You are on page 1of 13

UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO

Oleh
Damayanti



SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Penyakit Tungro

Disebabkan oleh infeksi rice tungro bacilliform
badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical
waikavirus (RSTV).

Penularan RTBV dipengaruhi oleh RTSV

Vektor yang menularkan adalah Nephotettix virescens,
N. nigropictus, N. Malayanus dan R. Dorsalis. Dan N.
virescens merupakan vektor utama yang menularkan
secara semipersisten










Green leafhopper (GLH), dewasa dan nympha yang efisisen dalam
menularkan tungro.






Gejala yang ditimbulkannya khas yaitu :

Daun tanaman padi kuning oranye yang dimulai dari
ujung daun dan selanjutnya berkembang ke bagian
lamina daun bawah.
Jumlah anakan tanaman padi berkurang
Tanaman padi kerdil, malai yang terbentuk lebih pendek,
malai banyak yang hampa
Gejala utama disebabkan oleh partikel RTBV dan
diperkuat oleh partikel RTSV (Hibino et al. 1978).




Gejala tungro di lapangan
Arti penting penyakit tungro:
Tabel. 1. ledakan penyakit tungro dalam skala luas ( 4.000 ha) di Asia.
Tahun Lokasi Luasan
terserang
(Ha)
1980 Indonesia (Bali) 16.000
1982-1983 Malaysia (MADA) 20.365
1983-1984 Indonesia (Bali, Jawa, Sumatra) 25.000
1983-1984 Filipina 4.000
1984-1985 India (Tamil Nadu, Andhra Pradesh) 80.000
1985-1986 Indonesia (Bali, Jawa,
Sumatera,Kalimantan, Irian Jaya)
18.000
1990-1991 India (Andhra Pradesh, Orissa) 183.000
1995 Indonesia (Jawa Tengah) 12.340
1997-1998 Filipina (Mindanao) 4.000
Sumber: Azzam & Chancellor (2002)
Upaya pengendalian yang dilakukan:
Tanaman peka terinfeksi tungro sampai usia 45 HST
sehingga diperlukan waktu tanam yang tepat untuk
menghindarkan terjadinya infeksi.

Waktu tanam padi perlu dipelajari agar waktu yang tepat
berhubungan dengan pola fluktuasi kerapatan wereng
hijau dan kejadian tungro spesifik lokasi.

Waktu tanam yang tepat untuk pantai Barat Sulawesi
tidak terlalu banyak berubah, sedangkan untuk pantai
Timur mengalami perubahan maju satu bulan (Junaidi,
W. 2009)



Study kasus fluktuasi wereng hijau:
Fluktuasi wereng hijau di Maros yang mewakili pantai Barat
Sulawesi Selatan pada tahun 1977-1981 mencapai puncaknya pada
bulan April saat musim hujan (MH) dan bulan Oktober pada musim
kemarau (MK) (Hasanudin et al.1997) tapi pada tahun 2003 pada
bulan April (MH)dan pada bulan September (MK).

Fluktuasi wereng hijau di Lanrang yang mewakili pantai Timur
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa populasi wereng hijau
cenderung berubah-ubah dari tahun ke tahun dibandingkan hasil
yang dilaporkan Hasanudin et al. 1997 yaitu pada tahun 2003
puncak populasi pada bulan Februari dengan puncak populasi
tahun sebelumnya pada bulan maret. Pada MH puncak populasi
akhir Agustus dan pada tahun sebelumnya pertengahan September
(Burhanuddin et al.2006)
Mengurangi pemencaran vektor

Kondisi sawah dijaga dalam kondisi macak-macak
karena pada kondisi kering memicu pemencaran wereng
hijau

Penanaman dengan cara legowo dua baris atau empat
baris dapat menekan pemencaran wereng hijau

Tanam serentak dalam radius 20-40 ha. Menurut
Loevinsohn and Alviola (1991) melaporkan bahwa ada
hubungan yang nyata antara derajat ketidak singkronan
dengan penyebaran penyakit di bawah radius yang
lebih kecil dari 600 m

Rotasi dengan varietas tahan

Menurut Bastian et al (1995) memperkihatkan bahwa
rata-rata ketahanan hidup koloni Nephotettix virescens
berbeda pada varietas yang berbeda. Contohnya di
Philipina : var IR 62 lebih tahan dari pada varietas IR
68.

Tanam varietas tahan, varietas tahan yang sudah
dilepas digolongkan varietas tahan wereng hijau dan
varietas tahan terhadap penyakit tungro (Tabel. 2)

Tabel. 2. Penggolongan varietas tahan
Golongan varietas tahan wereng hijau Tahan
tungro
T0 (tidak
memiliki
gen tahan)

T1 (memiliki
gen tahan
Glh 1)
T2 (memiliki
gen tahan
Glh 6)
T3 (memiliki
gen tahan
Glh 5)
T4 (memiliki
gen tahan
Glh 4)

IR5,
Atomita,
Pelita,
Cisadane,
Cikapundun
g dan Lusi
IR20, IR30,
IR26, IR46,
Citarum dan
Serayu
IR32, IR36,
IR38, IR47,
Semeru,
Asahan,
Cilwung,
Krueng
Aceh dan
Bengawan
Solo
IR50,IR 48,
IR54, IR52,
dan IR64
IR66, IR70,
IR72, IR68,
Barumun
dan Klara
Tukad
Petanu,
Tukad
Balian,
Tukad
Unda,
Kalimas dan
Bondoyudo
Sumber Junaidi, W. 2009
Pengendalian vektor

Pengedalian dapat dilakukan dengan insektisida
yang bersifat anti feedants seperti Imidacloprid dan
Nytenpyram yang merupakan antifeedats yang baik.
Imidacloprid merupakan senyawa anti feedants yang
menghambat akuisisi dan inokulasi virus. (N. Widiarta.
1999)

Secara hayati dapat menggunakan insektisida botani
seperti sambiloto yang dapat menekan perolehan
maupun penularan oleh wereng hijau (Widiarta et al.
1998)

Danke Schoen

You might also like