You are on page 1of 31

DIFTERI

Agus K Larobu
Definisi
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang
sangat menular, disebabkan oleh karena toxin
dari bakteri dengan ditandai pembentukan
pseudomembran pada kulit dan atau mukosa.
Difteria terutama menyerang tonsil,
faring,laring, hidung, selaput lendir atau kulit
serta kadang-kadang konjunngtiva atau vagina
Etiologi
Difteria disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphtheria, bersifat gram positif dan polimorf,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
Terdapat 3 jenis basil, yaitu bentuk gravis, mitis,
dan intermedius
Klasifikasi
Difteri hidung
Difteria hidung pada
awalnya meneyerupai
common cold, dengan
gejala pilek ringan
tanpa atau disertai
gejala sistemik ringan.
Pada pemeriksaan
tampak membrane
putih pada daerah
septum nasi.
gejala sistemik yang
timbul tidak nyata
sehingga diagnosis
lambat dibuat.

Difteria faring dan tonsil (difteria fausial)
nyeri tenggorok merupakan gejala awal yang
umum, tetapi hanya setengah penderita
menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri
kepala.
Dalam 1-2 hari kemudian timbul membrane yang
melekat berwarna putih kelabu
Edema jaringan lunak dibawahnya dan
pembesaran limfonodi dapat menyebabkan
gambaran bull neck. Pada kasus berat, dapat
terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi

kematian bias terjadi
dalam 1 minggu
sampai 10 hari. Pada
kasus sedang
penyembuhan terjadi
secara berangsur-
angsur dan dapat
disertai penyulit
miokarditis atau
neuritis. Pada kasus
ringan membrane
akan terlepas dalam 7-
10 hari dan biasanya
terjadi penyembuhan
sempurna
Difteria Laring dan trachea
Difteri laring biasanya
merupakan perluasan difteri
faring. Penderita dengan
difteri laring sangat
cenderung tercekik karena
edema jaringan lunak dan
penyumbatan lepasan epitel
pernapasan tebal dan
bekuan nekrotik
Bila terjadi pelepasan
membrane yang menutup
jalan nafas biasa terjadi
kematian mendadak




Difteri Kulit
Difteri kulit berupa tukak dikulit, tepi jelas dan
terdapat membrane pada dasarnya, kelainan
cenderung menahun.
Infeksi difteri kulit tidak selalu dapat dibedakan
dari impetigo streptokokus atau stafilokokus
Difteri Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga
Wujud klinis berupa ulserasi, pembentukan
membrane dan perdarahan submukosa
membantu membedakan difteri dari penyebab
bakteri dan virus lain.

Patogenesis
droplet infection
Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 5 hari
masa penularan penderita 2-4 minggu sejak
masa inkubasi
sedangkan masa penularan carier bisa sampai
6 bulan
Gejala Klinis
demam berkisar antara 37,8C 38,9C.
Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi
kebanyakan sudah terjadi membran putih/keabu-
abuan.
Dalam 24 jam membran dapat menjalar dan menutupi
tonsil, palatum molle, uvula.
Membran mempunyai batas-batas jelas dan melekat
dengan jaringan dibawahnya. Sehingga sukar untuk
diangkat, bila diangkat secara paksa menimbulkan
perdarahan.
Jaringan yang tidak ada membran biasanya tidak
membengkak.

Diagnosis
Diagnosis dini difteri sangat penting karena
keterlambatan pemberian antitoksin sangat
mempengaruhi prognosa penderita
membran pada difteri agak berbeda dengan
membran penyakit lain, warna membran pada
difteri lebih gelap dan lebih keabu-abuan disertai
dengan lebih banyak fibrin dan melekat dengan
mukosa di bawahnya. Bila diangkat terjadi
perdarahan. Biasanya dimulai dari tonsil dan
menyebar ke uvula.

Pengukuran kadar serum antibody pasien
terhadap toksin difteria perlu dilakukan
sebelum pemberian antitoksin untuk menilai
kemungkinan diagnosis difteria.
Jika kadar antibodinya rendah, diagnosis
difteria tidak dapat ditegakkan, tapi jika
kadarnya tinggi, C. diphtheria kemungkinan
telah menghasilkan toksin yang dapat
menyebabkan sakit yang berat.


Diagnosis Banding
Difteri Hidung
Rhinorrhea (common cold, sinusitis,
adenoiditis)
Benda asing dalam hidung
Snuffles (lues congenita).

