You are on page 1of 28

Bells Palsy | 1

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI 1
BAB I. PENDAHULUAN 2
BAB II. LAPORAN KASUS 3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi 13
3.2 Epidemiologi 13
3.3 Anatomi dan Fisiologi 14
3.4 Patofisiologi 18
3.5 Etiologi 19
3.6 Manifestasi Klinik 19
3.7 Diagnosa 21
3.8 Diagnosa Banding 22
3.9 Penatalaksanaan 23
3.10.Komplikasi 25
3.11 Prognosis 26
BAB IV. KESIMPULAN 27
DAFTAR PUSTAKA 28













Bells Palsy | 2


BAB I
PENDAHULUAN

Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang
terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat
tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.
Paralisis fasial idiopatik atau Bells palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari
Skotlandia. Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau
setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta
penderita hipertensi.
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus
VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Lesi pada bells palsy ini dapat
menyerang motor upper neuron ataupun lower motor neuron sehingga bagian yang
mengalami paralisis berbeda.
Salah satu gejala Bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita
berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan.
Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan
kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata
yang sehat (lagoftalmos)













Bells Palsy | 3


BAB II
LAPORAN KASUS

Nama Dokter Muda :
Tanggal : 19 Maret 2014

IDENTITAS
Nama : Erlina Suryani Agama : Islam
Umur : 46 Tahun Status perkawinan : Menikah
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : IRT
Alamat : Blang Pase Masuk rumah sakit : 19-3-2014

ANAMNESIS
Diperoleh dari autoanamnesa

Keluhan Utama
Merot pada bagian bibir kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan merot pada bagian bibir sejak 1 hari
yang lalu. Sebelum pasien mengalami merot, pasien mengalami nyeri yang dirasakannya
pada daerah mulut bagian kiri, yang dikira pasien mengalami sakit gigi. Pasien sempat
mengkonsumsi obat sakit gigi ( amoxicillin, Asam mefenamat) tapi tak kunjung sembuh.
Nyeri yang dirasakan perlahan lahan menjalar ke bagian telinga kiri , kemudian ke kepala (
hanya sebelah kiri). Nyeri ini dirasakan seperti berdenyut yang semakin lama semakin sakit.
Saat kepala berdenyut, pasien juga mengatakan bahwa kedua mata pasien pedih, lelah,
pegel yang membuat pasien harus beristirahat dari aktivitas yang dilakukan. Ketika
menggosok gigi dan mulai berkumur, pasien baru mulai menyadari bahwa dirinya tidak dapat
lagi menggembungkan pipi kiri sehingga air berkumur tersembur keluar.
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat mengalami trauma
juga disangkal. Pasien memakai kacamata sejak kecil, hingga kini dengan minus 8. Demam (-
), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB dalam batas normal.
Bells Palsy | 4


Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi ( + )
- Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Penggunaan Obatan
- Riwayat penggunaan obat sakit gigi (amoxicillin, asam mefenamat)
- Riwayat penggunaan obat obat antihipertensi


ANAMNESIS SISTEM
Sistem serebrospinal : Wajah merot, nyeri kepala, mata berair
Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-)
Sistem gastrointestinal : Nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-)
Sistem muskuloskeletal : Tidak ada
Sistem integumentun : Tidak ada
Sistem urogenital : Retensi urin (-), disuria (-), hematuria (-)

RESUME ANAMNESIS
Os datang ke RSUD langsa dengan keluhan merot pada bagian bibir kanan sejak 1
hari sebelum berobat ke RS. Awalnya pasien merasa nyeri berdenyut pada bagian mulut
sebelah kiri, telinga kiri dan kepala (sebelah kiri). Pasien juga mengalami pedih dan berair
pada kedua mata. Riwayat trauma (-), Riwayat hipertensi (+), Riwayat diabetes mellitus (-),
Riwayat penggunaan obat - obatan (+), riwayat mengalami hal yang serupa sebelumnya
disangkal.

