You are on page 1of 5

ISU GLOBAL

Isu lingkungan global merupakan permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan
dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi
dunia serta menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade
belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu
lingkungan ini mencuat. Isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan yang bersifat
global serta yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai pemanasan global.
Pemanasan global atau yang sering kita sebut global warming adalah adanya proses
peningkatan suhu rata-rata atmosfer,laut, dan daratan bumi. Pemanasan global atau global
warming menjadi isu global mutakhir terkait lingkungan hidup dimana pencemaran dan
pengrusakan terhadap lingkungan dianggap sebagai faktor penyebab hilangnya sifat
kealamiahan bumi akibat pemanasan global. Dunia pun menyadari untuk melakukan upaya
keras mengingat semakin terancamnya eksistensi kehidupan.
Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida (18,35
milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.000.000/kg
karbon dioksida).Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin
menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke
Bumi. Inilah yang disebut dengan Efek Rumah Kaca
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33
0.32 F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca”>gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya
30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara
G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Sebagian besar para ilmuawan telah mencapai suatu kesepakatan mengenai
fenomena yang terkenal dengan nama pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama
masyarakat dunia sekarang. Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca CO2,
methan, nitrat oksida dan CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat besar
dan dengan konsekuensi yang sangat besar. Menurut laporan panel antara pemerintahan antar
perserikatan bangsa-bangsa/IPCC, telah terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi
antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu terjadi pada suhu minimum dan maksimum disiang hari
maupun malam hari antara 0,5 sampai 2,0 derajat celcius atau temperature rata-rata global
telah meningkat sekitar 0,6 derajat celcius (33 derajat F) diabandingkan dengan masa
sebelum industri.
Jika emisi gas-gas berbahaya ini terus meningkat sesuai dengan kecenderungan yang
terjadi, konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua kali lipat dari
sebelum era industri pada tahun 2100. jika ini terjadi, maka konsentrasi gas rumah kaca akan
lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi selama jutaan tahun terakhir ini. Hal ini akan
mengakibatkan meningkatnya temperature rata-rata global sebesar 2,5 derajat celcius, dengan
peningkatan 4 derajat celcius di daratan. Angka tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti,
tetapi ketika temperature permukaan bumi meningkat 4 derajat C, peningkatan ini sebenarnya
cukup untuk mengakhiri zaman Es. Saat ini, ketinggian lautan sudah meningkat karena blok-
blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuawan mengatakan bahwa abad paling dalam
millennium terakhir adalah abad ke-20. tidak mengehrankan jika tinggi lautan selama abad
ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan sebagian besar diantaranya terjadi pada abad ke-20.
Kenaikan suhu secara execeptional sangat mencemaskan dibandingkan dengan bencana
seperti banjir dan kekeringan karena kenaikan suhu tidak tergantung dari musim dan bersifat
lintas batas sehingga efek distruksinya besar. Selain dari itu, kenaikan suhu durasinya lama
dan polanya kontinu sehingga menguras totalitas energi. Berbeda dengan banjir dan
kekeringan, sekalipun polanya saat itu acak tetapi magnitude banjir besar terjadi pada musim
hujan dan magnitude kekeringan ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau.
Perubahan iklim sudah tidak lagi menyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun,
sudah meluas pada aspek keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat,
gangguan cuaca berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya,
resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada kerusakan harta
benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia. Pemanasan global telah
memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub,
berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya.
Pemanasan global seperti dilaporkan 441 pakar Intergovernmental panel on Climate
change, 10 April 2007, menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi lima tahun mendatang
berupa kegagalan panen, kelangkaan air, dan kekeringan. Diperkirakan asia akan mengalami
dampak yang paling parah, produksi pertanian tiongkok dan banglades akan anjlok 30 persen,
India akan mengalami kelangkaan air dan 100 juta rumah warga pesisir akan tergenang.
Laju pemanasan global yang tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es dikutub
dan meningkatkan permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil dan
pesisir makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup permukaan
terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman terumbu karang
yang menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan ekosistem tersebut akibat
sedimentasi dan intensitas cahaya matahari yang berkurang.
Sifat perubahan iklim tentu tidak mengenal batas Negara. Begitu pula distribusi dan
dampaknya, bahkan akan menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidak adilan antar Negara.
Negara-negara industri adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca yang berdampak pada
perubahan iklim, sedangkan Negara yang sedang berkembang yang sedikit konstribusinya
dalam fenomena pemanasan global ini justru terkena dampak yang nyata. Oleh karena itu,
semua pihak harus menyatakan perang melawan pemanasan global dengan perannya masing-
masing. Industri transportasi, ahli pertanian, aktifis lingkungan, pemerintah hingga individu
harus mengerem peningkatan pemanasan global.


