Diagnosis Banding
Difteri Faring
Tonsilitis membranosa akuta oleh karena
streptokokus (tonsillitis akuta/septic sore throat)
Mononucleosis infectiosa
Tonsilitis membranosa non bacterial
Tonsillitis herpetika primer
Moniliasis
Blood dyscrasia
Pasca tonsilektomi.
Diagnosis Banding
Difteri Laring :
1. Infectious croup yang lain
2. Spasmodic croup
3. Angioneurotic edema pada laring
4. Benda asing dalam laring.
Diphtheria Kulit :
1. Impetigo
2. Infeksi o.k. streptokokus/stafilokokus.

Komplikasi

Infeksi sekunder dengan bakteri lain
Setelah penggunaan antibiotika secara luas, penyulit ini sudah
sangat jarang.
Obstruksi jalan nafas
Disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran
diphtheria atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah
sub mandibular dan cervical.
Efek toksin
Penyulit pada jantung berupa miokardioopati toksik bisa
terjadi pada minggu ke dua, tetapi bisa lebih dini (minggu
pertama) atau lebih lambat (minggu ke enam). Manifestasinya
bisa berupa takhikardi, suara jantung redup, bising jantung,
atau aritmia. Bisa pula terjadi gagal jantung
Komplikasi

Penyulit pada saraf (neuropati)
biasanya terjadi lambat, bersifat bilateral,
terutama mengenai saraf motorik dan sembuh
sempurna.
Paralisis otot mata biasanya pada minggu ke-5,
meskipun dapat terjadi antara minggu ke-5 dan
ke-7. Paralisa ekstremitas bersifat bilateral dan
simetris disertai hilangnya deep tendon reflexes
peningkatan kadar protein dalam liquor
cerebrospinalis
pengobatan
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah
menginaktivasi toksin, mencegah dan
mengusahakan agar penyulit yang terjadi
minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk
mencegah penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit difteria.

Pengobatan umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan
biakan hapusan tenggorok negative 2 kali
berturut-turut.
Pada umumnya pasien tetap diisolasi dan istrahat
tirah baring selama 2-3 minggu.
pemberian cairan serta diet yang adekuat,
makanan lunak yang mudah dicerna, cukup
mengandung protein dan kalori.
Penderita diawasi ketat atas kemungkinan
terjadinya komplikasi antara lain dengan
pemeriksaan EKG pada hari 0, 3, 7 dan setiap
minggu selama 5 minggu. Khusus pada difteri
laring di jaga agar nafas tetap bebas serta dijaga
kelembaban udara dengan menggunakan
nebulizer.

Pengobatan khusus
Anti Diphtheria Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat
diagnosis difteria. Dengan pemberian antitoksin pada
hari pertama, angka kematian pada penderita kurang
dari 1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-
6, angka kematian ini biasa meningkat sampai 30%.
Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau
uji mata terlebih dahulu
Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS
dalam larutan garam fisiologis 1:1.000 secara
intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi
indurasi > 10 mm


Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian
Difteria Hidung 20.000 Intramuscular
Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular / Intravena
Difteria Faring 40.000 Intramuscular / Intravena
Difteria Laring 40.000 Intramuscular / Intravena
Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena
Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 Intravena
Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000 Intravena
Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti
antitoksin melainkan untuk membunuh bakteri
dan menghentikan produksi toksin dan juga
mencegah penularan organisme pada kontak
Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m.
, tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil biakan 3
hari berturut-turut (-).
Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari,
p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari.
Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000
U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4 dosis.

Pengobatan carier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan
keluhan, mempunyai uji Schick negative tetapi
mengandung basil difteria dalam
nasofaringnya. Pengobatan yang dapat
diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari
oral/suntikan, atau eritromisin
40mg/kgBB/hari selama satu minggu
Prognosis
Prognosa tergantung pada :
Usia penderita
Makin rendah makin jelek prognosa. Kematian paling sering
ditemukan pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan terjadi
sebagai akibat tercekik oleh membran difterik.
Waktu pengobatan antitoksin
Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin.
Tipe klinis difteri
Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%)
menyusul tipe nasofaring (48,4%) dan faring (10,5%)
Keadaan umum penderita
Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik.

Pencegahan

secara umum dengan menjaga kebersihan dan
memberikan pengetahuan tentang bahaya
difteria bagi anak
Seorang anak yang telah mendapat imunisasi
difteria lengkap, mempunyai antibodi terhadap
toksin difteria tetapi tidak mempunyai antibody
terhadap organismenya sehingga Keadaan
demikian memungkinkan seseorang menjadi
pengidap difteria dalam nasofaringnya (karier)
atau menderita difteri ringan.


KIPI (kejadian ikutanpasca imunisasi)
Ringan
Demam
Merah dan bengkak pada tempat suntikan
Nyeri dan perih ditempat suntikan
Tidak nafsu makan
Muntah
Gejala dapat menghilang 1-7 hari
Sedang
Kejang
Menangis lebih dari 3 jam
Demam >40,5 derajat
Berat : Reaksi anafilaksis

You might also like