You are on page 1of 11

Muhamaad Aqly Satyawan

H1E108056
1

Potensi Sumber Daya Lahan Gambut Dan
Permasalahannya

1.1 Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian

Di Indonesia tanah gambut merupakan jenis tanah terluas kedua
setelah Podsolik dan merupakan negara ke-4 dalam luasan gambut
setelah negara Kanada, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Penyebaran
tanah gambut di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Irian Jaya.
Dewasa ini, lahan gambut dipergunakan sebagai lahan
perkebunan kelapa sawit dalam upaya ektensifikasi. Dalam pemanfaatan
lahan gambut untuk perkebunan dijumpai berbagai masalah baik secara
fisik, kimia maupun biologi tanah antara lain kesuburan tanah rendah,
cepat mengalami degradasi kesuburan, memiliki ratio C/N tinggi, unsur
hara P yang rendah, serta rendahnya jumlah dan aktifitas mikrorganisme
heterotrof pada tanah tersebut sehingga menyebabkan laju pematangan
gambut menjadi lambat. Semua masalah itu merupakan faktor pembatas
bagi pertumbuhan tanaman disamping dibutuhkan biaya yang yang relatif
mahal untuk menjadikan lahan gambut sebagai lahan perkebunan.
Pemanfaatan lahan gambut untuk lahan pertanian yang subur
telah terjadi di berbagai daerah, di luar negeripun lahan-lahan subur di
benua Amerika, Canada, dan Amerika Tengah dan Amerika Selatan
(Argentina, Brazil dan Chili) sebagian berasal dari lahan gambut. Demikian
pula lahan di Indonesia sendiri sebagian berasal dari lahan gambut.
Khusus untuk budidaya tanaman sawit sudah banyak lahan gambut yang
digunakan.
Adanya inovasi baru di bidang teknologi pertanian sangat
memungkinkan penanganan lahan gambut dengan hasil yang optimal.
Selama ini penanganan lahan gambut di Indonesia masih menggunakan
2

sederhana, namun hasilnya cukup menggembira-kan. Proses sederhana
ini akan lebih optimal dengan menambah atau menyempurnakan dengan
menggunakan inovasi teknologi yang saat ini telah ditemukan.
Beberapa proses penanganan lahan gambut menjadi lahan
pertanian khususnya untuk budidaya kelapa sawit adalah:
1. Proses fisik: dilakukan dengan membangun/menata lahan sehingga
drainase dan pembentukan lahan untuk media tanaman tersedia.
Lahan yang semula digenangi air, maka dilakukan drainase yang
membuat lahan tidak tergenang lagi. Jika ada tanaman di atasnya
maka tanaman dapat tumbuh dan tidak terganggu dengan adanya air
yang tergenang. Pembangunan drainase ini dinamakan tata air makro
dan tata air mikro. Proses ini tetap dilakukan karena pembenahan fisik
sangat diperlukan.
2. Proses kimia: dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai keasaman
tinggi atau pH rendah, maka berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman. Dalam kondisi tertentu membuat tanaman tidak dapat
tumbuh. Upaya perlakukan yang digunakan adalah memberikan kapur
tohor dan dolomit. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama
dan membutuhkan materi kapur dan dolomit relatif banyak.
Sedangkan hasil yang dicapai masih meragukan, jika kondisi
keasaman sangat kuat justru kapur menggumpal dan lahan tidak
berubah.
Penanganan lahan asam menjadi netral dapat dilakukan
dengan cara memproduksi bahan katalisator yang mengubah sifat
asam tanah menjadi netral, dan bahan tersebut dapat diproduksi dari
bahan gambut bersangkutan. Proses tersebut hanya dapat dilakukan
oleh makluk hidup mikroba/ jasat renik.
Ada jenis mikroba yang dapat menghasilkan enzym bersifat
katalisator yang mampu mengubah senyawa asam menjadi netral.
Mikroba tersebut ditemukan pada tanaman yang seharusnya tidak
tumbuh di lahan gambut, tetapi ditemukan tumbuh. Setelah diteliti
3

