dan hanya
bicara seperlunya. Sikap terhadap anak-anak pun berubah dan tampak cuek, acuh tak acuh.
Terasa pula dalam hubungan intim pun tampaknya hanya sekadar memenuhi kewajiban.
Memang saya terkadang kesal, tetapi saya tidak menunjukkan reaksi yang negatif.
Ketika saya tanya kenapa sikapnya berubah, ia hanya mengatakan, Ah, enggak ada apa-apa,
biasa saja, sudahlah jangan tanya-tanya.
Ibu, saya sangat mencintai istri saya. Ia ibu yang baik untuk anak-anak, ia juga punya karier
membanggakan walaupun untuk masalah penghasilan, saya masih mengunggulinya. Urusan
rumah tangga pada umumnya pun dilakukan dengan baik. Saya bingung apa yang harus saya
lakukan lagi untuk mengembalikan kondisi istri saya.
Saya mencoba pulang lebih awal dari kantor agar bisa cepat bertemu dengan istri dan anak-
anak. Setiap akhir pekan selama ini saya ajak keluarga keluar rumah untuk jalan-jalan, makan
di restoran dan terkadang menonton film bersama. Tadinya saya khawatir kalau istri memiliki
pria idaman lain, tetapi kecurigaan tersebut saya abaikan karena memang tidak ada bukti
nyata. Pernah juga saya menginterogasinya tentang kecurigaan saya tersebut. Kecuali itu,
saya juga menanyakan apa saja yang ia lakukan dengan ibunya saat ia menemui ibunya.
Tiga minggu yang lalu saya ajak istri saya berlibur ke Bali, tanpa anak-anak selama 3 hari.
Tampak sinar mukanya agak bercahaya dan saat kita berdua melihat pertunjukan kesenian
Bali, ia mau menyampaikan pendapatnya tentang tarian Bali dan kostumnya sambil
menunjuk salah seorang penari yang benar-benar menguasai tarian dengan baik. Saat itu ia
mau tersenyum dan mau memandang muka saya saat berkomentar. Saya senang dan saya raih
tangannya dan saya genggam dengan hangat. Tetapi, keluar dari gedung pertunjukan,
sikapnya yang murung muncul kembali.
Membina relasi
Apabila saya simak apa yang dilakukan Tn L terhadap istrinya, Ny M, untuk mengatasi
masalahnya dengan sang istri sudah sangat sesuai dengan pada umumnya keluarga bahagia.
Tentu saja apabila hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk secara tulus dan sungguh-
sungguh membina kembali relasi yang penuh kasih.
Memang apabila kita simak, banyak sekali artikel di media masa yang memberikan tips
tentang cara membina kembali relasi dengan pasangan agar dinamis, nyaman, dan penuh
kasih. Tampaknya usaha Tn L telah memenuhi berbagai tips tersebut. Namun, mengapa sang
istri tidak menunjukkan perbaikan respons, bisa disebabkan kekecewaan yang diderita istri
akan perlakuan suaminya lama telah dirasakannya sebelum 6 bulan terakhir ini. Enam bulan
terakhir ini rupanya puncak kejengkelan dan kekecewaan terhadap suami yang mungkin
bertahun telah diderita istrinya tanpa setahu Tn L.
Menurut Tn L, istrinya adalah pribadi yang patuh, menuruti kemauan suami dan jarang secara
terbuka mengutarakan apa yang dirasakan pada dirinya. Saya pikir, semua berjalan baik dan
kondisi keluarga cukup harmonis, demikian lanjut Tn L. Untuk itu, Tn L seyogianya
mengikuti rangkaian tambahan upaya dengan langkah-langkah berikut ini:
Introspeksi diri, seberapa nuansa sikap keras dan dominan yang dilakukannya terhadap Ny
M selama 12 tahun pernikahan, adakah respons spesifik yang diberikan istrinya karena
menurut ungkapan di atas, Tn L menyatakan bahwa istrinya patuh, menuruti kemauannya,
terkesan tidak berdaya. Seberapa keraskah nada suaranya saat berbicara dengan istri sehingga
istri kemudian terdiam dan memilih menuruti kemauannya dalam segala hal. Bagaimanakah
relasi intim dengan istri terjadi, apakah ada pemaksaan respons tertentu, yang mungkin saja
menyiksa batin istri, tanpa dirasakannya.
Adakah kesempatan bagi istri untuk mengeluhkan hal itu kepada dirinya? Bagaimana
pengelolaan keuangan penghasilan keluarga, adakah kesepakatan yang dengan tulus
diutarakan istri atau semua bergantung pada kemauannya sendiri? Adakah usul-usul tentang
pengelolaan keuangan dipertimbangkan oleh dirinya?
Adakah kesempatan istri untuk tertawa lepas dan merasa aman dengan pilihan perilaku yang
ditampilkan dalam kehidupan keseharian? Adakah tuntutan istri, misalnya tentang hal
kebersihan dirinya saat berangkat tidur dan atau cara meletakkan pakaian kotor di kamar atau
kamar mandi, dan lain-lain dalam keseharian di rumah yang dipatuhinya?
Integrasikanlah upaya perbaikan perilakunya sesuai jawaban akan pertanyaan- pertanyaan
introspektif tersebut dengan sejumlah upaya perbaikan nyata seperti yang sudah
dilakukannya.
Jadi, hanyalah Tn L yang mampu dengan tepat mendapatkan cara-cara tepat dalam mengatasi
kemelut relasi dengan istrinya demi tercipta harmoni relasi yang hakiki, penuh kasih yang
tulus Tn L dan istrinya, Ny M.
Dengan kata lain, Anda adalah orang yang paling ahli dalam mengatasi masalah relasi dalam
keluarga Anda.












