You are on page 1of 7

Berita Acara Presentasi Kasus Etik

Pada hari ini hari Rabu, tanggal 4 September 2013 telah dipresentasikan kasus etika oleh:
Nama : dr. Ana Yunitasari
Judul/ topik : Dilema Etik Pemberian Surat Keterangan Dokter
No. ID dan Nama Pendamping : dr. Ken Mardyanah
No. ID dan Nama Narasumber : dr. Abdul Madjid, Sp.M
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13.
14. 14.
15. 15.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping


dr. Ken Mardyanah
NIP. 19600226 200604 2 002
No. ID dan Nama Peserta : dr. Ana Yunitasari Presenter : dr. Ana Yunitasari
No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. R. Soetijono Blora Pendamping : dr. Ken Mardyanah
TOPIK : Dilema Etik Pemberian Surat Keterangan Dokter
Tanggal (kasus) : 4 September 2013
Nama Pasien : Tn. B No. RM : -
Tanggal Presentasi : 4 September 2013 Pendamping : dr. Ken Mardyanah
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Soetijono Blora
OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Seorang pasien, Tn. B (45 tahun), datang ke praktek seorang dokter umum, dr. G, untuk
meminta surat keterangan sakit. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
oleh dr. G didapatkan kondisi Tn. B sehat sepenuhnya dan tidak ada kelainan apapun. Atas
permintaan pasien, dr. G memberi pengantar pemeriksaan laboratorium kepada Tn. B, dan
dari hasil pemeriksaan laboratorium hasilnya normal. Tn. B adalah seorang anggota DPRD
di kabupaten tempat dr. G bekerja. Tn. B bermaksud meminta surat keterangan sakit karena
tidak ingin menghadiri rapat rutin anggota dewan. Tn. B mengatakan bahwa pada saat yang
bersamaan dia harus pergi ke luar negeri untuk berlibur. Tn. B meminta dr. G untuk
menuliskan surat keterangan sakit dan memerlukan istirahat selama seminggu, Tn. B
bersedia membayar berapapun kepada dr. G. Kemudian dr. G pun memberikan surat
keterangan sakit untuk Tn. B oleh karena imbalan yang diberikan sangat menggiurkan.

