You are on page 1of 12

Edisi 362, 01 Agustus 2014

R
O
B
O
S
A
N

A
D
V
E
R
T
I
S
I
N
G


Untuk KBRI dan Semua
Pihak yang Berempati

T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2

-

A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4



Sekapur Sirih, Hari Kemenangan
Halaman 2
Sikap, Memantau Realisasi GAMIS II
Halaman 3
Laporan Utama, Keamanan Masisir dalam
Keadaan Darurat
Halaman 4,5,10
Opini, Dari Meninggalnya Gusti hingga GAMIS II
Halaman 6
Opini, Sepucuk Surat Untuk KBRI dan Semua
Pihak yang Berempati
Halaman 7
Opini, Pendekatan Baru Keamanan Masisir
Halaman 8
Sastra, Aku Bertanya Al-Faraby tentang Emana-
si
Halaman 9
Kolom, Setelah Meninggalnya Kawan Kita
Halaman 11

Terbit perdana pada
21 Oktober 1990.
Pendiri: Syarifuddin
Abdullah, Tabrani
Sabirin. Pemimpin
Umum: Iis Istianah
Pemimpin Redaksi:
Fachry Ganiardi. Pem-
impin Perusahaan:
Difla Nabila. Dewan
Redaksi: Tsabit Qodami, M. Hadi Bakri. Ainun
Mardiyah. Heni Septianing. Reportase: Abdul
Latif Harahap, Ahmad Ramdani, Rijal W.
Rizkillah, Thaiburrizqi Ananda Hafifuddin,
Zammil Hidayat, Ikmal Al Hudawi, Aulia
Khairunnisa, Maimunah Hamid, Ukhti Muth-
mainnah Hamid,. Editor: Fahmi Hasan
Nugroho. Lay Outer: Abdul Malik Pembantu
Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat
Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08
el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cai-
ro-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: tero-
bosanmasisir@yahoo.com. Facebook : Tero-
bosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pen-
gaduan atau berlangganan silakan menghub-
ungi nomor telepon : 01206308454
(Malik), 01140957150 (Iis), 01156796475
(Difla)


Setelah sebulan lamanya menjalani
kesabaran, kini hari kemenangan itu tiba,
sebagai kado indah dari buah kesabaran.
Hari itu dimana seluruh umat muslim di
seluruh seantero bumi merayakan pesta
puncak setelah menggandrungi nestapa
yang mereka tempuh. Dari kuat tahannya
melawan hawa nafsu yang bergejolak. Na-
mun, ada saja hikmah dibalik itu semua.
Yakni bukan semata-mata karna Allah ingin
menyiksa, tapi karna Dialah yang ingin men-
guji kita untuk menjadi Insan yang Rabbani.
Pada hari itu pula, semua umat muslim
mengekspresikan kebahagiaannya masing-
masing, dengan bertemu sanak keluarganya,
mempererat ikat tali silaturahim sesama
saudara, tetangga dan masih banyak yang
lainnya. Namun tak bisa dipungkiri, sebagi-
an dari mereka pula merasakan duka di
tengah hari kemenangan ini. Itulah takdir,
skenario mutlak milik Tuhan yang entah
kita tak bisa mengetahuinya sampai kapan-
pun. Akan tetapi ada hal yang lebih menarik
yaitu pesan moral dan nilai dari hari keme-
nangan itu sendiri; mengetuk pintu
keikhlashan kita untuk menerima kenyataan
dan menebar serangkai kata maaf kepada
setiap insan.
Kebahagiaan itu pun kami (Kru
TROBOSAN) rasakan, terwujud dari ter-
bentuknya generasi pengurus baru. Tongkat
estafet kepengurusan yang akan kami em-
ban selama satu tahun kedepan, seraya me-
lahirkan penulis-penulis handal dan berkre-
atif, tentu itu semua tidak akan terwujud
tanpa ada dukungan yang bersinergi dan
pemasukan positif dari kakak-kakak senior
TROBOSAN maupun pembaca yang budi-
man.
Berangkat dari itu semua, TROBOSAN
di edisinya yang ke-362 mencoba menguak
seputar keamanan dan pengamanan Mesir
dan Masisir khususnya, yang kerap kali ter-
jadi aksi kejahatan jauh minggu-minggu ini.
Di edisi kali ini juga, sengaja kami hadir-
kan beberapa opini yang berkenaan dengan
peristiwa yang menimpa almarhumah Gusti
Rahma Yeni. Agar membuka mata hati kita
bahwa keamanan pribadi harus kita tingkat-
kan, mengindahkan apa yang telah di-
peringatkan juga jauh lebih penting.
Dan tak lupa kami haturkan maaf kepa-
da saudara Ahmad Satriawan Hariadi, atas
kekhilafan kami dalam redaksi penulisan
nama yang telah kami ralat di Edisi Inter-
aktif Opini bulan April lalu.
Dan tak lupa juga, kami segenap Keluar-
ga TROBOSAN mengucapkan; Selamat
hari raya Idul Fitri 1 Syawwal 1435. Minal
Aidizn wal Faizin, Mohon maaf lahir dan
batin.
Kritik dan saran dari pembaca sangatlah
kami nantikan. Karena dengan kritik dan
saran andalah kami akan bangkit dan
berdiri untuk mendongkrak semangat penu-
lis dan khususnya para kru TROBOSAN.
Terima kasih kami ucapkan dari lubuk hati
kami yang paling dalam, atas saran dan
kritik yang telah anda sampaikan pada kami
selama ini.
Selamat membaca! []
Hari Kemenangan
T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2


A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4



Rubrik Sikap adalah editorial buletin TROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

Meninggalnya Gusti Rahma Yeni, pada
Kamis 17 Juli 2014 kemarin menggemparkan
Masisir. Siapa yang mengira bahwa ia harus
meregang nyawa karena tindakan kriminal
sekawanan perampok. Ajal memang tak dapat
ditunda. Dan pada akhirnya, kejadian ini mem-
buat banyak pihak membuka mata. Obrolan
lintas nasional dan internasional seperti pemi-
lu presiden di tanah air dan tragedi kemanusi-
aan di Gaza tertutup oleh berita duka ke-
matiannya.
Peristiwa ini merupakan tamparan keras
bagi berbagai pihak; al-Azhar, KBRI maupun
Masisir. Kriminalitas yang dilakukan terhadap
warga asing memang terus saja terjadi. Dan
kalau mau menengok ke belakang, kita akan
tahu banyak kriminalitas dengan kerugian
yang cukup besar kerap kali terjadi di bulan
Ramadan. Misalnya pembacokan, hingga per-
ampokan beserta penyekapan
di rumah Masisir. Dan kejadian
kali ini boleh dibilang titik
klimaks dari runtutan tindakan
kriminal yang kerap kali men-
impa warga asing di Kairo,
khususnya di kawasan Hay
Asyir.
Tindak kejahatan di Mesir
pascarevolusi memang se-
makin memburuk. Abdurrah-
man Musa, penasehat Syekh Azhar menya-
takan bahwa saat revolusi 25 Januari 2011
terdapat sekitar 25.000 tahanan yang kabur
dari penjara. Dari jumlah tersebut baru sekitar
13.000 tahanan yang tertangkap. Jumlah terse-
but disusul dengan meningkatnya tindakan
kriminal yang terjadi di lingkungan masyara-
kat.
Hal itu juga diperparah dengan ketid-
akstabilan ekonomi dan politik sepanjang tiga
tahun terakhir. Konflik berkepanjangan,
melemahnya faktor pariwisata, pemberlakuan
jam malam selama beberapa bulan, kenaikan
harga BBM dan bahan pokok semakin
mengamini penambahan angka kriminalitas di
Mesir. Semua tahu dan merasakan, dan
berbagai macam tindak kriminal terhadap
warga asing pun semakin dianggap sebagai hal
yang biasa.
Kondisi seperti ini belum tentu dapat
membaik dalam waktu satu hingga dua tahun.
Dan selama rentang waktu tersebut, kemung-
kinan terjadinya kasus-kasus kriminal-seperti
penodongan, penjambretan,dll- terhadap war-
ga asing akan terus terbuka. Bahkan tidak
menutup kemungkinan aksi kejahatan hingga
menelan korban jiwa semacam ini akan kem-
bali terjadi.
Meski demikian, barangkali ini menjadi
hikmah tersendiri bagi Masisir, karena dengan
terjadinya peristiwa ini, semua elemen, golon-
gan dan organisasi Masisir kompak dan ber-
sepakat terkait perlunya tindak lanjut dan
solusi atas kejadian ini. Beberapa waktu lalu
PPMI menggelar acara Gathering Masisir yang
ke dua (Gamis II) di Aula Wisma Nusantara.
Dalam acara tersebut ketua-ketua organisasi
Masisir, perwakilan dari KBRI dan beberapa
pihak lain dipertemukan dalam satu majlis
untuk membahas tentang hal ini. Langkah
tersebut patut diapresiasi dan dipantau.
Memang, dalam hal ini KBRI tidak dapat
sepenuhnya disalahkan, karena memang KBRI
tidak memiliki wewenang untuk melakukan
investigasi maupun penindakan seperti polisi.
Namun setidaknya mereka harus melakukan
upaya yang maksimal untuk melindungi war-
ganya, tidak hanya sebatas himbauan belaka,
namun juga hubungan diplomasi dengan apa-
rat keamanan dan beberapa instansi terkait
masalah ini harus terus ditingkatkan dan
dipantau. Hal itu pastinya sudah dilakukan
oleh KBRI sejak jauh-jauh hari, karena itu
merupakan salah satu tugas perwakilan
pemerintah di negara asing. Namun dalam
prakteknya,-terlepas dari kasus wafatnya
Gusti- ada saja yang menilai langkah-langkah
yang ditempuh KBRI selama ini berjalan ku-
rang maksimal. Begitu pula hubungan KBRI-
khususnya Dubes RI- dengan Masisir yang
selama ini dirasa cukup longgar.
Mungkin saja penilaian demikian muncul
karena tidak adanya dialog dan komunikasi
yang erat antar keduanya. Masisir tidak ban-
yak tahu tentang KBRI, dan KBRI pun tidak
banyak memberitahu Masisir tentang dirinya.
Hal ini dapat terlihat dari ketidaktahuan
Masisir akan usaha yang selama ini telah
ditempuh oleh KBRI terkait keamanan Masisir,
seolah KBRI tidak pernah berlaku apa-apa.
Padahal, sebelum kasus ini misalnya, KBRI
telah berusaha melobi National Security
terkait keamanan WNI di Mesir. Sebagaimana
yang disampaikan Sekretaris II Proto-
kol dan Konsuler KBRI Kairo, Puji Basuki dalam
acara Gamis II.
Hilangnya fungsi DKKM dalam dua tahun
terakhir juga patut menjadi sorotan bersama.
Batubara sendiri, dalam wawancaranya
dengan Terobosan pernah mengakui bahwa
peran DKKM,wujuduhu kaadamihi. Dan da-
lam acara Gamis II kemarin, muncul wacana
untuk revitalisasi DKKM. Hal ini cukup layak
mendapat perhatian Masisir, mengingat
DKKMsebagai badan PPMI yang seharusnya
menjadi tempat aduan terkait keamanan
Masisirselama ini minim kaderisasi.
Kita semua tahu bahwa situasi keamanan
di Mesir belum stabil, tindakan kriminalitas
yang menimpa warga asing kerap kali terjadi.
Maka selayaknya Masisir tidak mem-
beri peluang bagi pelaku kriminal un-
tuk melakukan kejahatan.
Belajar dari peristiwa pahit yang telah
terjadi, sudah saatnya seluruh Masisir
bersatu dan membuka mata akan
situasi keamanan disekitarnya. Pera-
turan dan himbauan yang sejak lama
telah disosialisasikan sebenarnya
dapat meminimalisir terjadinya tinda-
kan kriminal jika himbauan tersebut
dilaksanakan. Sayangnya baru sekian hari dari
himbauan keamanan itu, peraturan jam mal-
am tidak diindahkan. Sebuah acara Masisir
yang didukung KBRI, PPMI, Wihdah dan or-
ganisasi lainnya pada malam takbiran justru
selesai hampir tengah malam. Merujuk pada
kesepakatan saat GAMIS II, seharusnya semua
kegiatan yang diadakan organisasi Masisir
hendaknya selesai selambat-lambatnya pukul
22.00.
Peta jalan keamanan Masisir yang disusun
dalam GAMIS II adalah kesepakatan bersama
dari berbagai elemen organisasi Masisir. Jika
Masisir tidak mengindahkan himbauan-
himbauan yang telah dimusyawarahkan bersa-
ma itu, sebaiknya kita berhenti mengeluh atau
mencari kambing hitam atas berbagai tinda-
kan kriminal yang terjadi. Bukankah sungguh
naif bila peraturan yang disepakati bersama,
juga justru dilanggar bersama?