Visi Keuangan Pribadi
Oleh: ELVYN G MASASSYA

SETIAP orang memiliki hak untuk menentukan tujuan hidup maupun tujuan keuangannya.
Apakah itu visi baru, ataupun lama, yang penting adalah apakah visi dan atau tujuan tersebut
bisa diraih, implementatif, atau hanya di awang-awang.
Visi hakikatnya adalah tujuan jangka panjang yang hendak dicapai seseorang dalam hidup.
Visi tersebut menjadi arah setiap kegiatan saat ini. Demikian juga dengan visi keuangan
pribadi. Setiap orang sebaiknya menentukan, ingin seperti apa keuangannya dalam lima tahun
mendatang, atau lebih jauh lagi setelah yang bersangkutan tidak produktif lagi. Nah,
berdasarkan visi itulah, disusun strategi dan rencana aksi sehingga visi tersebut tidak sekadar
mimpi.
Setiap orang pasti akan memiliki visi berbeda. Ada yang visinya menjadi kaya raya kendati
kemudian tidak tahu mau diapakan kekayaan tersebut. Di sisi lain, ada yang visinya
sederhana, misalnya ingin hidup tenang dengan harta secukupnya, bisa untuk membiayai
hidup.
Sekali lagi, apa pun yang menjadi visi Anda, yang mesti diingat, jika visi itu terlalu jauh
untuk dijangkau, bukan tidak mungkin Anda akan mengalami stres. Implikasinya, jangankan
mencapai visi, malah keadaan yang sekarang saja, yang mungkin sudah cukup baik, menjadi
sulit untuk dipertahankan. Oleh karena itu, sebaiknya visi tersebut, meskipun bersifat
menantang, tetap membumi. Ini seperti kata para pakar bahwa orang hebat adalah ketika
yang bersangkutan mampu mengubah visi menjadi realitas.
Bagaimana cara mencapai visi yang sudah dicanangkan tersebut? Apakah visi itu berisikan
keinginan memiliki aset dalam jumlah raksasa, atau sekadar bisa membiayai hidup. Tidak
masalah, sepanjang semuanya diupayakan pencapaiannya melalui investasi. Sebab, sudah
menjadi hukum alam, tanpa investasi, mustahil untuk meningkatkan aset dengan cara halal.
Tulisan ini akan mengulas beberapa hal yang kerap menjadi batu sandungan ketika seseorang
ingin mencapai visi keuangannya.
Inkonsisten
Apa maksudnya? Baru sekejap visi dibuat lalu diubah. Dan, perubahan itu biasanya karena
faktor lingkungan. Melihat tetangga memiliki mobil baru langsung ingin juga memiliki mobil
baru. Akhirnya, dana yang sebelumnya diinvestasikan di saham ataupun deposito dicairkan
untuk membeli mobil. Padahal, kondisi ekonomi ataupun visi keuangan tetangga berbeda
dengan Anda. Oleh karena itu, sekali membuat visi, sebaiknya tetap digunakan, kecuali ada
hal-hal yang tidak terduga sebelumnya. Misalnya, Anda mendapatkan bonus besar, naik
pangkat sedemikian rupa sehingga pendapatan Anda menjadi berlimpah ruah. Atau
sebaliknya, tiba-tiba terkena PHK. Jika kondisinya seperti itu, tentu saja visi keuangan
pribadi mesti diubah karena tidak realistis lagi. Namun, sepanjang peristiwa yang terjadi
dalam hidup Anda biasa-biasa saja, sebaiknya tetap konsisten dengan visi yang telah
dicanangkan.
Disiplin
Dalam konteks visi keuangan, disiplin yang dimaksud adalah menjalankan semua rencana
dan strategi dengan penuh kesadaran bahwa strategi tersebut merupakan yang terbaik bagi
diri Anda. Misalnya, setiap bulan menyisihkan 30 persen dari pendapatan untuk ditempatkan
dalam pundi investasi. Tidak jarang ada kalangan yang beranggapan kalau sebulan dua bulan
tidak sesuai dengan komitmen mengalokasikan dana tersebut tidak menjadi masalah. Ini jelas
keliru besar. Bayangkan ketika Anda seharusnya menempatkan 30 persen penghasilan untuk
membeli saham, yang kebetulan pada saat itu harganya lagi sangat rendah. Jelas, Anda
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan potensi keuntungan karena tidak memiliki saham
yang seharusnya Anda beli.
Aksi
Apa pun visi keuangan Anda dan apa pun strategi yang disiapkan untuk mencapai visi
tersebut akan sia-sia jika tidak dilakukan aksi konkret dan berani. Apa contohnya?
Umpamakan saat ini Anda memiliki aset senilai Rp 250 juta dan berharap dalam lima tahun
mendatang aset Anda akan meningkat hingga 200 persen atau mencapai Rp 750 juta.
Bagaimana cara mencapainya? Katakan, penghasilan Anda saat ini sebesar Rp 10 juta per
bulan. Lalu, dari penghasilan itu, Anda sisihkan untuk investasi berkala sebesar 30 persen
atau Rp 3 juta. Nah, jika dana tersebut diakumulasikan, maka dalam setahun akan terkumpul
Rp 36 juta dan selanjutnya selama lima tahun akan menjadi Rp 180 juta. Dengan demikian,
jumlah aset Anda akan menjadi Rp 430 juta.
Nah, bagaimana dengan imbal hasilnya? Kalau investasi Anda menghasilkan 10 persen per
tahun, maka itu sama dengan sekitar Rp 54 juta selama lima tahun. Sementara dari aset yang
sekarang Anda miliki sebesar Rp 250 juta akan memberikan imbal hasil Rp 25 juta setahun.
Dalam kurun lima tahun telah menjadi Rp 125 juta. Dus, kalau dijumlahkan semua, aset
Anda akan mencapai Rp 609 juta.
Apakah nilai tersebut mencapai keinginan Anda? Belum. Sebab, targetnya adalah Rp 750
juta. Lalu, bagaimana cara mendapatkan selisihnya? Di sinilah diperlukan aksi. Artinya,
investasi Anda tidak bisa dilakukan dengan pendekatan imbal hasil tetap semata-mata, tetapi
harus yang bersifat variabel dengan potensi keuntungan yang lebih besar.
Anda harus berani untuk menempatkan dana Anda bukan hanya dalam bentuk tabungan
ataupun deposito berjangka, melainkan juga dalam bentuk saham, baik itu reksa dana saham
maupun saham secara langsung, melalui pasar modal. Tanpa keberanian melakukan aksi, visi
tinggal visi dan tujuan keuangan Anda hanya sebatas angan-angan. Atau visi tersebut Anda
revisi. Selamat berinvestasi.
Alamat Tepat
Oleh: SAMUEL MULIA

MALU bertanya sesat di jalan. Benarkah karena malu seseorang tersesat? Saya lebih percaya,
kalau seseorang itu tersesat karena salah alamat bertanya. Bukan karena perasaan malu. Itu
pendapat saya.

