You are on page 1of 20

Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai

pengertian pajak internasional, diantaranya :


1. Prof. Dr. Ottmar Buhler
Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah
(norma) hukum perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar
bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti luas hukum pajak
internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah
peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam
bidang perpajakan.
2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur
tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di
masyarakat. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan
hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-
undang nasional mengenai :
Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri
Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda
Traktat-traktat


3. Anglo Sakson
Di negara-negara Anglo Sakson berlaku pengertian yang terperinci
tentang hukum pajak internasional, yang dibedakan antara :
National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat mengenai
peraturan perpajakan yang mempunyai daya kerja sampai di batas luar
negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai objeknya
(sumber ada di luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di
luar negeri)

Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)
Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-
peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia. Foreign
tax law berguna sebagai bahan perbandingan dalam melakukan
comparative tax law study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan
dengan negara lain.
International tax Law
Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional
merupakan keseluruhan kaedah pajak berdasarkan hukum antar negara
seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata berdasarkan
sumber-sumber asing. Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan
kaedah baik yang berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum
pajak yang diterima negara-negara dunia, maupun kaedah-kaedah
nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung
adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum
antara dua negara atau lebih.

MACAM PAJAK BERGANDA (DOUBLE TAXATION)
Pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pajak berganda nasional (national double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang
sama oleh suatu negara.
2. Pajak berganda internasional (international double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang
sama oleh lebih dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda
internasional timbul karena :
a. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
b. Dikenakan terhadap objek yang sama
Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka diadakan
perjanjian penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of
double taxation and the prevention of tax evasion) atau dikenal dengan
istilah tax treaty

PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL
Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan
source country. Disebut domicily country apabila negara tempat tinggal
Wajib Pajak (domicily country atau home country) menganut asas
domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income
atas dasar asas domisili.
Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di
negara tempat tinggalnya (source country, atau host country), dan
kemudian dikenakan juga pajak penghasilan atas laba tersebut atas dasar
asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua kali
(double taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua
oleh domicile country. Negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau
sama sekali tidak mengenakan pajak atas penghasilan disebut sebagai
negara-negara surga pajak (tax haven countries).
Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal
(internal double taxation); pajak berganda internasional (international
double taxation); pajak berganda secara yuridis (juridical double
taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double
taxation). Internal double taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek
dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara. International double
taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek
dan Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih
mengenakan pengenaan pajak atas Objek Pajak yang sama dan Subjek
Pajak yang sama.
Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal
law (1979) membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider
sense) dan secara sempit (narrower sense). Secara luas pengertian pajak
berganda diartikan setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan
lainnya lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double
taxation) atau lebih (multiple taxation) terhadap suatu fakta fiskal.
Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus
pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak
dalam satu administrasi perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti
ini sering disebut sebagai pajak berganda ekonomis (economic double
taxation). Pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat pula
terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau secara
diagonal (pemerintah daerah kota/kabupaten, propinsi X dan Y).




SUMBER-SUMBER HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Pada dasarnya hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional
yang didalamnya mengandung unsur-unsur asing, unsur tersebut bisa
mengenai subjek pajaknya, objek pajaknya maupun pemungut pajaknya.
Sumber hukum pajak internasional terdiri dari :
1. Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak
ditujukan kepada pihak lain.
2. Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain
a. Untuk menghindari pajak berganda
b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
c. Untuk mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)
d. Untuk memberantas penyelundupan pajak
e. Untuk menetapkan tarif douane
3. Putusan hakim (nasional maupun internasional)

Tujuan umum pajak internasional adalah untuk mengeliminsai gejala
pajak ganda, hal ini dapat dilakukan dengan 3 cara :
1) Dengan cara unilateral, dimana negara yang bersangkuatan
memasukkan dalam perundang-undangan pajaknya ketentuan untuk
menghindari pajak berganda seperti :
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau
restricted terrirorial principle
b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax
credit, dan fictious tax credit/tax sparing
2) Dengan cara bilateral, dilakukan denga melakukan perjanjian pajak
antar negara yang dikenal dengan isilah tax treaty atau perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B). Untuk negara Indonesia telah
memiliki Tax Treaty denagn 57 negara.
3) Perjanjian multilateral, misalnya Igeneral Agreement Tariffs and
Trade (GATT) yang mengatut tarif douane secara multilateral.

SUBJEK DAN OBJEK PAJAK DALAM PAJAK INTERNASIONAL
Subjek pajak dibagi menjadi 2 :
1. Subjek pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-
sumber di luar negeri
2. Sunjek pajak luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-
sumber di dalam negeri

Sedangkan objek pajak dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Objek pajak dengan sumber di dalam negeri
2. Objek pajak dengan sumber di luar negeri

METODE PENGHINDARAN / PENGURANGAN PAJAK
BERGANDA
Dalam rangka menguarangi atau menetralisir dari kemungkinan
pengenaan pajak berganda sebagai akibat dari timbulnya konflik tersebut
dimuka maka ada beberapa metode yang bisa dilakukan antara lain:
1. Metode perjanjian penghindaran pajak berganda internasional antara
lain dilakukan dengan :
Traktat yang bersifat multilateral yakni perjanjian yang dilakukan oleh
beberapa negara dalam satu perjanjian.
Traktat yang bersifat bilateral yakni perjanjian yang menyangkut dua
negara.