ISU LINGKUNGAN

Isu lingkungan lokal merupakan yaitu permasalahan lingkungan dan dampak yang
ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak sangat dirasakan
bagi daerah lokal. Salah satu isu pencemaran lokal pada Kota Padang. Banyak sampah yang
terdapat di Pantai padang. Kabarnya sampah itu datang dari pengunjung yang datang dan
membuang sampah sembarangan. Padahal pantai padang adalah salah satu objek wisata yang
terdapat terdapat di Kota padang. Tidak hanya hanya sampah, ada juga kawasan yang
terancam abrasi seperti; Purus, Ulak Karang, Pasir Air Tawar, Perupuk Tabing serta Pasie
Nan Tiga. Kemunduran garis pantau di daerah tersebut mencapat 6 meter pertahun.

Kondisi geologis dan geografis di atas menyebabkan Sumatera Barat khususnya kota
padang menjadi daerah yang memiliki potensi bencana seperti letusan gunung api, gempa,
banjir, longsor (galodo), angin ribut, gelombang pasang dan tsunami.Untuk itu, perlunya
diadakan antisipasi dari pihak masyarakat dalam menganggapi bencana alam tersebut. Karena
saet ni sering beredar isu tentang bencana alam yang akan datang seperti gempa dan tsunami.
Walaupun terkadang hanya isu belaka, tetapi semua masyarakat harus tetap waspada dan
pemerintah juga memberi arahan kepada masyarakat kemana daerah pengungsian.


