Gue bisa bayangin kok
Saya terinspirasi menulis hal ini, setelah mulai memperhatikan bagaimana saya menceritakan
problem pribadi, keluarga, spiritual, atau profesional kepada orang-orang yang awalnya saya
pikir merupakan alamat tepat untuk didatangi dan dapat memberikan jalan keluar.
Acapkali saya malah makin sengsara karena setiap kali saya menanyakan sesuatu kepada
mereka, saya kok merasa pendapat yang diutarakan itu seperti jawaban dari sebuah simulasi
problema.
Tampaknya mereka memiliki prinsip, kalau ada yang bertanya, maka saya harus bisa
menjawab. Bahkan, ketika mungkin, mereka sendiri tahu bahwa mereka tak bisa memberi
jalan keluar.
Karena sesungguhnya mereka belum pernah mengalami apa yang saya alami. Sehingga
kalimat macam Gue bisa bayangin kok itu selalu muncul dalam percakapan. Bagaimana
mereka bisa membayangkan persoalan saya? La wong mereka tak pernah merasakan
pengalaman mau mati di meja operasi?
Bagaimana mereka bisa merasakan yang namanya kebebasan berpikir, la wong orangtua saya
sudah mengajarkan hal itu sejak masih muda dahulu, sementara mereka harus berpura-pura
setuju dengan pendapat orang tua, sementara hati mereka memberontak?
Sejujurnya, saya ini ingin mendapat jalan keluar, bukan karena itu didasari dari apa yang
pernah mereka alami dalam hidup mereka, bukan berdasarkan pendidikan yang mereka
terima, bukan karena nilai-nilai yang mereka anggap benar.
Saya ingin mendapat jawaban seperti menanyakan kepada seseorang yang bepergian ke
sebuah kota yang ia temui sendiri melalui ketersesatan, dan bukan karena sudah membaca
buku petunjuk sebelumnya. Karena menurut saya ketersesatan memberikan mereka
pengalaman berbeda, sementara yang dari buku petunjuk memberikan mereka pengalaman
yang seperti seragam anak SMA.
Maka di hari libur ini, saya akan berbagi pengalaman mencari alamat tepat, agar Anda jangan
seperti saya, dengan mudah menyalahkan orang karena Anda merasa mereka tidak mengerti
Anda. Kalau Anda tak merasa perlu memercayai apa yang saya bagikan, itu hak Anda
sepenuhnya.
Mencari yang terbuka
Hal pertama adalah menanamkan sebuah pemikiran bahwa mencari alamat untuk curhat itu
tak perlu kepada mereka yang memiliki pengalaman yang sama atau mirip, dan yang
memiliki jam terbang yang tinggi.
Yang utama adalah mendatangi seseorang yang berpikiran terbuka. Orang yang memiliki
pemikiran terbuka itu jarang sekali menghakimi, mereka tak memiliki cara pandang yang
ekstrem, yang emosional, yang menganggap dirinya benar, apalagi kalau sudah sampai pada
hal-hal yang berbau spiritual.
Orang yang memiliki pemikiran terbuka, akan mampu memberi rasa nyaman. Rasa itu
diperlukan kalau orang sedang mengalami problema. Mereka mampu melihat persoalan
dengan tenang, karena mereka tidak melibatkan perjalanan pribadi mereka.
Mereka tidak melibatkan pendidikan mereka. Mereka adalah manusia yang mampu melihat
persoalan Anda, seperti seseorang yang menemukan tempat baru yang indah karena tersesat
bukan karena membaca buku petunjuk.
Orang yang tersesat pernah merasa takut, meski akhirnya menemukan jalan keluar yang
melegakan. Itu yang menyebabkan orang yang berpikiran terbuka akan mengerti kesesatan
Anda, akan mengerti bagaimana ketakutan Anda, dan mereka akan juga mengerti kelegaan
setelah tersesat.
Mereka yang berpikiran terbuka tak akan melibatkan kata tidak setuju atau setuju dengan
persoalan Anda. Mereka akan membantu memberikan pencerahan dan terutama memberikan
konsep berpikir untuk memecahkan masalah, bukan menjawab satu per satu masalah Anda
dan berakhir dengan diskusi panjang yang tak berujung.
Mereka yang hidup berdasarkan buku petunjuk, akan susah mengerti persoalan Anda. Mereka
akan menerapkan SOP mereka untuk Anda. Dan kalau di dalam SOP tak ada jawaban untuk
pengalaman yang Anda hadapi, karena mereka belum pernah mengalaminya, mereka
kemudian tak tahu memberi jawaban.
Dan hasil dari ketidaktahuan itu biasanya berakhir dalam bentuk menghakimi, bahkan
sebelum Anda selesai menuntaskan cerita. Mereka tidak mengajarkan Anda berpikir soal
konsep pemecahan masalah, mereka mengajarkan SOP mereka untuk Anda.
Kedua, cari manusia yang masuk ke dalam kategori a good listener. Tetapi itu tidak cukup.
Karena pendengar yang baik, belum tentu menyimak dengan baik. Saya sarankan, jangan
pernah Anda bercerita kepada mereka yang senangnya bermain social media seperti tak ada
hari esok.
Pengalaman saya mengajarkan, mereka akan tetap berkonsentrasi dengan gadget mereka,
bahkan saat Anda lagi curhat. Mendengar dan menyimak itu, berbedanya seperti rasa air
tawar dan air laut.
Singkatnya, kalau Anda tak mau tersesat, alamat yang paling tepat untuk didatangi adalah
mereka yang pernah merasakan apa yang disebut tersesat dan kemudian menemukan jalan
keluar dari ketersesatan itu. Jangan mendatangi yang masih tersesat!












Pilpres Tidak Dipercaya?

