You are on page 1of 21

0

DISKUSI KASUS
IKTERUS










Disusun Oleh:
Gito Restiansyah Wasian 0706162846
Caroline 0706258870
Alvia Driaindika 0706258624
Rinto Hariwibowo 0706259753
Haswinda Rengika P 0706259210
Lidwina Anissa 0706259324
Dina Kusumawardhani 0706260225
Benny 0706260175

Narasumber:
dr. Shufrie Effendi, SpPD, KHOM
dr. I Wayan Murna Yonathan, SpRad


MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
NOVEMBER 2011
1

BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. LS
Usia : 50 tahun
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 20 September 1961
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Rambutan, Rawa Bunga, Jatinegara
Pekerjaan : Supir
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Nomor RM : 552-19-76

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis: istri pasien)
Keluhan Utama
Lemas yang semakin memberat sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh mata tampak kuning. Warna kuning di
mata tidak disadari pasien sampai keluarganya memberi tahu pasien. Bersamaan
dengan timbulnya warna kuning di mata, pasien juga menyadari bahwa perutnya
semakin membesar, serta pasien sering merasa kembung. Sebelum menyadari
mata tampak kuning, pasien mengeluhkan BAK yang warnanya seperti warna teh
sejak 2 minggu sebelumnya. Keluhan BAK nyeri, menetes, serta keluar darah
disangkal. Setelahnya BAB pasien menjadi dempul, gangguan BAB lain
disangkal. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal. Namun, pasien
mengeluhkan badan lemas, serta terdapat penurunan berat badan sebesar 20 kg
dalam 1 bulan. Namun, pasien masih dapat makan dan minum seperti biasa, walau
jumlahnya relatif berkurang. Pasien kemudian berobat ke RS, dikatakan
mengalami penyakit hepatitis. Pasien kemudian dirawat inap selama 6 hari, tetapi
karena tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke RSCM. Pasien kemudian berobat
jalan di Poliklinik IPD. Selama berobat jalan, pasien telah menjalani pemeriksaan
2

CT scan dan pemeriksaan darah. Pasien kemudian dirujuk untuk menjalani
pemeriksaan ERCP.

Pasien juga mengatakan sering merasa haus, nafsu makan meningkat tanpa
disertai peningkatan berat badan, serta sering buang air kecil di malam hari sejak
11 tahun SMRS. Pasien kemudian berobat ke dokter, dikatakan mengalami DM
(tahun 2000). Pasien kemudian memperoleh pengobatan glibenklamid 1x1 tablet
(tetapi tidak dikonsumsi teratur). Gula darah pasien umumnya sekitar 200 mg/dL.
Keluhan gangguan penglihatan baru dialami sejak 2 bulan SMRS (sejak mata
kuning). Keluhan baal dan kesemutan juga dirasakan oleh pasien di tangan dan
kaki. Namun pasien menyangkal adanya riwayat luka di kaki yang sulit sembuh.

Saat ini pasien mengaku nafsu makan baik, dapat tidur di malam hari, BAK
terpasang kateter dan belum BAB sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi, asma, alergi obat/makanan, riwayat sakit jantung,
sakit paru, sakit ginjal, stroke disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus (ibu dan kakak) di keluarga. Riwayat
asma, alergi obat/makanan, sakit jantung, stroke, sakit paru, serta keganasan
disangkal.

Riwayat Sosial
Pasien merokok 1 bungkus/hari selama 33 tahun. Pasien juga terkadang
mengkonsumsi alkohol, namun tidak sering. Penggunaan obat-obatan suntik dan
hubungan seks di luar nikah disangkal.
Pasien sudah menikah dan saat ini tinggal bersama istri dan 3 orang anak.
Pembiayaan kesehatan dengan Jamkesda. Lingkungan tempat tinggal pasien
cukup terawat. Jarak antar rumah berdekatan.


