You are on page 1of 48

Rekap Tetap Diumumkan Besok

EMIR CHAIRULLAH



Usulan pengunduran jadwal pengumuman rekapitulasi ulang oleh timses Prabowo-
Hatta tidak berdasar hukum dan menyalahi aturan.
PERMINTAAN timses capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk menunda pengumuman
rekapitulasi nasional (rekapnas) suara Pilpres 2014 ditolak banyak pihak. Selain tidak ada
urgensinya, permintaan tersebut dianggap menyalahi peraturan perundangan yang berlaku.
Hal itu terungkap dari pendapat Ketua Bawaslu Muhammad, Menteri Dalam Negeri
Gamawan Fauzi, dan Ketua DPD Irman Gusman ketika dimintai pendapat seusai berbuka
puasa di Istana Negara, kemarin.
Ketua Bawaslu Muhammad menyebutkan penundaan ataupun pengulangan pemungutan
suara bisa dilakukan apabila ada kejadian yang luar biasa. Saat ini, situasi pemungutan suara
hingga jelang pengumuman tidak mengalami persoalan. Jadi, untuk sementara ikuti jadwal
KPU saja.
Selain itu, permintaan tim Prabowo-Hatta untuk meminta pemungutan suara ulang (PSU)
ternyata sudah ditindaklanjuti KPU dan Bawaslu. Dari permintaan PSU di lebih dari 5.000
TPS, yang dikabulkan KPU hanya sekitar 13 TPS. Setelah dilakukan pencermatan, ada yang
terbukti dan tidak. Jadi, tidak bisa kita lakukan semua. Yang kemarin saja yang dilakukan,
ujarnya.
Hal senada dikatakan Mendagri Gamawan Fauzi yang menyebutkan jika pemungutan suara
ulang dilakukan, jumlahnya tidak terlalu mengubah komposisi suara. Karena jumlah yang
dipersoalkan itu memang tidak besar.
Bahkan, tambah Gamawan, sebenarnya KPU bisa saja mengumumkan sehari sebelum 22 Juli
2014. Namun, daripada dipersoalkan, lebih baik ikuti saja apa yang sudah dijadwalkan,
ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPD Irman Gusman mengingatkan usulan PSU secara nasional, apalagi
penundaan pengumuman rekapitulasi, bisa merusak agenda nasional. Harus diumumkan
pada 22 Juli sesuai jadwal saja.
Irman menyebutkan apabila ada temuan pelanggaran, sebaiknya pasangan capres-cawapres
menyerahkan ke MK. Menurut saya, enggak perlu ada pemilu ulang. Kalau enggak puas,
kan ada MK. Jadi, enggak mungkin ada penundaan, tegasnya.
Sesuai jadwal
Sikap senada dikemukakan KPU yang menyatakan tidak akan mengundur waktu penetapan
rekapitulasi suara nasional pilpres yang akan dilaksanakan pada 22 Juli, besok. Komisioner
KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan pihaknya tetap akan mengejar tenggat hingga 22 Juli.
Menurutnya, KPU sudah memiliki aturan dan batasan kerja sehingga tidak ada pengunduran
waktu pengumuman. Aturan kerja kita itu ada batasan-batasannya dan ada deadline-nya
tersendiri.
Bahkan Hadar menegaskan dalam rekapitulasi suara nasional pada 22 Juli nanti saksi dari
kedua kubu pasangan capres-cawapres peserta Pilpres 2014 yang hadir agar lebih fokus dan
tidak bertele-tele dalam menyampaikan pandangan dan protes mereka.
Untuk antisipasi keberatan saksi-saksi, kita imbau mereka sepakat ada jadwal. Kita ajak
mereka untuk fokus, jangan melebar-lebar ke lain-lain, kata Hadar, tadi malam.
Dalam hal ini, Hadar berharap banyak pada peran Bawaslu untuk membantu memberikan
arahan. Tujuannya supaya pembahasan rekapitulasi berlangsung tepat, fokus, dan tidak
melebar.
Sementara itu, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo meyakini KPU tidak akan melenceng dari
tahapan pemilu yang sudah ditetapkan.
Pada prinsipnya sudah sepakat ikuti tahapan pilpres sebagaimana sudah disepakati
bersama, jelasnya, kemarin. (AI/Ami/P-2) emir@mediaindonesia.com




































Akui Kemenangan Jokowi

SRI UTAMI

Mahfud MD menilai penundaan penetapan hasil Pilpres 2014 ataupun pemungutan
suara ulang tidak ada gunanya.
RAPAT pleno rekapitulasi suara Pemilihan Umum Presiden 2014 di tingkat provinsi di
seluruh Indonesia telah rampung, kemarin dini hari. Hasilnya, pasangan Joko Widodo-Jusuf
Kalla memenangi pilpres dengan raihan 67,7 juta suara (52,57%) berbanding 61 juta suara
(47,43%) untuk Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Mulai kemarin pagi hingga besok, Komisi Pemilihan Umum menggelar rekapitulasi suara
pilpres tingkat nasional. KPU memastikan penetapan presiden terpilih hasil Pilpres 2014
dilakukan sesuai jadwal, yakni besok (22 Juli 2014) kendati ada permintaan dari kubu
Prabowo agar KPU menghentikan rekapitulasi.
Seiring dengan hasil tersebut, sebagian elite di kubu Prabowo-Hatta mulai realistis.
Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Mahfud MD, menyatakan tugasnya hampir
selesai.
Saya sebagai tim kampanye nasional pemilu sudah selesai. Saya kembalikan mandat, saya
sudah tidak berhasil memenangkan Prabowo-Hatta, kata Mahfud.
Mahfud juga menilai desakan kubu Prabowo agar pemungutan suara ulang digelar tidak ada
gunanya lagi. Secara undang-undang kan batasnya sudah terlewati, yakni paling lambat 10
hari setelah pemungutan suara. Yang memungkinkan itu penundaan penetapan pemenang
pilpres. Namun, itu juga tidak ada gunanya.
Meski tidak mengatakan secara gamblang keunggulan Jokowi-JK, Mahfud berjanji akan
mengucapkan selamat saat pengumuman KPU nanti. Sama-sama kita tunggu pengumuman
nanti dari KPU. Saya tidak mau mengucapkan sekarang, terangnya kepada Media Indonesia.
Pengakuan terbuka
Berbeda dengan Mahfud, pengakuan terbuka atas kemenangan Jokowi-JK disampaikan
politikus muda PAN Hanafi Rais. Putra Ketua Majelis Pertimbangan Partai PAN Amien Rais
itu mengatakan, Saya amati apa yang terjadi di KPU. Saya simpulkan, rekap itu sudah
menunjukkan kemenangan Jokowi-JK. Secara pribadi saya ucapkan selamat kepada Bapak
Jokowi dan JK yang akan memegang tampuk kepemimpinan nasional dalam lima tahun
mendatang.
Anggota DPR terpilih itu juga menilai banyak pendukung Prabowo merasakan hal serupa.
Sikap saya menerima itu, legowo, dan seikhlas mungkin. Saya ingin ngademke
(menyejukkan) suasana.
Juru bicara pasangan Jokowi-JK, Anies Baswedan, mengapresiasi pernyataan Hanafi. Ia juga
menaruh hormat kepada Prabowo-Hatta yang ia nilai sebagai negarawan karena menjaga
demokrasi dan turun tangan demi Indonesia.
Wakil Ketua PAN Dradjad Wibowo menandaskan partainya akan menghormati apa pun
keputusan KPU pada 22 Juli. Pendiri PAN, Pak Amien Rais, itu negarawan, ulama, dan
demokrat sejati yang sangat menghormati dan mementingkan rakyat. Jadi, kami juga
menghormati KPU.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan seluruh elemen bangsa
agar terus menjaga kebersamaan menjelang pengumuman rekapitulasi suara Pilpres 2014.
Harganya amat mahal jika sebuah bangsa terpecah. Untuk menyatukannya kembali bukan
sesuatu yang mudah, kata Presiden saat memberi sambutan dalam buka puasa bersama
pasangan capres-cawapres di Istana Negara. (Pol/FU/Che/Mhk/X-2)
ami@mediaindonesia.com
Kirimkan tanggapan Anda atas berita ini melalui e-mail: interupsi@mediaindonesia.com
Facebook: Harian Umum Media Indonesia Twitter: @MIdotcom Tanggapan Anda bisa
diakses di metrotvnews.com





















Bersukacita Sambut Presiden Baru


Siapa pun yang menjadi presiden, dia pastinya presiden seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, marilah kita sambut presiden baru dengan penuh sukacita.
Silakan tanggapi Editorial ini melalui http://www.metrotvnews.com
DEMOKRASI mensyaratkan kompetisi yang jujur dan adil. Prinsip jujur dan adil bukan
hanya berlaku ketika kompetisi berlangsung, melainkan juga setelahnya, ketika kompetisi
tersebut mulai memperlihatkan hasil.
Prinsip jujur dan adil ialah kualitas sikap dan perilaku yang bersedia menerima kekalahan diri
sendiri sekaligus mengakui kemenangan pihak lain. Dalam bahasa sehari-hari, prinsip itu
ialah siap menang dan kalah.
Prinsip, sikap, dan perbuatan jujur dan adil itulah yang saat ini sangat dibutuhkan bangsa ini
menjelang pengumuman hasil rekapitulasi suara pemilihan umum presiden pada 22 Juli.
Tanpa sikap siap menang dan siap kalah, kita tidak mungkin menyambut presiden baru dalam
suasana sukacita dan damai.
Kita sangat mengapresiasi Mahfud MD, ketua tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, yang siap mengakui kemenangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kita
berharap langkah Mahfud diikuti pendukung Prabowo-Hatta.
Pengakuan kubu Prabowo-Hatta atas kemenangan Jokowi-JK sesungguhnya wajar belaka.
Berdasarkan hitung cepat delapan lembaga survei kredibel, Jokowi-JK unggul. Rekapitulasi
suara oleh Komisi Pemilihan Umum yang mendekati final juga memperlihatkan tanda-tanda
kemenangan Jokowi-JK.
Kesediaan menerima kekalahan dan kemenangan membuat pertemuan Jokowi dan Prabowo
yang digagas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi bermakna sebagai jalan
kegembiraan politik dalam menyambut pemimpin baru. Prinsip jujur dan adil dalam
demokrasi juga berlaku buat sang pemenang. Pemenang bisa menunjukkan sikap jujur dan
adil dengan tidak berlebihan merayakan kemenangan.
Pemenang juga harus mewujudkan prinsip jujur dan adil itu dengan tidak menistakan yang
kalah, tetapi menempatkan mereka dalam posisi terhormat. Kita mengapresiasi Jokowi yang
meminta pendukungnya untuk tidak mengenakan atribut capres dan cawapres nomor urut 2,
apalagi turun ke jalan. Imbauan Jokowi itu bisa kita baca sebagai bentuk kearifan.
Siapa pun yang meraih kemenangan dalam pilpres, itu merupakan kemenangan rakyat. Siapa
pun yang menjadi presiden, dia pastinya presiden seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu,
marilah kita sambut presiden baru dengan penuh sukacita.
Waspadai Mark-up Suara