ternyata terdapat mikroba yang bersifat seperti yang dijelaskan di
atas. Pada saat ini mikroba tersebut telah dikembangkan dengan
mikroba lain dalam produk dariTeknologi Bio Perforasi (pupuk hayati
Bio P 2000 Z, pupuk organik granul Bio Alami dan pupuk organik
cair Phosmit.
3. Proses alami: biasanya penanganan lahan gambut ini dengan cara
alami yaitu ditanami dengan jenis tanaman yang cocok. Dengan
berjalannya waktu dicoba dengan tanaman lainnya dan semakin
beragam. Biasanya menunggu antara 5 tahun untuk lahan gambut
jenis D dan E, sedangkan pada lahan gambut C dan B membutuhkan
antara 5 sampai 10 tahun. Bahkan untuk lahan A dan sebagian B
membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun.
Lamanya proses tersebut dikarenakan kondisi dan kandungan
unsur-unsur kimia yang perlu diubah menjadi kondisi yang cocok
dengan pertumbuhan tanaman.
Misalnya: Tanah asam perlu dinetralkan; kandungan unsur yang
bersifat penghambat tanaman (logam-logam berat) perlu diubah
persenyawaannya menjadi tidak beracun, bahan organik yang belum
busuk perlu dibusukkan.
Proses ini sebenarnya secara alami dilakukan oleh mikroba. Lamanya
waktu yang dibutuhkan dalam proses ini karena keberadaan mikroba
relatif sedikit, dan bahkan tidak ada. Dengan jumlah relatif sedikit
tingkat pencapaian hasil menjadi lambat dan kurang sempurna sesuai
harapan.
Inovasi yang dilakukan Teknologi Bio Perforasi (pupuk hayati
Bio P 2000 Z, pupuk organik granul Bio Alami dan pupuk organik
cair Phosmit adalah gabungan penyediaan unsur hara siap serap
dan mikroba-mikroba digunakan sebagai pengelola tanah dan
tanaman yang terdiri dari:
a. Mikroba pengelola kondisi lahan, yang mempunyai kemampuan
sebagai pengubah keasaman tanah, mikroba yang mampu
4

mengubah unsur racun bagi tanaman menjadi senyawa tidak
beracun.
b. Mikroba pengelola unsur hara tanaman yang mempunyai
kemampuan: menyerap unsur N2,O2, H20, CO dari udara;
mempunyai kemampuan menguraikan ikatan Phospat di tanah.
Mengubah zat-zat kimia termasuk pupuk an organik menjadi
organik dan menyimpannya dalam tubuh yang siap diserap
tanaman.
Dari dua kemampuan tersebut maka lahan gambut dapat
dipercepat paling lambat 2 tahun sudah sama dengan kondisi secara
biasa mencapai 10 tahun.
4. Proses pembakaran: Proses ini sering dilakukan untuk penanganan
lahan gambut. Proses ini diawali dengan mengalirkan air yang
tergenang dengan membuat saluran drainase. Setelah kering lahan
dibakar.
Dampak yang ditimbulkan dengan proses pembakaran ini adalah:
a. hilangnya timbunan unsur hara (gambut) yang bernilai milyaran
jika dikonversikan dengan harga pupuk an organik.
b. tanah menjadi sangat miskin, dan biasanya jika digunakan
untuk lahan pertanian memerlukan unsur tambahan termasuk
nitrogen yang seharusnya melimpah di lahan gambut.
c. berpengaruh terhadap emisi carbon yang sangat ini semarak
dibicarakan.
Penggunaan teknologi bio perforasi yaitu memfungsikan
Mikroba dekomposer yang mempunyai kemampuan menguraikan/
membusukkan baik bahan organik maupun membongkar bahan-
bahan an organik dari tanah maupun batuan lunak.
Dengan demikian lahan gambut yang berasal dari tanaman
yang tidak diuraikan karena tergenang, dengan bantuan mikroba pada
proses teknologi bio perforasi akan terdekomposing (teruraikan) atau
mengalami proses pembusukan menjadi bahan organik yang tidak
5

beracun bagi tanaman dengan kandungan unsur hara tidak hilang baik
oleh pembakaran maupun tercuci air.

1.2 Prospek Pengembangan Pertanian di Lahan Gambut
Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping
faktor kesuburan alami gambut juga sangat ditentukan oleh
manajemen usaha tani yang akan diterapkan. Pengelolaan lahan gambut
pada tingkat petani, dengan pengelolaan usaha tani termasuk tingkat
rendah (low inputs) sampai sedang (medium inputs), akan berbeda
dengan produktivitas lahan dengan manajemen tinggi yang
dikerjakan oleh swasta atau perusahaan besar (Subagyo et,al.
dalam Chotimah, 2009).
Dengan manajemen tingkat sedang yaitu perbaikan tanah dengan
penggunaan input yang terjangkau oleh pertani seperti pengolahan tanah,
tata air mikro, pemupukan, pengapuran, serta pemberantasan hama dan
penyakit, maka potensi pengembangan lahan dititikberatkan pada
pemilihan jenis tanaman dan teknis bertanam (Abdurachman dan
Suriadikarta, 2000).
a. Padi Sawah
Budidaya padi sawah dibudidayakan oleh petani transmigrasi
untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Akan tetapi budidaya padi
sawah di lahan gambut dihadapkan pada berbagai masalah terutama
menyangkut kendala fisika, kesuburan tanah, serta pengelolaan tanah
dan air. Khusus gambut tebal (>1 meter) belum berhasil dimanfaatkan
untuk budidaya padi sawah karena mengandung sejumlah kendala
yang belum dapat diatasi. Kunci keberhasilan budidaya padi sawah
pada lahan gambut terletak pada keberhasilan dalam pengelolaan dan
pengendalian air, penanganan sejumlah kendala fisik yang merupakan
faktor pembatas, penanganan substansi toksik, dan pemupukan unsir
makro dan mikro.
6

Lahan gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah gambut
tipis (20-50 cm) dan gambut dangkal (50-100 cm). Padi kurang sesuai
pada gambut sedang (1-2 meter) dan tidak sesuai pada gambut tebal
(2-3 meter) dan sangat tebal (lebih dari 3 meter). Pada gambut tebal
dan sangat tebal, tanaman padi tidak bisa membentuk gabah karena
kahat unsur hara mikro.
Pada tanah sawah dengan kandungan organik tinggi, asam-
asam organik menghambat pertumbuhan terutama akar,
mengakibatkan rendahnya produktivitas bahkan kegagalan panen.
Tingkat keasaman dan suplai Ca yang rendah serta kandungan abu
yang rendah merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan padi
sawah pada gambut tebal.
b. Tanaman Perkebunan dan Industri
Budidaya tanaman perkebunan berskala besar banyak
dikembangkan di lahan gambut oleh perusahaan-perusahaan swasta.
Pengusahaan tanaman-tanaman ini kebanyakan dengan pemanfaatan
gambut tebal (1-2 meter). Sebelum penanaman dilakukan pemadatan
tanah dengan menggunakan peralatan berat. Sistem draenase yang
tepat sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman perkebunan
di lahan tersebut. Pengelolaan kesuburan tanah yang utama adalah
pemberian pupuk makro dan mikro.
Diantara tanaman perkebunan yang lain seperti sawit, karet,
dan kelapa, nanas (Ananas cumosus) merupakan tanaman yang
menunjukkan adaptasi yang tinggi pada gambut berdraenase. Nanas
bisa beradaptasi dengan baik pada keadaan asam yang tinggi dan
tingkat kesuburan yang rendah. Tanaman nenas tumbuh dengan baik
dan mulai berbuah 14 bulan setelah tanam. Tumpang sari nenas
dengan kelapa memberikan prospek yang cerah untuk dikembangkan.
Kelapa sawit merupakan tanaman tahunan yang cukup sesuai pada
lahan gambutdengan ketebalan sedang sampai tipis dengan hasil
sekitar 13 ton per ha pada tahun ketiga penanaman.
7

Untuk jenis buah seperti jambu air (Eugenia), Mangga
(Mangosteen), dan Rambutan, banyak ditanam di lahan gambut di
Kalimantan Tengah. Sedangkan di daerah pantai ivory dengan lahan
gambut termasuk oligotropik, pisang dapat tumbuh dengan drainase
80-100 cm dan menghasilkan 25-40 ton per ha walaupun dengan
pengelolaan yang agak sulit. Tanaman lain yang potensial adalah
tanaman keras seperti kelapa, kopi, dan tanaman obat.
c. Palawija dan Tanaman Semusim Lainnya.
Tanah gambut yang sesuai untuk tanaman semusim adalah
gambut dangkal dan gambut sedang. Pengelolaan air pelu
diperhatikan agar air tanah tidak turun terlalu dalam atau drastis untuk
mencegah terjadinya gejala jering tidak balik.
Tanaman pangan memerlukan kondisi draenase yang
baik untuk mencegah penyakit busuk pada bagian bawah tanaman
dan meminimalkan pemakaian pupuk. Ubikayu (Manihot esculenta)
merupakan tanaman yang cukup produktif di lahan gambut oligotropik
dengan drenase yang baik. Sementara untuk tanaman sayuran
beberapa jenis sayuran seperti cabe, semangka, dan nenas
mempunyai potensi ekonomi untuk dikembangkan.
Di daerah Kalampangan yang merupakan penghasil sayuran
untuk Kota Palangkaraya, petani mengembangkan sayuran sawi,
kangkung, mentimun dan lain-lain dalam skala kecil (sekitar 0,25 ha)
secara monokultur.
Untuk menghindari penurunan permukaan tanah (subsidence)
tanah gambut melalui oksidasi biokimia, permukaan tanah harus
dipertahankan agar tidak gundul. Beberapa vegetasi seperti rumput-
rumputan ataupun leguminose dapat dibiarkan untuk tumbuh di
sekeliling tanaman, kecuali pada lubang tanam pokok seperti halnya
pada perkebunan kelapa sawit dan kopi. Beberapa jenis leguminose
menjalar seperti Canavalia maritima dapat tumbuh dengan unsur hara
minimum dan menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap keasaman.
8

Pembakaran seperti yang dilakukan pada perkebunan nenas
harus mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kebakaran
lingkungan sekitarnya. Akan lebih baik jika penyiangan terhadap
gulma dikembalikan lagi ke dalam tanah (dibenamkan) yang akan
berfungsi sebagai kompos, sehingga selain memberikan tambahan
hara, juga dapat membantu mengatasi penurunan permukaan tanah
melaluisubsidence.
Untuk tanaman hortikultura, pemabakaran seresah bisa
dilakukan pada tempat yang khusus dengan ukuran 3 x 4 m. Dasar
tempat pembakaran diberi lapisan tanah mineral/tanah liat setebal 20
cm dan disekelilingnya dibuat saluran selebar 30 cm. Kedalaman
saluran disesuaikan dengan kedalaman air tanah dan ketinggian air
dipertahankan 20 cm dari permukaan tanah agar gambut tetap cukup
basah. Ini dimaksudkan agar pada waktu pembakaran api tidak
menyebar (Chotimah, 2009).

1.3 PermasalahanPemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian
Namun lahan gambut merupakan lahan yang bermasalah beberapa
masalahan pada umumnya terjadi di lahan gambut adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan bahwa unsur hara tersebut dalam kondisi tidak dapat
diserap oleh tanaman dikarenakan adanya keasaman tanah, dan
beberapa unsur terikat dampak dari proses penimbunan dan
perendaman yang beratus-ratus tahun.
2. Kandungan unsur hara tertentu yang berasal dari tanah relatif sangat
sedikit. Walaupun dibutuhkan tanaman relatif sedikit, namun karena
ketersediaan di lahan tidak mencukupi maka tanaman yang ada di
atasnya sering mengalami kekurangan unsur tersebut yang
berdampak pada proses metabolisme dan kesehatan tanaman.
3. Kandungan unsur-unsur racun bagi tanaman dan hewan yang
merupakan dampak dari keasaman tanah tersebut. Secara proses
kimiawi hidroksida akan diikat, sedangkan unsur-unsur kation yang
9