3

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 45 kg
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 88x/menit, isi cukup, reguler
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu : 36, 3C

Status Generalis
Kulit : sawo matang, turgor kulit baik
Kepala : normocephal, deformitas (-), nyeri tekan (-).
Rambut : hitam, persebaran rambut merata,tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+.
Telinga : liang telinga lapang, membran timpani intak, serumen minimal.
Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-).
Tenggorokan : tenang, faring hiperemis (-), T1/T1, detritus (-), kripti (-).
Gigi dan mulut: higienitas oral baik, karies dentis (-).
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : iktus kordis teraba pada 2 jari medial linea midklavikula sinistra,
thrill (-), lifting (-), heaving (-).
Perkusi : batas jantung kanan pada linea sternalis dekstra.
batas jantung kiri 1 jari medial linea midklavikula.
pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru
Inspeksi : simetris statis dinamis.
Palpasi : ekspansi dada simetris, fremitus kanan=kiri.
Perkusi : sonor/sonor.
4

Auskultasi : vesikuler, rh -/-, wh -/-.
Abdomen
Inspeksi : datar, tampak massa, venektasi (-).
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-); hati teraba 3 jari di bawah arcus costae,
4 jari di bawah processus xiphoideus, tepi tumpul, permukaan tidak
rata; limpa tidak teraba
Perkusi : timpani/timpani, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Ekstrimitas : akral hangat, edema -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (14 Oktober 2011)
Hemoglobin : 9,9 g/dL
Hematokrit : 30%
Eritrosit : 3,36x10
6
/L
MCV : 89,3 fl
MCH : 29,5 pg
MCHC : 33 g/dl
Trombosit : 560.000/L
Leukosit : 11.800/ L
Hitung jenis :
0,3/1,4/80,2/12,5/5,6
Laju Endap Darah : 78 mm
Bleeding time : 3,30 menit
Clotting time : 12,30 menit
PT/Kontrol : 20,0s/11,8s
APTT/Kontrol : 53,0s/32,2s
SGOT : 37 U/L
SGPT : 24 U/L
Protein Total : 5,7 g/dL
Albumin : 3,08 g/dL
Globulin : 2,62 g/dL
Alb/Glob ratio : 1,2
Bilirubin total : 17,03 mg/dL
Bilirubin direk : 15,60 mg/dL
Bilirubin indirek : 1,43 mg/dL
Ureum : 34 mg/dL
Kreatinin : 0,70 mg/dL
GDS : 394 mg/dL
Natrium : 130 mEq/L
Kalium : 4,12 mEq/L
Klorida : 101,6 mEq/L
HbsAg : 0,82 (non-re)
Anti HCV : 0,1 (non-re)
AFF (hati) : 3,7 IU/L
CEA (kolon) : 25,67 ng/mL
Urinalisa : kuning kecoklatan/keruh/leukosit 1-3/LPB/
eritrosit 1-2/LPB/ silinder koret 3-4/ epitel (+)/ kristal
amorf (+)/ bakteri(-)/ berat Jenis 1,025/ pH 6,5/ protein
5

(++)/ glukosa (++)/ keton (-)/ Hb trace/ billirubin (+++)/
urobilinogen 16 mmol/L / nitrit (-) / leukosit esterase (-)

Pemeriksaan laboratorium (27 Oktober 2011)
Hemoglobin : 10,7 g/dL
Hematokrit : 31,7%
Eritrosit : 3,49x10
6
/L
MCV : 90,8 fl
MCH : 30,7 pg
MCHC : 33,8 g/dl
Trombosit : 578.000/L
Leukosit : 14.360/ L
Hitung jenis :
0,3/1,0/76,3/16,1/6,3
Laju Endap Darah : 102 mm
Bleeding time : 3 menit
Clotting time : 13 menit
PT/Kontrol : 11,4s/11,7s
APTT/Kontrol : 38,9s/31,9s
SGOT : 75 U/L
SGPT : 39 U/L
Protein Total : 6,3 g/dL
Albumin : 3,21 g/dL
Globulin : 3,09 g/dL
Alb/Glob ratio : 1,0
Bilirubin total : 15,72 mg/dL
Bilirubin direk : 14,80 mg/dL
Bilirubin indirek : 0,92 mg/dL
Ureum : 24 mg/dL
Kreatinin : 0,70 mg/dL
Trigliserida : 555 mg/dL
Kolesterol total : 272 mg/dL
Kolesterol HDL : 9 mg/dL
Kolesterol LDL : 159 mg/dL
Glukosa Puasa : 68 mg/dL
HbA1c : 7,6 %
Amilase pankreatik: 70 U/L
Lipase darah : 187 U/L
Ca 19-9 : 3384 u/mL