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka o Riset Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi Presentasi dan Diskusi o E-mail o Pos
DAFTAR PUSTAKA:
1. Hanafiah, Jusuf dan Amir, Amri. 2007. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi
4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. 2004. Kode Etik Kedokteran Indonesia
dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
4. Williams, John R. 2005. Medical Ethics Manual. Ethics Unit of the World Medical
Association.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Deskripsi Kasus
Seorang pasien, Tn. B (45 tahun), datang ke praktek seorang dokter umum, dr. G,
untuk meminta surat keterangan sakit. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh dr. G didapatkan kondisi Tn. B sehat sepenuhnya dan tidak ada kelainan
apapun. Atas permintaan pasien, dr. G memberi pengantar pemeriksaan laboratorium
kepada Tn. B, dan dari hasil pemeriksaan laboratorium hasilnya normal. Tn. B adalah
seorang anggota DPRD di kabupaten tempat dr. G bekerja. Tn. B bermaksud meminta
surat keterangan sakit karena tidak ingin menghadiri rapat rutin anggota dewan. Tn. B
mengatakan bahwa pada saat yang bersamaan dia harus pergi ke luar negeri untuk
berlibur. Tn. B meminta dr. G untuk menuliskan surat keterangan sakit dan memerlukan
istirahat selama seminggu, Tn. B bersedia membayar berapapun kepada dr. G. Kemudian
dr. G pun memberikan surat keterangan sakit untuk Tn. B oleh karena imbalan yang
diberikan sangat menggiurkan.
2. Klarifikasi Kata Kunci
Tn. B datang ke tempat dr. G untuk meminta surat keterangan sakit.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium didapatkan
kondisi Tn. B sehat dan tidak ada kelainan apapun.
dr. G tetap memberikan surat keterangan sakit untuk Tn. B walaupun Tn. B sehat
oleh karena imbalan yang diberikan Tn. B sangat menggiurkan.
3. Kaidah Dasar Bioetik yang Terkait Dalam skenario
Autonomi
Yaitu prinsip menghormati hak-hak pasien (the rights of self determination)
tetapi dokter tidak harus membuat data palsu untuk memenuhi prinsip autonomi
ini. Dokter berterus terang dengan memberikan data yang benar, tetapi tetap
menjaga rahasia pasien.
Justice
Yaitu dokter mementingkan keadilan dalam bersikap dengan memberlakukan
sesuatu secara universal, dalam artian jika pasien sehat (tidak menderita penyakit
apapun), jangan karena ada iming-iming materi dapat diubah diagnosanya demi
keuntungan pribadi.
Dokter tidak melakukan penyalahgunaan jabatannya sebagai dokter dengan
memberikan data palsu.
Dokter tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar status sosial.
Beneficence
Yaitu perbuatan yang tidak hanya untuk kebaikan saja melainkan perbuatan sisi
baiknya. Pada kasus ini jika dokternya memberikan data yang palsu (berbuat baik
untuk kepentingan pasien) berarti dia memandang keluarga/pasien sebagai
sesuatu yang hanya membawa keuntungan material untuk sang dokter.
Non Malficence
Yaitu tidak membuat celaka dan kerusakan atau mencegah pasien dari bahaya
lebih lanjut. Dalam kasus ini tidak terdapat tindakan medis dari dokter yang
membahayakan kesehatan pasien.
4. Aspek Etik Kedokteran
Ditinjau dari Kode Etik Kedokteran (KODEKI, 2004)
Kewajiban Umum :
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.
Dalam lafal sumpah dokter diantaranya adalah:
1) Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila,
sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
2) Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi.
3) Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian
saya.
4) Saya akan berikhtiar sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan
sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan :
Hampir setiap hari kepada seorang dokter diminta keterangan tertulis mengenai
bermacam-macam hal antara lain tentang :
1) Cuti sakit
2) Kelahiran dan kematian
3) Cacat
4) Penyakit menular
5) Visum et repertum (pro justicia)
6) Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran kerja, untuk kawin,
dan sebagainya
7) Lain-lain.
5. Sanksi
a. Segi Kode Etik Kedokteran
Apabila dokter terbukti telah memberikan surat keterangan palsu, maka dokter
tersebut jelas secara moral telah melanggar kode etik kedokteran. Didalam UU No. 29
Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, memang tidak disebutkan secara rinci bila
dokter dianggap tidak jujur dalam membuat surat keterangan dokter. Namun, dalam
BAB VIII Pasal 55 disebutkan tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia adalah menegakkan disiplin bagi dokter dan dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran, kemudian menerima pengaduan, memeriksa
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter, serta menyusun pedoman dan tata
cara penanganan kasus pelanggaran disiplin bagi dokter.
b. Segi Hukum Pidana
Penyimpangan dalam pemberian surat keterangan dokter (surat keterangan palsu)
merupakan pelanggaran KUHP BAB XII tentang pemalsuan surat Pasal 267 sebagai
berikut :
1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang
ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat diancam dengan hukuman
penjara paling lama empat tahun.
2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang dalam
rumah sakit gila atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman penjara
paling lama delapan tahun enam bulan.
3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikan
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
c. Segi Hukum Perdata
Perbuatan dokter dalam memberikan surat keterangan palsu selain melanggar kode
etik kedokteran dan KUHP pasal 267 juga merugikan pihak lain sehingga dapat
dilakukan gugatan perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigedaad). Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata hal ini diatur
dalam pasal 1365 :
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.
6. Analisis Kasus
Pada kasus ini, dr. G memberikan surat keterangan sakit untuk Tn. B padahal jelas
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan,
kondisi Tn. B dalam keadaan sehat. Hal ini dilakukan oleh dr. G karena mendapatkan
imbalan uang yang menggiurkan dari Tn. B. Tindakan dr. G merupakan bentuk perbuatan
yang melanggar etik kedokteran dan hukum perundangan yang berlaku.
Pemberian surat keterangan sakit (cuti sakit) harus melalui pemeriksaan yang lege
artis dan pasien benar-benar membutuhkan istirahat untuk memulihkan kondisi
kesehatannya. Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi
(bersandiwara) atau agravasi (melebih-lebihkan) pada waktu memberikan keterangan
mengenai cuti sakit karena ada kalanya surat cuti sakit tersebut dipersalahgunakan untuk
tujuan lain misalnya untuk bepergian ke luar kota/luar negeri, tidak bersedia menghadili
sidang pengadilan atau suatu kegiatan di kantor, terlambat berangkat bekerja pasca cuti
tahunan, dan sebagainya.
Apabila dokter terbukti telah memberikan surat keterangan palsu kepada pasien tanpa
melalui prosedur yang telah ditentukan dengan menerima imbalan materi maka dokter
tersebut telah secara moral melanggar aturan kode etik profesi medis (kode etik
kedokteran). Dokter tersebut akan berhadapan dengan Majelis Kode Etik Kedokteran
Indonesia dalam hal pemberian sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, skorsing
sampai pencabutan ijin praktek.
Selain itu, baik dokter yang membuat surat keterangan palsu maupun pasien yang
menggunakan surat keterangan tersebut akan terkena pasal 267 KUHP. Dan apabila
anggota dewan di DPRD setempat merasa dirugikan dan mengajukan gugatan perdata di
pengadilan negeri, maik dokter maupun pasien yang bersangkutan dapat terjerat pasal
1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Dari penjelasan di atas, hendaknya dr. G menolak permintaan Tn. B walaupun Tn. B
menjanjikan imbalan sebesar apapun. dr. G dapat memberikan penjelasan secara baik-
baik kepada Tn. B bahwa permintaan Tn. B telah melanggar etika kedokteran.
7. Solusi
Seorang dokter sebaiknya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan konsep
dasar bioetik dalam menangani pasiennya. Selain itu dokter juga harus memegang lafal
sumpah dokter yang telah diucapkan dan segala tindakannya harus mentaati kode etik
kedokteran dan hukum perundangan yang berlaku.

You might also like