DIAGNOSA SEMENTARA
Diagnosis klinis : Kelemahan otot wajah sebelah kiri, kedua mata pedih dan berair
Diagnosis topis : n. fasialis sinistra
Diagnosis etiologis : Vaskuler dd/ infeksi dd/ trauma
Bells Palsy | 5

PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Generalis
BB kg Tekanan darah : kanan 160/90 mmHg
TB cm kiri 160/90 mmHg
Pernafasan 20x/menit Denyut nadi : kanan 74 x/menit
Suhu 37,2
o
C kiri 74 x/menit
Keadaan umum : Baik
Status gizi : Baik
Paru-paru : Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler: +/+
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba (+)
Perkusi : Redup
Auskultasi : Mur-mur (-)
Abdomen : Inspeksi : Kembung (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Hepar : Tidak terdapat perbesaran
Lien / Splen : Tidak terdapat perbesaran

II. Status Neurologis
Kesadaran kualitatif : ( compos mentis )
Kesadaran kuantitatif : GCS : ( E
4
V
5
E
6
)
Tingkah laku ( baik ) Perasaan hati ( cemas (+) )
Orientasi : Tempat ( baik ) Waktu ( baik ) Orang ( baik ) Sekitar ( baik )
Jalan pikiran ( bagus ) Kecerdasan ( baik )
Daya ingat kejadian baru ( baik ) lama ( baik )
Kemampuan bicara : ( baik ) Sikap tubuh ( normal )
Cara berjalan ( dalam batas normal ) Gerakan abnormal ( tremor (-) )
Kepala : Bentuk ( normochepali ) Ukuran ( dalam batas normal )
Pulsasi ( + ) Nyeri tekan ( - ) Bising ( - )
Bells Palsy | 6

Leher : Gerakan ( bebas ) Kaku kuduk ( - )
Bentuk vertebra (normal) Nyeri tekan vertebra ( - ) pulsasi ( - )
Bising karotis kanan ( - ) kiri ( - )
Bising subklavia kanan ( - ) kiri ( - )
Lhermitte ( - ) Nafziger ( - ) Valsava ( - ) Brudzinski (tidak
dilakukan)

Saraf otak
N.I (Olfaktorius) : daya pembau kanan ( dbn ) kiri ( dbn )

N.II (Optikus)
kanan kiri
Daya penglihatan ( dbn ) (dbn)
Pengenalan warna ( baik ) (dbn)
Medan penglihatan ( dbn ) (dbn)

N.III (Okulomotorius)
kanan kiri kanan kiri
Ptosis ( - ) ( - ) Refleks cahaya langsung (+) (+)
Gerak medial ( + ) ( + ) Refleks cahaya tak langsung (+) (+ )
Mata atas ( + ) ( + ) Refleks akomodatif (+) (+ )
Ke bawah ( + ) ( + )
Ukuran pupil (3mm) (3mm ) Strabismus divergen (- ) (- )
Bentuk pupil (bulat) (bulat) Diplopia ( -) ( - )

N.IV (Troklearis) kanan kiri
Gerak mata ke medial bawah ( + ) ( + )
Strabismus konvergen ( - ) ( - )
Diplopia ( - ) ( - )

N.V (Trigeminus) kanan kiri kanan kiri
Mengigit ( + ) (+ ) Refleks kornea ( + ) ( + )
Membuka mulut ( + ) ( + ) Refleks bersin ( tidak dilakukan )
Sensibilitas atas ( + ) (+ ) Refleks maseter ( - ) ( - )
Bells Palsy | 7


Muka tengah ( + ) (+ ) Refleks zigomatikus ( - ) ( - )
bawah ( + ) (+ ) Trismus ( - ) ( - )

N.VI (Abdusen) kanan kiri
Gerak mata ke lateral ( + ) ( + )
Strabismus konvergen ( - ) ( - )
Diplopia ( - ) ( - )

N.VII (Fasialis) kanan kiri kanan kiri
Kerutan kulit dahi ( + ) ( - ) Tik fasialis ( - ) ( - )
Kedipan mata ( + ) ( - ) Lakrimasi ( - ) ( - )
Lipatan naso-labial ( + ) ( - ) Daya kecap lidah
Sudut mulut ( + ) ( - ) 2/3 depan (tdk dilakukan)
Mengerutkan dahi ( + ) ( - ) Refleks visuopapebra (+ ) (+)
Mengerutkan alis ( + ) ( - ) Refleks glabella ( - ) ( - )
Menutup mata ( + ) ( - ) Refleks aurikulopalpebral (+ ) (+ )
Meringis (+ ) ( - ) Tanda Myerson ( - ) ( - )
Mengembungkan pipi (+ ) ( - ) Tanda Chovstek ( - ) ( - )
Bersiul ( + )