[]
Memantau Realisasi GAMIS II
D
o
c
.

P
h
o
t
o

P
P
M
I

T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2

-

A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




Aksi kejahatan yang menimpa salah satu
Mahasisiwi asal Sumatera Barat, Gusti Rah-
ma Yeni menjadi berita duka selama be-
berapa hari. Lebih dari itu, kasus ini men-
jadi kasus yang dipandang serius oleh insti-
tusi al-Azhar, dengan keluarnya berbagai
statemen dari para petinggi al-Azhar yang
menuntut pengusutan tuntas kasus ini.
Sejumlah media Mesir maupun Indonesia
turut meramaikan pemberitaan ini.
Masisir pun berduka. Tidak sedikit
pihak yang mengungkapkan belasungkawa
dengan berbagai cara. Tak terkecuali Grand
Syekh al-Azhar beserta Masyayikh lainnya
yang mengungkapkan hal serupa dan ber-
janji bahwa kasus ini akan diusut sampai
tuntas, dan pelaku mendapat hukuman se-
bagaimana mestinya.
Tingkat kejahatan di Mesir meningkat,
khususnya setelah meletus revolusi 2011.
Lembaga PBB untuk Urusan Narkoba dan
Kejahatan (UNDOC) dalam laporannya se-
bagaimana yang dilansir oleh egyptian-
streets.com menyatakan bahwa aksi pem-
bunuhan di Mesir setelah revolusi 2011
meningkat 200%. Dari rasio 1 pembunuhan
dari 100.000 jiwa pada tahun 2009 menjadi
3,5 aksi pembunuhan dari 100.000 jiwa
setelah revolusi.
El Arabiya news juga melaporkan bah-
wa hingga bulan Mei 2013 tindak kejahatan
melonjak tajam. Tercatat aksi perampokan
bersenjata meningkat dari 233 kasus pada
tahun 2010 menjadi 2.807 kasus pada 2012.
Dan aksi perampokan rumah meningkat
dari 7.368 pada 2010 menjadi 11.699 pada
2012.
Kali ini kami mencoba menguak peran
KBRI, PPMI beserta beberapa perwakilan
dari negara lain dalam mengatasi krisis
keamanan di negeri ini, sekaligus
melakukan investigasi seputar penanganan
kasus yang menimpa Gusti beberapa waktu
lalu. Selamat membaca.
Kronologi Penanganan Kasus Gusti
Gusti dinyatakan tewas dalam perjalan-
an menuju rumah sakit Zeinhum di Say-
yidah Aisyah, Kamis (17/7). Hal itu dinya-
takan oleh Riki Saputra, ketua KMM yang
ikut terlibat dalam pengurusan kasus ini. Di
samping itu, Rizqana dibawa ke kantor poli-
si untuk menjalani proses pemeriksaan.
Hadir saat itu Riki, Presiden PPMI Amrizal
Batubara, dan beberapa orang.
Pertama tau kasus ini pukul setengah
dua belas malam dihubungi langsung
oleh ketua KMM. Setelah tau, saya dan
yang lainnya langsung menuju ke
Polres di kawasan Abbas, untuk
melapor kejadian. Kemudian
menuju RS, menuju masyrohah.
Kita memastikan keadaan
almarhumah. Jam 3 pagi, baru
KBRI datang. Ujar Batubara men-
jelaskan kronologi.
Ia pun melanjutkan, Setelah
subuh saya kembali ke kantor polisi
untuk memastikan penanganan
(jenazah-red).
Di saat yang sama, Protkons KBRI
membuat sebuah laporan tentang kasus
tersebut untuk kemudian disampaikan
kepada Kemenlu di Jakarta.
Kemudian Batubara mengabari pihak al-
Azhar terkait kasus ini. Rektor Universitas
dan Grand Syekh al-Azhar langsung
merespon dengan menyatakan ungkapan
bela sungkawa atas kejadian ini dan berjanji
akan mengawal proses hukum kasus ini
hingga tuntas. Al-Azhar dengan men-
dampingi pemerintah Indonesia berkomit-
men untuk memantau dan menekan
kepolisian untuk bekerja sekeras dan se-
cepat mungkin untuk menyelesaikan kasus
tersebut. Al-Azhar juga mengaku telah
menghubungi Kementrian Dalam Negeri
Mesir untuk memantau perkara tersebut
dengan serius.
Esoknya, Jumat siang (18/07), korban
(Rizqana-red) beserta beberapa orang dari
organisasi Masisir dan KBRI ikut
menghadiri pengadilan di Gedung Ke-
jaksaan yang berada di kawasan Sabi. Turut
hadir pula dalam persidangan tersebut per-
wakilan dari al-Azhar Prof. Dr. Abdurrah-
man Musa. Dalam persidangan tersebut
korban menceritakan kronologi kejadian
dan beberapa bukti sebagai penguat dalam
laporan tersebut. Pada akhir persidangan,
kejaksaan memutuskan bahwa kasus yang
menimpa korban adalah murni tindak keja-
hatan. Dubes RI Nurfaizi Suwandi meminta
Kejaksaan agar membentuk sebuah tim
intelijen dari kepolisian guna mencari para
pelaku.
Protokons KBRI Puji Basuki dalam wa-
wancara dengan tim Tero-
bosan mengungkap-
kan bahwa
setelah per-
sidangan di
kantor
kejaksaan
selesai,
ia
kemudi-
an
menghub-
ungi
keluarga
almarhumah di
Indonesia untuk
membicarakan terkait
lokasi pemakaman jenazah, apakah jenazah
hendak dimakamkan di Mesir ataukah diba-
wa ke Indonesia. Setelah dipastikan bahwa
jenazah hendak dibawa ke Indonesia, ia
meminta agar pihak keluarga membuat
Surat Keterangan Tidak Mampu agar ad-
ministrasi pemulangan jenazah dapat di-
tanggung oleh pemerintah.
Proses pengurusan dan pemulangan
jenazah pun dilakukan. Jenazah dishalatkan
di Masjid Assalam pada Sabtu sore (19/7)
dan kemudian dipulangkan pada malam
harinya dengan menggunakan maskapai
Turkish Airline. Jenazah sampai di kampung
halaman pada Selasa (22/07) dan kemudian
disalatkan dan dikuburkan pada hari yang
sama.
Setelah melalui proses pencarian berapa
hari, Kementrian Dalam Negeri Mesir dalam
pernyataannya tanggal 24 Juli 2014 menya-
takan bahwa dua dari tiga tersangka telah
tertangkap, dan mereka menyatakan akan
terus memburu satu tersangka yang lain.
Hingga berita ini ditulis, kepolisian belum
berhasil menangkap satu orang tersangka
yang masih buron tersebut.
Antisipasi Tindak Kejahatan
Krisis keamanan di Mesir tidak hanya
menjadi perhatian utama KBRI saja, per-
wakilan negara-negara lain juga memiliki
porsi perhatian tersendiri terkait masalah
keamanan warga negaranya.
Malaysia misalnya. Negara yang mem-
iliki puluhan ribu mahasiswa penuntut ilmu
Keamanan Masisir dalam Keadaan Darurat
D
o
c
.