Tsunami dan Penataan Pantai di Kota Padang
Oleh : S.Reyneta Carissa A
Seorang insinyur ahli struktur lulusan ITB Teddy Boen, adalah penasihat senior untuk
Inisiatif Keselamatan Seismik Dunia (World Seismic Safety Initiative= WSSI), dan mantan
direktur Asosiasi Internasional untuk Earthquake Engineering. Dia telah bekerja sebagai
konsultan untuk Bank Dunia, PBB dan LSM yang terlibat dalam rekonstruksi di Aceh dan
Pulau Jawa.
Di Indonesia Teddy Boen adalah penggerak WSSI, yang telah bergerak ke seluruh
lokasi bencana gempa di Indonesia sejak tahun 2000. Dalam kiprahnya, WSSI bekerja sama
dengan Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan UGM dengan sponsor Depdiknas pernah mem-
buat film dalam rangka menyosialisasikan dan mendidik masyarakat mengenai pentingnya
rumah aman gempa.
Sejak tahun 2005, yakni sesudah gempa dan tsunami di Aceh, sampai sekarang beliau
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan terkait bangunan ramah gempa. Di Sumatera Barat
beliau juga sangat dikenal, terlebih-lebih sejak gempa berintensitas besar (dalam skala MMI)
menghantam Sumatera Barat 30 September 2009 yang lalu.
Beliau sering menjadi narasumber dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan
oleh berbagai lembaga, baik Pemprov Sumbar, Pemko Padang, maupun LSM.Sebagai
penasihat Klinik Konstruksi PSB Unand, beliau saat ini memiliki proyek retrofitting
(penguatan) sebuah hotel besar di Padang, setelah hotel tersebut rusak dihantam gempa be-
rintensitas sangat kuat 30 September 2009 lalu. Sebelumnya, beliau juga sudah melakukan
retrofitting sebuah gereja di Padang yang juga mengalami kerusakan karena dihantam oleh
gempa yang sama.
.Dalam workshop DRM (Disaster Risk Management) yang diselenggarakan Februari
awal tahun ini, atas kerja sama LPPM UGM dan GNS (Badan Geologi) New Zealand, beliau
mengungkapkan pendapatnya tersebut ketika tampil sebagai salah seorang narasumber. Be-
liau memberikan respons terhadap adanya wacana yang dilontarkan beberapa orang pakar,
serta juga oleh Pemko Padang, yakni mengosongkan zona merah tsunami beberapa ratus
meter dari bibir pantai.
Jarak kawasan yang dikosongkan pun diwacanakan bermacam-macam. Ada mengu-
sulkan 200 meter dari bibir pantai. Ada mengusulkan 300 meter, bahkan lebih. Untuk ini,
Teddy Boen sangat tidak setuju. Beliau menganggap aneh wacana yang bernuansa ketakutan
ini. Teddy Boen menyarankan agar di zona merah tsunami dibuat banyak bangunan cukup
tinggi dan kuat, di mana satu atau dua lantai paling bawah diperuntukkan sebagai tempat
parkir dan bermain anak-anak, sedangkan tempat tinggal berada di ketinggian yang kira-kira
bebas dari capaian tsunami. Kemudian lantai paling atas, atau atap dijadikan shelter.
Teddy Boen berpendapat bahwa adalah kurang cerdas kalau masyarakat begitu saja
disuruh meninggalkan/mengosongkan zona merah, yang memiliki nilai ekonomi yang sangat
tinggi. Sementara tingkat risiko dampak tsunami untuk pesisir barat Sumatera Barat tidaklah
sebesar Kepulauan Mentawai atau Jepang. Masyarakat Jepang meresponsnya dengan
membuat bangunan yang tinggi dan kuat, sehingga aman dari gempa, dan dapat digunakan
sebagai tempat evakuasi dari tsunami.
Apalagi untuk Padang, yang kalau terjadi tsunami, insya Allah warga kota masih me-
miliki waktu antara 30 sampai 50 menit untuk evakuasi sesudah gempa besar yang menda-
huluinya. Run-up tsunami di pesisir barat Sumatera Barat pun tidak setinggi di Jepang dan
Mentawai.Kata beliau..
Sementara itu, sebelumnya dengan adanya wacana pengosongan daerah pantai
beberapa ratus meter ini, ditambah dengan isu-isu gempa dan tsunami yang bertubi-tubi
dilontarkan di media, maka sebagian warga sudah meninggalkan rumahnya di zona merah
tsunami. Mereka menjual tanah dan bangunannya, bahkan dengan harga sangat murah.
Sempat beredar dugaan seperti yang penulis dengar bahwa isu-isu dan wacana ini sengaja
dilontarkan pihak-pihak tertentu, untuk kemudian memanfaatkan kecemasan warga tadi, lalu
membeli tanahnya dengan harga sangat murah.
Terhadap hal ini juga disinggung Teddy Boen di dalam workshop DRM yang
disponsori oleh LPPM UGM dan GNS New Zealand tersebut. Sudah barang tentu Teddy
Boen sangat menyayangkan hal ini terjadi. Ide pengosongan zona merah tsunami di Padang
sangat sulit untuk diwujudkan. Selain tidak realistis atau tidak rasional, menurut Teddy Boen,
memindahkan warga di zona merah sebanyak puluhan ribu kepala keluarga bukan masalah
mudah. Kesulitan tidak saja dalam menyediakan anggaran untuk relokasi, tapi tempat
relokasinya sendiri juga sulit memenuhi asas keseimbangan lingkungan.. Otomatis akan
timbul masalah baru terhadap lingkungan, menambah persoalan yang sudah ada saat ini.
Melihat kondisi yang ada, maka pemikiran Teddy Boen menurut penulis cukup
realistis dan rasional untuk mengantisipasi potensi gempa dan tsunami untuk daerah-daerah
yang berada di pesisir barat Sumatera Barat, yakni: dengan membuat bangunan yang tinggi
dan kuat (sesuai standar SNI). Pemikiran beliau tentu sangat layak untuk dijadikan
pertimbangan dalam mitigasi gempa dan tsunami.

You might also like