Pemeriksaan laboratorium (29 Oktober 2011)
KGDH : 226 / 336 / 100

EKG (26 Oktober 2011)
SR, QRS rate 100x/menit, p wave normal, PR interval 0.06s, QRS duration
0.08s, ST-T changes (-), poor R progression di lead V1-V3, LVH/RVH (-),
BBB (-), T inverted (-), Q patologis (-).



6

Pemeriksaan Radiologi
o Rontgen Thorax (26 Oktober 2011)
CTR<50%, sinus costofrenikus lancip, tidak tampak elongasi atau
dilatasi aorta, tidak tampak infiltrat di kedua basal paru.
o CT Scan (26 Oktober 2011)
Terdapat massa berukuran 4,9x2,9x3 cm di CBD aksial yang
menyebabkan obstruksi CBD distal disertai dengan dilatasi bilier ekstra
dan intrahepatik.
Kesan : tumor papilla vateri; hepatomegali ringan
o USG (30 September 2011, RS Swasta)
Pankreas besar dan berbentuk notmal, echostruktur parenkim homogen,
duktus pankreatikus tidak melebar, serta tidak tampak lesi atau SOL.
Kedua ginjal besar dan berbentuk normal.
Kesan: pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatik ec. suspek sumbatan
papilla vateri.

DAFTAR MASALAH
1. Ikterus obstruktif ec. suspek tumor papilla vateri
2. DM tipe 2, NID, GD belum terkontrol
3. Dislipidemia
4. Suspek old CAD anteroseptal
5. Anemia Normositik Normokrom ec
6. Malnutrisi dengan hipoalbuminemia

RENCANA DIAGNOSIS
Pemeriksaan DPL ulang
Pemeriksaan protein urin kuantitatif
Pemeriksaan KGDH
Pemeriksaan ERCP

RENCANA TATALAKSANA
Oksigem 3 liter/menit via NK
7

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8jam
UMU balans /24 jam
Diet rendah lemak III, DM 1700 kkal/haru (naik bertahap)
Humulin R 3x5 U jam ante cunam
Urdafalk 3x1 tablet
Cetoperaza 2x1 gram IV
Domperidon 3x10 mg
CTM 2x1 tablet
Omeprazole 1x40 mg IV
Alprazolam 1x0,5 mg
Gemfibrozil 1x1 tablet

PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanactionam : dubia ad malam

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ikterus
1
Ikterus (jaundice) adalah pewarnaan kuning pada jaringan akibat penimbunan
bilirubin yang terjadi dalam keadaan hiperbilirubinemia serum. Ikterus dapat
merupakan pertanda adanya penyakit hati atau hemolisis. Kadar peningkatan
bilirubin serum dapat dinilai dari pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan sklera
(yang memiliki afinitas terhadap bilirubin karena tingginya elastin yang
dikandungnya). Ikterus pada sklera menandakan bilirubin setidaknya 3 mg/dL.
Lokasi lain yang dapat diperiksa adalah di bawah lidah. Bila bilirubin semakin
meningkat, kulit mulai tampak kekuningan, dan kehijauan bila proses
berkepanjangan.
Diagnosis diferensial kulit kekuningan antara lain:
Karotenoderma (karena konsumsi berlebihan buah/sayur yang
mengandung karoten: wortel, sayuran berdaun, jeruk). Pada keadaan ini,
warna kuning terkonsentrasi pada telapak tangan dan kaki, dahi, dan
lipatan nasolabial, sementara sclera tidak tampak kuning.
Penggunaan obat quinakrin (pada 4-37% pasien). Quinakrin dapat
menimbulkan kekuningan pada sklera.
Pajanan berlebihan terhadap fenol
Penanda lain peningkatan bilirubin serum adalah urin berwarna gelap seperti
teh, yang disebabkan oleh ekskresi bilirubin terkonjugasi dari ginjal. Bilirubinuria
menandakan peningkatan bilirubin direk, yang disebabkan penyakit hati.
Metabolisme bilirubin:
Bilirubin dihasilkan dari pemecahan hemoglobin dalam eritrosit tua (70-
80%), sel eritroid dalam sumsum yang hancur prematur, dan turnover
hemoprotein (myoglobin, sitokrom) jaringan tubuh. Bilirubin dibentuk di
sel retikuloendotelial (terutama limpa dan hati). Bilirubin ini tidak
terkonjugasi, dan tidak larut air sehingga harus dibawa oleh albumin.
Bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) dibawa albumin ke hati, di mana sel
hati mengubahnya menjadi bilirubin terkonjugasi (direk).
9

