You are on page 1of 2

1

SEKOLAH LENTERA HARAPAN TORAJA


SEKILAS INFOMASI CULTUR TORAJA
Secara geografis Toraja adalah salah suku atau etnis yang mendiami sebuah wilayah di
daerah pegunungan provinsi Sulawesi Selatan. Etnis Toraja menyebar dan mendiami sebagian
kecil daerah provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Pusat perkembangan Etnis Toraja
adalah sekitar kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Pada kedua kabupaten inilah
yang lebih dikenal sebagai derah Toraja.
Nama Toraja lebih dikenal dengan kekentalan adat dan budayanya. Beragam pola hidup
masyarakat yang digolongkan sebagai budaya Toraja yang memberikan keunikan bagi daerah ini.
Dari sekian banyak keunikan budaya di Toraja yang paling menonjol adalah upacara kematian
yang dikenal dengan sebutan rambu solo. Hampir dapat dikatakan bahwa upacara pemakaman
jenaza di Toraja khususnya jenaza orang yang sudah berusia lanjut, sebuah momen yang tidak
boleh dilewatkan begitu saja oleh keluarga. Seluruh perhatian keluarga dicurahkan untuk
mempersiapkan pemakaman agar dapat berjalan semeriah mungkin sesuai strata sosial dan
kemampuan keluarga. Martabat sebuah keluarga yang berasal dari sebuah tongkonan (rumpun)
strata sosial tertentu diukur dari seberapa besar dan meriahnya upacara pemakaman leluhur
mereka. Besar dan meriahnya sebuah acara pemakaman leluhur diukur dari seberapa banyak
kerbau dan babi yang dipotong saat upacara berlangsung. Hal ini tentunya berimbas terhadap
berbagai sisi kehidupan masyarakat Toraja baik itu dari segi kehidupan sosial masyarakat,
ekonomi maupun pendidikan.
Apabila dilihat dari sisi kehidupan sosial , upacara pemakaman leluhur masyarakat Toraja
merupakan ajang untuk menunjukkan kekerabatan yang sangat dekat. Selain mempererat rasa
kekeluargaan melalui upacara pemakaman menurut orang toraja adalah kesempatan untuk dapat
saling menolong, bergotong royong menopang satu dengan yang lain tanpa pamri.
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang menjadi dampak positif adat rambu solo apabila
ditafsirkan secara bebas sebagai berikut:
1. Memupuk sikap gotong royong
Hal ini terbukti dari semua pekerjaan mulai dari persiapan tempat sampai selesai tidak
ada yang diupah oleh keluarga
2. Mempertinggi rasa sosial.
Bahwa melalui upacara pemakaman setiap keluarga yang datang melayat tidak
tanggung-tanggung memberikan materi berupa kerbau yang harganya puluhan juta
sampai ratusan juta, babi, uang dan lain-lainnya sebagai wujud kepedulian sosial bagi
keluarga yang berdukacita.
3. Memupuk rasa kekeluargaan
Rasa kekeluargaan akan kembali dipererat melalui kehadiran di tempat duka. Ada
kesan kedekatan dengan kerabat atau teman dinyatakan ketika melayat pada saat ada
kegiatan upacara seperti ini. Bahkan terkesan baru diketahui bahwa ternyata keluarga
A masih sangat dekat dengan keluarga B terbukti dari kehadiran dan pemberian
misalnya melalui seekor kerbau.
4. Memupuk sikap kerja keras.
Sepertinya kegigihan orang Toraja bekerja keras adalah imbas dari sebuah keharusan
untuk menghadapi sebuah kenyataan hidup bahwa suatu saat akan menghadapi
berbagai resiko adat antara lain upacara pemakaman leluhur.

2

Dampak negatifnya:
1. Karena merupakan adat yang harus dihargai lebih sehingga masih cenderung orang
Toraja menganggap adat rambu solo ini lebih penting daripada kepentingan lainnya
termasuk persekolahan anak-anak. Orang tua masih cenderung hitung-hitungan dengan
biaya pendidikan dibandigkan dengan biaya sehubungan dengan adat.
2. Siswa sering minta izin untuk kegiatan pesta pemakaman keluarga. Bahkan orang tua
hampir dapat dikatakan sangat melegalkan kalau anaknya tanpa minta izin pun guru
akan memahami kalau nantinya dilaporkan bahwa ada pemakaman keluarga.
3. Kegiatan rambu solo merupakan ajang untuk melakukan kebiasaaan buruk seperti
merokok, minum minuman keras, dan judi sabung ayam. Di dalam kegiatan upacara
adat Toraja, merokok dan makan siri menduduki akta pertama dalam susunan acara.
Selain upacara rambu solo masih banyak upacara adat dan kebiasaan turun temurun lainnya
yang tentunya membawah dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat Toraja terutama
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Oleh karena itu setiap guru yang akan
mengajar di Toraja harus memahami kondisi seperti di atas dan menyiapkan strategi untuk
mengurangi dampak-dampak negatif yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan beragama
dan bermasyarakat secara umum.
Catatan yang paling penting diketahui tentang keseharian masyarakat Toraja adalah:
1. Minuman keras (tuak) dan miras olahan pabrik diperjual belikan secara bebas dan
terbuka di Toraja. Hal ini merupakan pengaruh dari kebiasaan orang Toraja
menganggap sebuah acara makan-makan atau pesta tidak lengkap tanpa minuman
yang satu ini.
2. Merokok adalah perilaku yang masih sangat umum di Toraja. Kebiasaan ini
merupakan dampak dari adat yang menganggap penghargaan yang pertama terhadap
tamu adalah dengan menyuguhkan rokok bagi laki-laki dan siri bagi perempuan.
3. Berteriak (meoli-Toraya) tanda sukacita atau untuk saling menyemangati dalam
sebuah kegiatan adalah kebiasaan yang bagi orang lain adalah mungkin dianggap
kegia-gilaan karena dapat saja mengagetkan bagi orang yang tidak tahu.
4. Gaya dan Nada bicara keras-keras yang bagi orang dari daerah lain terkesan kasar dan
kurang sopan.
5. Melayat ke rumah duka merupakan hal yang tidak boleh dilewatkan begitu saja,
misalnya ada orang tua siswa atau orangtua guru dan warga sekolah yang meninggal.
Sekolah sebagai bagian keluarga harus menyatakan rasa kepedulian sosial dengan
melakukan perkunjungan.
6. Makan dan minum sepuasnya adalah ciri khas orang Toraja. Kemeriahan sebuah acara
atau pesta lebih diukur pada cukup tidaknya makanan yang disiapkan.
7. Memliki rasa sosial yang sangat tinggi.
8. Mudah bersahabat dan menyesuaikan diri dengan siapa saja.

Kehadiran SLH Toraja di Kabupaten Toraja Utara disambut baik oleh Pemerintah dan
masyarakat.
Demikian sekilas informasi tentang kultur daerah Toraja semoga bermanfaat bagi calon guru yang
akan melaksanakan tugas di Toraja dan menjadi pengetahuan bagi yang membacanya.

You might also like