Professional Documents
Culture Documents
Upaya
penanggulangannya masih saja terkendala, diantaranya akibat resistensi masyarakat
sendiri. Satu perdebatan yang belum terselesaikan mengenai peran kondom.
Sementara antar golongan sibuk berdebat, HIV sudah sampai didepan pintu rumah
tangga. Menyerang remaja, ibu rumah tangga tak berdosa dan janin yang
dikandungnya.
Hingga Juni 2008 Depkes mencatat jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS mencapai
18.963 seluruh Indonesia, padahal di bulan Juni 2007 jumlahnya 14.628 orang. Dalam
satu tahun bertambah sekitar 5000 orang terinfeksi HIV. Estimasi Depkes ditahun 2010
akan ada 1 juta penduduk Indonesia terinfeksi HIV, termasuk ibu dan bayi. Ada apa
dengan Indonesia? Mengapa kita belum mampu mengendalikan penyebaran
HIV/AIDS?
Usia remaja yang aktif secara seksual semakin muda. Kehidupan seks bebas
bahkan menular hingga ke pedesaan. Tahun 1998 survey terhadap 8000-an remaja
usia 15-24 tahun Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung. Seks pranikah
dilakukan oleh 3,4 persen remaja putra dan 2,3 persen remaja putri. (LDFEUI &
BKKBN)
Kondisi ini dapat dikatakan efek negatif perkembangan teknologi informasi yang
tidak diimbangi dasar pendidikan seks yang benar. Buktinya pada survei yang sama
hanya 19,2 persen remaja sadar risiko tertular penyakit kelamin bila memiliki pasangan
seksual lebih dari satu. Lebih dari separuhnya berasumsi hanya pekerja seks komersial
yang dapat menularkan HIV/AIDS. Ironisnya pengetahuan tentang kondom hanya
dimiliki tidak sampai sepertiganya, yang pernah menggunakan bahkan hanya 1 persen.
Kondomisasi di lokalisasi
Thailand yang terkenal dengan sex tourism di awal era 90-an memiliki prevalensi
HIV/AIDS tinggi diantara pekerja seks komersialnya (PSK). Hanya dalam satu dekade
jumlahnya berhasil ditekan. Berkat penerapan 100% kondomisasi di lokalisasi. Artinya
diwajibkan serentak pada seluruh penyedia jasa pekerja seks komersial untuk selalu
Mengapa kondom?
Cara mencegah yang paling baik tentu dengan tidak berhubungan seks sebelum
waktunya dan setia kepada pasangan. Namun mengingat fenomena seks bebas remaja
kita, lokalisasi seks komersial yang sudah ada sejak jaman dahulu kala, kondom
menjadi solusi yang logis. Tidak hanya logis tetapi sangat penting.
Remaja yang melakukan seks bebas adalah anak-anak kita juga yang bisa
pulang ke rumah membawa HIV dari pasangannya. Diantara pelanggan pekerja seks
komersial bisa saja pasangan kita, saudara kita, kenalan atau teman kita yang
kesannya “orang baik-baik”. Tanpa perlindungan kondom, saat pulang ia akan
membawa oleh-oleh HIV untuk istri dan janin dalam kandungan. Hal ini bukan sekedar
konsep, buktinya sudah ada dengan semakin meningkatnya insiden HIV pada ibu
Perdebatan
Poin-poin yang diperdebatkan antara lain: Dengan adanya ATM kondom yang
mudah diakses akan menurunkan moral masyarakat. Mempermudah remaja
memperoleh kondom akan merusak akhlak generasi muda. Tersedianya kondom gratis
seperti menyuruh orang untuk melakukan seks bebas.
Padahal distribusi kondom murah atau gratis tidak ada hubungannya dengan
moral. Kondom hanyalah sebuah alat pelindung, sama seperti alat pelindung diri di
pabrik (contoh: helm, masker, sarung tangan, dll).
Marilah kita jujur pada diri sendiri, degradasi moral itu sudah terjadi saat ini detik
ini. Dengan atau tanpa adanya ATM kondom, industri seks sudah ada bahkan
merambah keusia remaja. Dengan atau tanpa adanya ATM kondom di tempat umum
yang mudah dijangkau, perilaku seks bebas remaja kita sudah merajalela.
Singkirkan kemunafikan