Bilirubin terkonjugasi diekskresi melalui saluran empedu ke duodenum.
Saat mencapai ileum distal dan kolon, bilirubin dihidrolisis menjadi
urobilinogen. Sekitar 80-90% urobilinogen diekskresi bersama feses
(sebagian sebagai urobilin), sementara 10-20% diabsorbsi, memasuki vena
porta, dan diekskresi ulang oleh hati. Sebagian kecil urobilinogen
diekskresi bersama urin.

Keseimbangan bilirubin serum bergantung pada input produksi bilirubin dan
removal oleh hati. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin
berlebihan; gangguan uptake, konjugasi, atau ekskresi bilirubin; regurgitasi
bilirubin terkonjugasi/tidak terkonjugasi dari hepatosit atau saluran empedu.
Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dapat diakibatkan produksi berlebihan
dan gangguan uptake atau konjugasi bilirubin. Peningkatan bilirubin terkonjugasi
dapat diakibatkan berkurangnya ekskresi ke saluran empedu atau aliran pigmen
berbalik (backward leakage).
Dalam mengevaluasi pasien ikterus, harus ditetapkan apakah
hiperbilirubinemia terkonjugasi atau tidak; apakah tes fungsi hati abnormal.
Hiperbilirubinemia terisolasi (tanpa disertai abnormalitas tes fungsi hati lain)
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
10



Pasien hiperbilirubinemia disertai abnormalitas tes fungsi hati lain dapat
dibedakan menjadi pasien dengan proses hepatoseluler dan pasien dengan
kolestasis intra/ekstrahepatik. Untuk membedakan dua hal ini dapat dilakukan
pemeriksaan enzim SGOT/PT dan alkali fosfatase. Pasien dengan proses
hepatoseluler menunjukkan peningkatan terutama pada enzim aminotransferase
(SGOT dan SGPT) dibandingkan alkalin fosfatase, sementara pasien dengan
kolestasis menunjukkan hasil sebaliknya.
Evaluasi pasien dengan ikterus: MRCP, magnetic resonance
cholangiopancreatography; ALT, alanine aminotransferase; AST, aspartate
aminotransferase; SMA, smooth-muscle antibody; AMA, antimitochondrial
antibody; LKM, liver-kidney microsomal antibody; SPEP, serum protein
electrophoresis; CMV, cytomegalovirus; EBV, Epstein-Barr virus.
11



Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
1,2
USG dapat menunjukkan adanya kolestasis ekstrahepatik (bila terlihat dilatasi
saluran empedu). Namun untuk mengidentifikasi lokasi dan penyebab obstruksi,
dapat digunakan CT scan, MRCP, dan ERCP, yang dapat memvisualisasikan
saluran empedu distal yang sulit dilihat dengan USG karena tertutup gas usus.
ERCP merupakan standar baku untuk mengidentifikasi koledokolitiasis.
ERCP dilakukan dengan memasukkan endoskop peroral hingga ke duodenum,
kemudian kontras diinjeksikan untuk visualisasi duktus koledokus komunis dan
duktus pankreatikus. ERCP juga dapat digunakan sebagai sarana intervensi
terapeutik (pengambilan batu duktus koledokus komunis, penempatan stent
nasobilier, dilatasi striktur, papilotomi, biopsi, pengambilan sampel untuk
pemeriksaan sitologi).
12