N.VIII (Akustikus) kanan kiri kanan kiri
Mendengar suara berbisik ( + ) ( + ) Tes Rinne (tdk dilakukan)
Mendengar detik arloji ( + ) ( + ) Tes Weber (tdk dilakukan)
Tes Schwabach(tdk dilakukan)
N.IX (Glosofaringeus) kanan kiri
Arkus faring ( + ) ( + ) Sengau ( - )
Daya kecap lidah
1/3 belakang (tdk dilakukan) Tersedak ( - )
Refleks muntah ( + ) ( + )

N.X (Vagus) kanan kiri
Arkus faring ( + ) ( + ) Bersuara ( + )
Nadi ( + ) ( + ) Menelan ( + )
Bells Palsy | 8

N.XI (Aksesorius) kanan kiri kanan kiri
Memalingkan kepala ( + ) ( + ) Mengangkat bahu ( + ) ( + )
Sikap bahu (simetris) (simetris) Trofi otot bahu ( eutrofi )

N.XII (Hipoglosus) kanan kiri kanan kiri
Sikap lidah (baik) (baik) Kekuatan lidah ( + ) ( + )
Artikulasi (baik) (baik) Trofi otot lidah ( eutrofi )
Tremor lidah ( - ) ( - ) Fasikulasi lidah ( - ) ( - )
Menjulurkan lidah ( + ) ( + )

Badan
Trofi otot punggung ( eutrofi ) Trofi otot dada ( eutrofi )
Nyeri membungkukkan badan ( - )
Palpasi dinding perut nyeri tekan ( - )
Kolumna vertebralis: bentuk ( dbn ) gerakan ( dbn ) nyeri tekan ( + )
Refleks dinding perut: kanan ( normal) kiri ( normal )
Refleks kremaster ( tidak dilakukan) Alat kelamin ( tidak dilakukan )

Anggota Gerak Atas kanan kiri kanan kiri
Inspeksi : drop hand ( - ) ( - ) claw hand ( - ) ( - )
pitchers hand ( - ) ( - ) kontraktur ( - ) ( - )
warna kulit ( coklat ) ( coklat)
palpasi: (sebut kelainannya) ( - )

Lengan atas Lengan bawah Tangan
kanan kiri kanan kiri kanan kiri
Gerakan ( B ) ( B ) ( B ) ( B ) ( B ) ( B )
Kekuatan ( 5 ) ( 5 ) ( 5 ) ( 5 ) ( 5 ) ( 5 )
Tonus (dbn) (dbn) (dbn) (dbn) (dbn) (dbn)
Trofi (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi)
Sensibilitas:
Nyeri ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + )
Termis ( tidak dilakukan )
Taktil ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + )
Bells Palsy | 9

Diskriminasi ( tidak dilakukan )
Posisi ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + )
Vibrasi ( tidak dilakukan )

Biseps Triseps Radius Ulna
kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri
Refleks fisiologis ( +2 ) ( +2 ) ( +2) ( +2 ) ( +2 ) ( +2 ) (+2) (+2)
Perluasan refleks ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (- )
Refleks silang ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - ) ( - )
Refleks patologis: kanan ( - ) kiri ( - )

Anggota Gerak Bawah
Kanan kiri kanan kiri
Inspeksi : drop foot ( - ) ( - ) Kontraktur ( - ) ( - )
palpasi: edema ( - ) ( - ) Warna kulit (coklat) (coklat)

Tungkai atas Tungkai bawah Kaki
kanan kiri kanan kiri kanan kiri
Gerakan ( B ) ( B ) ( B ) ( B ) ( B ) ( B )
Kekuatan ( +2 ) ( +2 ) ( +2 ) (+ 2 ) ( +2) (+2)
Tonus (dbn) (dbn) (dbn) (dbn) (dbn) (dbn)
Trofi (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi) (eutrofi
Sensibilitas:
Nyeri ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + )
Termis ( tidak dilakukan )
Taktil ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + )
Diskriminasi ( tidak dilakukan )
Posisi ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + ) ( + )
Vibrasi ( tidak dilakukan )