P
h
o
t
o

A
t
d
i
k

T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2


A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




di Mesir ini telah menerapkan berbagai
macam solusi untuk meminimalisir ter-
jadinya aksi kejahatan yang menimpa war-
ga negaranya.
Ketua Persatuan Melayu Republik Arab
Mesir (PMRAM) Fuad menyatakan bahwa
aksi tindak kriminal seperti penodongan,
pencopetan di jalan terhadap mahasiswa
asal Malaysia tidak banyak terjadi. Hal itu
karena peraturan bersama yang telah lama
dijalankan dan ditambah dengan jalinan
komunikasi yang intens antara PMRAM,
kedutaan dan juga polisi setempat.
Kami selalu mendisiplinkan warga
(mahasiswa -red.) untuk terus men-
dampingi mahasiswi ketika berpergian pa-
da malam hari. Selain itu juga kami mem-
iliki ikatan kerjasama dengan aparat
kepolisian pusat Mesir yang khusus
mengawal warga kami. Dan kerjasama ini
terikat sudah sekian lamanya. jelasnya.
Namun meski begitu, aksi kriminalitas
yang menimpa mahasiswa Malaysia masih
saja terjadi. Dan untuk mengatasinya Fuad
menyatakan bahwa PMRAM sering menga-
dakan perkumpulan untuk mengevaluasi
berbagai hal termasuk masalah keamanan
ini.
Adapun kasus yang sering menimpa
warga kami yaitu pembobolan rumah, yang
ketika itu korban sedang melaksanakan
shalat Jumat, tapi itu tidak lanjut berkepan-
jangan seiring terus diadakannya evaluasi.
lanjutnya.
Pada akhir wawancara Fuad berpesan
kepada PPMI agar membentuk sebuah tim
pengawal yang bertugas mengantar para
mahasiswi jika bepergian pada malam hari.
Hal tersebut untuk meminimalisir ter-
jadinya tindak kejahatan terhadap maha-
siswi. Dan Fuad juga menyarankan kepada
mahasiswa Indonesia agar mengurangi
kegiatan-kegiatan pada waktu malam hari
khususnya mahasiswi, kecuali memang ada
urusan yang benar-benar penting.
Penjelasan yang tidak jauh berbeda
diungkapkan oleh Ismail Singhad, Ketua
Persatuan Mahasiswa Thailand. Ia menya-
takan bahwa ia dan tim dari organisasi sela-
lu berusaha bertindak cepat jika terdapat
kasus kriminal yang menimpa warganya.
Apapun macam kasusnya, kami bertin-
dak cepat. Ujarnya.
Ia pun selalu mengusahakan jalinan
informasi yang erat dengan pihak kedutaan
dan kepolisian setempat. Ia menyatakan,
Salah satunya (tindakan-red) adalah kami
langsung melaporkan ke pihak Syurthoh
dan Sifaroh. Kami juga mempunyai ikatan
kerjasama dengan aparat kepolisian di
Rabah dan Hay Sadis. Saya tidak tahu
mekanismenya seperti apa, karena ikatan
kerjasama ini sudah berlangsung lama, ten-
tunya melalui pihak Kedutaan.
Jumlah warga Thailand yang sedikit juga
menyebabkan tindakan kejahatan yang
menimpa mereka tidak terlalu banyak.
Namun, kasus kriminal sangat jarang ter-
jadi menimpa pada warga kami, di samping
memang warga kami tak banyak jumlahnya
dibanding Malaysia dan Indonesia. pa-
parnya panjang.
Sementara itu, hingga saat ini beberapa
pihak masih mempertanyakan sejauh mana
keseriusan KBRI dalam melindungi wargan-
ya. Hal itu dilihat dari tindakan yang baru
serius ketika telah jatuh korban jiwa, ber-
beda dengan sikap yang dilakukan saat
berbagai macam kejahatan kecil menimpa
Masisir.
Mabda Dzikara menyatakan, Para
pemangku kebijakan Masisir perlu
memikirkan dengan segera, langkah apa
yang bisa dilakukan. Jangan hanya
himbauan saja. Himbauan itu kan cuma
perihal administratif agar terkesan sudah
lepas dari masalah. Dalam hal ini kita perlu
mendesak diadakannya audiensi ke pihak
KBRI (dalam hal ini Duta Besar) yang meli-
batkan semua elemen Masisir. Ujarnya.
Selama setahun ini kan audiensi saya
lihat- hanya melibatkan politikus PPMI saja
tanpa keterlibatan masyarakat. Kita harus
membuat draf kesepahaman yang mesti
ditandatangani oleh Duta Besar Kairo
kemudian kita kawal pelaksanaannya. Jika
kelak ada penyimpangan, kita bisa tuntut
itu dengan cara dan
etika Maha- siswa.
Lanjut Mabda.
Hal serupa
yang
diamini
oleh Mur-
tadlo Bisyri. Ia
menyayangkan
besarnya keru-
gian Masisir yang sering
ditimpa ka- sus-kasus
kriminalitas dalam waktu be-
berapa tahun belakangan.
Sepanjang masa-masa itu banyak sekali
tindakan kriminalitas yang korbannya ada-
lah mahasiswa, puncaknya adalah yang
terjadi pada saudari kita almarhumah yang
menimbulkan kematian. Bila dihitung se-
luruhnya, nilai nominal yang telah
disedekahkan oleh mahasiswa kepada
para pelaku kriminal ini sudah mencapai
ratusan juta, atau bahkan boleh jadi men-
dekati angka setengah Milyar. Tetapi belum
terlihat usaha yang membuahkan hasil
nyata oleh pihak-pihak yang memiliki
wewenang untuk menyelesaikan kasus-
kasus tersebut, hingga tak terjadi lagi.
Ujarnya.
Menurut Murtadlo, setidaknya ada tiga
solusi yang menurutnya ampuh untuk
mampu menyelesaikan persoalan kea-
manan Masisir. Pertama, cara formal insti-
tusional, namun dilakukan dengan pen-
dekatan persuasif. Cara ini dilakukan oleh
pihak yang berkompeten dan memiliki ka-
pasitas, yaitu KBRI, dengan menjalin hub-
ungan formal tetapi dilakukan dengan pen-
dekatan non formal (persuasif) dengan tiga
elemen strategis yang ada di Mesir; yaitu
pihak keamanan, pihak al-Azhar, dan tokoh-
tokoh (atau lembaga) masyarakat di daerah
yang didiami mahasiswa.
Misalnya dengan mendatangi Polsek
dan Polres setempat, memberi
penghargaan kepada mereka sebagai coun-
terpart, dan selanjutnya menitipkan anak-
anak Indonesia kepada mereka. Membin-
cang tentang keamanan dengan pihak Al-
Azhar juga tidak kalah penting, sebab tam-
paknya nama besar Al-Azhar cukup
bertuah di kalangan pihak keamanan.
Kedua, cara informal. Yaitu dengan men-
goptimalkan peran DKKM-PPMI, masing-
masing kekeluargaan juga bisa membentuk
relawan-relawan keamanan yang
mekanisme kerjanya berkoordinasi dengan
DKKM-PPMI.
Ini akan semakin sempurna jika elemen
KBRI juga bersedia mengambil bagian dan
bergabung. Hingga bisa melahirkan security
center yang diisi oleh elemen KBRI dan ma-
hasiswa, dan memiliki tempat. Ujarnya.
Ketiga, cara individual. Yaitu tindakan
preventif yang dilakukan oleh masing-
masing individu mahasiswa untuk
menghindari potensi terjadinya tindakan
kriminalitas, baik yang berpotensi menimpa
dirinya, atau pada tempat tinggalnya (flat).
Masing-masing individu memper-
hatikan cara berpenampilan, cara memilih
Google.com
Lanjut ke hal 10.
T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2