Precutaneous transhepatic cholangiography dapat digunakan bila ERCP tidak
berhasil. Bahan kontras disuntikkan di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit
dengan gauge di dalam parenkim hati. Keuntungannya adalah kemungkinan
mengadakan drainase empedu dan biopsi jarum. MRCP dapat digunakan sebagai
teknik noninvasif untuk memvisualisasikan saluran empedu dan pancreas bila
kebutuhan intervensi dirasakan kecil.

Kanker Pankreas
3

Sebagian besar karsinoma pankreas (90%) adalah adenokarsinoma duktal, yang
sering timbul pada kaput pankreas, cenderung agresif, dan baru terdeteksi setelah
operasi lokal tidak dapat dilakukan atau sudah terjadi metastasis jauh. Tipe
neoplasma pancreas lain adalah tumor sel islet dan tumor neuroendokrin.
Di AS, sekitar 37.170 orang didiagnosis dengan ca pancreas tahun 2007.
Insidensi tertinggi pada kelompok usia 65-84 tahun. Insidensi sedikit lebih tinggi
pada pria dan ras Afrika Amerika.
Faktor risiko: merokok, obesitas, pancreatitis kronik, dan riwayat keluarga
positif.
Gejala dan tanda: nyeri (biasanya nyeri tumpul pada abdomen atas, menjalar
ke punggung, dan membaik bila membungkuk, intermiten, dan bertambah parah
setelah makan), ikterus obstruktif, penurunan BB (akibat anoreksia, cepat
kenyang, malabsorbsi, atau diare), anoreksia. Pasien dengan ikterus mungkin
mengeluhkan pruritus, BAB dempul, BAK warna gelap. Kelompok pasien ini
biasanya menderita tumor pada kaput pankreas, dan cenderung didiagnosis lebih
dini. Tanda klinis lain yang kurang umum misalnya intoleransi glukosa,
tromboflebitis superfisial migratori (sindroma Trousseau), perdarahan
gastrointestinal dari varises, dan splenomegali.
Pada pemeriksaaan fisik ditemukan jaundice, Courvoisiers sign (kantung
empedu teraba, tidak nyeri pada tepi kosta kanan), massa abdomen, hepatomegali,
splenomegali, asites, pembesaran nodus limfe supraklavikula kiri (nodus
Virchow). Penyebaran peritoneal yang luas dapat teraba melalui colok dubur pada
kavum Douglasi.
Pemeriksaan penunjang:
13

Pencitraan: USG, CT scan (dapat menunjukkan massa pankreas; dilatasi
sistem bilier/ duktus ankreatikus; penyebaran ke hati, nodus limfe,
peritoneum; asites), ERCP, MRCP, PET scan
Bila diagnosis mengarah pada ca yang dapat diatasi dengan operasi,
konfirmasi histology tidak perlu dilakukan karena: aspirasi jarum halus
perkutan diperkirakan dapat menyebabkan diseminasi ca intraperitoneal
atau sepanjang jalur jarum biopsi; hasil sitologi negatif tidak cukup untuk
menghindari operasi. Aspirasi EUS (endoscopic ultrasound) terpimpin
dapat digunakan karena risiko penyebaran intraperitoneal lebih kecil.
Sampel analisis sitologi juga dapat diambil dari getah pankreas atau bilas
lesi duktus dengan ERCP.
Marker serum: Ca 19-9 (untuk diagnosis lebih bersifat sugestif; memiliki
nilai prognostic, menilai respon terhadap terapi, mendeteksi rekurensi)