2. Metode Unilateral atau metode sepihak
Cara ini ditempuh oleh negara secara sepihak melalui Yurisdiksi
Nasionalnya, yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang
kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam
yurisdiksi nasionalnya, misalnya ketentuan pasal 24 UU.PPh tentang
kredit pajak luar negeri. Tata cara pengereditan ini ada dua cara yang
dipakai yakni:
Kredit Penuh yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar
jumlah yangf dibayar diluar negeri.
Kredit Terbatas yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar diluar
negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar diluar
negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia
ini yang dianut pasal 24 UU.PPh.

3. Metode Pembebasan
Metode ini adalah dengan cara memberikan pembebasan terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh dariluar negeri, cara
pembebasan ini ada dua cara yang ditempuh yakni :
Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari negara sumber. Artinya penghasilan dari
negara sumber tidak dimasukkan dalam peghitungan pajak di Negara
Domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau
full examption.
Cara pembebasan perhitungan pajak yang terhutang hanya atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri, tetapi
menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan baik dari dalam
negeri atau luar negeri atau disebut dengan Metode pembebasan dengan
Progresi atau exemption with proression.
Metode pembebasan ini dianggap metode yang paling praktis sebab
Negara Domisili tidak perlu mengetahui bagaimana suatu penghasilan
dikenakan pajak di Negara Sumber.

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (TAX
TREATY)
Adalah perjanjian pajak antar dua negara dalam upaya menghindari
pajak berganda. Hal-hal yang ada didalamnya meliputi negara mana saja
yang menjadi peserta dan terikat dalamperjanjian tersebut dan objek
pajak apa yang tercakup dalam perjanjian tersebut.
Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1) Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya,
hal ini dapat menimbulkan perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering
kali ditambahakan klausal jika terdapta keragu-raguan maka akan
dibicarakan bersama.
2) Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama
pajaknya, yang pada waktu perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah
dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-waktu tertentu otoritas keuangan
dari masing-masing negara akan saling memberitahukan, pajak mana
yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
3) Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian
tersebut juga berlaku untuk pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada
hakekatnya mempunyai dasar yang sama.

Objek pajak dalan tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis
penghasilan :
1) Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from
immovable property)
2) penghsilan dari usaha (business income atau business profit)
3) penghasilan sari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from
shipping and air transport)
4) deviden
5) bunga
6) royalty
7) keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8) penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal
service)
9) penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10) gaji untuk direktur (director fees)
11) penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers
and athletes)
12) uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social
security payment)
13) penghasilan pegawai negeri (income in respect of government
service)
14) penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students
and apprentices)
15) penghasilan lain-lain (other income)
Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi
di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan
pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu
upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan
penghindaraan pajak berganda internasional.
















5 SOAL TENTANG PAJAK INTERNASIONAL
1.Jelaskan pengertian pajak internasional menurut pendepat para
ahli.
1. Prof. Dr. Ottmar Buhler
Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah
(norma) hukum perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar
bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti luas hukum pajak
internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah
peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam
bidang perpajakan.
2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur
tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di
masyarakat. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan
hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-
undang nasional



2.Sebutkan dan jelaskan macam-macam pajak berganda yang ada
di Indonesia
Pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pajak berganda nasional (national double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang
sama oleh suatu negara.
2. Pajak berganda internasional (international double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang
sama oleh lebih dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda
internasional timbul karena :
a. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
b. Dikenakan terhadap objek yang sama
Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka diadakan
perjanjian penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of
double taxation and the prevention of tax evasion) atau dikenal dengan
istilah tax treaty



3.Apakah prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan
internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi
dalam kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun
kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga
tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka
jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih
besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi
UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasio nal):
Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga
baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif
pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak
pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT)
yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang
melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas
penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak
bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

4.Mengapa terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal
ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam
negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan
dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib
pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi
wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana
penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh
negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua
kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT
A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan
pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung
dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik
Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana
terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi
wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan
global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari
namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura.
Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga
untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya
pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
1. Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu
perjanjian antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk
memajukan investasi antara 2 negara tersebut. Untuk active income,
Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan dari
cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari
negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka
negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh
dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT.
Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara
berhak memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
2. Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar
negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan.
Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar
negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN)
x PPh terutang untuk semua penghasilan





5.Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
1. Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam
negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang
tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar
harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan
biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization
(memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba).
Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya
anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser
ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang
dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang
pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa
juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa
(harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia,
transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus
berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal
dan DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya
menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi
subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya:
Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping
diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam
tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB
sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang
sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
3. Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan
pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar
telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang
merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK
No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia,
Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven
sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance
(penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-
gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena
koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan
tax treaty.

You might also like