-

A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




Jika anda melihat sebuah komunitas
yang kerjaannya cuma bisa saling mengan-
dalkan, kemudian menyalahkan satu sama
lain saat terjadi sebuah bencana, maka ya-
kinlah seyakin-yakinnya bahwa komunitas
tersebut jauh dari kata dewasa dan terdidik,
serta jauh dari kata peradaban dan inovasi.
Kita harus tahu, bahwa usia dan jenjang
pendidikan yang tinggi, bukan garansi se-
buah kedewasaan sikap dan kematangan
pikiran. Sehingga kita tidak perlu heran,
mengapa sebuah komunitas Masisir yang
berisikan mahasiswa, perkerja, dan diplo-
mat ini; terlihat lebih banyak omong da-
ripada perbuatan nyatanya.
Karena komunitas ini begitu banyak
omong, maka ketika mereka berembuk un-
tuk menyelesaikan sebuah permasalahan,
permusyawarahan mereka pun hanya ter-
henti di meja, lalu tersendat dana, kemudian
hilang entah kemana.
Karena pikiran yang sangat miskin ino-
vasi, maka hasil permusyawarahan mereka
pun serupa hasil bincang ringan anak-anak
sekolahan, atau seperti mimpi seorang
pengkhayal yang tak menemukan cara untuk
merealisasikan mimpinya.
Karena pragmatisme yang sudah
mengakar, maka yang lebih kentara ketika
terjadi musibah seperti sekarang ini adalah
kepentingan politis yang busuk. Oleh karena
itu, mereka hanya memikirkan, bagaiamana
agar foto-foto yang merekam bentuk tang-
gap dan keprihatinan sesaat mereka ter-
hadap sebuah musibah; bisa dilihat oleh
jutaan manusia.
Padahal, mereka baru mau tanggap dan
menampakkan batang hidungnya, setelah
semua urusan terselesaikan. Dengan begitu,
anda tidak perlu heran, mengapa gerak-
gerik mereka begitu lamban dalam segala
hal.
Pemandangan memuakkan semacam ini
bukannya terjadi sekali dua kali, tapi berkali
-kali. Namun anehnya komunitas kita ini
seolah-olah masa bodoh dengan rajutan
musibah yang menimpa kita. Sikap kita yang
seperti ini, seakan-akan mengisyaratkan
sebuah kepasrahan untuk menantikan
bencana berikutnya. Iya, kita ini tidak
pernah mau belajar dari kelalaian dan
kesalahan kita sebelumnya.
Inilah yang terjadi dengan almarhumah
Gusti Rahma Yeni, berikut musibah yang
menimpanya. Musibah ini, sebagaimana kata
salah seorang teman, merupakan klimaks
dari rentetan kriminalitas yang tak pernah
diusut tuntas. Iya, sebelum kejadian naas ini,
kita tidak tahu sudah berapa rumah Masisir
yang dibobol dan dicuri, sudah berapa ban-
yak kawan Masisir yang dirampok di tengah
jalan.
Oleh karena itu, penulis mengira bahwa
inilah saatnya para pemangku kebijakan
harus benar-benar serius memikirkan
keselamatan warga Indonesia di negeri Me-
sir ini. Para pemangku kebijakan harus
benar-benar menunjukkan langkah-langkah
konkret untuk menjamin keselamatan WNI.
Para pemangku kebijakan harus berhenti
berleha-leha, sembari mencari-cari alasan
agar selamat dari badai kritikan.
Namun apa yang terjadi setelah tragedi
memilukan ini berlalu? Kita tetap seperti
sediakala, tetap saling mengandalkan, tetap
saling menyalahkan, tetap membuat masa-
lah terkatung-katung tanpa langkah-langkah
solutif, tetap memikirkan diri sendiri dan
kelompok. Bahkan saking anehnya komuni-
tas kita ini, di sela-sela duka yang me-
nyelimuti Masisir, masih ada terdengar sen-
timen kedaerahan yang menyeruak ke per-
mukaan.
Kemudian jika kita memperhatikan hasil
Gathering Masisir (GAMIS) II Tentang Kea-
manan Masisir tanggal 23 Juli lalu, kita akan
menemukan hasil rapat yang rupanya bakal
berujung seperti sebelum-sebelumnya. Ter-
henti di meja, lalu tersendat dana, kemudian
hilang dimakan waktu.
Tidak hanya itu, ketika kita membaca
dengan saksama poin-poin penting GAMIS II
ini, kita akan menemukan hasil bincang-
bincang yang sangat jauh dari kata realisasi.
Jika anda tidak percaya, simaklah salah satu
poin penting hasil rapat tersebut; seperti
daerah Hay Asyir sudah tidak lagi aman un-
tuk ditinggali. Kemudian kita pun bertanya:
jika memang demikian, maka apa solusi an-
da terkait ketidakamanan wilayah Hay Asyir
ini? Apakah memindahkan semua Masisir
beserta rumah-rumah kekeluargaan ke wila-
yah yang baru dan aman? Kemudian sejauh
mana patroli DKKM bisa menjamin kea-
manan Masisir? Begitu juga dengan poin-
poin lainnya, yang menunjukkan bahwa kita
memang sangat miskin inovasi.
Lalu berbeda halnya jika kita melihat
hasil keputusan musyawarah WIHDAH dan
Keputrian Nusantara, yang merupakan tin-
dak lanjut dari GAMIS II tersebut. Dengan
mencermati hasil keputusan musyawarah
tersebut, kita akan melihat perbedaan yang
begitu signifikan dibandingkan dengan poin-
poin penting GAMIS II. Salah satu penyebab-
nya adalah karena hasil rapat Wihdah terse-
but lebih konkret dalam pengaktualannya,
dan tentu lebih praktis ketimbang hasil
GAMIS II yang sebagian besar poin-poinnya
masih dalam tahap perencanaan.
Tetapi hasil keputusan musyawarah
WIHDAH tersebut tetap saja mengundang
tanya; misalnya sejauh mana peraturan ini
mengikat para mahasiswi agar mereka
senantiasa menaatinya? Apakah ada tinda-
kan tegas dari WIHDAH jika ada mahasiswi
yang melanggar aturan ini? Apakah
WIHDAH mempunyai petugas khusus yang
mengawasi penerapan aturan ini di ka-
langan mahasiswi, berikut data pelakasa-
naannya; sehingga tidak sekedar rapi dan
tegas di atas kertas, namun loyo dan ambu-
radul dalam pengaktualannya?
Anda boleh berkata bahwa penulis da-
lam hal ini bisanya cuma mengkritik dan
mengkritik, tanpa memberikan solusi yang
konkret. Iya, penulis akui hal ini.
Namun apakah hal demikian itu menjadi
sebuah kesalahan, jika ada seseorang yang
berusaha menjelaskan penyakit umum yang
mewabahi komunitasnya?! Apakah merupa-
kan sebuah keburukan, jika ada seseorang
yang mengangkat suara terkait kebobrokan
yang menguasi seluruh elemen komuni-
tasnya?!
Apakah kemudian masuk akal, jika kita
kita terus saja membohongi diri kita sendiri,
dengan mengatakan bahwa komunitas kita
ini adalah komunitas yang sehat, sementara
fakta mengatakan sebaliknya?! []
Islamic Missions City, 29 Juli 2014

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi
Buletin al-Thaif.

*

Dari Meninggalnya Gusti hingga GAMIS II
Oleh: Ahmad Satriawan Hariadi, Lc*
T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2