Terapi:
Advanced ca
o Stenting bilier/duodenal, blok/ablasi pleksus saraf, bypass usus
o Kemoterapi: gemcitabine 1000 mg/m
2
/minggu selama 7 minggu
diikuti istirahat 1 minggu kemudian tiap minggu selama 3 minggu
setiap 4 minggu
o External beam chemoradiotherapy (sebagai terapi awal atau
konsolidasi setelah kemoterapi)
Operable (stage I atau II)
o Reseksi menyeluruh setelah sebelumnya eksklusi metastasis distal
dengan CT scan abdomen dan pelvis, CT/Roentgen dada, dan
laparoskopi untuk mengeksklusi metastasis peritoneal. Outcome
14

lebih baik pada pasien dengan keterlibatan nodus limfe (-), tumor
<3cm, margin reseksi (-), dan tumor berdiferensiasi baik.
Pankreatikoduedenektomi (prosedur Whipple) adalah metode
standar untuk ca di kaput pancreas atau uncinate process,
melibatkan reseksi kaput pancreas, duodenum, 15 cm awal
jejunum, duktus biliaris komunis, kantung empedu, dan
gastrektomi parsial.
Prognosis buruk, dengan 5 year survival rate 5%.

Diabetes Melitus Tipe 2
4

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya.
Tabel 1. Klasifikasi Etiologis DM
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe Lain Defek genetic fungsi sel beta
Defek genetic kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindromgenetik lain yang berkaitan dengan DM
DM Gestational Diabetes melitus yang muncul saat kehamilan
15

DM tipe 2 memiliki tiga abnormal patofisiologi yang khas, yakni defek sekresi
insulin, resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa hepar yang berlebihan.
Obesitas,khususnya tipe visceral atau central, sangat umum ditemukan pada DM
tipe 2. Jaringan adiposa mensekresi produk biologis (leptin, TNF-
bebas, resistin, dan adiponectin) yang memodulasi sekresi insulin, kerja insulin,
dan berkontribusi pada resistensi insulin. Pada tahap awal, toleransi glukosa tetap
normal karena sel beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan output
insulin. Seiring dengan resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia
berkembang, islet pankreas pada beberapa individu tidak dapat mempertahankan
kondisi hiperinsulinemia,selanjutnya terjadi peningkatan toleransi glukosa,
tampak dengan peningkatan glukosa postprandial. Penurunan lebih jauh dari
sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepar berujung pada diabetes
dengan hiperglikemia. Kerusakan sel beta dapat terjadi, sehingga sering
ditemukan peningkatan IL-6 dan CRP pada pasien diabetes tipe-2.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
Atau
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7.0
mmol/L)
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

Tabel 3. Penatalaksanaan DM

Dikutip dari Harrisons Principle of Internal Medicine, 2005 Fig 323-14, hal 2174

16

Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer. Anemia secara praktis ditunjukkan oleh
penurunan kadar hemoglobin dan, hematokrit atau hitung eritrosit.
5
Anemia dapat
dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan.
Anemia ini umumnya disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan.
Kondisi ini disebut dengan anemia pada penyakit kronis. Pada umumnya, anemia
pada penyakit kronis ditandai dengan kadar Hb berkisar 7-11 g/dL, kadar Fe
serum menurun deisertai TIBC rendah, cadangan Fe yang tinggi di jaringan, serta
produksi sel darah merah berkurang.
6

Patogenesis anemia pada penyakit kronik terdiri atas: (1) sindrom stres
hematologik, yaitu peningkatan produksi sitokin berlebihan karena kerusakkan
jaringan akibat infeksi, inflamasi atau keganasan, seperti: TNF-, IL-1 dan IFN-.
Sitokin mengakibatkan zat besi lebih banyak diikat oleh makrofag yang
tersekuestrasi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi
eritropoeietin di ginjal, serta menyebabkan perangsangan inadekuat pada
eritropoietin di sumsum tulang; (2) pemendekkan masa hidup eritrosit; dan (3)
penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb.
6


