You are on page 1of 26

Gangguan

Panik
Diagnosis
DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK
Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus
dibuktikan dengan adanya serangan panik yang berkaitan dengan
kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap:
(1)serangan panik baru
(2)konsekuensi serangan, atau
(3)terjadi perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan
serangan. Selain itu untuk mendiagnosis serangan panik.


Kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher serasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, bernapas pendek
Mual atau distress abdominal
Gemetaran
Berkeringat
Rasa panas dikulit, menggigil
Mati rasa, kesemutan
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)

Pemicu Panik
Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara menjauhkan pasien dari
segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa pemicu gangguan panik antara lain:
- Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)
- Penyakit somatik
- Adanya konflik dengan orang lain
- Penggunaan ganja
- Penyalahgunaan stimulan seperti caffeine, decongestant, cocaine dan obat-obatan
simpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)
- Berada pada tempat-tempat tertutp atau tempat umum (terutama pada gangguan panik yang
disertai agoraphobia)
- Penggunaan sertraline, yang dapat menginduksi pasien gangguan panik yang awalnya
asimptomatik
- Sindrom putus obat golongan SSRI, yang dapat mendinduksi gejala-gejala yang menyerupai
gangguan panik.
- Pada beberapa penelitian, gejala-gejala serangan panik sering timbul pada pasien penderita
gangguan panik yang mengalami hiperventilasi, menginhalasi CO
2
, konsumsi caffeine, atau yang
mendapat injekasi natrium laktat hipertonis atau larutan salin hipertonis, kolesistokinin,
isoproterenol, fulamazenil, atau naltrexone.
ETIOLOGI
Etiologi sangat berperan dalam proses pemberian terapi pada pasien
dengan gangguan panik. Beberapa penelitian menunjukkan gangguan
panik dapat diturunkan akibat disfungsi neurokimia dengan perkiraan
tingkat heritabilitasnya (heritability) 0,3 - 0,6%.
Meskipun begitu, hingga kini analisis segregasi masih belum dapat
menyimpulkan rantai DNA yang dapat menyebabkan gangguan panik.
Namun beberapa penelitian genetis menemukan bahwa regio kromosom
13q, 14q, 22q, 4q31-q34, serta 9q31 berkaitan erat dengan heritabilitas
fenotip gangguan panik.

Beberapa Teori Etiologi
Disfungsi neurokimia tampaknya menjadi salah satu penyebab gangguan
panik yang mengakibatkan ketidakseimbagan otonom, penurunan kualitas
GABA (gamma-aminobutyric acid) ergik, polimorfisme alel gen COMT
(catechol-O-methyltransferase), peningkatan fungsi reseptor adenosin,
peningkatan kortisol, penurunan fungsi reseptor benzodiazepin, gangguan
fungsi serotonin, norepinephrine, dopamine, cholecystokinin, dan IL-1
beta.

Disfungsi neurokimia ini diperkuat oleh temuan hasil scanning PET
yang menunjukkan terjadi peningkatan aliran darah pada regio
parahippocampal dextra dan penurunan ikatan reseptor serotonin tipe 1A
pada cingula anterior dan posterior pasien gangguan panik.


Beberapa peneliti juga memberikan teori yang menyatakan
gangguan panik merupakan suatu keadaan yang diakibatkan
olehhiperventilasi kronik dan hipersensivisitas reseptor
karbon dioksida. Beberapa pasien epilepsi menunjukkan
gangguan panik sebagai manifestasi dari bangkitan mereka.

Sedangkan teori kognitif menyatakan bahwa pasien dengan
gangguan panik telah mengalami peningkatan sensitivitas
terhadap isyarat otonomik internal. Sehingga dengan sedikit
rangsangan stress saja, sudah dapat mengakibatkan serangan
panik.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Ketika Serangan Panik Terjadi
Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri. Adapun
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik yang
datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris pingsan antara
lain:
1. Terapi oksigen
2. Membaringkan pasien dalam posisi Fowler
3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG
4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan
kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang mengalami
serangan panik.
5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang
dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri.
6. Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV 20min untuk menenangkan dan
mengurangi impuls tak terkontrol pasien.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Gangguan Panik Ketika Tidak Ada Serangan
Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering berulang, serta dapat menyertai
berbagai gangguan mental dan somatik lain, maka penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat dibutuhkan
oleh pasien untuk mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagi pada
pasien.
RANZCP (Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrist) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang
direkomendasikan untuk menangani gangguan panik adalah mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung
pasien dalam mengatasi kepanikannya. Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk penggunaan jangka pendek.
Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap lebih efektif dan murah dalam mengatasi
gangguan panik jika dibandingkan dengan terapi medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic dan
serotonin selective reuptake inhibitors (SSRI) dianggap memiliki efikasi yang setara serta lebih dipilih sebagai medikasi
pilihan dibanding golongan benzodiazepin yang sering disalahgunakan serta dapat menyebabkan berbagai komplikasi
pada pasien yang mengalami ketergantungan alkohol.