A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




Sebuah tindakan kriminal terulang lagi.
Gusti Rahma Yeni, menjadi korban dari
kegilaan para perampok Mesir yang selama
ini meresahkan publik. Pascakejadian yang
memilukan itu, praktis nama korban bukan
hanya menjadi tranding topic di lingkungan
Masisir saja, tetapi juga menjadi kasus serius
di lingkungan civitas akademika al-Azhar
bahkan sudah sampai ke bumi Indonesia.
Semua pihak berbela sungkawa. Tak
terkecuali Grand Syeikh al-Azhar yang dengan
tegas akan mengusut kasus ini lebih lanjut.
Seluruh ratapan kesedihan pun mengalir dari
kawan dan sahabat dekat korban yang penuh-
sesak menghiasi dinding sosial media yang
ditinggalkannya.
Jika kita melemparkan kasus ini kedalam
sangkar takdir Tuhan, jelas tak ada lagi perso-
alan yang mesti didiskusikan. Namun, jika
ditilik dari sudut pandang lain, jelas kasus
tesebut merupakan persoalan krusial yang
tak boleh diabaikan. Pasalnya, kasus yang
menimpa korban tak bisa dilepaskan dari
rentetan peristiwa yang selama ini kita pan-
dang biasa.
Kita semua mafhum bahwa potret pre-
manisme kaum pribumi yang selama ini ter-
jadi bukan panorama asing yang terjadi satu
atau dua kali. Aksi kezaliman yang dilakukan
oleh para perampok Mesir sudah sering kita
dengar berkali-kali, baik itu di bis, tremco,
pasar, jalan raya, flat, hingga di masjid. Bedan-
ya memang kalau sebelum-sebelumnya mung-
kin korban perampokan hanya mengalami
kerugian materi, maka sekarang ceritanya
nyawa manusia yang menjadi konsekuensi.
Bagi saya, kejadian ini adalah titik kulmi-
nasi dari ketak-warasan para haromi
sekaligus menjadi momen yang tepat untuk
kembali mempertanyakan kemana KBRI
selama ini? Dengan mempertanyakan tentu
tak berarti kita meragukan dedikasi dan
usaha keras mereka. Selama ini kita tahu bah-
wa seluruh elemen di KBRI berupaya keras
untuk melindungi dan menjaga keamanan
WNI di Mesir. Di tengah kusutnya perpoli-
tikan Mesir pun mereka selalu memberi
himbauan keras agar semua warga Indonesia
terus waspada dan hati-hati. Jika ada keluhan,
mereka jugakatanyasiap untuk senanti-
asa melayani.
Namun sayang, himbauan saja tak cukup.
Pasca angin revolusi berhembus kencang di
bumi mbah Firaun ini faktanya tetap saja aksi
kriminal selalu membuat keresahan. Dengan
meletusnya kejadian memilukan ini, saya kira,
warga Indonesia di Mesir tak hanya berduka
cita atas kepergian al-Marhumah tetapi juga
pasti kecewa dan cemas dengan episode ke-
hidupan mereka selanjutnya. Pasalnya selama
ini aksi tak bermoral tersebut berulang kali
terjadi dan potensi terjadiinya kejadian se-
rupa masih terbuka.
Saya hanya heran saja mengapa jika
korbannya adalah terenggutnya nyawa
seperti sekarang inibaru sekarang semua
pihak ikut turun dan meronta dengan sejuta
kecewa, padahal sebelumnya tak pernah ada.
Baik dimaling atau dirampok tampaknya su-
dah dipandang biasa. Paling jauh mereka
hanya menginstruksikan himbauan, kemudi-
an jika korban mengalami kerugian maka
disuruh untuk melapor kepada pihak yang
berwajib dan pasrah kepada Tuhan.
Sebagai mahasiswa, saya hanya khawatir
kalau saja hal semacam ini tak ditangani
secara tegas dan serius, bisa-bisa opini publik
kelak tergiring pada kesimpulan bahwa Mesir
tak hanya menjadi bumi
ilmu dan ulama, tetapi
juga surga para per-
ampok dan orang
durjana. Ujungnya,
yang tercoreng
kelak bukan
hanya nama
Mesir melainkan
juga seluruh elemen terkait
baik dalam maupun luaryang bertanggung
jawab atas keamanan warga Indonesia di
Mesir.
Lantas, bagaimana solusi yang tepat untuk
mengatasi ini semua?
Pertama, saya kira kasus yang berujung
pada tewasnya salah satu mahasiswi al-Azhar
itu patut menjadi alarm bagi semua pihak,
terutama KBRI, bahwa tanggung jawab dan
tugas mereka untuk mengurus warga Indone-
sia bukan perkara mudah semudah menjaga
ayam di pinggiran sawah. Dengan kesadaran
semacam itu, sekurangnya mereka akan ter-
gerak untuk lebih meningkatkan kualitas
kerja dan teknik penanganan kasus demi
mewujudkan kemaslahatan bersama. Karena
itu, kedepan mereka harus mampu mem-
bangun diplomasi cantik dengan aparat
kepolisian Mesir sehingga terbangun sebuah
koordinasi yang baik dalam menjaga keterti-
ban dan keamanan warga Indonesia di Mesir.
Diplomasi selama ini pasti sudah
dibangun. Tapi, saya menduga bahwa cara
yang ditempuh masih diplomasi horizantal
dan itupunsekali lagi kalau dugaan saya
benartak dilakukan dengan tinjaun dan
penindak-lanjutan yang tegas dalam men-
gusut satu kasus atau masalah tertentu. Ha-
rusnya mereka menempuh diplomasi
vertikal dengan aparat keamanan tertinggi di
Mesir; tak hanya dengan Kapolres dan atau
Kapolda saja. Atau, jika perlu menempuh cara
yang lebih radikal, langsung saja diarahkan
kepada Presiden el-Sisi sebagai orang yang
punya otoritas tinggi di negeri ini. Peran
Dubes dalam hal ini bisa saja dimanfaatkan
untuk membincang soal tersebut.
Sehingga jika diplomasi vertikal ini
dibangun maka mereka bisa menginstruksi-
kan bawahannya untuk bersikap tegas dan
serius dalam mengusut sejumlah kasus yang
melilit warga asingnya. Cara ini, saya kira,
potensial melumpuhkan ketidak-tegasan apa-
rat kepolisian Mesir dalam menindak-lanjuti
kasus krusial yang menimpa warga asing
mereka.
Kedua, kita tak bisa sepenuhnya menya-
lahkan KBRI dengan sejumlah praduga atau-
pun fakta. Kesalahan juga terkadang datang
dari mahasiswa, baik itu dari warga mapun
dari jajaran pengurus PPMI yang tampaknya
selama ini tak kalah lumpuhnya dalam men-
gusut sejumlah kasus perampokan yang ter-
jadi berulang-ulang.
Dan cara yang terbaik pada level ini ada-
lah dengan membangun koordinasi yang apik
antara presiden PPMI, DKKM dan para WNI.
Sosialiasi terus disampaikan, kondisi terus
dipantau, jika ada korban perampokan lang-
sung dilaporkan dan begitu setersunya.
Langkah yang harus ditempuh adalah
dengan memperbanyak komposisi DKKM agar
mereka bisa menjalankan tugas dengan
sebaik mungkin. Dan kriteria orang yang ber-
tugas di DKKM ini tidak melulu harus orang
yang tangguh berkelahi dan bertarung, justru
orang-orang yang diplomatis, cakap
menggombal dan merayu pihak terkait di
Mesir itu bisa lebih dibutuhkan.
Dan jika koordinasi dari berbagai elemen
terkait sudah dibangun; dimulai dari DKKM
PPMI dengan mahasiswa, kemudian KBRI
dengan aparat keamanan tertinggi Mesir,
bahkan bila perlu meminta payung perlin-
dungan al-Azhar. Maka langkah selanjutnya
adalah memikirkan teknik strategi yang am-

Sepucuk Surat Untuk KBRI dan Semua Pihak yang Berempati
Oleh: Supriatna*
G
o
o
g
l
e
.
c
o
m