Malnutrisi
Malnutrisi didefinisikan sebagai penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat
badan sebelumnya dalam 3 bulan terakhir. Selain itu, digunakan pula kriteria IMT
kurang dari 18,5. Malnutrisi dapat terjadi akibat nafsu makan menurun,
malabsorbsi, peningkatan pengeluaran (penyakit kronis), penurunan sintesis
protein serta meningkatnya katabolisme.
7
Manutrisi dan penyakit kronis dapat
mengakibatkan timbulnya hipoalbuminemia. Malnutrisi dapat mengakibatkan
berkurangnya kadar protein yang dapat diserap oleh tubuh, sehingga sintesis
albumin akan terhambat dan terjadi hipoalbuminemia. Selain itu, pada penyakit
kronis dapat terjadi inflamasi yang mengakibatkan peningkatan sitokin, yang
berdampak pada gangguan sintesis albumin.
8


17

BAB III
PEMBAHASAN

1. Ikterus bstruktif

Dari anamnesis diketahui, pasien mengeluh mata tampak kuning, sejak 2
bulan sebelum masuk rumah sakit. Dipikirkan kemungkinan kelainan di hati.
Warna urine seperti warna teh dan warna tinja seperti dempul menunjukkan
bahwa kelainan terjadi post-hepatic, yakni akibat obstruksi. Hal tersebut
sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya sclera ikterik
dan hepatomegali (). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 10.750,
neutrofilia 78%, bilirubin total 14.95,bilirubin direk 113.53, bilirubin indirek
1.42, alkali fosfatase 280, dan yGT 210. Dilakukan pemeriksaan USG dan
didapatkan hasil pelebaran duktus biliaris interna dan eksterna. Dari hasil CT
scan, diketahui terdapat tumor papilla vateri. Dari data yang ada, dipikirkan
ikterus obstruktif akibat tumor papilla vateri.
USG dapat menunjukkan adanya kolestasis ekstrahepatik (bila terlihat
dilatasi saluran empedu). Namun untuk mengidentifikasi lokasi dan penyebab
obstruksi, dapat digunakan CT scan, MRCP, dan ERCP, yang dapat
memvisualisasikan saluran empedu distal yang sulit dilihat dengan USG
karena tertutup gas usus. Pasien direncanakan untuk dilakukan ERCP.
Untuk penatalaksanaan, pada pasien diberikan O
2
3 l/m dengan nasal
kanul, IVFD NacCL 0,9% 500cc/8jam, umu balance ~ 24 jam, diet rendah
lemak DM 1700 kkal/hari, bidafalk 3x1 tab, cefoperazon 2x1g, domperidon
3x10mg, CTM 2x1, omeprazole 1x40mg, dan alprazolam 1x0,5mg

2. DM tipe 2 dengan gula darah belum terkontrol
Dari anamnesis diketahui pasien menderita diabetes mellitus sejak 10 tahun
yang lalu,saat itu ditemukan keluhan awal yakni pasien merasa cepat haus dan
lapar sehingga banyak minum dan banyak makan serta peningkatan frekuensi
berkemih di malam hari. Pasien mendapat glibenklamid 1x1 tablet, namun
tidak dikonsumsi teratur. Keluhan gangguan penglihatan baru dialami sejak 2
18

bulan SMRS, keluhan baal dan kesemutan juga dirasakan oleh pasien di
tangan dan kaki.
Dari hasil pemeriksaan,didapatkan kadar HbA1C pasien adalah 7,6%, dan
kadar gula darah harian pasien adalah 226,336,dan100. Dari data yang ada,
dipikirkan pasien menderita DM tipe 2 dengan gula darah belum terkontrol.
Pada pasien direncanakan, kontrol gura darah harian, pemeriksaan protein
urin kuantitatif, dan konsultasi ke departemen mata. Pasien saat ini mendapat
diet rendah lemak DM 1700 kkal, dan diberikan Humulin R 3x5unit setelah
makan.