SRI UTAMI


Hasil rekapitulasi penghitungan suara yang berbeda di setiap tingkatan bakal menjadi
benih gugatan atas hasil rekapitulasi final yang akan ditetapkan KPU.
PENGAMAT politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Ari Dwipayana,
mengatakan perlu diwaspadai adanya indikasi penggelembungan/mark-up suara dalam proses
rekapitulasi penghitungan suara secara nasional yang akan dilakukan Komisi Pemilihan
Umum mulai hari ini.
Indikasi itu, sambungnya, sudah dapat dilihat dari berbagai kejanggalan yang sudah ada saat
ini, misalnya rekapitulasi suara yang berbeda antara formulir C-1 (tingkat TPS), DA-1
(tingkat kecamatan), dan DB-1 (tingkat kabupaten/kota).
Ada selisih antara hasil rekap C-1 yang berbasis TPS dengan hasil hitung secara berjenjang
di tingkat kecamatan dan kabupaten. Dengan transparansi data dari KPU, indikasi itu bisa
terlihat dan dibuktikan, kata Ari di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ia menduga ada sejumlah formulir C-1 bermasalah yang diunggah ke laman resmi KPU.
Padahal di tingkat selanjutnya, yakni kecamatan atau kabupaten/kota, hasil formulir itu sudah
berbeda.
Formulir C-1 bermasalah itu bisa karena kesengajaan ataupun salah input. Kesalahan data
ini yang dikhawatirkan bisa memicu konflik, ujar Ari.
Sebelumnya KPU telah membuat terobosan dengan mengunggah formulir C-1, DA-1, dan
DB-1 secara terbuka sehingga bisa diketahui publik. Terobosan KPU itu membuka inisiatif
publik untuk menghitung dan membuat rekapitulasi sendiri berdasarkan data di wilayah
masing-masing.
Terobosan dari KPU dalam transparansi data itu diapresiasi Ari sebagai sebuah langkah maju.
Namun, hal itu harus diikuti langkah berikutnya dari KPU dan Bawaslu untuk memonitor dan
menyupervisi agar bisa secara cepat mengoreksi penyimpangan dan mencegah kecurangan
bisa terjadi.
Masyarakat juga bisa berpartisipasi dengan menyalakan alarm ketika kejanggalan itu
terjadi, ucapnya.
Terima hasil
Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Muhammad Romahurmuziy mengatakan Koalisi Merah Putih, yang merupakan pengusung
pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, memutuskan akan menerima hasil
penghitungan suara pada rapat pleno KPU.
Namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi
(MK) jika hasil penghitungan suara dinilai tidak adil dan adanya laporan kecurangan, kata
Romahurmuziy, Sabtu (19/7) malam.
Menurut Romy, sapaan akrab Romahurmuziy, partai-partai politik anggota Koalisi Merah
Putih telah memutuskan terus memonitor penghitungan suara Pemilu Presiden 2014 yang saat
ini sudah berada di tingkat provinsi.
Sementara itu, anggota tim hukum Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan, menegaskan pihaknya
siap berlaga di MK meski hal itu tak diharapkan kubunya.
Kami sudah siap menghadapi permohonan. Intinya kami lihat mereka mencoba menunda
kemenangan ini. Mereka berharap agar ada putusan MK untuk rekapitulasi ulang, cetus
Trimedya, kemarin.
Sampai saat ini, pihaknya sudah mengumpulkan setidaknya 546 dugaan tindak kecurangan,
terutama di Sampang, Madura. Hal itu untuk antisipasi jika terjadi serangan balik dari dari
kubu pasangan Prabowo-Hatta. (Ant/P-1)
ami@mediaindonesia.com




















Pilpres di Madura Diduga Curang


KETUA tim lintas relawan pasangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (JokowiJK),
Khofifah Indar Parawansa, menyebutkan banyak kecurangan yang terjadi di wilayah Madura
pada Pemilihan Presiden 2014.
Ini memalukan. Kecurangan banyak terjadi di wilayah Madura, seperti di Kabupaten
Sampang, Bangkalan, dan juga di Pamekasan, katanya saat dikonfirmasi di Posko Kirab
Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (19/7).
Ia mengemukakan ada dugaan kesamaan modus yang digunakan pada kecurangan kali ini.
Modusnya hampir mirip dengan dugaan kecurangan yang terjadi pada pemilihan gubernur
Jawa Timur pada Agustus 2013. Modus itu yang diduga digunakan kembali di Jawa Timur
dalam menghadapi pemilu legislatif dan pemilihan presiden kali ini. Kami menduga modus
yang digunakan itu masih dilakukan secara konvensional dan ada indikasi hal itu dilakukan
oleh orang yang sama. Oleh karena itu, kondisi seperti ini merupakan pencederaan demokrasi
dan juga mengamputasi kedaulatan rakyat, katanya.
Ia mengatakan pihaknya ingin melihat dan juga mempertanyakan kinerja dari petugas
penyelenggara pemilu di Madura dan juga petugas panitia pengawas di lokasi tersebut.
Karena dari laporan tim kami yang ada di lapangan, pemilih yang ada di lokasi tersebut
sebagian besar tidak pernah mendapatkan undangan sehingga tidak menggunakan hak pilih
pada pemilihan presiden ini, katanya.
Pendapat yang sama juga disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Di sela-sela
rapat pembahasan materi dan peluncuran logo muktamar PKB 2014, kemarin, Muhaimin
mendesak Bawaslu dan institusi penegak hukum mengidentifikasi proses pemungutan suara
di Madura. Ia mengindikasikan selama masa pemungutan suara telah terjadi politik uang,
penyalahgunaan kewenangan, dan intimidasi. Karena itu, ia mendesak Bawaslu hendaknya
proaktif pada laporan kecurangan di Madura.
Proses pemilihan presiden yang dirasa lancar menyisakan noda memalukan di Madura.
Karena pembohongan demokrasi juga kecurangan masif terjadi di hampir seluruh Madura.
PKB tetap akan menginvestigasi dan membawa ke ranah hukum melalui Bawaslu dan DKPP
(Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan umum), katanya. (Cah/Ant/P-1)







Demokrat Siap Gabung ke PDIP

RUDY POLYCARPUS


Partai Golkar tinggal memuluskan langkah di munas dengan cara melengserkan
Aburizal Bakrie.
PARTAI Demokrat segera bergabung dengan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla seusai
penetapan pemenang pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum. Hal itu disampaikan
seorang elite PDI Perjuangan yang identitasnya enggan dibuka.
Menurut dia, pihaknya sudah membuka saluran komunikasi dengan elite Partai Demokrat,
seperti Ketua Harian DPP Demokrat sekaligus Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan
yang dikenal dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai
Demokrat.
Komunikasi dengan Menteri Syarief. Dia mau, tapi pelan-pelan karena tak mau
menyinggung pihak lain. Ketidakhadiran Syarief dalam penandatanganan Koalisi Merah
Putih adalah salah satu komitmen awal, ujarnya.
Ia menegaskan belum ada pertemuan khusus dengan elite Partai Demokrat. Pertemuan formal
baru akan digelar pada Rabu (23/7). Akan buka puasa bersama. Mbak Puan juga akan
hadir.
Dia mengakui komunikasi yang dijalin selama ini dengan Partai Demokrat tak ubahnya
operasi senyap. Menjunjung tinggi etika berpolitik, begitu alasannya. Sumber itu menegaskan
komitmen dengan Syarief secara tak langsung merupakan representasi dari Presiden
Yudhoyono. Kala dimintai konfirmasi, Syarief tidak menjawab pesan pendek Media
Indonesia.
Partai Golkar pun bersiap untuk merapat ke kubu Jokowi-JK. Partai Golkar tinggal
memuluskan langkah di musyawarah nasional, dengan cara melengserkan Ketua Umum
Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Ketua DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai mengatakan dari 33 DPD Golkar, hanya sebagian
kecil yang menolak Munas 2014 digelar. Yang menginginkan munas itu mayoritas.
Kalau yang menolak, paling hanya Ridwan Bae (Ketua DPD Golkar Sulawesi Tenggara),
Gandung Pardiman (Ketua DPD Golkar DI Yogyakarta), dan Rusli Habibie (Ketua DPD
Golkar Gorontalo), ujarnya.
Gagal total
Yorrys menilai,Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal telah gagal total. Sejumlah target
rontok di tengah jalan. Target-target yang tidak tercapai itu ialah perolehan suara Golkar di
pemilu legislatif hanya sekitar 14%, dari target 30% suara nasional.
Kedua, sebutnya, target untuk mencalonkan Aburizal sebagai capres. Target itu juga urung
terealisasi lantaran Golkar gagal membentuk kubu koalisi yang bisa mengusung capres
sendiri. Ketika target diturunkan agar Aburizal didorong sebagai cawapres urung terlaksana.
Target terakhir, ungkap Yorrys, ketua umum akan dijadikan sebagai menteri utama juga
terancam gagal karena pasangan capres yang didukung Golkar masih tertinggal berdasarkan
hasil rekapitulasi KPU.
Politikus senior Partai Golkar Zainal Bintang mengatakan, Kamis (24/7) akan digelar
pertemuan dengan Ketua DPD Tingkat I Partai Golkar dari seluruh provinsi di Indonesia
dengan JK. Menurut Zainal, pertemuan tersebut membuka ruang konsolidasi terkait dengan
perbedaan sikap politik di internal partai.
Namun, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung berkukuh tetap
mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

rudy@mediaindonesia.com
























UU MD3 Mentahkan Antikorupsi


UPAYA pemberantasan korupsi yang seharusnya mendapat dukungan dari wakil rakyat di
parlemen ke depan akan terhambat setelah DPR mengesahkan UndangUndang MD3 (susunan
dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD). Salah satu poin penting dari keberadaan UU
MD3 terkait dengan upaya pemberantasan korupsi adalah adanya ketentuan bahwa
pemeriksaan anggota parlemen harus mendapatkan izin dari Kehormatan Dewan dan
membutuhkan waktu sekitar 1 bulan sampai izin turun.
Menurut pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang Rahmat Bowo,
UU MD3 yang baru disahkan pada 8 Juli lalu itu merupakan kemunduran dalam upaya
pemberantasan korupsi. Menurut dia, mekanisme izin semacam itu untuk memeriksa pejabat
negara bakal mempersulit langkah penegak hukum, termasuk KPK dalam memberantas
tindak pidana korupsi.
Dijelaskan mekanisme izin semacam itu sebelumnya ada dalam UU Nomor 32/2004 bahwa
untuk memeriksa kepala daerah harus mendapat izin presiden, tetapi akhirnya mekanisme itu
dihapus Mahkamah Konstitusi. Sekarang dikembalikan lagi, bedanya izin dialihkan untuk
anggota DPR, katanya.
Pengajar Fakultas Hukum Unissula itu mengungkapkan semestinya pemeriksaan pejabat
publik, terutama untuk tindak pidana korupsi tidak perlu melalui persetujuan semacam itu
karena akan kontraproduktif. Di tengah gencar-gencarnya upaya pemberantasan korupsi,
kok malah ada mekanisme izin untuk memeriksa anggota DPR. Rakyat sepatutnya bertanya
karena tidak sejalan semangat pemberantasan korupsi.
Dengan adanya UU MD3 yang mengembalikan mekanisme izin pemeriksaan pejabat seperti
itu, kata Rahmat, rakyat patut menduga kalau kalangan elitenya memang `bermasalah'.
Kalau tidak `bermasalah', kenapa mau diperiksa harus izin MKD? Kalau untuk
permasalahan selain korupsi bolehlah, tetapi kalau soal tipikor tidak perlu. Bagaimana kalau
tidak diizinkan? katanya.
Tidak sedikit akademisi yang menolak pengesahan UU MD 3. Terpisah, pengamat politik
dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai revisi UU MD3 merupakan
skenario poros Merah-Putih untuk membangun tirani politik parlemen.
Saya setuju jika ada elemen masyarakat yang melakukan uji materiil di MK. Ini sangat baik
untuk menghindari tirani politik parlemen, kata Ahmad Atang. (Ant/P-2)





Kasus Kepala KPU Bea Cukai Tetap Lanjut


POLDA Metro Jaya memastikan penyidikan kasus penyalahgunaan kekuasaan dengan
tersangka Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok Bahaduri
Wijayanta Bekti Mukarta tidak dihentikan.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar
Heru Pranoto kepada Media Indonesia, kemarin. Tidak ada SP3 (surat perintah penghentian
penyidikan). Kasus jalan terus, kata dia.
Heru menjelaskan sebenarnya penyidik telah melimpahkan berkas, tetapi dikembalikan pihak
Kejaksaan Tinggi DKI. Alasannya perlu penyempurnaan keterangan dari saksi ahli pidana
dan kepabeanan. Jika ada informasi yang menyebutkan kasus tersebut akan di-SP3, itu bukan
dari kepolisian.
Heru memandang tidak perlu mengambil keterangan saksi ahli dari Kementerian Keuangan
ataupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ini kasus biasa dan saya rasa sudah cukup
dengan keterangan saksi ahli yang sudah kami proses, terang dia.
Himpunan Pengusaha Lira Indonesia (Hiplindo) melaporkan Wijayanta ke Sentra Pelayanan
Kepolisian Terpadu Polda Metro Jaya pada 26 April 2013. Ketua Umum Hiplindo Jusuf Rizal
mewakili sejumlah pengusaha merasa dirugikan secara materi ataupun moral atas penahanan
barang milik mereka selama berbulan-bulan oleh pihak Wijayanta.
Seharusnya Wijayanta mengeluarkan surat perintah pengeluaran barang (SPPB) setelah
terbitnya PIB (pemberitahuan impor barang) paling lama 30 hari. Hal itu sesuai dengan
Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No 7/2003 tentang Tata Laksana Impor Barang Pasal 19 ayat
2. Namun, Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok malah menahan barang hampir tiga
bulan.
Akibatnya, banyak pengusaha mengalami kerugian materi ratusan juta hingga miliaran
rupiah. Dalam penyidikan, Polda Metro Jaya menemukan fakta tersangka meminta pejabat
fungsional pemeriksa dokumen (PFPD) meneliti ulang atas berkas PIB terhadap satu dari
empat kontainer bermuatan garmen asal Tiongkok. Barang milik PT Primadaya Indotama itu
hingga kini tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Pun setelah diteliti, Wijayanta tetap tidak sepakat dengan nota hasil penelitian ulang (NHPU)
yang diterbitkan PFPD, yakni importir wajib membayar tagihan Rp146.066.000. Wijayanta
malah kembali mengeluarkan surat perintah penelitian ulang dan meminta PFPD
mengevaluasi hingga terbitlah NHPU baru bernilai fantastis, yakni Rp2.911.366.000.
Tersangka menetapkan angka itu dengan dalih barang bernilai tinggi.
Atas kasus tersebut, penyidik mengganjar Wijayanta dengan Pasal 421 KUHP tentang
penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, tersangka disebut melanggar UU Nomor 10 Tahun
1995 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal
16 ayat 2, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 Pasal 2 dan 3. (Gol/T-
1)











