Lanjut ke hal 9.
T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2

-

A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4



Anda mungkin sudah pernah menonton
film sejarah Umar Ibn Khatthab. Nah, epi-
sode 25 ke atas dari film seri itu, adalah
episode-episode di mana Sayyidina Umar
memutuskan untuk melakukan futuhat ke
luar Arab: ke Syam (yang dikuasai oleh ke-
rajaan Romawi), Iraq (oleh Persia), lalu
belakangan Mesir (Romawi Timur).
Dan sebagaimana kita ketahui, semua
futuhat itu berakhir dengan kesuksesan
yang gilang-gemilang. Sebuah kesuksesan
yang ternyata tidak melulu karena faktor
militer, ada juga faktor lain yang tidak kalah
penting: kasb al-wudd, mengambil hati. Hati
siapa? Tentu saja hati para penduduk negeri
yang akan dibuka tersebut. Ya, sebelum
tentara Madinah melakuan serangan, mere-
ka terlebih dahulu mendekati para pem-
besar penduduk setempat, berdiplomasi
dengan cara yang santun, menyampaikan
bahwa kelak di bawah pemerintahan Islam,
negeri mereka akan hidup dalam keadilan,
kebebasan dan kesetaraan; tiga hal yang
kurang mereka dapat dari pemerintahan
Romawi dan Persia.
Walhasil, para penduduk negeri-negeri
tersebut berpihak pada tentara Islam.
Bahkan dalam kasus Persia, penduduk Iraq
justru berani mengambil langkah berpihak
secara terang-terangan pada tentara Islam:
mereka mengajarkan cara membuat dan
memakai manjaniq, pelontar batu, alat mili-
ter yang telah lama dikenal di kemiliteran
Persia, namun sama sekali baru bagi umat
Islam. Kenapa sampai begitu? Karena tenta-
ra Islam berhasil menjalankan taktik kasb al
-wudd itu.
Dalam konteks kemanan Masisir, kita
perlu melihat ulang cara-cara kita dalam
memerangi kriminalitas di Mesir. Tentu
cara-cara klasik macam jangan keluar ter-
lalu malam, pastikan pintu rumah
terkunci, dan lain sebagainya yang sudah
kita hafal, tentu kesemuanya masih sangat
relevan. Namun, cukupkah?
Saya katakan tidak. Karena untuk mela-
wan para kriminal, dalam banyak kasus kita
membutuhkan bantuan orang lokal. Dus,
manakala terjadi pencopetan di 80 Coret
misalnya, kita bisa berharap agar orang
Mesir yang melihat tidak hanya akan diam
seribu bahasa, paling tidak ikut menghardik,
syukur-syukur kalau mereka mau memban-
tu menangkap pelaku.
Atau manakala barang kita sudah ter-
lanjur hilang lalu kita melapor ke polisi, kita
boleh berharap surat laporan (mahdar) kita
tidak hanya berakhir di lemari arsip, dijejer
bersama ribuan mahdar-mahdar lain, untuk
kemudian dibiarkan begitu saja.
Tapi, annaa yakunu dzaak? Mana bisa
angan-angan model begitu terwujud? Per-
tama, Negara ini memang sedang susah.
Kedua, sadar atau tidak, selama ini kita tak
ubahnya bangsa penumpang yang tidak
tahu diri.
Sederhana saja: kalau anda menumpang
di rumah kawan selama 2 bulan, dan selama
waktu numpang itu anda Cuma tiduran, nge
-net dan makan, tanpa berkontribusi apa-
apa terhadap rumah yang anda tumpangi,
saya jamin teman anda itu pasti dongkol
dan berharap anda angkat kaki secepatnya.
Itu baru 2 bulan lho, bagaimana dengan
perasaan bangsa Mesir yang selama ber-
tahun-tahun negaranya ditumpangi oleh
ribuan mahasiswa yang tidak mau ber-
kontribusi apa-apa pada Mesir yang sedang
kesusahan ini? Seperti apa dongkol yang
mereka simpan pada kita?
Itupun masih ditambah dengan perilaku
sebagian kita yang kurang tenggang rasa
terhadap kesusahan rakyat Mesir. Anda
tentu sering bukan, melihat kawan kita
dengan begitu santainya mengeluarkan I-
pad, I-Phone, I-Pod, dan piranti-piranti lain
yang berharga ribuan pound di kendaraan-
kendaraan umum? Sebuah pemandangan
yang pastinya mengiris-iris perasaan
penduduk lokal yang sedang melarat.
Maka, bila kejahatan terhadap WNI ter-
jadi, mereka seperti menghadapi dua pili-
han: pertama, berpihak pada kawan sesama
Mesir yang memang boleh jadi kesulitan
buat sekedar mencari sepotong Isy. Kedua,
capek-capek membantu orang asing yang
tidak tahu diri. Agaknya mayoritas orang
Mesir memiilh yang pertama.
Solusinya: kasb al-wudd, meraih simpati
penduduk lokal. Caranya bisa macam-
macam. Misalkan, melalui hari kebersihan,
di mana seluruh WNI kita ajak buat kerja
bakti membersihkan kawasan Bawwabah
atau semacamnya. Lebih mantap bila sambil
bersih-bersih, kita memakai kaos I love
Egypt, membawa spanduk atau sema-
camnya, untuk sekedar menegaskan bahwa
kita adalah bangsa lembut yang sangat cinta
dan peduli terhadap Negara mereka, tidak
Cuma sekedar numpang.
Atau melalui kegiatan-kegiatan sosial:
bagi-bagi makanan, pakaian, atau apa saja.
Bapak-Ibu KBRI juga bisa melakukan
peran yang sangat penting, dana yang
katanya milyaran itu bisa kita sisihkan be-
berapa ribu pound saja buat mensukseskan
proyek meraih simpati ini. Misalnya, dengan
menyumbang fasilitas-fasilitas publik seder-
hana yang bisa dimanfaatkan di wilayah
kantong-kantong masyarakat WNI: tempat
sampah, mengecat mahattah-mahattah, dan
sebagainya. Syukur Alhamdulillah, bila
Negara bisa sangat dermawan, lalu me-
nyumbang fasilitas berat macam truk
sampah (seperti yang dilakukan pemerintah
Turki), atau melakukan terobosan muta-
khir: menghibahkan armada baru 80 dan 65
pada pemerintah kota Kairo: kita untung,
mereka juga.
Atau cara-cara lain yang saya pikir
bapak-ibu jebolan pendidikan kementrian
luar negeri lebih tahu. Cara apapun boleh,
yang jelas kita harapkan diplomasi kita bisa
lebih bergigi, kepolisian Mesir tidak lagi
menomor sekiankan kepentingan warga
Negara kita.
Lalu, berbicara tentang kasb al-wudd,
sadar atau tidak, kita pernah melakukan hal
itu beberapa waktu lalu, hasilnya? Sukses.
Anda ingat ketika sekelompok Masisir
bekerjabakti di kampus Madinah Nashr? Ya,
kerjabakti yang diselenggarakan oleh PPMI
itu diingat oleh pihak rektorat. Dalam salah
satu pernyataan pers terkait tewasnya
almarhumah Gusti, rektor Dr. Usamah al-
Abd menyatakan bahwa mahasiswa-
mahasiswa Indonesia di al-Azhar adalah
mahasiswa-mahasiswa yang cinta terhadap
al-Azhar. Buktinya? Ya kerjabakti waktu itu.
Cara itu sedikit atau banyak, telah berhasil
membuat al-Azhar mengingat kita, dan
tanpa ragu pasang badan agar kasus
almarhumah segera diselesaikan oleh pihak
kepolisian.
Maka, rekan-rekan Masisir yang budi-
man, agar kita bisa hidup dalam suasana
yang aman dan nyaman di Mesir ini, elok
kiranya bila kita melirik pendekatan baru
yang kami tawarkan dalam tulisan seder-
hana ini. Terima kasih ,semoga bermanfaat.
*Penulis adalah Mahasiswa tingkat
akhir Fakultas Sastra Arab.

Pendekatan Baru Keamanan Masisir
Oleh: Romal Mujaddedi Ahda*
T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2


A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




Aku dipaksa berlutut dengan tangan teri-
kat, mata pedang terasa dingin di tengkukku.
Mau tak mau aku gentar juga. Aku belum
pernah dihadapkan pada situasi pertaruhan
hidup mati seperti ini.Rambut-rambut kuduk-
ku berdiri, nafas menyengggal, telapak kaki
hingga sebatas lutut dengan sendirinya ber-
getar. Tapi sang filosofyang berdiri satu depa
samping kiriku malah tersenyum-senyum.
Jangan bohong! Aku tahu persis, kulit
warna tanah liat kering orang ini serupa
dengan kulit Ratu Ahia. Hamba sudah melihat
mumi Ratu Ahia di taman Semiramis paduka.
Orang ini dari Nusantara, dia pasti mata-mata
Mongol! orang tua berjanggut putih lebat
mengerut-ngerutkan dahinya, mencoba meya-
kinkan yang dipanggilnya paduka, telunjuknya
mengacung ke mukaku.
Tapi banthal-nya dari goni, lebih masuk
akal mengatakannya sebagai pengintai Roma-
wi. Ia barangkali orang berasal dari Timur,
tapi sudah jadi budak romawi. Orang Timur
tak akan memakai goni. Orang tua lain ber-
janggut merah bara memukul-mukulkan tong-
kat kayunya ke pahaku. Aih, ini celana jeans,
bukan goni, batinku. Dan kalian perlu tahu
bahwa di zamanku semua orang Timur men-
gekor apa saja yang dikenakan Barat, terma-
suk jeans ini.
Yang dipanggil paduka kini menatap sang
filosof, ronanya meminta penjelasan.
Kau adalah anggota masyarakat yang baik
Abu Nasr, setidaknya kau tulis begitu di buku-
mu, al-madinah al-fadhilah. Abbasiyah sedang
dalam ancaman, aku harap kau bertindak
bijaksana!
Sang filosof lagi-lagi hanya tersenyum,
Maaf paduka, hamba mengikuti per-
kembangan politik. Namun hemat hamba,
kalau pun Abbasiyah dalam bahaya, maka itu
adalah karena orang-orang Turki, Kurdi, Per-
sia dan keturunan Buwaih, bukan bahaya dari
luar.
Serentak seisi istana gaduh, semua orang
mencabut pedangnya. Raut-raut para pangli-
ma memerah. Segera sang raja mengisyarat-
kan hadirin untuk tenang.
Teruskan!
Biar anak muda ini membela dirinya,
paduka! sang filosof memegang bahuku, sang
raja hanya mengangguk.
Hamba memang dari Nusantara, Paduka,
ta..pi bukan ma..ta-ma..ta. Hamba datang dari
masa de..pan. Mongol ketika itu hanyalah ne-
gara kecil, tak punyake..kua..tan. Aku terbata
karena disela senggal. Ku tarik nafas agar kata-
kataku selanjutnya teratur.
Hamba benar-benar tak punya ikatan
dengan Romawi. Satu- satunya
alasan hamba da- tang
ke masa ini
adalah karena
hamba ingin
men-
galahkanRomawi, yang
ketika itu sudah berpin-
dah ibukota ke
Amerika. Mata- hari
sudah terbit dari Barat di masa hamba
hidup, paduka. Semua orang melihat Barat
seperti menyaksikan matahari menyingsing.
Hamba hanya ingin belajar filsafat dari pak tua
ini, ada beberapa musykil yang perlu dijelas-
kannya. Huftt, aku lega karena akhirnya bisa
menaklukkan rasa gentarku.
Tapi orang ini mengendap-endap di din-
ding istana, prajurit memergokinya! Si jang-
gut putih mendengus, nampaknya ia bernafsu
sekali ingin memenggal kepalaku.
Paduka, hamba jamin anak muda ini
bukan mata-mata. Kepala hamba jaminannya.
Dia benar-benar datang dari masa lalu, tapi
hamba tak bisa menjelaskan dengan gamblang
sekarang bagaimana itu bisa terjadi. Fisika
telah berkembang luar biasa di masa itu tuan-
ku. Orang dapat mengirim suara, gambar
bahkan mereka ruang dan waktu. Sang filo-
sofmenjelaskan sambil membuka-buka lemba-
ran buku.
Barangkali penjelasan sederhananya
adalah relativitas waktu paduka, pelajaran
yang bagi hamba sendiri masih menyisakan
beberapa perkara musykil, Sang filosof me-
nutup bukunya. Ah, bukankah hamba sudah
berjanji untuk menunjukkan perkembangan
qanun hamba tuanku. Hamba sudah berhasil
menemukan masalahnya, ternyata jarak antar
dawai pada percobaan sebelumnya terlalule-
bar! Tangan sang filosof mengambil sesuatu
di keranjangnya, dan mengeluarkan alat sema-
cam gitar atau kecapi.
Ah, benarkah? Kalau begitu mari kita lihat
bagaimana hasilnya. Sang raja nampaksum-
ringah, yang lain ikut melongo, mendekatkan
pandang pada barang di tangan sang filosof.
Sang filosof siap memainkan alatnya, tapi
ia tiba-tiba berhenti sejenak, menoleh ke
arahku. Ia lalu merogoh sakunya dan memam-
patkan kapas di telingaku. Hei, bukankah aku
juga ingin mendengar musik kalian, sergahku
dalam hati. Aku hanya bisa merengut tak ka-
ruan, tanganku masih terikat.
Lalu aku menyaksikan dawai-dawai dipet-
ik pelan, ia hanya memakai telunjuk dan ibu
jari. Tangan filosof mengedar seperti gerakan
memetik tuts piano. Aku tak bisa mendengar
apa-apa. Tapi aku heran karena semua orang
dalam ruangan itu menangis. Sepertinya se-
dang dinyanyikan lagu syahdu.
Kemudian jari tangan sang filosofmen-
dadak bergerak cepat. Kali ini seluruh jarinya
puh untuk memberangus oknum-oknum yang
sering bergentayangan di lingkungan Masisir.
Sebab, jika mereka semua tak diringkus, potensi
terjadinya kasus semacam ini bisa terjadi lagi.
Ini semua, saya kira, perlu melibatkan banyak
pihak. Dan yang paling penting adalah bagaima-
na pihak KBRI mampu menekan pihak terkait
untuk tegas dan serius dalam menjaga kea-
manan warga asing di Mesir.
Dan mahasiswa yang memiliki ide perlu
diberikan tempat untuk bersuara, buletin dan
media-media harus meningkatkan daya
hentaknya untuk bergerak secara dinamis me-
mantau perkembangan yang berlangsung di
KBRI sana. Jika mereka lalai atau salah, jangan
tanggung-tanggung dikritik. Saya kira, orang-
orang di KBRI memang membutuhkan tekanan
dari mahasiswa. Selama yang kita suarakan
adalah demi kebaikan bersama, maka tak perlu
takut.
Anggaplah sekarang orang-orang yang me-
nyebabkan tewasnya korban sudah berhasil
diringkus dan dipenjara sesuai amal per-
buatannya. Tapi pertanyaannya: apakah dengan
demikian lantas persoalan menjadi selesai dan
kita masuk zona aman? Nehi! Sebelum mereka
dan komplotan-komplotannya diringkus semua,
kita tak boleh puas!
Sekarang adalah momen yang tepat, pihak
al-Azhar kini sedang berempati, aparat
kepolisian sedang berusaha memenuhi janji,
KBRI juga tak lupa memantau dari istana Gar-
den City, semua pihak saat ini sedang berem-
pati. Ini semua adalah momen tepat bagi kita
untuk menuntut agar semua pihak berkejasama
untuk meringkus semua orang pribumi yang
telah menindas kita. Sebab, sekali lagi, kalau
yang teringkus hanya dua atau tiga orang saja,
itu tak ada artinya. Kita masih dihantui akan
kemungkinan terjadinya hal serupa.
*Penulis adalah Keluarga TROBOSAN
Lanjutan dari hal 7
Aku Bertanya Al-Faraby tentang Emanasi
Oleh: Kurniawan Saputra*
Lanjut ke hal 10...
G
o
o
g
l
e
.
c
o
m