3. Dislipidemia
Dislipidemia ditandai dengan peningkatan kolesterol plasma, trigliserida, atau
keduanya, atau kadar yang rendah dari high-density lipoprotein, yang
berkontribusi pada pembentukan aterosclerosis. Pada pasien dipikirkan
dislipidemia karena adanya riwayat diabetes melitus sejak 10 tahun yang lalu,
dan ditemukan riwayat diabetes di ibu dan kakak pasien. Pasien dislipidemia
diabetikum biasanya diperberat oleh peningkatan intake kalori dan gaya hidup
sedentary. Dari riwayat sosial, diketahui pasien adalah perokok aktif, merokok
1 bungkus perhari selama + 33 tahun. Meskipun rokok secara langsung tidak
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, tetapi dapat menurunkan kadar
high-density lipoprotein.
Pada pemeriksaan darah, didapatkan kadar trigliserida 555, dan HDL 9,
sehingga dapat ditegakkan diagnosis dislipidemia. Penatalaksaaan pada pasien
yakni perbaikan gaya hidup, termasuk diet rendah lemak DM 1700 kkal.

4. Susp CAD anteroseptal
Berdasarkan anamnesis, pasien memiliki faktor resiko CAD, yaitu penyakit
DM, dislipidemia, dan riwayat merokok. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil dislipidemia, yang juga merupakan faktro resiko CAD. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan poor R progression di lead V1-V3.
Berdasarkan literatur, gambaran EKG seperti ini dapat dijumpai pada pasien
dengan riwayat CAD. Pada pasien direncanakan dilakukan EKG ulangan,
19

untuk penatalaksanaan, diberikan Gemfibrosil 1x1 tab dan diet rendah lemak
DM 1700 kkal/hari.

5. Anemia normositik normokrom
Berdasarkan anamnesis didapatkan badan terasa lemas yang memberat sejak 3
hari SMRS, keluhan mata kuning, perut semakin membesar, BAK seperti
warna teh, serta BAB dempul sejak 2 bulan SMRS, serta penurunan berat
badan 20 kg dalam 1 bulan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva
pucat, serta terdapat hepatomegali. Pada pemeriksaan penunjang, dari
pemeriksaan darah perifer ditemukan leukositosis (10.750 /uL), Hb 8,5 g/dl,
MCHV, MCH, MCHC dalam batas normal, serta dari CT scan didapatkan
kesan tumor papilla vateri. Rencana diagnosis dengan pemeriksaan darah
perifer berkala, dan pemeriksaan kadar Fe. Rencana terapi dengan mengatasi
underlying disease dan observasi keadaan umum.

6. Malnutrisi dengan hipoalbuminemia ec. penyakit kronik
Berdasarkan anamnesis didapatkan riwayat penurunan berat badan 20 kg
dalam 1 bulan. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan IMT 16. Hal ini
menunjang diagnosis malnutrisi. Berdasarkan pemeriksaan penunjang
didapatkan kadar albumin serum 2,66 g/dL. Hal ini menunjukkan adanya
hipoalbuminemia. Dipikirkan pada pasien terjadi hipoalbuminemia akibat
malnutrisi ec. penyakit kronik. Pada pasien direncanakan pemeriksaan
albumin serial. Rencana terapi dengan mengatasi underlying disease dan
observasi keadaan umum.Diet rendah lemak III, DM 1700 kkal/hari (naik
bertahap).
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Pratt DS, Kaplan MM. Jaundice. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrisons
principles of internal medicine. Edisi ke-17. New York: McGraw-Hill, 2008.
[e-book]
2. Budjang N. Traktus biliaris. Dalam: Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi ke-
2. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2008. h. 279.
3. Mayer RJ. Pancreatic cancer. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrisons
principles of internal medicine. Edisi ke-17. New York: McGraw-Hill, 2008.
[e-book]
4. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia
2011. Jakarta: PERKENI, 2011.
5. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi
B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas; 2009. h. 1109-15.
6. Supandiman I, Fadjari H, Sukrisman L. Anemia pada penyakit kronis. Dalam:
Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas; 2009. h. 1138-40.
7. Syam AF. Malnutrisi. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simandibrata
M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas; 2009. h. 354-7.
8. Amirudin R. Fisiologi dan biokimia hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B,
Alwi I, Simandibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas; 2009. h. 627-33.

You might also like