DI KPU DAN MK DEMOKRASI NKRI
DIPERTARUHKAN



TITIK kritis pelaksanaan demokrasi di Indonesia kini sedang di depan mata saat bangsa ini
menggelar Pilpres 2014 yang diikuti dua pasangan capres-cawapres, yakni nomor urut 1
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Pada masa kampanye, pesta demokrasi rakyat telah dicederai adanya kampanye hitam yang
beredar dan merusak suasana damai pilpres. Sontak, sejak bahkan sebelum masa kampanye
dibuka pada 13 Juni-4 Juli hingga masa tenang (5-7 Juli), masyarakat disuguhi hasutan yang
sempat seakan membuat bangsa ini akan runyam terpecah-belah.
Tidak hanya itu, suhu politik ikut meninggi bahkan saat pemilu presiden selesai digelar.
Paparan hasil hitung cepat (quick count) yang disiarkan media massa memperlihatkan selisih
tipis di antara kedua kandidat. Suasana itu terus memicu perselisihan dan menaikkan tensi
politik. Sebab, 1% saja perbedaan suara sangatlah berpengaruh dalam hasil rekapitulasi dan
menentukan kemenangan pasangan capres-cawapres.
Nah, di sinilah nantinya sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan mengumumkan
hasil resmi pada 22 Juli atau besok diuji. Publik yang sudah melek teknologi dan politik akan
mencermati dengan ketat, apakah hasil penghitungan nasional yang disampaikan KPU nanti
tidak mencederai rasa keadilan dan ketulusan rakyat.
Lagi-lagi, isu tak sedap menyeruak. Dua hari jelang pengumuman resmi rekapitulasi, KPU
akan diserbu massa.
Tidak itu saja, jalur hukum pun akan ditempuh jika salah satu kandidat dinyatakan kalah.
Secara legal, memang hal itu diperkenankan. Jika demikian, Mahkamah Konstitusi (MK)-lah
menjadi benteng terakhir keadilan rakyat. Apalagi kedua kubu mengaku siap untuk
mengajukan gugatan terkait dengan hasil pilpres.
Peran MK menjadi sangat vital, tidak hanya menjamin bahwa pengeluaran negara yang
jumlahnya triliunan rupiah terselamatkan, tetapi juga menjamin hak pemilih tersalurkan
sesuai dengan aspirasinya serta mengembalikan suara yang dicurangi ke peserta pemilu yang
berhak. Karena itu, dibutuhkan sebuah kesiapan bagi MK sebagai lembaga pemutus sengketa
hasil pemilu.
Pengalaman MK menangani gugatan keberatan menjadi hal lumrah bagi lembaga tinggi
negara ini. Namun, tetap prinsip independen menjadi suatu keharusan dalam menetapkan
putusan.
Kesiapan MK tecermin pada pernyataan Ketua MK Hamdan Zoelva bahwa MK siap secara
cermat, konstitusional, dan independen dalam menangani perkara perselisihan hasil
pemilihan umum (PHPU) di Jakarta, Jumat (18/7). MK juga menjanjikan perkara sengketa
Pilpres 2014 akan selesai dalam waktu cukup singkat, yakni 14 hari kerja.
Kami akan mengadili perkara secara cermat dan independen, perkara PHPU akan
diselesaikan sesuai dengan ketetapan yang ada, 14 hari, tegas Hamdan.
Sekjen MK Janedri M Gaffar pun jauh-jauh hari juga menyatakan MK akan membuka
pendaftaran selama 3x 24 segera setelah hasil pilpres diumumkan (16/7). Hal itu sesuai
dengan peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam PHPU
Presiden yang telah ditandatangani Ketua MK Hamdan Zoelva. Permohonan paling lambat
diajukan 3x24 jam, sejak pengumuman oleh KPU, ujarnya.
Pemohon perkara diberi kesempatan untuk melengkapi berkas permohonan yang ada dalam
waktu 1x24 jam. Bagi pihak yang bersengketa, tentunya harus melengkapi tuntutan dengan
bukti.
Bukti paling pokok ialah kelengkapan formulir yang dikeluarkan KPU seperti C1, D1, DA1,
DB disertakan pula form C, D, DB, DA, dan DC. Peran saksi pun tak lepas dari kelengkapan
permohonan, terutama saksi langsung baik di tingkat TPS, PPS, desa, maupun kecamatan
yang hadir pada saat proses penghitungan suara berlangsung.
Kesiapan MK itu juga didukung para hakim. Hakim dituntut tidak memihak, lepas dari latar
belakangnya. Mereka harus profesional dan tidak memihak kepentingan kelompok tertentu.
Apalagi saat ini MK menjadi sorotan tajam masyarakat setelah kasus suap yang menimpa
mantan Ketua MK Akil Mochtar baru-baru ini.
Hamdan menegaskan, lewat keberagaman latar belakang hakim konstitusional, justru akan
mencegah keberpihakan MK dalam memutuskan perkara. Perbedaan itu yang membuat
keseimbangan terjadi, ada hakim yang mendukung DPR, presiden. Kami akan tetap
independen, pungkas Hamdan.













Saatnya Elite Politik Lulus dalam Pembelajaran



BISA jadi, besok merupakan hari yang ditunggu sebagian besar masyarakat Indonesia.
Setelah berbondong-bondong ikut melakukan pemungutan suara pada 9 Juli 2014 lalu, kini
masyarakat Indonesia menunggu pengumuman siapa yang bakal dinyatakan sebagai
pemenang Pilpres 2014.
Pilpres kali ini merupakan ajang pemilihan presiden langsung yang ketiga kalinya digelar
sejak era Reformasi. Antusiasme masyarakat kali ini jauh lebih tinggi daripada pilpres
sebelumnya. Tak hanya di TPS, selama masa kampanye, masyarakat kini lebih terbuka dalam
menyatakan dukungannya terhadap salah satu kandidat.
Penyelenggara pemilu juga tampak lebih transparan dalam proses rekapitulasi suara. Hal itu
terbukti dengan upaya KPU untuk mengunggah formulir C1 dari seluruh TPS yang ada.
Dengan demikian, seluruh masyarakat pemilih bisa mengetahui dan mengontrol hasil
perolehan di tempat mereka memilih. Jika ada yang janggal, masyarakat bisa melakukan
protes mengenai hasil tersebut.
Usaha masyarakat sipil untuk mengawal proses pilpres itu sangat luar biasa. Ketimbang pasif
menunggu hasil rekapitulasi KPU besok, sebagian kalangan masyarakat sipil, lembaga survei,
dan media massa sudah melakukan hitung cepat (quick count) sendiri. Kemudian mereka pun
berinisiatif untuk menciptakan website yang isinya merupakan tabulasi suara di seluruh TPS.
Tujuan hitung cepat dan tabulasi itu sangat sederhana, yaitu membuat data pembanding
terhadap proses rekapitulasi yang dibuat KPU.
Namun, tatkala dinamika pilpres sudah positif seperti itu, sejumlah elite politik justru
melakukan langkah mundur yang bisa mengancam kesuksesan pemilu damai yang sudah
berjalan sejauh ini. Dengan alasan adanya kecurangan, para elite itu meminta agar proses
rekapitulasi yang diumumkan besok ditunda. Bahkan ada keinginan untuk melakukan
pemungutan suara ulang yang tentu membuat masyarakat yang sudah memilih menjadi
bingung.
Ketimbang mengulur-ulur pengumuman hasil rekapitulasi pilpres karena alasan yang tidak
jelas, sudah selayaknya kita memberi kesempatan kepada KPU untuk menyelesaikan tugas
sesuai waktu. Apabila berkeberatan dengan proses pilpres dan hasilnya, toh kandidat yang
merasa dirugikan atau dicurangi bisa menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa di
Mahkamah Konstitusi. Namun, jika alasan kecurangan itu hanya dibuat-buat, lebih baik sang
kandidat dan para pendukungnya bersikap legawa dari sekarang. Harus diingat bahwa
keinginan untuk menunda pengumuman itu akan merugikan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan.
Mungkin ada baiknya para kandidat dan pendukungnya meniru apa yang dilakukan Al Gore
saat maju dalam pilpres Amerika Serikat pada 2000 lalu. Saat itu Al Gore mendapatkan
setengah juta suara lebih banyak daripada George Bush, tetapi Al Gore kalah dalam
pemilihan presiden tersebut karena hanya mendapat 266 elector, berbanding dengan George
W Bush yang memperoleh 271 elector.
Saat itu memang sempat ada gejolak karena Al Gore merasa diperlakukan tidak adil,
terutama dengan kasus hilang-nya suara pemilih pendukungnya di Negara Bagian Florida
yang berakibat dirinya kalah. Namun, Al Gore memilih menyelesaikan kasus tersebut lewat
jalur hukum. Ketika Mahkamah Agung AS secara kontroversial memutuskan George W Bush
menang, Al Gore memilih bersikap legawa dengan alasan tidak membuat negara adidaya itu
terlibat krisis politik berkepanjangan.
Jadi, apabila hasil pilpres tidak sesuai dengan yang diharapkan, janganlah proses demokrasi
yang sudah dilakukan masyarakat kemudian dirusak segelintir elite politik. Jika elite-elite ini
memang tetap ngotot memaksakan hasil, pertanyaannya kemudian, siapa sebenarnya yang
harus belajar berdemokrasi, elite politik atau masyarakat? (Emir Chairullah/P-5)
































Pemilu Harus Diikuti Prinsip Transparansi



TRANSPARANSI sudah menjadi hal mutlak dalam proses pemilu meski dalam prinsipnya,
KPU hanya mengenal asas jujur dan adil. Tanpa asas transparansi, pelaksanaan pemilu yang
menelan biaya triliunan rupiah dan energi bangsa yang luar biasa tersebut hanya akan
menghasilkan pemimpin bangsa yang mungkin tidak dikehendaki mayoritas masyarakat.
Nah, di sinilah perlunya asas transparansi dipegang seluruh pemangku kepentingan pemilu,
termasuk masyarakat.
Berbeda dengan 10 tahun yang lalu, aspek transparansi belum begitu menjadi perhatian
banyak pihak. Namun, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan peran
masyarakat yang semakin nyata dalam kehidupan politik, pemilu kali ini khususnya Pilpres
2014 merupakan kemenangan rakyat.
Rakyat tidak lagi menjadi objek dalam proses pemilu, sebaliknya menjadi penentu sekaligus
ikut mengontrol jalannya pemilu yang secara resmi memang berada di tangan KPU.
Meski proses pilpres diwarnai banyak tindakan yang mengarah ke kampanye hitam, yang
menggembirakan dan baru pertama kali terjadi ialah peran masyarakat yang tergabung dalam
relawan yang begitu besar. Mereka menginginkan penyelenggara pemilu bekerja secara
transparan sehingga tidak merugikan hak politik setiap warga negara.
Alasannya, Indonesia sebagai negara demokrasi telah menempatkan rakyat dalam kedaulatan
tertingginya dengan hak konstitusinya melalui pilpres. Oleh karena itu, pilihan yang
dijatuhkan rakyat untuk menentukan pemimpinnya bisa berubah melalui berbagai kecurangan
sehingga proses harus dikawal hingga waktu penetapan pemenang pilpres pada 22 Juli nanti.
Salah satu cara untuk mengukur transparansi perolehan suara dalam pilpres yang dilakukan
kalangan akademis dan peneliti yaitu penghitungan cepat (quick count). Pada Pilpres 2014
ini, sebanyak delapan lembaga survei yang kredibel dan berintegritas menempatkan pasangan
Joko Widodo-M Jusuf Kalla sebagai pemenangnya, mengungguli pasangan capres Prabowo
Subianto dan cawapres Hatta Rajasa.
Hasil quick count dari delapan lembaga survei tersebut menempatkan pasangan yang diusung
PDIP, Partai NasDem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI unggul sekitar 5% dengan perolehan
suara sekitar 52%. Adapun pasangan dari Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, PBB, dan Partai
Golkar meraih 48%.
Hasil quick count tersebut dapat digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan saat
rekapitulasi suara. Sekaligus hasil quick count juga dapat dijadikan pembanding oleh KPU,
kata Burhanuddin Muhtadi, Direktur Indikator Politik Indonesia.
Beberapa kecurangan, menurut Gerindra Sandino, Wakil Sekjen Komite Indonesia Pemantau
Pemilu (KIPP), secara objektif menunjukkan pasangan Jokowi-JK yang dirugikan. Salah satu
yang dijumpai ialah adanya penggelembungan suara pasangan Prabowo-Hatta.
Penggelembungan suara itu terjadi di banyak TPS yang jumlahnya dapat mencapai puluhan
dan masih ditambah lagi dengan kejanggalan perolehan suara yang tidak logis dialami
pasangan Jokowi-JK.
Menurut Jeirry Sumampouw dari Komite Pemilih untuk Indonesia (Tepi), banyaknya
masalah yang ditemukan di lapangan ataupun pantauan atas laman KPU RI menunjukkan
adanya kecurangan yang masif.
Kendati demikian yang menggembirakan, pelaksanaan pilpres pada 9 Juli 2014 berlangsung
aman. Jajaran Polri dan TNI bekerja sama dalam mengamankan serta mengawal proses
pemilu yang menjadi momentum pesta demokrasi rakyat Indonesia.
Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya mengatakan pihaknya sudah siap siaga dalam
mengamankan dan mengawal suara rakyat mulai dari TPS sampai KPU.
Kita sudah ditugasi panglima TNI. Semua satuan kita dilibatkan untuk mengamankan dan
mengawal jalannya suara rakyat mulai dari TPS sampai ke KPU. Namun, kita tidak langsung
berhadapan dengan kotak suara itu sendiri. Itu di depan yang ngawal paling dekat polisi, tapi
ada anggota kita yang nempel di polisi, jelas Fuad, kepada Media Indonesia.
Terkait dengan antisipasi chaos yang terjadi jelang pengumuman hasil rekapitulasi nasional,
pihak Polri dan TNI pun menyatakan sudah siap siaga. Kita sudah tempatkan anggota-
anggota kita di sekitar KPU dan Kota Jakarta yang dianggap paling rawan. Kita juga sudah
antisipasi seandainya KPU atau MK dimasuki massa, jelas Fuad.
Ketika dihubungi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan
suasana pemilihan presiden kali ini masih kondusif. Polri berperan dalam menyiapkan
Operasi Mantap Brata 2014 untuk mengamankan pileg maupun pilpres. Sejak tahap
kampanye, masa tenang, pemungutan suara di TPS, penghitungan suara di PPS, PPK, KPU
kab/kota, hingga saat ini di KPU provinsi yang sedang rapat pleno, situasi masih aman dan
kondusif, jelas Ronny.
Petugas Polri yang disiagakan untuk pengamanan mencapai 254.088 anggota, yang tersebar
di seluruh Tanah Air. Mereka dibantu anggota TNI sebanyak 23 ribu personel yang sudah
bergabung dengan anggota polda dan polres se-Indonesia.
Adapun upaya Polri untuk mencegah timbulnya gejolak dalam masyarakat yakni
menyebarluaskan informasi dengan bantuan media agar masyarakat memahami bahwa Polri
terus bekerja dan siap siaga mengamankan para penyelenggara pemilu, para kandidat, tim
sukses, serta para relawan dan masyarakat.
Dialog yang sering dilakukan melalui anggota intelijen dan Bhayangkara Kamtibmas di
setiap desa dan kelurahan di seluruh Indonesia menjadi kontribusi yang sangat besar untuk
mencegah terjadinya gejolak di masyarakat, paparnya.














































Menerima Daulat Rakyat


Saldi Isra Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako),
Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang


Sebetulnya, jika melakukan manuver untuk menunda rekapitulasi dan kemudian
berujung pada penolakan, kontestan pilpres tidak hanya mempertontonkan betapa
mereka tidak siap menerima konsekuensi proses politik, tetapi juga potensial membawa
konflik ke masyarakat.
DALAM agenda politik pemilihan presiden dan wakil presiden, sebagai pemilik kedaulatan,
mayoritas rakyat yang memiliki hak pilih telah melaksanakan daulat mereka pada 9 Juli lalu.
Sekalipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum tuntas melakukan rekapitulasi secara
nasional, arah daulat rakyat telah dari jauh-jauh hari dapat dibaca. Paling tidak, rekapitulasi
tingkat provinsi lebih dari cukup untuk menggambarkan hasil secara nasional. Dengan
demikian, dalam batas penalaran yang wajar, rekapitulasi yang dilakukan KPU sebatas
menjumlahkan hasil di tingkat provinsi.
Mengikuti model rekapitulasi yang ada, mulai level terendah sampai di tingkat nasional,
tahapan paling krusial telah dilewati dengan baik. Buktinya, pergerakan suara paling rawan,
mulai TPS sampai kecamatan, benar-benar berada dalam kawalan ketat. Apalagi, dengan
bangunan sistem kontrol pengunduhan formulir C-1, kemungkinan adanya akrobatik
perjalanan suara pada tahapan krusial tersebut dapat diminimalkan.
Sekiranya ada yang bermain curang, sistem yang dibangun KPU mampu melacak dengan
mudah. Tambah lagi, kecurangan makin sulit dilakukan di tengah partisipasi publik yang
begitu masif.
Namun, dalam kenyataannya, sejumlah bentangan fakta mengindikasikan penalaran yang
wajar tersebut potensial tidak terjadi. Misalnya, di sejumlah provinsi terjadi manuver dengan
cara menolak menandatangani hasil rekapitulasi. Padahal, bilamana perhitungan di tingkat
kabupaten/kota telah diterima, menolak rekapitulasi di tingkat provinsi kehilangan basis
argumentasi alias tidak masuk akal.
Tidak cukup sampai penolakan, tim Prabowo-Hatta secara terbuka meminta KPU untuk
menunda pengumuman hasil pemilu presiden dan wakil presiden. Padahal, jika dilakukan
penundaan, masyarakat akan semakin lama terjebak dalam suasana ketegangan.
Ujian kesiapan elite
Sebagaimana dikemukakan dalam `Kegalauan Menjelang Pemungutan Suara Pilpres' (Media
Indonesia, 7/7), dengan hanya dua pasangan calon, Pemilu Presiden 2014 berpotensi
menyediakan proses pemilu yang berkualitas dan sekaligus proses politik yang teduh dan
menggembirakan.
Namun, apa hendak dikata, karena lebih berorientasi pada hasil, proses yang penuh keadaban
tidak menjadi pemandu dalam berpolitik dan pelaku politik dengan mudah tergoda
menghalalkan segala macam cara. Bahkan, peneliti senior LIPI Mochtar Pabottingi
mengungkapkan kontestan merasa halal untuk memanipulasi fakta dan menyebarkan fitnah
demi merebut kemenangan.
Sepanjang yang bisa dilacak, suasana yang tercipta menuju pemungutan suara benar-benar
menghadirkan pembelahan dalam masyarakat. Namun, dengan berkaca pada beberapa
penyelenggaraan pemilu sebelumnya, saya tidak percaya bahwa pembelahan tersebut akan
benar-benar memecah belah masyarakat. Bahkan, sejauh ini, masyarakat dapat menerima dan
sekaligus menikmati perbedaan pilihan di antara mereka.
Oleh karena itu, terlepas dari berbagai ketegangan menuju pemungutan suara, begitu pemilih
menggunakan hak dan menentukan pilihannya, elite yang menjadi pelaku utama kontestasi
pilpres harus menerima dan menghormati pilihan dan hasil daulat rakyat.
Pada titik itulah, ketika masyarakat mampu membuktikan bahwa perbedaan pilihan menjadi
sesuatu yang biasa, hasil daulat rakyat menjadi ujian sesungguhnya bagi kontestan utama
pilpres. Artinya, proses dan hasil rekapitulasi akan menjadi peristiwa penting untuk menilai
kesiapan elit politik untuk menerima konsekuensi dari kontestasi politik terutama kesiapan
menerima kekalahan. Sekiranya hanya siap untuk menerima kemenangan, berarti mereka
dapat dikatakan jauh dari siap mengambil bagian dalam sebuah kontestasi politik. Karena itu,
ujian sesungguhnya kesiapan dan kedewasaan para pelaku politik, dapat dibaca dari kesiapan
ketika menghadapi kekalahan.
Sebetulnya, jika melakukan manuver untuk menunda rekapitulasi dan kemudian berujung
pada penolakan, kontestan pilpres tidak hanya mempertontonkan betapa mereka tidak siap
menerima konsekuensi proses politik, tetapi juga potensial membawa konflik ke masyarakat.
Karena itu, banyak pihak berpandangan, dalam pilpres yang sangat diperlukan ialah
kedewasaan elite politik. Selama pelaku politik dewasa dan siap menerima kekalahan,
kontestasi politik pilpres sangat jauh dari kemungkinan adanya pertikaian di masyarakat.
Apalagi, sampai sejauh ini, penyelenggara pemilu relatif mampu menjaga independensi
mereka sampai ke tahap rekapitulasi.
Karena itu, jikalau memang memiliki niat untuk membangun negeri ini, menduduki kursi RI-
1 dan RI-2 bukan menjadi satu-satunya cara untuk mengabdi. Paling tidak dengan memahami
secara benar arah dan daulat rakyat, kontestan pilpres dapat dikatakan telah memberikan
kontribusi besar terhadap pembangunan demokrasi negeri ini. Untuk itu, bagi yang belum
berhasil meraih mayoritas daulat rakyat, bentangan hasil rekapitulasi ini bukan sekaligus
menjadi lonceng kematian. Dalam kaitan dengan ini, suatu kali, Akbar Tandjung pernah
mengatakan bahwa politisi handal adalah `mereka yang mampu hidup berkali-kali'.
Pelajaran berharga
Meski tidak banyak, sejumlah kejadian dapat dijadikan contoh bagaimana seorang politikus
memaknai dan menerima secara benar daulat rakyat. Misalnya, di tengah persaingan yang
begitu ketat, Gubernur DKI Jakarta Fauzi `Foke' Bowo pernah memberikan contoh ideal
bagaimana semestinya merespons hasil pemilihan. Masih segar dalam ingatan kita, Foke
mampu membuat suasana teduh Ibu Kota dengan menyampaikan ucapan selamat kepada
pesaingnya, Joko Widodo.
Di daerah yang berbeda, sikap yang tak jauh berbeda juga ditunjukkan Gubernur Jawa
Tengah Bibit Waluyo ketika kalah bersaing dengan Ganjar Pranowo. Tak hanya ucapan
selamat, keduanya juga meminta kepada pendukung masing-masing untuk menerima hasil
pemilihan.
Sekiranya dilacak lebih jauh, Foke dan Bibit memiliki alasan cukup kuat untuk menunda atau
meniadakan pengakuan bagi pihak lawan mereka. Selain karena alasan mereka ialah petahana
(incumbent), sejumlah hasil survei mengindikasikan bahwa mereka unggul sampai hari-hari
terakhir menjelang pemungutan suara. Ketika daulat rakyat menentukan lain, keduanya
dengan tulus menyampaikan ucapan selamat kepada pesaing mereka. Hebatnya lagi, ucapan
selamat mereka sampaikan hanya beberapa saat setelah hasil akhir hitung cepat (quick count)
diumumkan.
Pelajaran berharga yang diwariskan Foke dan Bibit tidak mungkin lagi hadir ke hadapan kita.
Bayangan sebagian kalangan akan ada ucapan selamat, pada petang 9 Juli, dari pasangan
calon pascahitung cepat (quick count) lenyap di tengah kegaduhan perbedaan hasil di antara
beberapa lembaga survei.
Meskipun demikian, kesempatan yang tersisa masih amat memungkinkan meninggalkan
pelajaran berharga dan melanjutkan tradisi yang diwariskan Foke dan Bibit. Cara yang paling
sederhana, kedua (tim) pasangan calon menahan untuk tidak melakukan manuver terkait
dengan rekapitulasi yang dilakukan KPU. Lebih jauh dari itu, untuk meneduhkan suasana dan
sekaligus meneruskan langkah menyatukan kembali masyarakat yang terbelah, mayoritas
masyarakat ingin mendengar pasangan calon yang kalah menyampaikan pidato penerimaan
hasil rekapitulasi suara KPU (semacam concession speech) dan memberikan selamat kepada
pemenang. Bila memang ada semacam concession speech dari pasangan calon yang kalah,
tentunya kita akan mendengar pula victory speech dari pemenang. Banyak kalangan percaya,
untuk jangka panjang, pola ini akan menjadi warisan penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan demokrasi kita. Jauh lebih terpenting, daulat rakyat akan benar-benar menjadi
pemandu pergerakan kontestan pilpres di masa mendatang.
Pada salah satu sisi, dengan semacam concession speech, kita ingin mendengar ajakan dari
pasangan yang kalah kepada pendukungnya agar melupakan kekalahan dan bersatu di
belakang calon terpilih demi membangun masa depan Indonesia. Begitu juga dengan victory
speech, kita hendak mendengar dan melihat bagaimana pasangan pemenang mengapresiasi
lawan politik.
Banyak pihak percaya, sekiranya yang dibayangkan ini benar-benar terjadi, sesaat setelah
penetapan hasil rekapitulasi KPU, kita akan menikmati titik kulminasi Pilpres 2014. Di atas
itu semua, sekali lagi, jika apa yang dibayangkan ini benar-benar terjadi, kita boleh menepuk
dada bahwa proses politik kita bergerak lebih dewasa.
Sengketa ke MK
Apa yang digambarkan tersebut hadir dengan asumsi bahwa hasil rekapitulasi KPU diterima
terutama pasangan calon yang kalah. Namun, dalam tidak menerima, secara konstitusional,
UUD 1945 memang memberikan ruang untuk membawa penetapan hasil rekapitulasi KPU ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi saya, jauh lebih baik menempuh jalan ke MK ketimbang
melakukan manuver terhadap proses rekapitulasi yang dilakukan KPU. Namun, sepanjang
proses telah berlangsung jujur, jauh lebih baik tidak memilih langkah ke MK. Bagaimanapun,
jika tetap memaksakan ke MK, kita akan semakin lama keluar dari ketegangan yang terjadi.
Dalam soal ini, saya setuju dengan pendapat sejumlah kalangan, jika selisih suara lebih dari
2%, sebaiknya tidak memilih langkah ke MK. Sekalipun dalam hitungan persentase
dikatakan kecil, angka 2% tersebut melingkupi jumlah pemilih lebih dari 3 juta. Dengan
berkaca pada pengalaman sengketa pemilu kepala daerah dan pemilu legislatif, pasti sangat
sulit untuk membuktikan terjadi kekeliruan yang dilakukan penyelenggara pemilu dalam
menghitung suara pasangan calon. Kalau selisih lebih besar daripada 2%, pasti semakin sulit
untuk mendalilkan kesalahan rekapitulasi di MK.
Biasanya, dalam hal kesulitan untuk membuktikan bahwa terjadi kesalahan dalam
rekapitulasi, pemohon akan menggunakan dalil telah terjadi pelanggaran yang bersifat
`sistematis, terstruktur, dan masif' (STM). Namun, perlu diingat, dengan berkaca pada
sengketa hasil Pemilu Legislatif 2014, MK sudah hampir meninggalkan argumentasi
terjadinya pelanggaran yang bersifat STM. Karena itu, hampir dapat dipastikan, mengajukan
permohonan dengan dalil tersebut akan dengan mudah terpental di MK. Karena itu, agar luka
dari proses dan hasil pilpres tidak lebih dalam, mengambil langkah dan bertindaklah sesuai
dengan arah daulat rakyat ialah pilihan yang bijak.