Bells Palsy | 10

Patella Archilles
kanan kiri kanan kiri
Refleks fisiologis ( +2 ) ( + 2 ) ( +2 ) ( +2 )
Perluasan refleks ( - ) ( - ) ( - ) ( - )
Refleks silang ( - ) ( - ) ( - ) ( - )
Refleks patologis: kanan ( - ) kiri ( - )
kanan kiri kanan kiri
Babinsky ( - ) ( - ) Gonda ( - ) ( - )
Chaddock ( - ) ( - ) Bing ( - ) ( - )
Oppenheim ( - ) ( - ) Rossolimo ( - ) ( - )
Gordon ( - ) ( - ) Mendel ( - ) ( - )
Schaeffer ( - ) ( - ) Bechterew

kanan kiri kanan kiri
Laseque ( - ) ( - ) Brudzinski II (tidak dilakukan)
OConnel ( - ) ( - ) Guillan ( tidak dilakukan)
Patrick ( - ) ( - ) Edelman ( tidak dilakukan)
Kontra Patrick ( - ) ( - ) Kernig ( tidak dilakukan)
Gaenslen ( tidak dilakukan ) Klonus paha ( - ) ( - )
Homan ( tidak dilakukan ) Klonus kaki ( - ) ( - )


Koordinasi, langkah, dan keseimbangan
Cara berjalan (dalam batas normal) Tes Romberg ( - ) Ataksia ( - )
Disdiadokokinesis (dalam batas normal ) Reboud Phenomen ( tidak dilakukan)
Nistagmus ( - )
Dismetri: tes telunjuk hidung (dalam batas normal ) tes hidung-telunjuk-hidung
(dalam batas normal )
Tes telunjuk-telunjuk (dalam batas normal)
Gerakan abnormal: tremor ( - ) khorea ( - )
balismus ( - ) atetose ( - )



Bells Palsy | 11

Fungsi Vegetatif
Miksi: inkontinensia urin ( - ) retensi urin ( - ) anuria ( - ) poliuria ( - )
Defekasi: inkontinensia alvi ( - ) retensi alvi ( - ) ereksi ( tidak dilakukan )


RESUME PEMERIKSAAN
Dari pemeriksaan didapatkan mulut pasien merot ke bagian kanan yang terjadi secara
tiba-tiba sejak 1 hari sebelum berobat. Riwayat trauma (-), Riwayat hipertensi (+), Riwayat
diabetes mellitus (-), Riwayat penggunaan obat- obatan (+), riwayat mengalami hal yang
serupa sebelumnya disangkal
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- GCS : E4 V5 M 6
- Tanda vital : TD : 160/90 mmhg
HR : 74 x/i
RR : 20 x/i
T : 37,2
o
C

- Kelainan saraf kranialis :
Paresis N. VII sinista LMN

DIAGNOSA AKHIR
Diagnosis Klinis : Hemiparesis otot wajah sinistra
Diagnosa Topis : nervus fasialis sinistra
Diagnosa etiologis : vaskuler dd/ infeksi dd/ trauma


PENATALAKSANAAN
- Metilprednisolon 3 x 4 mg
- Mecobalamin 3 x 500 mg
- Meloxicam 2 x 7,5 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Fisioterapi
Bells Palsy | 12

PROGNOSIS
Death : Dubia at bonam
Disease : Dubia at bonam
Disability : Dubia at bonam
Discomfort : Dubia at bonam
Dissatisfaction : Dubia at bonam
Destitution : Dubia at bonam


























Bells Palsy | 13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Bells Palsy merupakan kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui atau tidak disertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi
nervus fasialis.
1
Bells Palsy merupakan kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat proses non
supuratif, non neoplastik, non degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak
pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen
tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2


