You are on page 1of 7

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning )
13JAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di era globalisasi, yang ditandai oleh membanjirnya informasi dan pesatnya perkembangan teknologi,
maka tantangan generasi yang akan datang lebih berat dibandingkan dengan generasi terdahulu.
Karena itu generasi muda juga harus dibekali sesuai dengan tantangannya ke depan. Dalam hal ini,
generasi muda harus dibekali untuk kreatif, kompetitif, dan kooperatif. Untuk membekali ketiga
kemampuan tersebut, dunia pendidikan memegang peranan yang sangat penting.
Dalam perkembangan dunia global yang sangat cepat ini, siswa yang mampu menghadapinya adalah
siswa yang berkembang pola pikirnya dan siswa yang mampu menyelesaikan masalah dengan baik.
Karena itu satuan pendidikan harus mampu mengkondisikan bagaimana supaya siswa dapat menjadi
pemecah masalah yang baik. Satuan pendidikan harus mampu memberikan fasilitas kepada siswa
untuk mengembangkan diri terutama dalam pemecahan masalah. Jadi siswa tidak cukup kalau hanya
dapat mengerjakan soal-soal yang ada di dalam buku teks pelajaran.
Di zaman sekarang ini, kita tidak lepas dari pada perubahan. Oleh karenanya satuan pendidikan
harus mampu menyiapkan siswanya untuk mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang
terjadi. Perubahan itu tidak dapat dihentikan, tetapi hanya dapat diikuti dengan meningkatkan
kreatifitas dan daya saing siswa dalam dunia global. Maka peserta didik harus dididik sesuai dengan
zaman yang akan dihadapinya. Misalnya, saat ini peserta didik diajari mengetik dengan
menggunakan mesin ketik manual, sedangkan peserta didik akan menghadapi dunia teknologi. Atau
misalnya dalam proses pembelajaran matematika guru yang bertindak aktif, sedangkan peserta didik
pasif. Padahal di era sekarang ini guru hanya sebagai fasilitator saja. Maka hal ini akan sangat tidak
sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk mampu berkompetisi di era global seperti sekarang ini.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka secara khusus proses pembelajaran di kelas juga
harus ikut berubah sesuai dengan tantangan zaman tersebut, sehingga satuan pendidikan mampu
menyiapkan anak yang kreatif, kooperatif dan kompetitif. Salah astu inovasi pembelajaran untuk
menjadikan anak kreatif dan kompetitif dan mampu bekerja sama (kooperatif) adalah dengan
menerapkan proses pembelajaan yang berbasis pada masalah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian PBL itu?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip PBL?
3. Apa saja karakteristik-karakteristik pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimana tahap-tahap pembelajaran berbasis masalah?
5. Bagaimana penerapan PBL dalam pembelajaran?
1.3 TUJUAN
1. Siswa diharapkan mampu menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan tentang
kehidupan sehari-hari.
2. Memberikan suasana baru kepada siswa dalam pembelajaran matematika.
3. Membentuk siswa yang lebih mandiri, aktif dan kreatif dalam belajar matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PBL
Pembelajaran Berbasis Masalah atau sering disebut dengan Problem Based Learning ini memiliki
beberapa arti, diantaranya :
1. Menurut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada
pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau
open ended melalui stimulus dalam belajar.
2. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis
masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan
keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan
diri sendiri.
3. Menurut Ward, 2002: Stepien, dkk., 1993 menyatakan bahwa model berbasis masalah adalah
suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
4. Ratnaningsih, 2003: menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep
pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
konteks bagi peserta didik yang menuntut aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah secara ilmiah
serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensil dari pelajaran.
2.2 PRINSIP-PRINSIP MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah didukung oleh lingkungan belajar yang
konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam
Reigeluth (Ed), 1999:218):kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi,
cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan
kontekstual.
1. Kasus-kasus Berhubungan
Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau
sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain. Kegiatan belajar
seperti itu dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat
berguna dalam kehidupan sehari-hari serta membantu peserta didik untuk memahami pokok-pokok
permasalahan secara implisit.
2. Fleksibilitas Kognisi
Fleksibilitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang
berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibilitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya
terhadap permasalahan. Fleksibilitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen
didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang peserta didik tetapkan, mereka dapat
mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide
pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum
dilaksanakan.
3. Sumber-sumber Informasi
Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi peserta didik dalam menyelidiki permasalahan. Informasi
dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam
memanipulasi ruang permasalahan.
4. Cognitive Tools
Cognitive tools, merupakan bantuan bagi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu peserta didik untuk merepresentasi apa
yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, dan melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian
tugas-tugas.
5. Pemodelan yang Dinamis
Pemodelan yang dimamis adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan
menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka
terhadap suatu fenomena.
1. Percakapan dan Kolaborasi
Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi
secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi
proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi, dapat membatu siswa
mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.
6.Dukungan Sosial dan Kontekstual
Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus
pembelajaran dapat membuat peserta didik termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial
dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan
kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan
sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk mensukseskan
pelaksanaan pembelajaran.
2.3 KARAKTERISTIK KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
1. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
Pengaturan pembelajaran berbasis masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting
bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan dan
masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar
pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi
peserta didik yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian peserta didik.
Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami peserta didik. Selain itu,
masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan
hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan
diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah
disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Bermanfaat, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi peserta
didik sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat
adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah peserta
didik serta membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
2. Keterkaitan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau
melibatkan berbagai disiplin ilmu.
3. Penyelidikan yang Autientik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah bersifat autentik. Selain itu
penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelisaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis
dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan dan menggambarkan hasil
akhir.
4. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, peaserta didik bertugas menyusun hasil penelitiannya
dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil
penyelesaian masalah peserta didik ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
5. Kolaborasi
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus
diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok
besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
2.4 TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut
merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan
pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan.
Sintak pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:
FASE-FASE PERILAKU
Fase 1: memberikan orientasi
tentang permasalahannya kepada
Guru menyampaikan tujuan pembelajarannya
mendeskripsikan sebagai kebutuhan logistic
peserta didik penting dan memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2: mengorganisasikan peserta
didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik mendefinisikan
dan mengorganisasikan dengan tugas belajar
terkait dengan permasalahannya.
Fase 3: membantu investigasi
individu dan kelompok
Guru mendukung peserta didik untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan mencari
permasalahan dan solusi.
Fase 4: mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan
exhibit
Guru membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak
yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan
model-model serta membantu mereka untuk
menyampaikan kepada orang lain
Fase 5: menganalisis dan
mengefaluasi proses mengatasi
masalah
Guru membantu peserta didik melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan proses-
proses yang mereka gunakan.
2.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan
1. Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan terjadi interaksi yang dinamis diantara guru
dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa.
2. Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah.
3. Peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa.
4. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen
5. Keterapilan berfikir tingkat tinggi, menurut Resnick cirri-ciri berfikir tingkat tinggi adalah:
1. Bersifat non-algoritmatik, artinya jalur tindakan tidak sepenuhnya ditetapkan sebelumnya.
2. Bersifat kompleks, artinya mampu berfikir dalam berbagai perspektif atau mampu
menggunakan sudut pandang.
3. Banyak solusi, artinya mampu mengemukakan dan menggunakan berbagai solusi dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kelemahan masing-masing.
4. Melibatkan interpretasi.
5. Melibatkan banyak criteria, artinya tidak semua yang menghubung dengan tugas yang
ditangani telah diketahui.
6. Melibatkan pengajuan diri proses-proses berfikir.
7. Menentukan makna, menemukan struktur dalam sesuatu yang tampak tidak beraturan.
Mampu mengidentifikasi pola pengetahuan.
8. Membutuhkan banyak usaha.
Kekurangan
1. Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus berhadapan langsung dengan masalah.
2. Memungkin peserta didik kesulitan dalam memperoses sejumlah data dan informasi dalam waktu
singkat, sehingga PBL ini membutuhkan waktu yang relatif lama.
2.6 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MATERI
PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL
fase pertama
1. Guru menjelaskan tujuan utama pembelajaran yang berbasis pada masalah.
2. Peserta didik melakukan investigasi pelajaran, melontarkan pertanyaan dan mencari informasi.
3. peserta didik mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
fase kedua,
1. Guru menjelaskan bagaimana cara kerja siswa
2. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menginvestigasikan masalah secara
bersama-sama.
fase ketiga,
Guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi.
- Mencari informasi yang tepat tentang permasalahan
- Melaksanakan eksprimen
- Menentukan permasalahan dari materi kemudian mencari solusinya.
fase keempat,
Peserta didik membuat artefak misalnya berupa laporan tulisan yang berisi tentang masalah dan
solusi materi yang diberikan.
Peserta didik melakukan Exhibit yaitu pendemonstrasian atas artefak tersebut.
fase kelima,
Guru membantu peserta didik melakukan refleksi mengenai:
- Proses menganilisis permasalahan
- Prilaku perserta didik selama pembelajaran berlangsung.
- Metode berpikir yang digunakan dalam penyelesaian masalah
Membuat rangkuman materi
Pemberian tugas (PR)





BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah suatu metode pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik yang menuntut aktivitasnya
dalam menyelesaikan masalah secara ilmiah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensil dari pelajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa prinsip yaitu : kasus-kasus
berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang
dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
Tahap pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima fase yaitu:
Fase I : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Fase II: Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Fase III : Membantu investigasi individu dan kelompok
Fase IV : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Fase V : Menganalisis dan mengefaluasi prosesmengatasi masalah

You might also like