Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Kesehatan
Disusun oleh : Vinda Astri Permatasari NIM. P0120112080
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2014 A. Definisi Matra Matra adalah dimensi atau lingkungan atau wahana atau media tempat seseorang atau sekelompok orang melangsungkan hidup serta melaksanakan kegiatan. Kondisi matra adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra yang serba berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pelaksanaan kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan tersebut. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik di lingkungan darat, laut dan udara. Kesehatan Kedirgantaraan adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan penerbangan dan kesehatan ruang angkasa dengan keadaan lingkungan yang bertekanan rendah (hipobarik) (Nafsiah Mboi, 2013). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Pasal 1, ayat 1 dan 2, No.1215 Tahun 2001 tentang Pedoman Kesehatan Matra, jenis-jenis kesehatan matra meliputi : 1. Kesehatan lapangan 2. Kesehatan kelautan dan bawah air 3. Kesehatan kedirgantaraan. Kesehatan kedirgantaraan sebagaimana dimaksud di atas meliputi : 1. Kesehatan penerbangan di dirgantara 2. Kesehatan dalam operasi dan latihan militer di dirgantara.
B. Penyakit akibat matra kedirgantaraan beserta stressor Stressor matra kedirgantaraan antara lain dengan adanya faktor geofisika, geografi, biologi, sosial, mekanik dan fisika. Gangguan atau penyakit yang dapat timbul antara lain : 1. Gaya akselerasi Yaitu perubahan dari kecepatan besar dan arah yang besar. Dampak dari gaya akselerasi : a. Pandangan kabur menyempit (Gray out) b. Pandangan gelap (Black out) c. Kongesti retina (Red out) d. Syok, tidak sadar, kejang dan aritmia e. Gangguan pernapasan, nyeri, pembuluh darah robek f. Kesulitan gerak, keterampilan menurun Teknik perlindungan dari gaya akselerasi yang berlebihan adalah dengan cara : a. Straining Maneuvers atau M1 - L1 b. G Suit c. Reorientasi posisi tubuh d. Positive Pressure Breathing.
2. Penyakit dekompresi Yaitu gejala yang timbul sebagai akibat dari penguapan gas atau pengembangan gas dalam rongga tubuh,pada waktu tekanan udara luar menurun. Dapat dicegah dengan : a. Mempertahankan berat badan ideal b. Tingkat kesamaptaan jasmani yang tinggi c. Denitrogenasi. Pengobatan dekompresi dengan cara : a. Masker O 2 100% b. Segera mendarat c. Posisi terlentang d. Tindakan medis yang sesuai gejala.
3. Hipoksia di penerbangan Yaitu suatu sindrom yang terjadi secara akut sebagai akibat dari tidak adekuatnya oksigenisasi jaringan yang merupakan kelanjutan dari menurunnya tekanan parsial oksigen dalam udara yang dihisap pada pernapasan. Dapat menyebabkan gangguan,kerusakan bahkan kematian sel otak. Kumpulan gejala yang biasa dijumpai antara lain : a. Perasaan aneh atau pusing b. Euphoria, sikap dan psikis yang tidak menentu b. Gangguan penglihatan (hilangnya penglihatan tepi,suram,kabur dan berkurangnya penglihatan malam) a. Respons yg berkurang pada komunikasi verbal b. Pelupa dan bertindak masa bodoh c. Kesulitan mengontrol pesud d. Sakit kepala dan mual (hipoksia ringan) e. Hilang kesadaran (hipoksia berat). Pencegahan dan penangulangan hipoksia : a. Pengobatan adalah pemberian O 2 100% pada udara inhalasi b. Bila pernapasan terhenti pernapasan artifisial perlu diberikan bersama- sama dengan pemberian 100% O 2
c. Bila ada kegagalan sirkulasi perifer maka sebabnya harus dicari dahulu baru pengobatan diberikan sesuai dengan apa yang ditemukan d. Pencegahan hiperventilasi pada personil penerbangan terletak pada indoktrinasi, pengajaran pemakaian perlengkapan oksigen dengan tepat e. Recovery hypoxia akan berlangsung cepat bila kebutuhan O 2 segera diberikan b. Ambang kesadaran individu akan segera dicapai setelah pemberian O 2
dalam waktu 15 detik c. Pengalaman memperlihatkan bila penderita hipoksia bernapas dalam menggunakan O 2 dia mungkin mengalami rasa pusing sejenak, tetapi akan segera hilang dan disertai dengan kembalinya semua fungsi menjadi normal namun performance dapat terganggu untuk waktu 1 sampai 2 jam setelah hipoksia berat.