Terapi Medikasi
Terdapat 3 golongan besar obat yang
dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik,
yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI
(Monoamine oxidase inhibitor). Sedangkan
golongan benzodiazepin hingga saat ini masih
dianggap kontroversial dalam terapi gangguan
panik.

Terapi Medikasi
Terdapat 3 golongan besar obat yang
dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik,
yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI
(Monoamine oxidase inhibitor). Sedangkan
golongan benzodiazepin hingga saat ini masih
dianggap kontoversial dalam terapi gangguan
panik.

GOLONGAN SSRI
Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam rentang 2 minggu sejak serangan
panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI
dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.
Mekanisme Kerja SSRI
SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular dengan cara menghambat pengambilan
kembali serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat
berikatan dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap
transporter monoamin yang lain, seperti pada transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas
yang lemah terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit. SSRI merupakan obat
psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik
pada suatu target biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI
digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan antipanik.
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan secara bertahap tergantung pada
kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan
panik. Salah satunya, Fluoxetine dalam salut memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok
digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu waktu paruh yang panjang dapat
meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan
SSRI.


Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika
tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping
seksual yang timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya
penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu ketika obat mulai mendekat
potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI
antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi
urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat badan, mual,
muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh
diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.

SSRI
Contoh Obat Golongan SSRI
Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan efek minimal atau tanpa efek sama
sekali terhadap reuptake norepinephrine atau dopamine.
Paroxetine (Paxil, Paxil CR)
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya berupakan inhibitor selektif yang poten
terhadap serotonin neuronal dan memiliki efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.
Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada reuptake norephinephrine dan dopamine
neuronal.
Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin neuronal serta secara signifikan tidak
berikatan pada alfa-adrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding
obat-obatan jeis trisiklik.
Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake serotonin pada membran neuronal. Efek
samping antikolinergik obat ini lebih sedikit.
Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip dengan citalopram.
TRISIKLIK
Mekanisme Kerja Trisiklik
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotonin-norepinephrine reuptake
inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi
peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama
sekali tidak bereaksi terhadap transporter dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin
seperti halusinasi dapat berkurang. Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik
juga bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT
2
(5-HT
2A
and 5-HT
2C
), 5-HT
6
5-HT,
1
-
adrenergic, and NMDA receptors, dan sebagai agonists pada sigma receptrors (
1
and
2
), yang
memberikan kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal sebagai antihistamin
dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine dan asetilkolin muskarinik.
Kebanyakan trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium, sehingga dapat bekerja
seperti obat-obatan natrium channel blocker dan calcium channel blocker. Karena itu penggunanaan
berlebih trisiklik dapat menyebabkan kardiotoksik.

Contoh Obat Trisiklik

Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)
Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada neuron presinaptikin.

Desipramine (Norpramin)
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah sinaptik SSP dengan ara
menghambat reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan efek desensitasi pada
adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.

Clomipramine (Anafranil)
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya uptake norepinephrine
terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya, desmethylclomipramine

MONOAMINE
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis
antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik.
Pada masa lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan
panik dan depresi yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik.
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai
agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi
migraine dan penyakit parkinson karena target dari obat ini adalah
MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan gejala
parkinson.

Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap
obat ini rendah dan efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding
obat golongan trisiklik.

Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas Monoamine oxidase, sehingga ini dapat mencegah
pemecahan monoamine neurotransmitters dan meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis
monoamine oxidase, MAO-A dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin,
epinephrine and norepinephrine. Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace
amines. Dopamine dideaminasi oleh keduanya.

Contoh Obat MAOI
Phenelzine (Nardil)
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam mengatasi gangguan panik.
Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind
untuk mengatas gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap
obat golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.
Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara ireversibel pada MAO sehingga
dapat mengurangi pemecahan monoamin dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.