Murid Teraniaya Pendidikan Gagal

Titik Firawati Staf pengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM dan Magister
Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM

MURID teraniaya karena kekerasan di sekolah, termasuk MOS/ospek atau perpeloncoan,
membuktikan pendidikan di Indonesia gagal. Murid yang mengalami kekerasan terlebih
sampai membawa kematian (hanya satu nyawa sekalipun!) berarti kemanusiaan juga ikut
mati dan, oleh karena itu, pendidikan menjadi sia-sia.
Bukannya pendidikan ada untuk mengoptimalkan derajat manusia yang memiliki akal dan
hati sehingga perubahan positif di masyarakat bisa terjadi? Itulah kenapa pendidikan ada
demi perubahan positif di level individu, yang tadinya mereka buta huruf menjadi melek
huruf. Atau yang sebelumnya buta moral lalu mampu membedakan mana yang benar dan
mana yang salah dan konsisten berpihak pada kebenaran. Begitu juga dengan yang tadinya
tidak punya hati, kemudian sedikit demi sedikit punya empati terhadap orang lain. Dengan
demikian, perubahan positif di masyarakat pun secara otomatis akan terwujud.
Jika pendidikan kita sarat kekerasan hingga merenggut nyawa pelaku perubahan itu sendiri,
bagaimana perubahan individual bisa terjadi apalagi perubahan sosial?
Antusiasme murid (baru) kini di bawah bayang-bayang hantu MOS (masa orientasi siswa;
atau dikenal istilah ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus) di universitas atau
aktivitas semacamnya.
Kematian bisa menanti mereka di awal fase pengenalan pada kegiatan akademik di kelas atau
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Baru-baru ini seorang murid kelas 1 SMAN 3 Setiabudi,
Jakarta Selatan, disakiti seniornya pada waktu mengikuti kegiatan pecinta alam di Tangkuban
Parahu, Jawa Barat. Akhirnya, ia meninggal dunia pada 20 Juni 2014.
Sikapi dengan kritis
Perpeloncoan itu penting supaya adik-adik kelas solider atau tidak gampang cengeng--begitu
kata banyak pihak yang mempraktikkan atau mendukung perpeloncoan. Menurut penulis,
tidak menutup kemungkinan perpeloncoan dijadikan sebagai ajang untuk mendapatkan
pengakuan, membalas dendam, atau menyalurkan rasa `tidak adil' karena sebelumnya
menjadi korban perpeloncoan dan, oleh sebab itu, mungkin agenda-agenda semacam ini yang
menyebabkan kekerasan di sekolah terus berlangsung. Dengan demikian, anggapan umum
yang membenarkan perpeloncoan pantas dipertanyakan setidaknya bila dilihat dari tiga sudut
pandang.
Pertama, aktivitas sekolah yang dilakukan di luar kelas pun bagian dari pendidikan sehingga
tujuan transformatif dari pendidikan yang telah diuraikan tadi tetap dan akan selalu berlaku.
Kedua, pendidikan merupakan proses belajar seumur hidup yang di dalamnya selalu terbuka
ruang untuk trial dan error. Dia tidak dibatasi waktu, 9 tahun wajib belajar, misalnya. Dia
tidak bisa menjadikan anak tidak gampang cengeng hanya selama seminggu masa
perpeloncoan. Meski lama, pendidikan seumur hidup dapat berkontribusi besar terhadap
pewujudan sebuah peradaban manusia yang maju dan tangguh. Education is a slow but
powerful force, kata Senator Amerika J William Fulbright. Mungkin idealisme tersebut agak
sulit diterapkan di Tanah Air mengingat Indonesia masih menganut sistem pendidikan yang
kejar setoran.
Ketiga, kekerasan momok pendidikan. Apa yang tersisa dari kekerasan? Yang tersisa, dan ini
merupakan sisi gelap dari kekerasan/perpeloncoan yang tidak pernah disadari pelaku dan
sistem yang menopangnya, ialah amarah, dendam, trauma, kematian, yang kesemuanya
hanya membawa kesia-siaan terutama dilihat dari perspektif korban. Kematian tidak akan
pernah mewujudkan cita-cita korban sebagai presiden, dokter, polisi, atau bukan? Oleh
karena itu, kematian mustahil mewujudkan cita-cita orangtuanya, bukan?
Lawan perpeloncoan
Bagaimana cara melawan perpeloncoan? Perpeloncoan bagian dari masalah pendidikan
sehingga salah satu cara yang bisa dilakukan ialah melalui pendidikan pula. Tawaran solusi
ini tidak dimaksudkan untuk mengabaikan tawaran-tawaran solusi lain yang tujuannya sama-
sama mulia.
Contoh konkretnya, merespons kasus kematian murid SMAN 3 Setiabudi dan kasus-kasus
serupa sebelumnya, Ibu Sita Supomo yang peduli terhadap nasib anaknya sendiri, anak orang
lain, sekaligus pendidikan di Indonesia memprotes perpeloncoan dan mengajak orang
beramai-ramai menandatangani petisi daring di http://www.change.org yang berisi; 1) hapus
MOS dan ospek dan 2) beri sanksi tegas kepada institusi pendidikan yang membiarkan
kekerasan terjadi.
Aksi ibu ini nyata dan penting sekali di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sering
hanya bisa terpaku menonton kekerasan terjadi di sana-sini. Tawaran solusi penulis kiranya
melengkapi atau memperkuat apa yang digagas Ibu Sita Supomo atau orang lain yang turut
peduli terhadap nasib generasi penerus bangsa dan pendidikan di Tanah Air.
Perlu diingat bahwa tujuan sederhana penyelenggaraan MOS/ospek ialah mempersiapkan
murid baru terhadap lingkungan sekolah yang baru. Hanya, cara kita mengemas kegiatan
MOS/ospek dengan memasukkan agenda-agenda kekerasan, disadari atau tidak, sudah
merendahkan diri kita sendiri. Ketika seseorang membayangkan perpeloncoan sebagai
aktivitas MOS, di saat yang sama dia sedang melecehkan otak dan hatinya. Otak dan hati
diberikan Sang Khalik untuk dijaga dan dimanfaatkan seoptimal mungkin melalui aksi-aksi
cerdas. Namun, tidak ada sedikit pun unsur kecerdasan dalam perpeloncoan.
Mari kita bandingkan. Misalnya, ada dua panitia kegiatan MOS/ospek punya pertanyaan yang
sama, Bagaimana membuat murid baru supaya solider?. Panitia/senior A menawarkan
kegiatan seru yang menurutnya bisa menumbuhkan solidaritas, yaitu menyediakan air minum
dalam satu botol plastik dan diminum adik-adik barunya beramai-ramai (berdasarkan kasus
nyata di Institut Teknologi Nasional Malang 2013 yang menewaskan satu mahasiswanya).
Sementara itu, panitia/senior B menawarkan kegiatan alternatif yang menurutnya juga bisa
menumbuhkan solidaritas dengan cara yang tidak kalah serunya, yaitu meminta adik-adiknya
membuat karangan satu halaman, `Apa yang akan kalian lakukan jika seseorang yang tidak
kalian kenal dianiaya karena perbedaan identitasnya (kondisi fisik, status ekonomi, jenis
kelamin, orientasi seksual, agama, etnik, ras, dll)?' dan kemudian didiskusikan bersama.
Mana yang lebih cerdas, gagasan dari panitia A atau B?
Pendekatan yang cerdas bisa ditumbuhkan dan dibiasakan melalui apa yang disebut sebagai
manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS)--pendekatan relatif baru dan beberapa sekolah
di Indonesia sudah menerapkannya, sedangkan beberapa lainnya baru mulai. MKBS
didukung lima unsur pokok, yakni budaya sekolah yang damai, kurikulum yang damai, kelas
yang damai, mediasi sejawat, dan partisipasi masyarakat.
Membangun budaya sekolah yang damai dimaksudkan untuk menciptakan pembiasaan
berpikir, berperasaan, dan beraktivitas yang properdamaian. Manajemen kelas yang damai
mendorong proses dan hubungan guru-murid dan murid-murid yang konstruktif dalam kelas,
seperti kerja sama, toleransi, kesetaraan, saling menghormati.
Menyusun kurikulum yang damai menitikberatkan pada rancangan pembelajaran yang syarat
nilai-nilai perdamaian. Mediasi sejawat merupakan salah satu keterampilan menangani
konflik dengan bantuan penengah (mediator). Mendorong partisipasi masyarakat artinya
sekuat tenaga menghimpun dukungan pihak-pihak di luar sekolah dalam rangka menuju
sekolah yang damai. Semua unsur MKBS penting dan saling memperkuat.
Mendasarkan diri pada MKBS, MOS/ospek tetap bisa dilakukan, tetapi dengan gagasan dan
format kegiatan yang kreatif. Artinya, kegiatan MOS/ospek sama sekali tidak mengandung
unsur-unsur kekerasan, tapi tetap bisa dibuat cerdas dan asyik sehingga memudahkan murid
(baru) mengenali lingkungan sekolahnya beserta segala urusan yang ada di dalamnya.
Selain itu, yang jauh lebih penting ialah membuat mereka lekas menjadi pembelajar yang
dewasa dan memotong rantai kekerasan di lingkungan sekolah.