4. Bising atau fibrasi Yaitu suara yang tidak nyaman, tidak dikehendaki dan dapat merusak fungsi pendengaran. Dapat dilakukan pencegahan dengan : a. Menggunakan alat pelindung telinga 1) Ear plug 2) Ear muff 3) Helmet b. Ruangan kedap suara c. Ceramah dan pamflet d. Medex.
5. Ritme sirkardian atau jet lag Yaitu stres yang dialami setelah melewati beberapa daerah waktu (time zone) dengan menggunakan pesawat udara. Gejala yang dapat timbul bervariasi tergantung individu, antara lain : a. Gangguan pola tidur b. Konsentrasi terganggu c. Pola pikir berubah d. Motivasi dan kinerja berkurang e. Lelah, letih, lesu, lemah dan dehidrasi Jet lag yang bersifat normal, berlangsung sementara dan dapat cepat pulih dalam waktu singkat. Jet lag dapat mengenai setiap penumpang pada penerbangan jarak jauh (long haul flight), 94% penumpang mengalaminya dan 45% dengan kategori jet lag berat. Upaya meringankan jet lag diantaranya : a. Diet anti jet lag b. Pengaturan tugas terbang c. Waktu istirahat d. Waktu tidur e. Obat-obat untuk mengurangi pengaruh jet lag.
6. Motion sickness Yaitu suatu kumpulan gejala yang terdiri dari : a. Lemas b. Pucat c. Keringat dingin d. Menguap e. Sakit kepala f. Daya pikir menurun g. Mual dan muntah Sebagai reaksi terhadap rangsangan gerak yang belum terbiasa. Tindakan yang dapat dilakukan apabila terjadi motion sickness adalah : a. Latihan 1) Adaptasi, tingkatkan jam terbang 2) Motivasi terbang diciptakan b. Penyesuaian ringan 1) Makan sedikit 2) Usahakan suhu udara dalam kokpit tetap dingin 3) Melihat kedalam atau keluar kokpit 4) Terbang lurus dan bertingkat c. Obat Anti Mabuk 1) Kombinasi parasimpatolitik dengan simpatomimetik 2) Transderm Scopolamine 0,5 mg (Koyo pada post auricular patch) d. Teknik Relaksasi 1) Desensitisasi biofeedback 2) Mental imagery 3) Pengendalian pernapasan
7. Disorientasi Yaitu berkurangnya kemampuan (interaksi = instrument-manusia-media) seseorang untuk menentukan posisinya terhadap permukaan bumi, atau dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya. Tindakan yang dapat dilakukan apabila disorientasi terjadi adalah : a. Kewaspadaan untuk menghadapinya bila hal tersebut terjadi b. Mata merupakan satu-satunya alat orientasi yang dapat dipercaya c. Latih keterampilan terbang instrumen.
8. Night flight Yaitu kemampuan mata penerbang untuk : a. Visual acuity : dapat menemukan sasaran b. Color vision : dapat mengidentifikasi signal flares c. Deep perception : mampu mendarat dan tinggal landas dengan aman d. Night vision : berguna maksimal pada operasi malam Berikut ini adalah ciri khas penglihatan malam : a. Ketajaman penglihatan sangat rendah, hanya tampak bayangan hitam atau siluet b. Susah membedakan warna b. Pusat penglihatan tidak pada fokus (sentral), melainkan terkonsentrasi pada bagian perifer 20 dari sentral (tidak memandang langsung) c. Dengan kekuatan cahaya yang sama dan diturunkan perlahan-lahan maka warna yang menghilang lebih dahulu adalah merah, oranye, kuning, hijau, biru kemudian violet a. Warna merah dapat membantu adaptasi gelap b. Hipoksia menurunkan kemampuan melihat c. Mengalami Night Myopia dan Autokinetik Phenomenon (waspada).
Daftar Pustaka
Mboi, Nafsiah. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013 Tentang Kesehatan Matra. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Rooses, Anisa. 2012. Matra Laut dan Udara. Diunduh tanggal 02 Juni 2014. http://www.scribd.com/doc/94954566/Matra-Laut-dan-Udara. Sujudi, Achmad. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 215/ Menkes/ Sk/ Xi/ 2001 Tentang Pedoman Kesehatan Matra. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI