You are on page 1of 24

Diskusi Farmasi

HIPERTENSI












Oleh:
Taufik Ali Zaen
G0007161



Pembimbing:
Dyah Poerwohastuti, S.Farm., Apt




KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. C
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Satpam
Alamat : Kebakkramat, Karanganyar, Jawa Tengah
Suku : Jawa

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Leher terasa cengeng
B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)
Penderita datang dengan keluhan leher terasa cengeng dan nyeri kepala. Sudah
3 hari pasien sulit tidur sehingga keluhan dirasa bertambah berat. Keluhan bertambah
bila pasien terlalu banyk fikiran. Keluah ini sedikit berkurang apabila pasien minum
panadol tetapi kembali timbul keluhan ini apabila tidak minum obat. Keluhan sedikit
berkurang apabila untuk istirahat. BAK tak ada keluhan, 6-7 kali per hari, - 1 gelas
belimbing, warna kuning jernih, tidak ada lendir, tidak ada darah dan tidak nyeri saat
BAK. BAB tak ada keluhan, frekuensi 1 kali perhari.
1 tahun yang lalu penderita sudah sering mengeluh leher kadang-kadang
cengeng. Penderita kemudian memeriksakan diri di Puskesmas, dan dikatakan bahwa
menderita tekanan darah tinggi. Penderita diberi obat penurun tekanan darah, namun
hanya kontrol bila ada keluhan dan tidak minum obat teratur.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat darah tinggi : (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak rutin
kontrol
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat transfusi : disangkal
D. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal
- Riwayat minum jamu : disangkal
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat merokok : (+) 8 tahun yang lalu, 1-3 batang per hari
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma bronkiale : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

F. Riwayat Lingkungan Sosial dan Asupan Gizi
Penderita adalah seorang laki-laki dengan seorang istri dan 3 orang anak.
Penderita adalah seorang petani. Sedangkan istri pasien adalah penjual sayur di pasar
Kebakkramat.
G. Anamnesa Sistem
a. Keluhan utama : Leher terasa cengeng
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : nyeri kepala (+), kepala terasa berat (-), perasaan berputar-putar (-),
rambut mudah rontok (-)
d. Leher : cengeng (+), kaku (-)
e. Mata : tidak ada keluhan
f. Hidung : tidak ada keluhan
g. Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah (-)
h. Mulut : tidak ada keluhan
i. Tenggorokan : tidak ada keluhan
j. Sistem respirasi : tidak ada keluhan
k. Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
l. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
m. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
n. Sistem genitourinaria : tidak ada keluhan
o. Ekstremitas : tidak ada keluhan
p. Sistem neuropsikiatri : tidak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : kompos mentis, gizi kesan cukup
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 150 cm
B. Tanda vital
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup , simetris
Laju Pernapasan : 20 x/menit, kussmaul (-)
Suhu : 36,7
0
C per axiller
C. Kulit : warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit (-), uji
turniquet (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut
E. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air mata (+/+),
Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di
tengah, mata cekung (-/-)
F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
G. Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T
1
T
1

J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
K. Thorax
Bentuk : normochest
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah :SIC V linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung :spatium intercosta VII Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-),
wheezing (-/-)

L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar/lien tak teraba, turgor kulit baik
M. Ekstremitas :
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -

Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik
- -
- -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Foto Thorax
Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal
B. EKG
Irama sinus, denyut jantung 88x/menit
C. GDT
Dalam batas normal

V. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Derajat II


VI. PENATALAKSANAAN
Diet rendah garam < 5g/hari
Captopril tab 3x25 mg
Hct tab 25 mg 1-0-0

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik

Resep
R/ Captopril mg 25 tab No. XXI
S 3 dd tab I__1h a.c___________
R/ Hidroklorotiazid mg 25 tab No. VII
S 1 dd tab I mane__________
Pro : Tn. C (52 th)

.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi esensial, atau
lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi sekunder
bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report Of
The Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
Klas.Tekanan Darah TDS (mmHG) TDD (mmHg)
Normal
Prahipertensi
Hipertensi Stage I
Hipertensi Stage II
<120
120-139
140-159
160
<80
80-89
90-99
100

B. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi
lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga, dimana
hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul pada usia >60 tahun.
Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)
menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,insiden hipertensi pada orang dewasa adalah
sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1989-1991.Hipertensi esensial sendiri
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.


C. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala.
Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau
jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang dan
pusing

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah
(kalium , natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol
LDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens
kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.

E. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang
berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran
pertama harus dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu satu
sampai beberapa minggu. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien
duduk bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus
lengan yang sesuai.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya
menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit jantung
koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat riwayat penyakit
dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan
aktivitas/ kebiasaan merokok, konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor
lingkungan, pekerjaan, psikososial dsb.

F. Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktor- faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :
1. faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetik
2. sistem syaraf simpatis
a. tonus simpatis
b. variasi diurnal
3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan
interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
4. pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin, angiotensin,
dan aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah = Curah Jantung x Tekanan
Perifer.
14

G. Kerusakan Organ Target
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah :
1. jantung
a. hipertrofi ventrikel kiri
b. angina atau infark miokardium
c. gagal jantung
2. otak
strok atau transient ischemic attack
3. penyakit ginjal kronis
4. penyakit arteri perifer
5. retinopati
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari tekanan darah pada organ, atau karena
efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1
angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan
lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-
(TGF-).
14

Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi:
1. jantung
a. pemeriksaan fisik
b. foto polos dada(untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks
dan sirkulasi pulmoner)
2. pembuluh darah
a. pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
b. USG karotis
c. Fungsi endotel (masih dalampenelitian)
3. otak
a. pemeriksaan neurologis
b. diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial computed
tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk pasien
dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4. mata
funduskopi
5. fungsi ginjal
a. pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-
makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin
b. perkiraan laju filtrasi glomerolus, yang untuk pasien dalam kondisi stabil
dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari Cockroft-
Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation (NKF).
14



H. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a. target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes,gagal
ginjal proteinuri)<130/80 mmHg
b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler
c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi
dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko,
serta penyakit penyerta lainnya.Adapun terapi nonfarmakologis sbb:
a. menghentikkan merokok
b. menurunkan berata badan yang berlebihan
c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan
d. latihan fisik
e. menurunkan asupan garam
f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
g. menurunkan asupan lemak
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oelh JNC 7 adalah :
a. diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist
b. beta bloker (BB)
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang dan yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat
dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut atau berpindah ke
antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Kombinasi
yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah : diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB,
CCB dan atau ARB, CCB dan diuretika, ARB dan BB, kadang diperlukan tiga atau empat
kombinasi obat.




























BAB III
PENGOBATAN DAN TERAPI

Tujuan pengobatan adalah (Yogiantoro, 2006) :
1. Tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (penderita DM, gagal
ginjal, proteinuria) < 130 mmHg;
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler;
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

Tabel 2. Terapi Hipertensi
BP
classification
SBP*
mmHg
DBP*
mmHg
Lifestyle
modification
Initial drug therapy
Without
compelling
indication
With
compelling
indications
Normal <120 and
<80
Encourage
Prehypertension 120
139
or 80
89
Yes No
antihypertensive
drug indicated.
Drug(s) for
compelling
indications.
Stage 1
Hypertensi-
on
140
159
or 90
99
Yes Thiazide-type
diuretics for most.
May consider
ACEI, ARB, BB,
CCB, or
combination.
Drug(s) for the
compelling
indications.
Other
antihypertensive
drugs (diuretics,
ACEI, ARB,
BB, CCB) as
needed.
Stage 2
Hypertensi-
on
>160 or
>100
Yes Two-drug
combination for
most (usually
thiazide-type
diuretic and ACEI
or ARB or BB or
CCB).


TAHAPAN TERAPI HIPERTENSI




























Bagan 1. Tahapan terapi hipertensi


Modifikasi pola hidup :
1. Penurunan berat badan
2. Aktifitas fisik teratur
3. pembatasan garam dan alcohol
4. berhenti merokok
Respons cukup(sasaran telah
dicapai)
Respons kurang
Lanjutkan Modifikasi pola hidup :
Pilihan Anti hipertensi :
1. diuretic atau beta bloker
2. penghambat ACE,antagonis CA,alfa
bloker, alfa beta bloker
Respons cukup (sasaran telah
dicapai)
Respons kurang Respons kecil
Tingkatkan dosis
pertama
Tambahkan obat kedua
dari golongan lain
Ganti dengan gol. lain
Respon belum cukup
Tambahkan obat kedua atau ketiga dari gol. lain atau
diuretik
Selain pengobaan hipertensi (Tabel 2 dan Bagan 1), pengobatan terhadap faktor risiko
atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi. Pengobatan hipertensi
terdiri atas dua komponen, yaitu terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi
nonfarmakologis antara lain :
1. menghentikan merokok;
2. menurunkan berat badan berlebih;
3. menurunkan konsumsi alkohol berlebih;
4. latihan fisik;
5. menurunkan asupan garam dan lemak;
6. meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Mekanisme obat
a. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan
simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan
tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan
penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan
akhirnya menurunkan tekanan darah. Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi
hipertensi yaitu : diuretik golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium.
Obat-Obat Pilihan:
A. Golongan Tiazid
1. Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide

)
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, ,
gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia yang simptomatik,
penyakit adison.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari;
dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali semingguHipertensi, 2,5 mg pada pagi
hari
- Efek samping:hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan;
impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia,
hiponatremia, hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai,
hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam
kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk neutropenia dan
trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir); pankreatitis,
kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan
pirai; mungkin memperburuk SLE ( eritema lupus sistemik ); usia lanjut;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal yang berat;porfiria.
2. Chlortalidone ( Hygroton

, Tenoret 50

, Tenoretic

)
- Indikasi : edema, hipertensi, diabetes insipidus
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada Bendrofluazid
- Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg selang
sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin.Hipertensi, 25 mg; jika perlu
ditingkatkan sampai 50 mg pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet
3. hidroklorotiazid
- Indikasi: edema, hipertensi
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada Bendrofluazid
- Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi untuk pemeliharaan jika
mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis awalnya 75 mg
sehariHipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari; jika perlu ditingkatkan sampai 25
mg pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet.