CALAK EDU

I n Doing We Learn

AHMAD BAEDOWI Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta


BULAN suci Ramadan tak harus mengurangi deretan aktivitas kita sebagai hamba Tuhan.
Itulah yang saya katakan kepada seluruh rekan-rekan guru dan siswa Sekolah Sukma Bangsa
(SSB), saat ada yang bertanya mengapa SSB tetap belajar di saat berpuasa. Saya kira
momentum berpuasa justru akan menjadikan guru dan anak-anak memiliki kesadaran dan
sensitivitas yang halus sehingga setiap fenomena dan masalah yang ada di sekitar mereka
dapat disikapi secara bijaksana.
Sejalan dengan kesadaran untuk terus belajar, tanpa sengaja dalam perjalanan riset ke
Cotabato, Filipina, dan Narathiwat, Thailand, saya pun menemukan banyak bukti bahwa
puasa memang tak harus menghentikan aktivitas kita. Justru bekerja dan belajar saat puasa
terasa memiliki nilai lebih karena setiap gerak dan perilaku kita menjadi sangat terukur secara
moral. Itulah mengapa dalam beberapa hadis Nabi yang cukup kuat (sahih), beberapa sahabat
Nabi menangis ketika Ramadan akan habis, dan berharap seluruh bulan akan menjadi
Ramadan.
Kesadaran kontemplatif seperti ini sangat baik untuk membangun kesadaran dan keinginan
untuk menggabungkan aspek pembelajaran secara utuh. Seperti halnya Ramadan yang
menjadi contoh bagi 11 bulan lainnya, belajar pun sangat dekat dengan contoh perilaku yang
baik. Artinya, seluruh ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik harus mampu menumbuhkan
perilaku yang dapat dicontoh dengan baik oleh orang di sekitar kita.
Karena itu, kata `melakukan dan memberi contoh teladan' merupakan elan dasar pendidikan
moral dan karakter siswa. Ada begitu banyak kebijakan bidang pendidikan di Indonesia yang
hanya berhenti pada aspek kognitif, tetapi lemah pada contoh yang baik.
Belajar kolektif
Sebagai sekolah yang mengusung kesadaran belajar secara kolektif melalui contoh yang baik,
SSB jelas memiliki kapasitas untuk menunjukkan perbedaan dengan sekolah lainnya. A
school that learns, sekolah yang selalu ingin belajar melalui perilaku yang baik, merupakan
kesadaran seluruh warga sekolah. Di SSB, kami selalu mencari cara bagaimana sebuah proses
belajar tidak hanya dirasakan siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah, orangtua,
pengawas, dan bagian administrasi sekalipun.
Ambil contoh bagaimana SSB melakukan monitoring dan evaluasi terhadap guru dan siswa.
Bagi manajemen SSB, monitoring yang paling utama justru harus dilakukan terhadap guru
terlebih dahulu, sebelum mereka menguji dan mengevaluasi para siswa. Karena itu, kami
beruntung memiliki tools seperti sistem informasi sekolah terpadu online (sisto), yang
digunakan tidak hanya melacak kemampuan siswa dalam belajar, tetapi juga mendeteksi
kemampuan mengajar para guru dari waktu ke waktu. Model monitoring dan evaluasi guru
jenis ini diyakini mampu meningkatkan kapasitas dan ke mampuan guru pada empat hal yang
menjadi isu utama undang-undang guru, yaitu kompetensi profesional, pedagogis, sosial, dan
kepribadian (sikap).
Secara konseptual, empat kompetensi yang dirumuskan pemerintah untuk mengukur
kemampuan guru tersebut terbilang ideal, tetapi saya melihat tak ada contoh yang baik
bagaimana cara mendeteksi empat kompetensi tersebut secara terukur dari waktu ke waktu.
Sebagai sekolah yang memiliki kesadaran kritis secara kolektif-kolegial, SSB kemudian
membuat desain sederhana yang terintegrasi ke dalam modul sisto.
Untuk mengukur kompetensi profesional seorang guru, sisto yang kami buat cukup mendata
seberapa banyak buku, artikel, jurnal, tulisan, dan sebagainya yang digunakan para guru
ketika mereka mengajarkan materi tertentu. Guru tak hanya dibekali dengan buku teks mata
ajar tertentu yang menjadi spesialisasinya, tetapi guru pun wajib membaca bahan-bahan lain
dalam rangka mendukung proses belajar-mengajar yang lebih kreatif dan menyenangkan.
Setiap minggu guru SSB diwajibkan untuk mengisi modul profesional guru yang ada dalam
sisto secara rutin, untuk melihat berapa banyak bahan yang dibaca oleh guru tersebut selain
buku teks.
Kompetensi pedagogis juga diukur dan dievaluasi secara terencana dan berjenjang melalui
modul supervisi dan observasi kelas yang secara terusmenerus dilakukan direktur sekolah,
kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah. Melalui instrumen supervisi dan observasi
kelas, menjadi tugas dan tanggung jawab direktur sekolah dan kepala sekolah untuk
mengevaluasi apakah kemampuan implementatif guru pada aspek metodologis dan strategi
pembelajaran berkembang atau tidak. Lagi-lagi, modul kompetensi pedagogis yang
terintegrasi ke dalam sisto ini juga terbuka untuk stakeholders lain yang ingin melihat peta
perkembangan pedagogik guru secara periodik.
Hak siswa
Kompetensi ketiga, yaitu kompetensi sosial, juga diintegrasikan ke dalam sisto dan
pengisiannya menjadi tanggung jawab para guru. Setiap guru di SSB dibebankan untuk
menjalankan skema pembelajaran dengan pendekatan skenario guru tamu (guest teacher) dan
proyek kelas (class project) dalam rangka untuk melihat seberapa kreatif guru ketika
menjalankan skenario tersebut ke dalam skema pembelajaran. Dua pendekatan ini menuntut
para guru untuk kreatif membangun keterampilan sosial karena ketika mereka akan
mengundang seseorang sebagai guru tamu dan proyek kelas, mereka harus berhubungan
dengan individu, kelompok, dan lembaga tertentu agar proses belajar menjadi lebih
bermanfaat dan kontekstual dengan lingkungan sekitar.
Untuk kompetensi kepribadian, karena hal ini menyangkut sikap guru dalam mengajar, selain
penegakan disiplin kehadiran, SSB juga membuat semacam kartu evaluasi siswa terhadap
proses belajar hari itu. Siswa memiliki hak untuk menilai guru mereka setiap hari, apalagi
jika hari itu kedapatan ada guru yang bersikap tidak baik seperti marah dan sebagainya secara
berlebihan. Kartu evaluasi yang diisi oleh siswa kemudian dibawa ke guru konseling, dan
konselor sekolah inilah yang akan mendata dan memasukkan rekaman perilaku guru ke
dalam modul sikap guru yang ada di sisto. Alhasil, cara-cara inilah yang kami sebut sebagai
belajar dengan bertindak (in doing we learn).
Wallahu a'lam bi al-sawab.



















SEKJEN PBB TENGAHI LANGSUNG KONFLIK

Ban Ki-moon bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Qatar untuk
mengakhiri bombardir militer Israel di Gaza.
SEKRETARIS Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon pergi ke Jerusalem
untuk membantu menengahi konik di Jalur Gaza.
Kepala Bidang Politik PBB Jeffrey Feltman menegaskan Ban terbang ke kawasan Timur
Tengah tersebut untuk mendorong terwujudnya gencatan senjata di Jalur Gaza. Masyarakat
internasional, kata Feltman, berkepentingan untuk mewujudkan solusi damai dua negara dan
mengakhiri perang terpanjang dalam sejarah seusai era Perang Dunia.
Kemarin, Ban bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Qatar. Dalam
pertemuan tersebut, kedua pemimpin membicarakan kemungkinan perjanjian gencatan
senjata untuk mengakhiri bombardir militer Israel di Gaza yang telah memakan sekitar 400
korban tewas dalam dua pe kan terakhir. Jumlah korban masih terus bertambah karena hingga
berita ini ditulis, pertempuran masih terjadi di Gaza.
Pertemuan itu difasilitasi Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani yang menjadi
saluran komunikasi antara Hamas dan masyarakat internasional.
Qatar telah mengajukan permintaan-permintaan Hamas kepada masyarakat internasional.
Daftar itu telah disampaikan kepada Prancis dan PBB, ujar seorang sumber diplomat yang
mengikuti perundingan tersebut.
Selain bertemu Abbas di Doha, Qatar, Ban direncanakan mengunjungi Kuwait, Kairo,
Ramallah, Jerusalem, dan Amman. Qatar dinilai dapat membawa dampak positif atas sikap
keras Hamas di Gaza karena salah satu pemimpin faksi yang berkuasa di Gaza, yakni Khaled
Meshaal, menjalani pengasingan di Qatar.
Seorang sumber senior di pemerintahan Qatar menambahkan Abbas juga berunding dengan
Meshaal seusai bertemu Ban di negeri itu.
(AS) pada April lalu gagal setelah Israel menuding Hamas berada di balik penculikan dan
pembunuhan tiga remaja Yahudi di dekat Tepi Barat pada 12 Juni lalu. Israel pun
menggencarkan serangan ke kawasan Gaza setelah tiga remaja Yahudi itu ditemukan tewas
pada awal Juli.
Militer Israel (IDF) menyatakan telah meluncurkan lebih dari 1.700 roket yang
menghancurkan 3.000-4.000 target militer di Gaza. IDF mengklaim sebagian besar target itu
merupakan basis militer Hamas. Namun, gempuran-gempuran serangan udara serta serangan
darat yang dilakukan sejak tengah pekan lalu telah menjatuhkan ratusan korban sipil.
Pada awal pekan lalu, kelompok milisi Hamas di Gaza menolak gencatan senjata dengan
Israel yang diusulkan Mesir. Namun, pada Kamis (17/7), Hamas dan Israel bersepakat
melakukan gencatan senjata selama 5 jam untuk memberi akses pada bantuan kemanusiaan.
Setelah masa gencatan senjata selama 5 jam itu berakhir, serangan Israel yang dibalas milisi
Hamas meningkat.
Sementara itu, kemarin, faksi Hamas di Gaza mengaku menerima undangan baru untuk
perundingan di Kairo, Mesir, mengenai proposal gencatan senjata dengan Israel.
Juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan pihaknya akan menerima gencatan senjata
asal tuntutan mereka diterima. Beberapa tuntutan itu, kata Zuhri, meliputi, Israel harus
menghentikan semua bentuk agresi, menghentikan blokade Gaza, dan mencabut segala aksi
yang berakibat pada kekerasan militer di Tepi Barat setelah 12 Juni. (Reuters/AP/Al
Jazeera/Press/Al Arabiya/I-1)





