Oleh: Garin Nugroho

Haruslah dicatat, perhitungan cepat menjadi kisruh serta kehilangan kepercayaan, karena
dalam sejarah 10 tahun ini, banyak lembaga survei merangkap sebagai konsultan politik
hingga tim pemenangan peserta pemilu, baik presiden, kepala daerah, maupun legislatif.
Catatan di atas disampaikan rekan saya, mantan direktur lembaga survei, yang terpaksa
keluar karena tidak kuat bertahan dengan cara kerja lembaga itu, yang mengelola survei
politik tidak atas dasar etika survei, tetapi rekayasa.
Catatan di atas selayaknya mendorong kita semua untuk merenungi kembali proses berbangsa
lewat pemilu, tidak sekadar menang-kalah, tetapi sebagai sebuah perjalanan peradaban, lebih
khusus lagi pemilu sebagai proses pendidikan warga negara yang terbesar. Oleh karena itu, di
bawah ini saya mencoba memberikan beberapa catatan budaya berkait pemilu.
Pertama, pemilu dalam era komoditas. Segala-galanya dikemas, sekaligus dibeli dan dijual
layaknya produk komoditas, baik suara warga, debat calon presiden, hingga peran institusi
pemilu. Dalam bentuk praktisnya tercermin dalam budaya politik uang.
Contoh konkret, pemilu legislatif yang lalu, meski terkumpul data politik uang yang dianggap
paling masif pasca reformasi, pemilu dipuji berjalan lancar dan terasa tidak cukup panduan
keprihatinan dari presiden, DPR, KPU, hingga institusi pemilu. Bisa diduga, meski meriah,
pemilu kehilangan nilai-nilai peradabannya: kepercayaan, kejujuran, dan nilai proses
berbangsa.
Kedua, merosotnya kultur kekuatan sipil penjaga obyektivitas, bertumbuh derasnya aktivis
kemenangan kandidat. Tercatat dalam dua pemilu awal pasca reformasi, dengan cukup
tersedianya sistem dana untuk lembaga-lembaga NGO, maka institusi penjaga pemilu hingga
perhitungan cepat dibiayai oleh lembaga-lembaga publik swadaya masyarakat. Harus dicatat
pula, sebagian besar intelektual hingga aktivis politik-sosial-budaya-agama aktif dalam
menjaga obyektivitas pemilu serta kematangan berbangsa lewat kerja pendidikan warga
negara.
Seiring lemahnya sistem dana pada lembaga swadaya masyarakat, terjadilah migrasi besar-
besaran aktivis di berbagai bidang dari kerja pendidikan warga negara menjadi juru
pemenangan kandidat. Kondisi ini melahirkan kecilnya kerja pemilu sebagai pendidikan
warga negara, seluruhnya adalah kerja kampanye menabuh genderang perang kemenangan.
Padahal, belum berpengalamannya warga mengalami budaya pemilihan langsung dua
kandidat sesungguhnya memerlukan kerja besar pendidikan warga negara, agar tidak lahir
dua blok dengan kultur cinta-benci berlebihan yang membelah kehidupan warga.
Ketiga, guncangnya status dan peran elite serta institusi pemilu mendorong guncangnya
kultur pendidikan warga negara. Contoh konkret adalah peran berkait aspek perspektif
lembaga survei seperti terurai di awal tulisan. Guncangnya status dengan peran institusi dan
elite politik melahirkan beragam paradoks dalam proses pemilu: paradoks pemilu mencari
pemimpin mulia, tetapi dipenuhi dengan pemilu politik uang serta manipulasi, paradoks
antara pemilu sebagai komunikasi publik dengan komunikasi komoditas, antara impian
prinsip ideologi warga dengan elite pragmatis tanpa ideologi.
Keempat, era paradoks bisnis media. Inilah pemilu abad komoditas yang didukung oleh
bisnis teknokapitalis dari televisi hingga media sosial. Setiap suara serta kerja partisipasi
adalah komoditas yang tidak saja menghidupi serta memenangkan kandidat, tetapi juga
menghidupkan korporasi teknokapitalis dari bisnis industri televisi hingga media sosial. Di
sisi lain, kebebasan melahirkan wajah dua pemilih, yakni partisipasi disertai kreativitas luar
biasa, di sisi lain kebebasan tanpa etika yang melahirkan kampanye hitam serta klarifikasi
balik dengan cara tanpa etika, baik dalam kata maupun tindakan.
Oleh karena itu, di era bisnis media, penyelenggara pemilu harus hati-hati untuk tak terjebak
dalam lomba menarik perhatian warga lewat kompetisi stasiun televisi. Di beberapa negara,
bahkan seperti Amerika Serikat, debat presiden dilakukan oleh televisi publik, yakni PBS,
tanpa iklan, tanpa eksplorasi pendukung di studio. Pada akhirnya, kerja sama KPU dengan
stasiun televisi swasta yang bertabur iklan serta kemasan, menjadikan terjebak dalam lomba
menarik perhatian antarstasiun televisi, sangatlah sulit melakukan pengawasan dan
penghukuman terhadap stasiun televisi yang melakukan pelanggaran sekaligus bertentangan
dengan filosofi komunikasi nilai publik.
Catatan di atas menunjukkan, kekisruhan, keterbelahan, dan ketidakpercayaan warga berkait
dua blok perhitungan cepat adalah akumulasi pergeseran status dan peran institusi pemilu di
era komoditas dan bisnis media dan hilangnya peran pendidikan warga negara. Demokrasi
kehilangan peradabannya, yang terpenting hanya prosedur, kemasan riuh rendah, dan hasil
akhir.



