You are on page 1of 3

1

Evelyne Kemal
1206260463/ Teknik Sipil
Etika dan Aspek Hukum Bidang Konstruksi

BAB III
GAMBARAN KONTRAK KONSTRUKSI SAMPAI SAAT INI

1. GAMBARAN UMUM
a. Posisi penyedia jasa cenderung lebih lemah daripada posisi
pengguna jasa karena adanya ketidakseimbangan antara
terbatasnya pekerjaan konstruksi/proyek dan benyaknya penyedia
jasa mengakibatkan posisi tawar penyedia jasa lemah.
b. Sampai lahirnya Undang-undang No.18/1999 tentang Jasa
Konstruksi, asas Kebebasan Berkontrak dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH-Per) pasal 1320 dipakai sebagai
satu-satunya asas dalam penyusunan kontrak.
c. Buruknya wajah kontrak konstruksi di Indonesia akibatnya banyak
faktor KKN, seperti tender diatur, tender arisan, nilai tender
dinaikkan (markup), pekerjaan fiktif, dan lain-lain.

2. MODEL KONTRAK KONSTRUKSI
UU No.18/1999 baru mulai berlaku pada tahun 2000, maka sesuai
dengan asas kebebasan berkontrak dalam KUH-Per pasal 1320, banyak
sekali model kontrak konstruksi.

2

Kontrak-kontrak tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu:
a. Versi Pemerintah
Tiap departemen memiliki standar tersendiri. Standar yang
umumnya dipakai adalah standar Departemen Pekerjaan Umum
(sekarang Departemen KIMPRASWIL).
b. Versi Swasta Nasional
Versi ini bervariasi sesuai selera pengguna jasa/pemilik proyek.
c. Versi/Standar Swasta/Asing
Umumnya yang digunakan oleh pengguna jasa asing adalah sistem
FIDIC atau JCT.

3. KENDALA ISI KONTRAK
a. Hal-hal yang rancu
1) Kontrak dengan sistem pembayaran pra pendanaan penuh
dari kontraktor (Contractors full prefinance) dianggap
Kontrak Rancang Bangun (Design Build/Turn Key).
2) Penyelesaian sengketa: pengadilan atau arbitrase (dalam
kontrak keduanya disebut jelas).
b. Salah pengertian
Sering terjadi salah pengertian di dalam kontrak kontruksi,
salah satunya adalah dalam pengertian kontrak Fixed Lump Sum
Price. Kata fixed sering diartikan bahwa nilai kontrak tidak boleh
berubah, padahal yang tidak boleh diubah adalah volume pekerjaan
asli.
c. Kesetaraan kontrak
Sampai saat ini, umumnya kontrak kontruksi belum
mencapai predikat adil dan setara (fair and equal) seperti yang
diamanatkan dalam UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan
PP No.29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.


3

4. ISI KONTRAK KURANG JELAS
a. Jumlah hari pelaksanaan konstrak
Penetapan jumlah hari pelaksanaan kontrak harus
dijelaskan, apakah berhubungan dengan hari kerja (5 atau 6 hari
dalam satu minggu) atau hari kalender (7 hari dalam satu minggu).
b. Tidak jelas saat mulai
Tanggal mulainya pelaksanaan proyek yang tidak jelas
(apakah sejak tanggal kontrak, tanggal Surat Perintah Kerja, atau
saat Penyerahan Lahan (Site Possesion)) akan berakibat fatal
apabila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
c. Kelengkapan
Dokumen kontrak yang tidak lengkap dan isi dokumen
yang bertentangan akan menyulitkan pelaksanaan.
d. Pengawasan tidak jalan
Pengawasan kontrak tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Manajemen konstruksi tidak berfungsi optimal. Pengguna jasa
sering mencampuri secara langsung pelaksanaan di lapangan yang
harusnya sudah didelegasikan kepada manajer konstruksi sebagai
pengawas lapangan.

5. KEPEDULIAN PADA KONTRAK
Kepedulian baik penyedia jasa maupun pengguna jasa terhadap
kontrak konstruksi sangat rendah.

6. ADMINISTRASI KONTRAK
Pengelolaan administrasi kontrak tidak berjalan dengan baik.

7. KLAIM KONTRAK KONSTRUKSI
Sampai tahun 1997, hampir tidak pernah terdengar ada klaim
konstruksi. Hal ini disebabkan penyedia jasa masih takut mengajukan
klaim. Klaim muncul biasanya berasal dari perusahaan asing yang
beroperasi di Indonesia.

You might also like