T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2

-

A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




ambil bagian, meliuk-liuk seperti gerakan
tarian samba. Dan, hei, ini aneh, semua orang
serta merta tertawa. Beberapa bahkan ter-
pingkal, memegang perut, terjengkang.. Kuco-
ba gerakkan tangan untuk melepaskan ikatan,
demi mengambil penyumbat telinga. Aku ingin
turut mendengarkan keajaiban ini. Namun
usahaku sia-sia. Ini simpul mati.
Sang filosof seperti mengerti maksudku, ia
memandangku, air mukanya menyuruhku
untuk diam. Lalu ia pindahkan alat musiknya,
leher alat itu didekatkan ke mulutnya. Hei, dia
memainkan kecapi seperti main seruling saja,
tapi tangannya juga ikut bermain. Aku melihat
fret kecapi tidak rata, tetapi cekung beberapa
milimeter, di dasarnya ada semacam pita.
Mungkin itu yang ditiup sang filosof. Ah, alat
ini memang aneh.
Tapi keanehan terbesar adalah ketika aku
sadar bahwa sekelilingku tiba-tiba jadi taman-
tidur. Semua orang yang tadi meneteskan
airmata, lalu terbahak, kini terlelap. Sang raja
tersandar di singgasananya, kepalanya men-
gayun-ayun. Pengawal yang menjagaku tak
dinyana sudah tersungkur, mendengkur sam-
bil memeluk tombaknya. Sementara dua orang
tua berjenggot lebat tadi terduduk di kursinya,
badan mereka terhuyung ke depa nnamun tak
jatuh karena tertahan perut yang besar. Aku
hendak tertawa melihat keanehan ini. Tapi
buru-buru mulutku di sekap.
Sang filosof melepaskan kapas kemudian
berbisik,diam! Ayo kita pergi!
Kami berjingkat-jingkat agar tak mem-
bangunkan mereka. Aku berjalan dengan raut
tergantungi banyak pertanyaan. Sesampainya
kami di alun-alun, sang Filosof langsung beru-
jar,
Kamu harus kembali ke masa depan!
Ingat, kalian harus pakai pakaian kami jika
ingin kembali lagi! Lalu ia meraih tanganku,
menekan tombol mesin waktu di pergelangan
tanganku.
Hei, aku belum selesai denganmu! Aku
kaget karena dia tiba-tiba mengirimku kemba-
li, padahal ada banyak pertanyaan yang ingin
kutanyakan.
Kakiku mulai tercerabut. Argh, sakitnya
luarbiasa. Tapi kesempatanbertemu sang
filosof harus dimanfaatkan.
Faraby, mengapa kau mengatakan teori
emanasi?
Argh, tak terperi sakitnya. Kini sel-sel ba-
danku mulai tercerabut.
Biarlah misteri menjadi misteri! al-
Faraby tersenyum, dan itu adalah hal terakhir
yang kuingat.
*Penulis adalah Mahasiswa tingkat
akhir Jurusan Aqidah Filsafat Univ. Al-Azhar

alat transportasi, dan peka terhadap kondisi
lingkungan di sekitar tempat tinggalnya.
Tambahnya.
Mengomentari kinerja KBRI selama ini
dalam melindungi warganya, Amrizal Batu-
bara menyatakan bahwa selama ini apa yang
telah diusahakan oleh KBRI cukup bagus,
hanya saja terkadang beberapa persoalan
lain menyibukkan mereka hingga tindakan
terhadap beberapa laporan berjalan lambat.
Tidak, menurut saya KBRI sudah bagus.
Cuma mungkin terkadang, karena tugas dan
kerjaan mereka banyak, mereka
mengerjakan yang lain dulu, jadi pengaduan-
pengaduan kita sedikit telat ditangani. Dan
hal lain, KBRI mungkin belum bisa melobi
dengan kuat di pihak-pihak kepolisian misal-
nya. Ujarnya.
Senada dengan itu, Sekretaris II Proto-
kons KBRI Puji Basuki mengungkapkan bah-
wa peran KBRI dalam perlindungan WNI
sudah cukup maksimal. Salah satunya adalah
dengan himbauan terhadap masyarakat dan
monitoring terhadap pengusutan setiap ka-
sus.
(Usaha kami-red) Dengan menghimbau,
memonitor melalui pendampingan dan in-
vestigasi lewat kejaksaan. Peran kami disitu.
Dan kami sudah ingatkan berkali-kali sebe-
lumnya melalui himbauan-himbauan yang
ada. Di samping Masisir juga harus sadar
bahwa keterbatasan sumber daya kami yang
menjadikan kami tidak mungkin menangani
semuanya. Ucapnya.
Ia juga menambahkan, Dan mengapa
kami baru setegas ini? Salah satu faktornya
karena kurangnya laporan yang sampai
kepada kami selama ini. Artinya, laporan
yang kami terima lebih sedikit dari pada
kenyataannya di lapangan. Jika ada laporan,
maka kami akan menindaknya. Jika tidak
ada, bagaimana kami tahu kalau ada di anta-
ra Masisir yang ditimpa kasus perampokan
atau semisalnya.
Ia juga mengakui bahwa KBRI bukanlah
lembaga kepolisian, hingga usaha yang dil-
akukan hanya mampu sebatas diplomasi,
monitoring, dan himbauan, bukan mengusut
kasus ataupun menindak pelaku kejahatan.
Kami tidak punya kemampuan untuk
menindak. Memang kita bertanggungjawab
atas perlindungan WNI di sini, namun bukan
berarti kami memiliki kewenangan seperti
polisi Mesir yang bisa menangkap dan mela-
cak orang. Artinya kami hanya bisa memoni-
tor, menghimbau, membantu dan merespon
bila ada peristiwa semisal di atas. Ujarnya.
Ia juga menambahkan Masisir juga perlu
memahami bahwa kami tidak sedahsyat
yang kalian pikirkan. Di satu sisi kami hanya
bisa mendekati dan menekankan pemerintah
Mesir agar mereka serius dalam menangani
kasus ini. Di sisi lain kita perlu memahami
juga bahwa Mesir pasca revolusi 2011 masih
dalam gejolak krisis perekonomian.
Mengenai hal ini Atase Pendidikan KBRI
Kairo Fahmy Lukman menuturkan tiga plan-
ning kedepan agar dapat meminimalisir ter-
jadinya potensi aksi kriminal. Pertama,
himbauan itu penting, kami akan memper-
tahankan itu. Karna himbauan semacam
warning untuk memberikan peringatan awal
agar diperhatikan. Sebab, kuantitas orang
yang bekerja di KBRI sangat terbatas diband-
ing jumlah mahasiswanya yang tidak
terbatas. Gak mungkin one by one kami
awasi. Ujarnya.
Kedua, sebagai mahasiswa dewasa mu-
da, Masisir harusnya mulai berpikir rasional.
Berpikir membedakan apakah ini buruk atau
tidak. Lebih dari pada itu, Masisir sebagai
mahasiswa dewasa muda intelek yang
akalnya sehat tentu harus selalu waspada,
dan mengindahkan apa yang sudah di-
peringatkan bukan diabaikan. Masalah akan
muncul ketika kawan-kawan Masisir ini
mengabaikan peringatan-peringatan yang
sudah disampaikan, atau kadang tidak
menggubrisnya.
Ketiga, kita perlu memahami kondisi
Mesir, bahwa konteks persoalan ekonomi
Mesir sedang mengalami krisis dan merupa-
kan simbol akan naiknya nilai kasus krimi-
nalitas. Toh kita juga menghimbau aparat
kepolisian Mesir untuk kemudian Pak Dubes
langsung bicara ke Polda agar ditingkatkan
pengamanan di tempat-tempat rawan, teru-
tama di kantong-kantong mahasiswa. ujarn-
ya.
(Malik, Latief, Ainun, Iis)