biasanya berupa logam menjadi terlepas yang menjadi senyawa racun
bagi tanaman, hewan dan manusia.
4. Kandungan air yang ada di lahan gambut. Struktur lahan gambut tidak
padat, yaitu terdiri dari sisa-sisa tanaman yang tidak membusuk
secara total. Sehingga antara satu bagian dengan bagian lainnya
mempunyai rongga. Pada saat lahan digenangi air maka seluruh
lapisan terisi air. Kondisi ini terjadi beratus tahun karena lahan gembut
biasanya pada lahan yang tergenang air yang tidak teralirkan. Upaya
membuat drainase dan mengalirkan air yang menggenang akan
berdampak pada mengalirnya seluruh air yang ada di lahan tersebut.
Sehingga lahan menjadi kering kerontang.
5. Ketebalan gambut berpengaruh terhadap tanaman. Tekstur lahan
tidak mantap, banyak rongga, bahan berasal dari materi tanaman,
kandungan tanah alam sangat sedikit atau bahka tidak ada. Untuk
tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan besar, maka ketebalan
gambut menjadi masalah. Lahan gambut pada umumnya tidak padat,
sehingga tanaman besar dapat miring atau bahkan rubuh jika ditanam
di lahan gambut.
6. Banyak lagi permasalahan yang ada di lahan gambut yang tidak
seluruhnya dituliskan di sini.

1.4 Kesimpulan
1. Sebagian lahan gambut telah dimanfaatkan untuk perluasan areal
pertanian. Pengembangan lahan tersebut didasarkan atas
kebutuhan bahwa penyediaan tanah dengan kesuburan tinggi
semakin langka. Dalam pengelolaan lahan gambut masih dijumpai
sejumlah kendala yang menghambat pencapaian produktivitas
yang diharapkan, kendala tersebut meliputi kendala fisik, kimia,
serta kendala yang berkaitan dengan penyediaan dan tata kelola
air. Meskipun demikian beberapa jenis tanaman
10

pangan/hortikulturan dan tanaman perkebunan menunjukkan
adaptasi yang baik di lahan gambut.
2. Perencanaan pengelolaan kawasan sebaiknya dilakukan studi
secara mendalam terhadap semua aspek yang ada. Hal ini
dimaksudkan agar ada sinkronisasi program yang berbasis
perencanaan dari bawah, sehingga kebutuhan mendasar pada
masyarakat sebagai pelaku utama dapat terpenuhi secara
baik.Pentingnya peningkatan peran serta masyarakat dalam
berbagai program untuk menjaga dan melakukan pemulihan lahan
gambut. Untuk itu perlu mengintensifkan sosialisasi dari semua
program secara baik dan penglibatan masyarakat dalam setiap
implementasi program.



















11






DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman dan Suriadikarta, 2000. Pemanfaatan Lahan Rawa eks PLG
Kalimantan Tengah untuk Pengembangan Pertanian Berwawasan
Lingkungan. Jurnal Litbang Departemen Pertanian 19 (3).
Chotimah Hastin Ernawati Nur Chusnul, 2009. Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Tanaman Pertanian. (diakses dari
http://Formala.mulltiply.com/journal/item/45, tanggal 9 Juli 2014).
Pieter van Beukering; Marije Schaafsma; Olwen Joung Marion Davies dan
Ieva Oskolokaite, 2007. Nilai Ekonomi Lahan Gambut di Kalimantan
Tengah:Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Rehabilitasi dan
Revitalisasi eks PLG kalimantan Tengah.Institute for Environmental
Studies (IVM) Vrije Universiteit-The Netherlands
Bimanuar. Budidaya Tanaman Sawit Di Lahan Gambut. 2013. (diakses
dari https://id-
id.facebook.com/AgroIndonesia/posts/10152461370002818, tanggal
9 Juli 2014)

You might also like