MAOI
`Efek Samping MAOI
Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga ketika makanan yang
mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang
mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah
makanan yang dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap individu. Mekanisme
pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis hipertensi pada pengguna obat MAOI belum
diketahui, tapi diperkirakan tiramin menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam
hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran norepinefrin
sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi
katekolamin yang menyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang difermentasi dan zat-zat
lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan. Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari
pengguna MAOI.

Golongan Benzodiazepin
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat piliahnyang digunakan untuk mengatasi serangan panik akut.

Cara Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA (gamma-butyric acid), yang berakibat
pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan otot
dan dapat mengakibatkan amnesia. Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long
acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi insomnia sedangkan yang golongan
long-acting digunakan untuk mengatasi gangguan panik.

Contoh Obat Benzodiazepin
Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat dan paruh waktunya tergolong
intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan
semua kerja SSP, termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.
Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya. Selain itu, obat ini memiliki waktu paru yang
relatif panjang sekitar 36 jam.
Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat ini dapat terikat pada reseptor-reseptor
pada beberapa bagian otak, termauk sistem limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan
penggunaan alprazolam dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.
Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah. Namun dapat digunakan untuk
mengatasi serangan panik.
Efek Samping Benzodiazepin
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan
ototnya. Beberapa di antaranya adalah mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan.
Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat lain dari
benzodiazepin adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat berakibat pada tingginya angka
kecelakaan. Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan terutama pada penggunaan
intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah,
perubahan selera makan, pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus
juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.
Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist
Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini dapat mengatasi gangguan panik dengan
cara kerja yang berbeda dari MAOI, serta tidak seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS.

Contoh Obat
Trazodone
Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai agorafobia. Pada hewan, obat ini secara selektif
mampu menghambat uptake serotonin melalui sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan perilaku melalui
induksi prekursor serotonin, 5-hidroksitriptofan.

Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah mencegah
reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat mengatasi kepanikan.

Contoh Obat :
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR)
Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake
serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan regulasi
reseptor beta.


Interaksi Obat :
Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada penggunaan terapi medikasi gangguan
panik antara lain:
Obat anti-panik trisiklik (Imipramine/Clomipramine) + Haloperidol(Phenothiazine) = mengurangi
kecepatan ekskresi dari trisiklik sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat
terjadi potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi dan lain-
lain.
Obat trisiklik/SSRI + CNS Depressant (alkohol, opioid, benzodiazepine, dll) menyebabkan potensiasi
efek sedasi dan penelanan terhadap pusat pernapasan bahkan dapat terjadi gagal napas.
Obat trisklik/SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) = dapat membahayakan kondisi jantung.
Obat trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena dapat terjadi Serotonin Malignant
Syndrome. Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI menjadi MAOI atau sebaliknya harus menunggu waktu
sekitar 2-4 minggu untuk wash out period.
Obat trisiklik + SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat trisiklik.

PEMULIHAN OBAT DAN PENGATURAN
DOSIS
Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis

Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam menanggulangi sindrom panik pada taraf
sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik.
Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang dianjurkan adalah SSRI atau
RIMA yang lebih sedikit efek sampingnya.
Alprazolam menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena serangan panik akut.
Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan secara perlahan hingga tercapai
dosis maintenance. Dan harus diingatkan pada pasien bahwa efek obat anti-panik bekerja dalam jangka
waktu 2-4 minggu sehingga meyakinkan pasien agar tetap patuh minum obat sangatlah penting.
Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila sudah tidak terdapat lagi
gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3 bulan hingga pasien tidak tergantung lagi pada obat. Namun
apabila terdapt lagi serangan, pasien harus memulai lagi pengobatan dari awal.

Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis
Semua pasien yang baru saja memakan obat
anti-panik tidak dianjurkan membawa
kendaraan atau menjalankan mesin karena
pasien dapat tertidur saat melakkan aktivitas.
Semua ibu hamil tidak dianjurkan memakan
obat anti-panik.
Pada manula dan yang menderita gangguan
hati serta ginjal, maka dosis obat anti-panik
harus diberikan seminimal mungkin.

KESIMPULAN
Gangguan panik merupakan suatu gangguan kejiwaan yang
membutuhkan penanganan jangka panjang. Adapun
penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk menanganinya adalah
terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini
pertama dan golongan benzodiazepin potensi tinggi, MAOI dan
obat anti-panik jenis lain menjadi terapi lini kedua. CBT saja
mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka panjang, namun
efikasi terapi dapat bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang
jika CBT dikombniasikan dengan terapi medikasi.

You might also like