Manis Kurma di Semarak
Puasa

Kurma sudah lama jadi bagian dari tradisi Ramadhan. Namun, kini, kurma tak lagi sebatas
suguhan berbuka puasa. Kandungan nutrisinya bisa dimanfaatkan kapan saja. Keragaman cita
rasa kurma juga dikemas lebih memikat.
M Hidayat (45) termasuk pelanggan yang paling rajin berbelanja di butik kurma Bateel di
mal Senayan City, Jakarta. Rata-rata seminggu dua kali saya beli kurma di sini. Kalau beli
500 gram, paling 4-5 hari habis, terus beli lagi, ujar eksekutif perbankan ini.
Pria asal Tenggarong, Kalimantan Timur, yang berdomisili di Jakarta, ini bukan hanya
mengonsumsi kurma saat bulan puasa. Kurma baginya camilan sehari-hari. Setiap hari,
kurma selalu tersedia di rumah, di ruang kerja kantor, bahkan kadang tersedia juga di mobil.
Saya suka ngemil. Tapi rata-rata camilan, kan, kaya karbohidrat, gula, atau lemak. Kurma
aman dari semua itu. Jadi, selain saya memang suka rasanya, kurma juga menyehatkan,
ujarnya.
Sehari-hari, di luar bulan puasa, Hidayat biasa memakan 9-11 biji kurma di kantor pada pukul
10.00-11.00. Dengan begitu, saat makan siang, saya bisa mengurangi nasi. Umur-
umur segini, kan, sudah perlu mengatur makanan, katanya.
Sore atau malam hari, saat iseng, ia mencomot kurma lagi. Ketika berpuasa, Hidayat juga
menyantap kurma pada waktu sahur, berbuka, dan malam hari. Meski begitu, hasil
pemeriksaan kesehatan yang rutin ia lakukan menunjukkan kadar gula darah dan
kolesterolnya bagus.
Menyantap kurma setiap hari tak membuat Hidayat bosan karena ia terbiasa membedakan
variasi cita rasa dari berbagai jenis kurma. Saya suka kombinasikan jenis kurma yang saya
makan. Kelezatan dan kelembutan teksturnya, kan, beda-beda. Jadi enggak bosan, ujar ayah
dua anak ini.
Lain lagi dengan Juan Tiwow (41). Pria asal Manado, Sulawesi Utara, ini menyantap kurma
sebagai suplemen alami penambah tenaga. Beberapa tahun terakhir, Juan gandrung olahraga
lari. Saya makan kurma untuk energy booster kalau sedang lari, ujarnya.
Tiap kali lari, Juan selalu mengantongi kurma. Bisa dimakan sambil lari atau saat jeda. Itu
menambah tenaga secara alami, kata country manager sebuah perusahaan niaga pelat baja
ini.
Tahun lalu, untuk persiapan lari maraton 42 kilometer, Juan lari tiga kali sepekan. Kurma tak
ketinggalan ia konsumsi, dan terbukti membantunya menjaga kondisi prima dan
merampungkan putaran maraton.
Variasi
Kurma kini makin mudah didapat. Buah manis khas Timur Tengah ini ditawarkan di kaki
lima, kios di pasar, hingga pusat perbelanjaan di tiap mal. Di Blok C Pasar Tanah Abang,
misalnya, kurma ditawarkan mulai Rp 30.000 per kilogram hingga Rp 350.000 per kilogram,
tergantung dari jenisnya.
Sementara itu, di butik kurma Bateel di Senayan City, harga kurma bervariasi, mulai dari Rp
45.000 per 100 gram atau Rp 450.000 per kilogram hingga mencapai Rp 1 juta per kilogram.
Terdapat sekitar 25 jenis kurma di Bateel. Kurma yang dijual di butik ini diproduksi sendiri
di kebun Bateel yang ada di Desa Al Ghat, sekitar 40 kilometer dari Riyadh, Arab Saudi.
Kurma paling mahalkarena stoknya terbatas dengan kualitas premiumadalah kurma
agwa/ajwa yang juga populer disebut kurma nabi. Ada juga kurma sekkie yang seolah punya
dua rasa, bagian atasnya tak terlalu manis dan lebih renyah, sedangkan bagian bawahnya
lebih basah, lembut, dan manis. Sementara kurma sokari tak terlalu manis, kholas bercita rasa
asli seperti karamel dan lebih berserat. Masih banyak lagi jenis kurma lainnya.
Butik kurma yang merupakan waralaba asal Dubai, Uni Emirat Arab, ini ada di Jakarta sejak
2007. Tania Walla dan Santy Herawati yang mengelola Bateel di Jakarta bercerita, sebagian
pelanggan mereka sudah terbiasa dengan kurma, tetapi tak sedikit peminat baru yang belum
pernah memakan kurma sebelumnya.
Selain menawarkan kurma polos, Bateel juga memberikan alternatif kurma yang sudah
dibelah, lalu bijinya diganti dengan potongan almond, jahe, kacang pecan, jeruk, atau kulit
lemon. Ada pula sari kurma yang bisa digunakan sebagai pemanis minuman pengganti gula.
Menjadi kekhasan di butik ini, semua kurma yang dijual dikemas apik. Supaya kemasan
kurma tak kalah cantik dengan cokelat, kata Tania.
Tradisi
Meski bisa dinikmati setiap hari, kurma tetap menambah semarak bulan puasa. Selain
manfaatnya bagi kesehatan dan menambah stamina berpuasa, memakan kurma juga
kebiasaan yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Karena itu, setiap bulan puasa,
pengusaha batu cincin dari Jatiwaringin, Faisal Saleh, pun berburu kurma ke Pasar Tanah
Abang.
Selama Ramadhan ini, Faisal sudah membeli ratusan kilogram kurma. Kurma yang dibeli itu
ia bagikan kepada masyarakat sekitar kampungnya. Saya ikut berlomba-lomba mendapatkan
berkah Ramadhan, antara lain melalui kurma, insya Allah, kata Faisal.
Sementara Fatimah Ahmad (50), di Surabaya, mengonsumsi kurma sebagai pengganti
makanan manis saat berbuka puasa karena ia mengidap penyakit diabetes. Ia diharuskan
mengurangi konsumsi gula tebu. Selain dimakan langsung, kurma juga kadang diolah
Fatimah menjadi jus dan selai kurma.
Kurma bisa mengganti glukosa yang diperlukan tubuh tanpa menaikkan kadar gula darah.
Saya sudah merasakan manfaatnya, jadi kuat berpuasa, ujar Fatimah.
Dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, Fiastuti Witjaksono, mengatakan,
kurma adalah makanan berserat tinggi yang mengandung gula lebih banyak dalam bentuk
fruktosa atau gula buah. Berbeda dengan glukosa, fruktosa tidak membutuhkan insulin dalam
pemrosesan sehingga aman bagi penderita diabetes, asal mengonsumsinya tak berlebihan.
Kandungan serat dalam kurma juga cukup tinggi sehingga bagus untuk saluran cerna dan
membuat tidak mudah lapar. Serat juga berguna untuk menjaga kadar gula darah dan lemak
darah. Kandungan serat kurma per 100 gram sebesar 7,1 gram. Lima butir kurma, menurut
Fiastuti, setara dengan segelas susu sapi yang mengandung 130 kalori.
Mengonsumi kurma yang mengandung fruktosa tinggi saat berbuka puasa akan cepat
mengembalikan gula darah dan energi, kata Fiastuti.
Kurma juga mengandung protein dan mineral, seperti magnesium dan kalsium. Kandungan
kalsium pada kurma bahkan lebih tinggi daripada pisang. Selain itu, kurma pun mengandung
betakaroten (provitamin A), antioksidan, dan vitamin B. Tak ketinggalan, vitamin C dan E
meski kadarnya kecil.
Begitulah, kurma kini tampil makin cantik, juga makin digemari karena manfaatnya.
(DAY/NIK/DOE/EKI)





Legitnya Rezeki Kurma


KURMA, si buah manis khas Timur Tengah ini, turut memutar roda bisnis di Tanah
Air. Putaran itu dimulai dari kaki lima, kios pasar, hingga tingkat butik. Ketika
Ramadhan tiba, pasar kurma kian semarak. Konsumen dan pedagang berbagi rasa
manis.
Lebih dari 50 pedagang di kawasan wisata religi Masjid Sunan Ampel, Surabaya,
menawarkan kurma. Mereka berderet di sepanjang jalan setapak menuju masjid dan
lingkungan sekitarnya. Itulah pusat penjualan kurma di Surabaya. Semarak penjualan kurma
di kawasan ini sudah berdenyut sebelum bulan puasa tiba.
Pedagang grosir di Ampel mendatangkan kurma sebulan sebelum puasa. Kurma itu kemudian
dipasok ke pedagang pengecer yang mulai membuka lapak dua pekan sebelum hari pertama
puasa. Di kawasan ini, penjual kurma ada sepanjang tahun. Mereka melayani peziarah yang
mencari kurma sebagai oleh-oleh, selain masyarakat yang mengonsumsi kurma sehari-hari.
Namun, puncak penjualan kurma selalu terjadi pada bulan puasa, juga saat musim umrah dan
ibadah haji. Salah satu gerai kurma terbesar di kawasan Ampel adalah Toko Lawang Agung.
Toko yang berdiri sejak tahun 1950 ini menyediakan beragam jenis kurma dari berbagai
negara di kawasan Timur Tengah. Ada kurma ajwa atau dikenal dengan kurma nabi, kurma
anbara, ruthana, barni, khalas, lulu, bahkan kurma ruthob atau kurma muda yang susah
diperoleh.
Marketing Komunikasi Toko Lawang Agung Enno Artha menjelaskan, pihaknya melayani
penjualan kurma, baik grosir maupun eceran. Bahkan, pembelian hingga 100 ton kurma
dalam sehari pun bisa dilayani karena toko ini memiliki stok barang banyak dan didatangkan
langsung dari negara asalnya, seperti Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, Tunisia, dan California.
Harga kurma di sini dipatok berdasarkan kualitas. Mulai Rp 17.000 per kg hingga Rp 1 juta
per kg. Kurma dijual dalam beragam kemasan, dari paket kecil 450 gram hingga kemasan
karton berisi 10 kg per karton.
Menurut Enno, tren penjualan kurma dari tahun ke tahun meningkat karena semakin banyak
masyarakat yang mengerti manfaat kurma untuk kesehatan ataupun ibadah. Para pembeli ini
tidak hanya datang dari Surabaya dan sekitarnya, seperti Sidoarjo, Gresik, Lamongan, dan
Tuban, tetapi juga datang dari Kalimantan dan Sumatera.
Dari pengamatan kami, pembeli kurma tidak terbatas pada umat Muslim, tetapi juga non-
Muslim. Tak hanya warga keturunan Timur Tengah, tetapi juga masyarakat Indonesia
umumnya, termasuk etnis Tionghoa dan warga negara asing lain, kata Enno.
Manisnya penjualan kurma pada bulan puasa tak hanya dicecap pedagang besar, tetapi juga
pedagang kaki lima. Salah satunya Maryam (43), pedagang kurma musiman di Jalan KH
Mashur, Surabaya. Setiap hari saya bisa jual sampai 50 kg kurma selama puasa, ujar
Maryam yang pada hari-hari biasa tak berdagang.
Pasar Solo
Bulan puasa juga menjadi saat meriah di Pasar Kliwon, Solo. Di kawasan yang dikenal
sebagai Kampung Arab Kota Solo itu terdapat 15 toko yang menjual kurma sepanjang
tahun. Padahal, pada pertengahan 1990, baru ada satu atau dua pedagang kurma di situ. Itu
pun terutama hanya menjual kurma saat Ramadhan. Kemeriahan perniagaan kurma di Pasar
Kliwon saat ini membuktikan, makin luas kalangan masyarakat yang menggemari kurma.
Di Pasar Kliwon, kurma juga dijual eceran ataupun grosir. Abdul, pengelola salah satu toko
grosir di kawasan ini bercerita, sepanjang tahun tokonya menyediakan beragam jenis kurma.
Namun, penjualan kurma memang melonjak sekitar dua pekan sebelum Ramadhan hingga
menjelang Lebaran.
Di luar bulan puasa, stok kurma sebanyak lima ton di toko Abdul baru habis dalam dua atau
tiga bulan. Namun, penjualan grosir kurma di toko ini bisa melonjak hingga lebih dari 100
ton sepanjang musim Ramadhan. Penjualan dari toko ini mencapai Yogyakarta, Cilacap,
Pekalongan, Madiun, Magetan, Ponorogo, dan Kediri.
Sekitar 25 jenis kurma di toko ini dijual dengan variasi harga terentang dari Rp 15.000 hingga
Rp 350.000 per kg. Dari semua jenis kurma itu, Abdul menjelaskan, kurma terbaik dan
termahal adalah kurma ajwa yang ditanam di Kota Madinah, Arab Saudi. Kurma madinah
ini rasanya kurang manis, tetapi kandungan nutrisinya diyakini paling tinggi karena tanahnya
beda.
Abdul menuturkan, beberapa jenis kurma yang murah kadang lebih dulu dicelup dengan
cairan gula. Pemanis tambahan itu selain bisa lebih mengawetkan kurma, juga membuat
penampilan si kurma lebih menarik karena seolah berkilat. Namun, jenis kurma berkualitas
baik sama sekali tidak ditambah pemanis atau pengawet kimia. Keragaman rasa kurma yang
merupakan cita rasa aslinya justru disuguhkan dan menjadi daya tarik.
Dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, Fiastuti Witjaksono, mengingatkan,
kurma yang dicelup gula akan meningkatkan kadar gula pada kurma sehingga berisiko
menaikkan kadar gula darah, membuatnya tak aman lagi buat penderita diabetes, juga
berisiko kolesterol. Karena itu, pilihlah kurma berkualitas baik yang juga banyak tersedia di
pasaran.
Sepanjang tahun
Maraknya perjalanan ibadah umrah yang berlangsung hampir sepanjang tahun membuat
kebutuhan dan ketersediaan kurma di pasar meningkat. Pusat penjualan kurma yang semula
hanya musiman kini berlangsung permanen.
Kurma sekarang enggak ada berhentinya karena umrah berjalan terus. Belum lagi bulan
puasa dan haji. Jadi hampir sepanjang tahun bisa berjualan kurma, kata Azizah (49),
pedagang kurma di Thamrin City.
Meski demikian, penjualan kurma juga tetap memuncak beberapa pekan sebelum Ramadhan.
Anjuran Nabi Muhammad SAW untuk berbuka puasa dengan kurma mendorong buah manis
ini menjadi favorit saat berbuka. Terlebih lagi, secara ilmiah dapat dibuktikan manfaat nutrisi
kurma.
Aneka kurma ditawarkan pula di Pasar Tanah Abang, tak jauh dari Thamrin City. Beragam
kurma ini dijual mulai Rp 30.000 per kg hingga Rp 350.000 per kg. Kurma ajwa atau kurma
nabi juga menjadi salah satu kurma yang paling banyak dicari di Tanah Abang. Kurma dari
Kota Madinah ini berwarna lebih kehitaman, terlihat seratnya, dengan rasa manis yang tak
terlalu tajam.
Namun, Rani, warga Gunung Sahari, Jakarta, memilih berbelanja kurma medjool asal
Amerika Serikat di Tanah Abang untuk dijual lagi di kiosnya. Ia membeli 10 kardus kurma
medjool. Masing-masing kardus memuat 5 kilogram kurma medjool seharga Rp 850.000.
Jenis kurma ini sedang digemari pembeli kios Rani yang kebanyakan karyawan kantor di
sekitar Gunung Sahari. Banyak jenis kurma, banyak cita rasanya, semua punya penggemar.
Silakan dipilih. (DAY/NIK/DOE/EKI)













QOR I S A N D I OR I V A
Lontong Istimewa



HARI raya tahun ini menjadi istimewa bagi Qori Sandioriva (22) karena menjadi Lebaran
pertama sebagai ibu dari Ganesa Tashi Tungka (10 bulan).
Lebaran memang selalu menjadi hari istimewa karena penyandang gelar Puteri Indonesia
2009 itu bisa sepuasnya berkreasi di dapur. Kali ini, Qori akan memasak dua jenis lontong
sayur sekaligus, yaitu lontong aceh dan lontong betawi. Lontong aceh merupakan masakan
kesukaan orangtuanya yang berasal dari Aceh, sedangkan lontong betawi adalah makanan
favorit sang suami, Ramon Y Tungka, yang berasal dari Manado, tetapi punya darah Betawi.
Harus menyatukan dua budaya berbeda. Saya sendiri yang masak di dapur, kata Qori.
Selain lontong, pada Lebaran kali ini, Qori juga akan menyajikan hidangan super istimewa,
yaitu ayam woku belanga khas Manado, ayam rica-rica, dan kue thimpan aceh. Tak lupa pula
Qori akan meracik minuman segar kesukaannya, yaitu es buah berisi campuran pepaya,
bengkuang, dan nanas. Rasanya? Manis segar, kata Qori.
Seusai merayakan Lebaran di rumah, Qori akan ke rumah orangtuanya di Bintaro, Tangerang
Selatan. Ia pun akan kembali memasak bersama keluarga besar. Tamunya banyak. Kami
punya tradisi masak rame-rame kayak di kampung, ujar Qori. (WKM)


A HMA D T OHA R I
Para Priayi Politik
Oleh: Putu Fajar Arcana

PARA priayi lahir dari sifat-sifat kemaruk. Terheran-heran, dendam pada biografi
kemiskinan, lalu menghalalkan segala cara untuk meraih kedudukan dan kekayaan.
Kini, para priayi itu dilahirkan oleh instrumen demokrasi bernama pemilu.
Pemilu hanya melahirkan para priayi baru, bukan negarawan. Silakan ramai-ramai ikut
pemilu, tetapi kita akan dukung para priayi.., kata Ahmad Tohari (66). Novelis dan pemikir
kebudayaan yang mencuat gara-gara trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk itu tampak sedang
dirundung kegundahan. Kami bertemu beberapa bulan lalu di sebuah warung soto terkenal di
Purwokerto, Jawa Tengah. Perbincangan kemudian berlanjut lewat telepon, Senin (14/7).
Saya semakin tua, kok, tidak bisa mengendalikan diri dari kemarahan. Kerusakan mental
generasi muda dilakukan secara sengaja, sistematis. Kita akan jadi bangsa yang konsumtif,
kata Tohari bersungut-sungut.
Bung Karno, kata Tohari, pernah mengatakan, Untuk melumpuhkan satu bangsa tak perlu
menurunkan pasukan tentara, tetapi lumpuhkan mental anak mudanya, katanya. Perkataan
itu, misalnya, telah terjadi dengan generasi muda kita yang pragmatis, bercita-cita
hidup happy, tetapi tidak mau bekerja keras. Pragmatisme itu, tambah Tohari, telah
disebarkan secara masif ke rumah-rumah, bahkan sampai pada kantong-kantong rakyat
miskin. Agen penyebaran itu tak lain bernama televisi.
Apa dosa televisi?
Bukan soal televisinya, tetapi yang tadinya alat komunikasi dan informasi, juga hiburan, kini
menjadi agen penanaman mimpi lewat iklan. Dulu kita belajar tuntunan moral dari wayang
dengan sastranya. Sekarang kita belajar dari iklan dengan mimpi-mimpi hidup mewah,
bisa happy dengan tak perlu bekerja keras.
Tuntunan moral, kan, juga bisa didapat dari agama?
Agama pada kita sudah jatuh jadi sekadar ritus. Tidak lagi berfungsi sebagai penanam dan
pembentuk nilai-nilai keadaban. Coba saja Anda lihat. Seorang anak petani, yang karena
sekolah kemudian bisa jadi guru, dia akan merasa menjadi priayi karena bekerja dengan
bolpoin dibandingkan dengan anak petani yang bekerja dengan pacul. Lapisan priayi itu luar
biasa tebalnya di negara kita.
Anda punya solusi, barangkali?
Ternyata kita mengalami kegagalan besar tahun 1945. Kita hanya melakukan revolusi fisik,
tidak melakukan revolusi kebudayaan secara tuntas. Feodalisme yang ditinggalkan Mataram
(kerajaan) dan kolonialisme semestinya kita hilangkan ketika mendirikan Republik Indonesia.
Feodalisme itu musuh besar negara kita. Sekarang, kita ibarat republik rasa kerajaan. Banyak
pejabat kita menikmati itu. Ini menjadi salah satu sebab mengapa korupsi sulit diberantas di
sini.
Anehnya di negara kita ini, orang yang hidupnya dari APBN malah dimulia-muliakan.
Sementara petani yang hidup mandiri disepelekan.
Baik. Terus apa yang bisa dilakukan anak muda kita?
Stres saya kalau jawab ini. Mungkin para aktivis, tokoh agama yang tidak priayi, bisa
menanamkan keadaban ini lewat keluarga. Saya tidak percaya ini bisa dilakukan lewat istana
presiden, kementerian, dan partai (politik). Revolusi mental harus dimulai dari keluarga.
Contoh kecil saja, banyak ibu-ibu karier merasa lebih mulia hidupnya dibandingkan dengan
seorang ibu rumah tangga. Banyak ayah yang merasa sudah memberikan segalanya setelah
mencari uang untuk menghidupi keluarga.
Anak itu perlu teman berdiskusi. Orangtua itu adalah figur terdekat dari anak-anak. Kita
harus hadir di saat-saat mereka membutuhkan tuntunan, terutama soal-soal moral keadaban
itu.
***