B. Diuretik kuat
1. Furosemide ( Lasix

, uresix

, impugan

)
- Indikasi: edema pada jantung, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati yang berat.
- Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus
- Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb; Injeksi,
dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg sampai dosis maksimal
sehari 20 mg; infus IV disesuaikan dengan keadaan pasien
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi
seperti ruam kulit
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan
dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk diabetes mellitus;
perbesaran prostat; porfiria.
C. Diuretik hemat kalium
1. Amilorid HCL ( Amiloride

, puritrid

, lorinid

)
- Indikasi: edema, hipertensi, konservasi kalium dengan kalium dan tiazid
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali sehari
maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretik lain 5-10 mg sehari
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi
seperti ruam kulit, bingung, hiponatremia.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan
dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk diabetes mellitus; usia
lanjut.
2. Spironolakton ( Spirolactone

, Letonal

, Sotacor

, Carpiaton

)
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia, hipernatremia, kehamilan dan
menyusui, penyakit adison.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; anak, dosis
awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi.
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi s
- eperti ruam kulit, sakit kepala, bingung, hiponatremia, hiperkalemia,
hepatotoksisita, impotensi.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan
dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.

b. ACE Inibitor
ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-angiotensin-
aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II
sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi
sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE
inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus
pelepasan prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek
penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek
samping berupa batuk kering. ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada
pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus
dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam
beraktivitas, dan mengurangi gejala.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk
menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum
potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama setelah
dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong dalam ACE inhibitor adalah
Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama yang digunakan secara klinis.
1. Nama Generik : Captopril
2. Nama Dagang :
- Acepress : Tab 12,5mg, 25mg
- Capoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Captensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Casipril : Tab 12,5mg, 25mg
- Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Locap : Tab 25mg
- Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg
- Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg
- Otoryl : Tab 25mg
- Praten : Kapl 12,5mg
- Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensobon : Tab 25mg


3. Indikasi :
- Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah.
- Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension).
- Diabetic nephropathy dan albuminuria.
- Gagal jantung (Congestive Heart Failure).
- Postmyocardial infarction
- Terapi pada krisis scleroderma renal.
- Kontraindikasi :
- Hipersensitif terhadap ACE inhibitor.
- Kehamilan.
- Wanita menyusui.
- Angioneurotic edema yang berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor
sebelumnya.
- Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.
4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput.
5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien hipertensi dengan gagal jantung :
6. Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan yang
tepat. Dosis ini perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai tercapai target dosis.
7. Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari)
8. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong yaitu
setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini dikarenakan absorbsi
captopril akan berkurang 30%-40% apabila diberikan bersamaan dengan makanan.
9. Efek samping :
- Batuk kering
- Hipotensi
- Pusing
- Disfungsi ginjal
- Hiperkalemia
- Angioedema
- Ruam kulit
- Takikardi
- Proteinuria


- Resiko khusus :
- Wanita hamil.
Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang hamil
karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan teratogenik. Hal ini
juga dapat menyebabkan kematian janin. Morbiditas fetal berkaitan dengan
penggunaan ACE inhibitor pada seluruh masa trisemester kehamilan. Captopril
beresiko pada kehamilan yaitu pada level C (semester pertama) dan D (semester
kedua dan ketiga).
- Wanita menyusui.
Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui karena
bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam ASI sekitar 1% dari
konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui apakah metabolit dari captopril
juga dapat menembus masuk dalam ASI.
- Penyakit ginjal.
Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan ginjal akan
memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85% diekskresikan lewat ginjal
(hampir 45% dalam bentuk yang tidak berubah) sehingga akan memperparah kerja
ginjal dan meningkatkan resiko neutropenia. Apabila captopril digunakan pada
pasien dengan gangguan ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana
berfungsi untuk menurunkan klirens kreatininnya.

c. Beta-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol)
Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai moderat dengan
penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat reseptor
1

di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana
1
merupakan reseptor yang
bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi
produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan
berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.

d. Alfa-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin).
Bekerja dengan menghambat reseptor
1
di pembuluh darah sehingga terjadi
dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.


e. Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin).
Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh
darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat
bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi
penderita hipertensi yang juga penderita angina.






















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
- Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.
Adapun terapi nonfarmakologis antara lain: menghentikkan merokok, menurunkan
berata badan yang berlebihan, menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan,
latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur,
dan menurunkan asupan lemak. Sedangkan jenis-jenis obat antihipertensi untuk
terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah : golongan
diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist; beta bloker (BB);
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist; Angiotensin Converting
Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor); dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1
receptor antagonist/blocker (ARB)

2. SARAN
- Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko
sehingga pencegahan penyakit hipertensi sangat penting, salah satunya dapat
dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat.










DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta Kedokteran, edisi
3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522
Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651-652
Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M., Setiati, S. 2006.
Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. Pp: 610-614

You might also like