Lanjutan dari hal 5.
Lanjutan dari hal 9...
T

R
O
B
O
S
A
N

-

e
d
i
s
i

3
6
2


A
g
u
s
t
u
s

2
0
1
4




Perasaan ini tidak menentu ketika
mendengar kabar satu orang mahasiswi
meninggal karena berusaha melarikan diri
dari perampokan di dalam mobil. Ada
perasaan sedih dan kasihan ketika memba-
yangkan perasaan keluarga dan kawan dekat
yang ditinggalkan. Ada juga perasaan kesal
dan marah karena kejadian ini terus terulang
dengan motif yang serupa.
Bagaimana tidak? Aksi perampokan
dengan modus serupa kerap terulang. Dan
meski telah terjadi berulang kali, tidak ada
tindakan serius dari pihak keamanan hingga
kita pun tidak tahu kapan aksi seperti ini
akan berakhir. Berulang kali laporan hanya
berhenti di atas meja kantor polisi tanpa
pernah kita tahu apakah si pelaku itu diadili
atau tidak.
Kita pantas untuk marah. Para pelaku
kejahatan kini tidak lagi berpikir ulang untuk
melakukan tindakan kejahatan kepada orang
asing seperti kita, seolah kita ini adalah bang-
sa jajahan yang datang ke negeri ini untuk
bebas dirampas harta dan juga nyawa. Dis-
kriminasi sebagian masyarakat dan penegak
hukum menjadikan kita bak masyarakat ke-
las dua yang tidak pantas untuk memiliki hak
yang sama di depan hukum laiknya orang
pribumi.
Kita marah, namun sayangnya kita pun
tidak bisa berbuat apa-apa untuk merubah
keadaan ini. Laporan ke pihak keamanan
selalu berujung di atas meja tanpa tindakan
yang berarti. Kekuatan diplomasi kita pun
benar-benar terbatas karena keterbatasan
bahasa yang kita miliki. Bahkan untuk
sekedar menuliskan kekesalan dan keluh
kesah kita untuk merubah perlakuan mereka
terhadap kita pun kita tidak mampu.
Kita selalu bertanya, harus ke mana lagi
kita bertumpu selain kepada Sang Pencipta?
Sekuat apapun diplomasi PPMI mereka teta-
plah mahasiswa asing yang memiliki
keterbatasan seperti kita. Begitu pula diplo-
masi yang dilakukan oleh KBRI. Akhirnya kita
pun hanya bisa diam menahan kemarahan
yang terus bertumpuk seiring terus teru-
langnya berbagai tindak kejahatan.
Cukuplah kita mengeluh, sekarang mari
kita lihat pada diri kita. Beberapa jam setelah
kejadian, saya dan beberapa kawan
berbincang dengan seorang mahasiswa asal
Suriah mengenai kejadian ini. Hal pertama
yang ia ucapkan adalah pertanyaan
bagaimana bisa?, disusul dengan cerita
bahwa ia pernah berada dalam satu mobil
bersama seorang mahasiswi Indonesia pada
jam 11 malam. Sepanjang jalan, ia pun
mengawasi mahasiswi itu karena takut ter-
jadi sesuatu. Ia pun bertanya, Apa yang ia
lakukan tengah malam seperti itu? Masa tid-
ak ada satu orang pun yang menemani dia?,
begitu kira-kira ucapnya pada kami.
Hal yang sama diucapkan oleh seorang
teman dari Thailand. Ketika mendengar ka-
bar ini, ia pun bertanya apakah di komunitas
mahasiswa Indonesia tidak ada peraturan
yang menjaga para mahasiswi? Sekedar
mengantar jika ada keperluan? Dan dengan
berat hati, saya mengatakan tidak ada.
Ya, kita boleh mencaci para pelaku keja-
hatan atau para pejabat untuk meluapkan
kekesalan kita selama ini. Namun jangan lupa
bahwa secara tidak langsung kita pun perlu
berintrospeksi diri. Saat kejadian terus teru-
lang, bisa jadi kesalahan itu juga terletak
pada diri kita yang tidak kunjung belajar. Dan
nyatanya, memang tidak ada aturan yang
menjaga keselamatan mahasiswi di komuni-
tas kita. Kalau pun ada, itu hanya sebatas
peringatan yang kemudian lenyap disapu
angin lalu.
Kawan Thailand saya tadi bercerita bah-
wa dalam beberapa keadaan, jika ada satu
atau beberapa orang mahasiswi yang hendak
pergi ke suatu tempat maka harus ada orang
yang mendampingi. Mereka telah menen-
tukan beberapa orang penanggungjawab di
setiap sektor yang betugas sebagai pembimb-
ing yang menentukan pengantar bagi siapa-
pun yang ingin bepergian. Hal serupa juga
dilakukan oleh komunitas mahasiswa Malay-
sia.
Ia mengakui bahwa hal ini sangat berat.
Mengantarkan mahasiswi dengan
menduakan kepentingan sendiri. Ia dan be-
berapa temannya bahkan harus rela mening-
galkan kelas atau pengajian yang hendak
mereka ikuti untuk mengantarkan rekannya
ke tempat tujuan. Namun meski begitu, ia
menyatakan bahwa setidaknya mereka telah
berusaha untuk mencegah terjadinya
berbagai hal yang tidak diinginkan.
Lalu kita? Sulit untuk mengakui bahwa
tingkat tak acuh kita bisa sampai pada tingkat
wanita tidak mau diantar oleh lelaki dan
lelaki enggan untuk mengantar wanita kare-
na saling tidak kenal, padahal mereka berasal
dari satu komunitas yang sama dan berkum-
pul dalam satu majlis yang sama. Doktrinasi
yang berlebihan menjadikan sekat antara
lelaki dan wanita bak tembok yang mem-
isahkan Israel dan Palestina. Padahal, maf-
sadat percampuran antara lelaki dan
wanitasaat antar-mengantar, dan ini alasan
terkuat yang paling dihindarijauh lebih
kecil ketimbang membiarkan wanita berjalan
sendiri di tengah gelap malam.
Kita memang pernah mencoba untuk
melakukan ronda malam, pendataan hingga
menambah perlengkapan keamanan di be-
berapa rumah, namun hal itu ternyata belum
mampu untuk mencegah aksi kejahatan dan
pembobolan rumah yang terus saja terjadi.
Hal itu bukan hanya karena kemampuan
mereka yang telah terbiasa, namun bisa jadi
juga karena kelalaian kita dalam menjaga diri
dan harta kita. Sekuat apapun pagar dan
sebesar apapun kunci pintu rumah, jika kita
lalai maka tindakan kejahatan bisa saja ter-
jadi.
Kita menyadari bahwa kita sama sekali
tidak memiliki tumpuan yang mampu untuk
menjaga keamanan kita. Kita hanya memiliki
diri kita sendiri, komunitas kita sendiri. Pent-
ing rasanya membangkitkan kesadaran untuk
merubah keadaan kita agar kita bisa terlepas
dari keadaan semacam ini. Kesadaran bahwa
tidak ada yang bertanggungjawab atas
keselamatan kita selain diri kita. Kesadaran
bahwa siapapun tumpuan kita dalam hal ini,
semuanya kembali kepada pribadi kita.
Berbagai cara bisa kita bincangkan kem-
bali, bisa berupa patroli malam, relawan
pengantar mahasiswi, hingga membekali diri
dengan senjata semisal semprotan merica
dan memproduksinya secara massal. Kita
tidak mungkin selamanya hanya mengutuk
keadaan dan menunggu negeri ini berubah
menjadi lebih baik. Kita tentu tidak ingin
kembali jatuh korban bukan?
Semoga bermanfaat.
*Penulis adalah Keluarga TROBOSAN
Express Copy
Menerima segala jenis
fotokopi

Mahatthah Mutsallas,
Hay `Asyir

Building 102 Sweesry.
Hp: 01001726484
Setelah Meninggalnya Kawan Kita
Oleh: Fahmi Hasan*
Email/YM: transferindo.mesir@yahoo.com
FB: Tranferindo Mesir

You might also like