Pilihan hidup
Ahmad Tohari merasa pilihannya kembali ke pangkuan keluarga tahun 1992 tidak saja
menjadi revolusi dalam hidupnya, tetapi lebih-lebih juga menjaga moralitas keluarga yang
sudah lama hidup berjauhan. Ketika ia memutuskan meninggalkan pekerjaan sebagai editor
di Jakarta, anak sulungnya, Listia (kini 42 tahun), sedang menapaki bangku kuliah. Adapun
anak bungsunya, Din Alfina (kini 31 tahun), sedang belajar di bangku SD. Banyak teman di
Jakarta mencemooh, gimana saya bisa membiayai kelima anak saya tanpa bekerja. Tapi, saya
yakin bisa. Prinsip saya harus berada di tengah-tengah keluarga, kata Tohari.
Kelima anak-anak Tohari kini sudah sukses menempuh pendidikan mereka sampai ke
jenjang tertinggi. Dua di antara mereka meraih gelar PhD di luar negeri. Pokoknya semua
terdidik dengan baik, kata Tohari.
Indahnya, tambah penulis novel Di Kaki Bukit Cibalak (1977) ini, ternyata menulis bisa
menjadi tumpuan untuk mendidik dan menghidupi keluarga. Setidaknya lebih dari 20 tahun
saya menahan diri untuk tidak berkeinginan macam-macam. Honor hasil menulis saya
sisihkan untuk anak ini, anak itu.., katanya. Pada era awal 1990-an itu, praktis hidup
keluarganya ditanggung oleh Syamsiah (52), istri Ahmad Tohari, yang bekerja sebagai guru
SD.
Rasa syukurnya pada dunia kepengarangan tidak henti-henti dikumandangkan keluarga ini.
Setelah 40 tahun ditulis, novel Di Kaki Bukit Cibalak akan diterbitkan ulang. Setelah 40
tahun saya tulis, novel ini masih menghasilkan royalti dan saya syukuri, katanya.
Sebentar, apa hubungan novelis dengan kegeraman Anda melihat realitas politik kita
belakangan ini?
Saya sedang menulis novel keempat dari rencana tetralogi. Sudah dimulai sejak enam bulan
lalu, tetapi saya merasa jelek. Ini kelanjutan dari trilogi yang disarankan HB Jassin dulu tahun
1988. Saudara Ahmad Tohari, trilogi itu harap teruskan jadi tetralogi karena peristiwa G30S
itu tidak berakhir, kata Pak Jassin. Ini bagaimana peristiwa G30S dalam novel itu sudah
berakhir. Sampai tahun 2010 saya abaikan. Eh ternyata tahun 2011 betul negara ini tak
hiraukan rakyatnya. Saya marah. Sebelum saya mati saya ingin lampiaskan kemarahan saya.
Nah jelek, kan?
J adi, novel yang dipenuhi kemarahan pasti jelek? Apa judulnya?
Bukan begitu. Belum ada judul. Saya merasa ini terlalu penuh kemarahan. Tampak saya tidak
bisa lagi mengendalikan diri.
Ya, itu tadi, pendidikan kita terbukti menghasilkan para priayi baru. Instrumen pemilu untuk
menghasilkan wakil rakyat juga sama. Kaum bermental priayi ini juga bisa lahir dari mereka
yang tadinya murba, petani jelata di desa. Harus belajar egalitarianisme dari orang
Banyumas. Yen rakyate mangan soto, lurahe mangan soto. Kebudayaan Banyumas itu
muncul dari kelas petani, tukang kebo dan tukang pacul. Orientasi kebudayaannya populis,
kebersamaan di tingkat grass roots. Mungkin ini diakibatkan perasaan senasib
sepenanggungan. Bahasa Banyumas juga berkembang pada tatanan monolit, bukan
bertingkat-tingkat.... Itu sebabnya ronggeng bisa tumbuh di sini.
Para perempuan Banyumas tidak dituntut sebagai perempuan gemulai, tetapi perempuan yang
bisa bekerja cepat. Cepat bekerja di sawah untuk menghidupi keluarga.
***
Orientasi kebudayaan yang berbasis kerakyatan inilah, menurut Tohari, yang harus
dipertahankan negara ini. Tidak seperti sekarang, orientasi kebanyakan orang adalah
kekuasaan. Sebab, dengan begitu, mereka merasa martabatnya sebagai manusia lebih tinggi
dibandingkan dengan rakyat jelata. Indonesia, tambah Tohari, sedang membutuhkan orang-
orang jujur, terus terang, rendah hati, dan memiliki sifat-sifat egaliter.
Kita harus memiliki penulis-penulis hebat. Dari merekalah kita harap terjadi penyusupan
moral keadaban. Sayangnya, penulis-penulis muda kita kurang memiliki rasa kebahasaan dan
pemihakan ideologi kebenaran yang kuat, kata Tohari.
Menurut Anda, mengapa bisa lahir generasi penulis yang begitu?
Desakan informasi sekarang ini berseliweran, bisa datang dari mana-mana dan kapan saja.
Info-info itu umumnya dikemas secara masif dan singkat. Kita seolah tidak memiliki waktu
untuk meresapi keindahan bahasa dengan metafor-metafor yang mempertajam rasa keindahan
dalam diri. Jadi, tantangan besar menjadi penulis pada era sekarang ini. Bahasa sudah direbut
media-media digital, juga para politisi.
Mungkin itu sebabnya saya merasa kesulitan menulis novel terakhir dari rencana tetralogi itu.
Terlalu banyak mengumbar kemarahan dan berpikir mungkin novel ini dianggap tidak cocok
dengan situasi. Saya sangsi kalau anak muda sekarang mengenal tanaman padi atau kedelai,
misalnya.
Kita harus belajar dari mana kalau begini situasinya?
Kan, sudah saya bilang, dulu generasi saya belajar tuntunan moral dari wayang. Mungkin
harus dicari media populer yang bisa menjadi wahana bagi anak-anak muda untuk belajar.
Film saya kira salah satu produksi kebudayaan massa yang bisa dijadikan wahana. Tetapi,
Anda tahu, kan, mutu film-film kita. Silakan jawab sendiri.
Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap keadaan ini?
Berhentilah bermimpi jadi priayi, yang cuma akan merasa lebih bermartabat dari kaum rakyat
jelata. Feodalisme yang dihasilkan oleh proses politik ini juga harus dihentikan. Munculkan
sifat-sifat egaliter, jujur, rendah hati, demokratis, perasaan senasib sepenanggungan. Cuma
itu cara menegakkan keadaban. Tak usah jauh dari istana, kementerian, atau partai, cukup
mulai dari lingkup terkecil: keluarga!






Pekerja Sosial...

AHMAD Tohari, yang sudah menghasilkan lebih dari 11 novel dan puluhan cerita pendek,
kini menjalani laku sebagai pekerja sosial. Saya punya surau di halaman rumah. Itu untuk
anak-anak di kampung. Istri saya mengelola PAUD di samping rumah kami. Selain itu, saya
juga suka berkebun dengan mengoleksi tanaman langka, kata Tohari.
Di sela-sela itu, kata peraih Hadiah Sastra ASEAN, SEA Write Award Tahun 1995 ini, ia
meneruskan penulisan novelnya untuk menggenapi rencana tetralogi tentang ronggeng.
Sampai sekarang belum ada judulnya, kata Tohari. Selain itu, Tohari juga mengisi
waktunya dengan menjadi penyelaras bahasa Banyumas pada Tim Penerjemah Al Quran
yang dibentuk STAIN Purwokerto.
Tidak banyak yang tahu bahwa di halaman rumahnya yang seluas 3.000 meter persegi itu
terdapat puluhan tanaman langka. Mengumpulkan tanaman ibarat menemukan oase agar
selalu hidup kreatif. Sama seperti menemukan ide-ide kreatif ketika seorang pengarang
sedang membutuhkan motivasi untuk menulis.
Ya, waktu saya di usia 66 tahun ini lebih banyak untuk bekerja sosial bersama istri. Anak-
anak sudah mandiri. Kalau saya butuh pulsa, mereka sering belikan, ha-ha-ha. Itu kalau saya
tidak malu memintanya, ujarnya.
Ahmad Tohari
Lahir: Tinggarjaya, Banyumas, 13 Juni 1948
Istri: Syamsyiah (52)
Anak-anak:
- Listia (42)- Widia (40)
- Ashar Saputra (37)
- Sita Hidayah (33)
- Din Alfina (31)
Pendidikan: SMA di Purwokerto, kuliah di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun,
Jakarta (1967-1970), Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
(1974-1975), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto (1975-1976)
Karya Novel: Kubah (1982), Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini
Hari (1985), Jentera Bianglala (1986), Di Kaki Bukit Cibalak (1977), Bekisar Merah
(1993), Lingkar Tanah Lingkar Air (1995), Belantik (2001), dan Orang-orang Proyek
(2002)

You might also like