Rumah Sakit pun Jadi Target Serangan




RUMAH Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara dipenuhi pekik histeris dan seruan panik. Dari
luar, sirene ambulans terdengar meraung-raung, mengantarkan pasien-pasien kritis.
Paramedis dan warga Gaza berdatangan silih berganti, membawa korban luka. Enam polisi
Gaza berjaga untuk mencegah kepanikan kerabat ataupun keributan di rumah sakit tersebut.
Suasana itu bukan hanya ditemui di RS Kamal Adwan. Di rumah sakit di Beit Hanoun,
kepanikan memuncak pada Jumat (18/7) pagi. Saat itu, sebuah tank Israel menembaki rumah
sakit. Pelurunya menghantam satu keluarga yang tengah berada di ambulans. Tiga orang
tewas, dua di antaranya anak-anak.
Setelah masa gencatan senjata diberlakukan selama 5 jam untuk mengalirkan bantuan
kemanusiaan pada Kamis (17/7), militer Israel (IDF) menggencarkan serangan roket ke Gaza.
Di hari itu pula, IDF menyebar selebaran yang mendesak warga di kawasan perbatasan Gaza
untuk melakukan evakuasi dari rumah mereka. Sesaat setelah memberi selebaran, IDF
meluncurkan operasi darat ke kawasan Gaza untuk menekan kelompok milisi Hamas.
Hingga kemarin, sudah tiga hari IDF menggencarkan operasi darat ke Gaza setelah
melancarkan serangan udara selama hampir dua pekan. Direktur Kesehatan Darurat di Gaza
Utara, Dr Said Salah, mengatakan setidaknya 40 warga Gaza tewas akibat gempuran darat
Israel. Ratusan korban luka juga berjatuhan. Mereka pun dirawat di rumah sakit, tetapi
seadanya.
Pasalnya, pusat medis di Gaza mengalami krisis perlengkapan medis dan obat-obatan.
Bahkan, lanjut Salah, di saat agresi militer belum intensif, warga Gaza sudah kesulitan
beroleh barang-barang kebutuhan, termasuk obat-obatan, akibat blokade Isarel.
Menurut Salah, sebagian warga Gaza kini pun frustrasi akibat situasi konflik. Salah satunya
Abu Jarad, yang tengah duduk di ruang tunggu RS Shifa bersama putrinya, Nur. Salah satu
tangan Nur terikat perban. Mereka (IDF) menyerang orang-orang di jalan, tukas Jarad
sedih. Rumah keluarganya di dekat Beit Hanoun luluh lantak akibat gempuran IDF. Saat
serangan terjadi, delapan kerabatnya sedang berada di rumah. Semua tewas.
Saat saya lihat roket-roket Israel menggempur rumah sakit, saya semakin khawatir kami
tidak bisa merasa aman lagi, sambung Abu Iyad, 50, yang tempat tinggalnya berjarak kurang
dari 1 kilometer dari posisi tank-tank Israel di sepanjang perbatasan Beit Lahiya. (NY
Times/Al Jazeera/Kid/I-1)






















Empat Ciri Orang Bertakwa

SYARIEF OEBAIDILLAH


Ciri orang bertakwa, antara lain seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada
Ramadan, yaitu amat pemurah dan banyak bederma kepada siapa pun, termasuk
kaum tak berpunya, bahkan kepada orang Yahudi sekalipun.
PERINTAH Allah SWT mewajibkan umat-Nya beribadah puasa pada Ramadan termaktub
dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 183. Hal itu kerap didengungkan pada bulan suci.
Wahai orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas
orang sebelummu agar kamu menjadi orang bertakwa.
Firman Allah tersebut menegaskan tujuan utama berpuasa bagi orang beriman ialah menjadi
orang bertakwa.
Pada tausiah Ramadan di kampus Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA
(UHAMKA) Jakarta, Sabtu (19/7), Ustaz Prof Dadang Kahmad mengungkapkan empat ciri
orang yang bertakwa. Ciri pertama, bersifat pemurah, dermawan, dan kerap menolong
sesama. Ciri orang bertakwa sejatinya mencontohkan akhlak Nabi Muhammad SAW seperti
di bulan Ramadan, beliau amat pemurah dan banyak bederma kepada siapa pun kaum tak
berpunya. Bahkan kepada orang Yahudi sekalipun, Rasulullah kerap bersedekah, kata
Dadang.
Menurut riwayat, Rasulullah kerap memberikan dan menyuapi orang buta Yahudi. Walaupun
Yahudi tersebut selalu menghina, setiap hari Rasul melakukan hal itu dengan lembut tanpa
mengaku dirinya nabi.
Setelah Rasulullah wafat, sahabat Nabi, Abu Bakar yang menjadi khalifah menggantikan
Nabi, diminta anak Nabi, Siti Aisyah, untuk melanjutkan perbuatan baik Rasul tersebut
kepada si buta Yahudi. Dengan izin Allah, si buta Yahudi akhirnya tersadar dan tersentuh
hatinya untuk bersyahadat memeluk Islam karena mendapat informasi dari Abu Bakar bahwa
selama ini Nabi Muhamnad SAW yang selalu menyuapi makanan pada dirinya kendati ia
menghinanya.
Kelola nafsu amarah
Ciri kedua orang bertakwa ialah tidak pemarah dan mampu menahan emosi. Bila kita masih
pemarah, melampiaskan perasaan sesaat itu, tandanya kita belum berhasil menghayati ibadah
puasa, kata Dadang Kahmad yang juga Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UHAMKA.
Alasannya, puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih menahan hawa
nafsu, termasuk hawa nafsu amarah. Manusia harus mampu mengelola kesabaran dan hawa
nafsu amarah. Sehingga kita mampu menjadi orang yang sabar dan tenang berkat latihan
berpuasa.
Ciri ketiga, orang bertakwa bersifat pemaaf. Memaafkan kesalahan manusia memang sulit
dan berat, tetapi perintah Allah menegaskan bahwa perbuatan memaafkan sangat baik dalam
berhubungan dengan sesama manusia. Begitupun perbuatan meminta maaf sebagai bentuk
sportivitas kita sebagai sesama mengakui kekhilafan.
Ciri keempat, orang bertakwa bersifat muhsinin, yaitu mempunyai kemampuan melebihkan
apa yang seharusnya dilakukan dalam beribadah kepada Allah SWT. Allah mencintai orang
muhsinin karena mampu membuat tabungan akhiratnya berlebih dari yang seharusnya
dilakukan, ujarnya.
Dadang mencontohkan dalam bekerja, kita harus mampu meluangkan waktu lebih dari jam
kerja untuk melakukan pelayanan dengan baik.
Dadang juga mengingatkan Ramadan hendaknya dijadikan bulan evaluasi dan ampunan.
Pada masa ini juga hendaknya dimanfaatkan sebagai masa koreksi bagi sejumlah ustaz dan
kiai. Pasalnya dalam internalisasi nilai-nilai agama, banyak ustaz dan kiai yang tidak
bersesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Di sisi lain, Rektor UHAMKA Suyatno menambahkan, kegiatan Ramadan di UHAMKA
sebagai momentum meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta memupuk ukhuwah
islamiah kepada sesama. (H-1)
oebay@mediaindonesia.com










TAFSIR AL-MISHBAH
Amalan dan Ganjaran


TAFSIR Al-Mishbah kali ini masih membahas Alquran Surah Al-Kahfi ayat 100 hingga 110
yang juga menjadi penutup dalam surah tersebut.
Pada ayat 100 dan 101 dikatakan, Dan Kami menampakkan jahanam pada hari itu kepada
orang-orang kafir dengan jelas. Yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari
memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.
Ayat 102 hingga 106 menjelaskan bagaimana orang-orang kafir menyangka ada penolong
lain selain Allah SWT, dan persangkaan itulah yang membuat mereka merugi pada hari akhir.
Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-
hambaku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami akan menyediakan neraka
jahanam tempat tinggal orang-orang kafir. Katakanlah: `Apakah akan Kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang sangat merugi perbuatannya', yaitu orang-orang yang
usahanya buruk dalam kehidupan dunia ini, tetapi mereka menyangka bahwa yang mereka
perbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka
dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan
Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikian
balasan mereka itu neraka jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka
menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
Orang yang mengetahui bahwa perbuatannya memang buruk dikatakan oleh penafsir masih
lebih baik jika dibandingkan dengan orang lain yang tidak mengetahui bahwa perbuatannya
buruk. Nanti di hari kemudian, orang-orang ini tidak akan ditimbang amalannya. Itulah
balasan bagi orang-orang kafir yang menjadikan petunjuk Allah SWT dan rasul-Nya sebagai
olok-olok.
Sebaliknya, pada ayat 107 dan 108 diterangkan ganjaran surga firdaus bagi orang-orang
beriman dan beramal saleh dan mereka akan kekal di dalamnya. Adapun orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka
kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya.
Apa yang dinamai amal ialah menggunakan daya yang dimiliki manusia, baik daya pikir,
daya fisik, daya kalbu, maupun daya hidup. Amalan ini bisa bernilai baik ataupun buruk.
Karenanya, Alquran menyebutkan secara spesifik yakni amal saleh untuk amalan yang
bernilai baik. Bagi orang-orang yang menggunakan dayanya di jalan yang baik, mereka akan
diganjar surga.
Demikianlah kekuasaan Allah SWT sebagaimana dijelaskan pada ayat 109 dan 110 mengenai
kekuasaan Allah SWT, Sampaikanlah wahai Muhammad, `Kalau sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).'
Katakanlah: `Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: `Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa'. Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabbnya'. (Fat/S-3)








































1 Syawal Diperkirakan Jatuh pada 28 Juli


WAKIL Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar memperkirakan 1 Syawal 1435
Hijriah atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 28 Juli mendatang. Namun, Nasaruddin
menegaskan kepastian 1 Syawal baru ditetapkan setelah sidang isbat pada 27 Juli mendatang.
Diduga kuat akan jatuh pada 28 Juli karena hilal diprediksi sudah berada sekitar 2-3 derajat,
yang berarti sudah memasuki batas untuk di-rukyat. Kalau terang 2 derajat, semakin bisa
dipantau, ujar Nasaruddin ketika ditemui Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (19/1).
Sidang isbat untuk menentukan 1 Syawal atau Idul Fitri akan melibatkan tokoh-tokoh agama
serta tokoh organisasi Islam, sebagaimana sidang isbat penentuan 1 Ramadan yang lalu.
Hal ini dilakukan untuk menyatukan pendapat dan pandangan dari semua organisasi Islam
dalam tata cara penentuan 1 Syawal, jelasnya.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1435 H atau Hari
Raya Idul Fitri jatuh pada Senin (28/7). Penetapan itu tertuang dalam Maklumat PP
Muhammadiyah tentang penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1435 H yang
ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Sekretaris Umum
Agung Danarto.
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menjelaskan ijtimak menjelang Syawal terjadi pada
Minggu (27/7) pukul 05.43.39 WIB. Tinggi bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta
sudah berada di atas ufuk, ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Yunahar, pengikut Muhammadiyah menjalankan ibadah puasa
selama 30 hari.
Kami berharap seluruh pengurus wilayah Muhammadiyah patuh serta menggunakan sebaik-
baiknya momentum 1 Syawal untuk saling bersilaturahim,'' tukas Yunahar. (Vei/AU/H-1)













Kembalikan Manajemen Guru ke Pusat

VERA ERWATY ISMAINY


Kesenjangan pendidikan guru di daerah masih terjadi. Salah satu penyebabnya ialah
distribusi guru yang tak tertata.
MANAJEMEN guru seharusnya dikembalikan ke pemerintah pusat agar guru mudah
didistribusikan ke seluruh pelosok daerah untuk pemerataan pendidikan di Tanah Air.
Demikian dinyatakan pakar pendidikan Suyatno.
Manajemen guru yang diotonomikan ke daerah pada dekade terakhir ini membuat guru jadi
hanya berkumpul di kota-kota, kata Suyatno yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah
Prof Dr HAMKA (UHAMKA) di Jakarta, Sabtu (19/7) malam.
Menurut dia, hingga saat ini masih terjadi kesenjangan pendidikan antara satu daerah dan
daerah lainnya. Salah satu penyebabnya ialah distribusi guru yang tak tertata dengan baik,
bergantung pada kemampuan pengelolaan daerah.
Selain itu, ujarnya, otda membuat dana tunjangan profesional guru di daerah tidak diterima
utuh karena anggarannya dipakai daerah untuk pembiayaan lainnya. Banyak guru mengeluh
tunjangannya telat hingga beberapa bulan atau terpotong. Karena itu, sebaiknya menyatu
dengan gaji yang dianggarkan pusat.
Ia juga menyayangkan UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen membuka peluang
bagi siapa pun untuk menjadi guru. Karena itu, hemat dia, UU itu perlu direvisi.
Untuk jadi guru harus ada tes minat dan bakat. Selain itu sebelum diangkat menjadi guru,
perlu ada magang setahun dari mahasiswa menjadi guru, seperti layaknya co-ass sebelum
berpraktik dokter, katanya.
Menurut dia, pola sertifikasi guru juga harus ditinjau ulang. Jika dalam perjalanan, seorang
guru tak profesional, tunjangan profesi pendidik harus dicabut demi perbaikan kualitas
profesi guru.
Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) itu juga mengusulkan
pengelolaan anggaran pendidikan disatupintukan di Kemendikbud. Sekarang ada di 18
kementerian. Kalau disatukan, tentu gampang dalam hal pengawasannya. Sekarang sekolah-
sekolah di bawah Kemenag keteteran. Belum lagi sekolah-sekolah di bawah Kemenhub,
Kemensos dan lain-lain, katanya.
Kurikulum
Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB) Bustami Rachman mengusulkan penerapan
kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
konsisten dan tidak berubah-ubah. Hampir lima tahun sekali kurikulum di Indonesia
berubah-ubah sehingga merusak sistem pendidikan yang sedang berjalan, ujarnya di
Pangkalpinang, Sabtu (19/7).
Menurut dia, hal demikian dapat menimbulkan masalah karena dunia pendidikan hanya
berkutat pada penyesuaian kurikulum baru, sedangkan penerapannya diabaikan. Negara
yang sudah maju sektor pendidikannya tidak pernah mengutak-atik atau mengganti
kurikulum karena dapat membingungkan siswa dan masyarakat, ujarnya.
Ia menyebutkan, kurikulum pendidikan 2013 sudah bagus, tapi dibutuhkan kesabaran dan
konsistensi dalam penerapan agar hasilnya maksimal dan bisa meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. (Ant/H-1)
vera@mediaindonesia.com































Konsolidasi Perbankan Gagap

WIBOWO


Pemerintah dinilai belum berbuat apa-apa untuk memperkuat perbankan nasional.
Lain halnya dengan Malaysia.
PERHIMPUNAN Bank Bank Nasional (Perbanas) mendesak pemerintah memprakarsai atau
menginisiasi konsolidasi perbankan dari bank-bank BUMN. Konsolidasi lebih mudah
dilakukan dengan kepemilikan saham yang tidak beragam.
Pemerintah yang harus memulai konsolidasi dari bank BUMN. Jika antar-BUMN tidak
berhasil, bagaimana dengan bank swasta yang kepemilikan sahamnya beragam? Yang
penting langkah dari pemerintah dulu, kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono di Jakarta,
akhir pekan lalu. Sigit menyatakan hingga kini tidak ada kejelasan konsolidasi perbankan.
Road map perbankan dan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang telah ada sejak 2004
tidak berjalan karena tidak mengikat semua pihak.
Dalam road map API disebutkan dalam rentang waktu 2004-2013 ditargetkan ada 2-3 bank
yang mengarah kepada bank internasional. Bank-bank tersebut memiliki kapasitas dan
kemampuan beroperasi di wilayah internasional, serta memiliki modal di atas Rp50 triliun.
Sigit menuturkan regulator terlihat `gagap' dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang meliberalisasi perbankan regional di 2010. Pasalnya, ia melihat regulator belum
berbuat apa-apa untuk memperkuat perbankan nasionalnya. Lain halnya dengan Malaysia
yang sangat sadar akan kompetisi sengit dalam era MEA.
Negeri jiran tersebut sudah memulainya dengan menciptakan bank terbesar di ASEAN
melalui konsolidasi perbankannya melalui merger CIMB, RHB Capital, dan Malaysia
Building Society.
Saat ini bank terbesar kita saja baru menempati urutan ke-8 di ASEAN, kata Sigit.
Perbanas berharap segera dilakukan pembahasan cetak biru konsolidasi bank yang
melibatkan lintas pemangku kepentingan agar dapat mengikat semua pihak. Itu bisa menjadi
landasan pelaksanaan konsolidasi dalam 5-10 tahun ke depan. Dengan demikian, tegas Sigit,
tidak ada lagi alasan penolakan terhadap akuisisi atau pun merger antarbank.
Delapan bank
Kendati begitu, langkah konsolidasi tidak ditinggalkan perbankan nasional. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menginformasikan ada delapan bank yang tengah menjajaki untuk
berkonsolidasi atau merger.
Namun, OJK masih merahasiakan nama-nama bank tersebut. Ketua Dewan Komisioner OJK
Muliaman Darmansyah Hadad dalam konferensi pers di Menara Radius Prawiro, Jakarta,
akhir pekan lalu, mengatakan kerahasiaan itu demi keamanan bank-bank tersebut.
OJK juga mengimbau bank-bank kecil yang berperingkat tiga atau lebih rendah melakukan
konsolidasi agar tidak tergerus oleh persaingan perbankan yang semakin ketat.
Tidak hanya melalui merger, tapi bisa juga melalui strategic partner, jelas anggota Dewan
Komisioner OJK merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Nelson Tampubolon.
Nelson mengamini konsolidasi lebih mudah dilaksanakan bila pemiliknya sama. Sampai
sekarang kalau pemiliknya sama, kami masih berusaha mendorong mereka (bank-bank)
bergabung. (Ant/*/E-1)
wibowo.red@ mediaindonesia.com
































Juventus Gaet Morata dari Madrid

ACHMAD MAULANA


Untuk bisa bersaing di Liga Champions, Juve bukan saja butuh amunisi baru,
melainkan juga harus mempertahankan para pemain terbaik mereka. Selain menjual
Morata, El Real dikabarkan melepas bintang muda mereka lainnya, Casemiro, ke FC
Porto.
MESKI baru kehilangan sang nakhoda, Antonio Conte, yang memilih mengundurkan diri,
Juventus tidak mengurangi ambisi untuk mempertahankan hegemoni di kompetisi Seri A
Italia. Mereka pun terus membangun skuat sebagai persiapan menghadapi musim depan.
Setelah menunjuk Massimiliano Allegri sebagai suksesor Conte, kemarin, Bianconeri resmi
menggaet Alvaro Morata.
Seperti dikutip sejumlah surat kabar Italia, Juve harus menebus pemain berusia 21 tahun itu
dari Real Madrid senilai 20 juta euro (sekitar Rp312 miliar). Mereka mengontrak pemain
kelahiran Madrid, Spanyol, itu selama lima tahun.
Morata sudah setuju dikontrak selama lima tahun oleh klub dengan bayaran 20 juta euro,
demikian pernyataan Juventus.
Mereka menambahkan, Kesepakatan itu termasuk opsi bagi Real Madrid untuk mendapat
hak registrasi pemain itu pada akhir 2015/16 atau kompetisi 2016/17 saat nilainya naik
sampai 30 juta euro. Nilai itu akan didasarkan pada jumlah pertandingan yang dimainkan
Morata.
Selain membeli Morata, pihak Juve menegaskan tidak akan menjual para pemain bintang,
kecuali ada yang berani bayar mahal. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dua punggawa Juve,
Arturo Vidal dan Paul Pogba, diminati klub-klub Inggris.
Strategi kami jelas, kami ingin mempertahankan semua pemain terbaik kami, termasuk
Vidal dan Pogba. Kami tidak akan menjual satu pemain pun, terutama Vidal, cetus Direktur
Juve Pavel Nedved dikutip Tuttosport.
Namun, tentu saja jika ada yang mau membayar mahal, kami akan berpikir lagi, tapi
prinsipnya kami tidak akan menjual pemain. Kami ingin bersaing di Liga Champions. Jadi,
kami hanya akan menjual para pemain yang tidak masuk rencana kami, imbuhnya.
Cuci gudang
Sementara itu, Morata mengaku senang bisa bergabung dengan klub berjuluk `si Nyonya Tua'
itu. Ia berharap bisa memberikan kontribusi besar demi kejayaan raksasa Turin.
Saya senang memulai petualangan baru di sini. Saya memang mencari petualangan baru,
tukas Morata.
Morata merupakan produk dari akademi Madrid. Ia dipromosikan ke klub utama saat Los
Blancos ditukangi Jose Mourinho. Sayangnya, ia gagal menjaga performanya pada musim
lalu sehingga lebih banyak duduk di bangku cadangan.
Berbeda dengan Juventus yang berusaha mati-matian mempertahankan para pemain, Real
Madrid justru seperti royal melepas anggota tim. Selain menjual Morata, El Real dikabarkan
melepas bintang muda mereka lainnya, Casemiro, ke FC Porto dengan status sebagai pemain
pinjaman. (AP/Rtr/R-2)
maulana @mediaindonesia.com


















Karier Salah Terancam Tamat

KARIER Mohamed Salah sebagai punggawa Chelsea terancam akan segera berakhir. Bukan
karena kontraknya habis atau ia didera cedera, melainkan karena pemain asal Mesir itu harus
pulang untuk melakoni wajib militer.
Seperti dilaporkan sejumlah media Mesir, kemarin, Salah yang pindah ke Stamford Bridge
dari klub Swiss, Basel, pada Januari lalu diizinkan tinggal di Inggris atas dasar partisipasinya
dalam program pendidikan. Namun, izin itu kini dicabut setelah pembatalan Salah sebagai
siswa oleh Menteri Pendidikan Tinggi Mesir. Jika keputusan itu mengikat, Salah dipastikan
tidak bisa melanjutkan karier di Chelsea atau klub sepak bola lainnya di luar Mesir dalam
waktu dekat.
Ia harus pulang ke kampung halaman dan dilarang meninggalkan Mesir dalam 12 bulan
hingga tiga tahun lamanya. Usia Salah memang sedang memasuki masa-masa wajib militer
yang diterapkan pemerintah Mesir, 19-30 tahun.
Salah terkejut dengan keputusan itu, kata Ahmed Hassan, direktur tim nasional Mesir.
(AP/Rtr/Mln/R-2)















Perlukah Inggris Belajar dari Jerman?


INGAR-BINGAR kompetisi Liga Primer Inggris memang seperti berbanding terbalik dengan
prestasi tim `Tiga Singa'. Sejak menjadi juara di Piala Dunia 1966, tim nasional Inggris tidak
pernah mampu lagi menjadi kampiun di turnamen major.
Itu kontras dengan prestasi klub-klub mereka yang kerap berjaya di kompetisi bergengsi.
Karena itu, selalu muncul pertanyaan, apa yang salah dengan sepak bola Inggris?
Arsitek Queens Park Rangers Harry Redknapp percaya Inggris harus berhenti mencoba
mengemulasi negara-negara lain dan fokus menciptakan identitas sendiri. Menurutnya, belum
tentu metode yang diterapkan negara lain cocok.
Masalahnya ialah, saat Prancis menjadi juara dunia (1998), kita harus meniru mereka.
Kemudian kita harus meniru Spanyol dan kini kita harus meniru Jerman, entah siapa lagi
yang harus kita tiru di masa depan, ujar Redknapp.
Mari kita menjadi diri sendiri. Mari kita hasilkan pemain terbaik dan memutuskan gaya
permainan apa yang cocok untuk Inggris. Semua negara pada dasarnya sama, yakni memulai
dari tim junior. Jadi, kita hanya perlu menanamkan sejak dini gaya permainan Inggris pada
mereka sejak dini, imbuhnya.
Sebelumnya banyak fan dan pengamat yang meminta Federasi Sepak Bola Inggris (FA)
untuk mengopi kesuksesan Jerman. Namun, Redknapp tidak setuju. Ia mencontohkan
kegagalan arsitek asal Italia Fabio Capello memberikan prestasi bagi the Three Lions.
Kita punya banyak pemain bagus dan manajer hebat. Kita hanya belum menemukan formula
yang tepat, tandasnya.
Pandangan berbeda dilontarkan mantan pemain Jerman Dietmar Hamann. Menurut mantan
bintang Liverpool tersebut, kelemahan timnas Inggris bukan disebabkan banyaknya pemain
asing yang merumput di Liga Primer, melainkan melimpahnya pemain asing yang bermain di
akademi-akademi klub mereka.
Saya pikir terlalu banyak pemain asing di akademi mereka. Ini bedanya dengan negara-
negara lain. Lihat pada musim lalu saat Manchester City melawan Bayern Muenchen di Liga
Champions U-21. City hanya punya dua atau tiga pemain Inggris, sedangkan Muenchen
hanya ada dua atau tiga pemain asing, tukas Hamann. (AP/Rtr/Mln/R-2)

You might also like