3.2. EPIDEMIOLOGI
Bell palsy tampaknya tidak mempengaruhi jenis kelamin. Namun, perempuan muda
berusia 10-19 tahun lebih mungkin akan terpengaruh dibandingkan pria dalam kelompok usia
yang sama. Wanita hamil memiliki risiko 3,3 kali lebih tinggi untuk terkena Bells palsy
daripada wanita tidak hamil, Bell palsy paling sering terjadi pada trimester ketiga.
3
Secara umum, Bell palsy terjadi lebih sering pada orang dewasa. Sebuah dominasi
sedikit lebih tinggi diamati pada pasien yang lebih tua dari 65 tahun (59 kasus per 100.000
orang), dan tingkat insiden lebih rendah diamati pada anak-anak muda dari 13 tahun (13
kasus per 100.000 orang). Insiden terendah ditemukan pada orang muda dari 10 tahun, dan
insiden tertinggi adalah pada orang berusia 60 tahun atau lebih. Puncak usia antara 20 dan 40
tahun. Penyakit ini juga terjadi pada orang tua berusia 70-80 tahun.
3
Orang dengan diabetes memiliki risiko 29% lebih tinggi dibandingkan orang tanpa
diabetes. Pasien diabetes 30% lebih mungkin dibandingkan pasien nondiabetes untuk
memiliki pemulihan hanya parsial, kekambuhan Bell palsy juga lebih umum di antara pasien
diabetes. Bell palsy juga lebih umum pada orang yang immunocompromised atau pada
wanita dengan preeklamsia.
3





Bells Palsy | 14

3.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Saraf otak ketujuh dari permukaan lateral batang otak sebagai gabungan antara
nervus fasialis dan nervus intermedius. Tidak jauh dari permukaan batang otak tersebut
terdapat lubang di basis os petrosum, dimana saraf otak ketujuh masuk. Lubang tersebut
dinamakan meatus akustikus internus. Lubang tersebut merupakan ujung dalam dari suatu
liang dalam tulang os petrosum yang berakhir pada foramen stilomastoideus. Oleh karena
basis os petrosus mempunyai tebing lateral yang melanjutkan diri ke os temporal dan os
mastoid, maka kanalis fasialis juga mengikuti bentuk bangunan tulang tersebut. Bagian
proksimal kanalis fasialis berjalan pada bidang horizontal, kemudian pada tebing lateral os
petrosum, kanalis fasialis menurun secara curam untuk melanjutkan perjalanannya ke latero
kaudal dan akhirnya ke bawah. Bagian kanalis yang mulai menurun itu dinamakan genu
kanalis fasialis. Di genu kanalis fasialis terdapat ganglion genikulatum. Dari meatus
akustikus internus sampai genu kanalis fasialis terdapat saraf otak ketujuh berjalan bersama-
sama dengan nevus oktavus, yang menghantarkan impuls pendengaran dan keseimbangan
pada medulla oblongata. Pada tingkat genu kanalis fasialis serabut-serabut sekremotorik saraf
otak ketujuh meninggalkan berkas induk itu sebagai nervus petrosus superfisialis mayor.
2
Pada tingkat yang lebih perifer, nervus petrosus superfisisalis mayor itu
manggabungkan diri dengan nervus lingualis untuk menyarafi kelenjar air liur. Distal dari
genu kanalis fasialis saraf otak ketujuh mengandung serabut-serabut yang mensyarafi otot
stapedius., otot-otot wajah dan serabut-serabut yang menghantarkan impuls pengecapan yang
dikenal dengan khorda timpani.
2
Pada bagian lebih ke perifer serabut-serabut penghantar impuls pengecapan itu
tergabung dalam nervus lingualis. Setelah memisahkan diri dari nervus lingualis, serabut-
serabut merupakan seberkas saraf, yaitu korda timpani, dan kemudian menggabungkan diri
pada saraf otak ketujuh. Bagian saraf otak ketujuh distal dari tempat penggabungan dengan
khorda timpani mengandung hanya serabut motorik untuk otot-otot wajah dan serabut
sekretomotorik untuk kelenjar liur di sekitar wajah dan rongga mulut tidak jauh dari korda
timpani menggabungkan diri pada saraf otak ketujuh terdapat foramen stilomastoideus.
Melalui lubang ini serabut-serabut saraf otak ketujuh terdapat foramen stilomastoideus.
Melalui lubang ini serabut-serabut saraf otak ketujuh meninggalkan tengkorak untuk menuju
ke otot-otot wajah.
2




Bells Palsy | 15


Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
4

1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae
(n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga
tengah).
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung,
sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga
bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-
otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar
ludah, air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan
sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan
lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi
proprioseptif dari otot yang disarafinya.
4

Bells Palsy | 16

Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi
dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars
intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf
fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar
sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada
akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya
identik dengan saraf trigeminus.
4

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar
di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus
V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki
meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan
menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam
os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang
untuk mersarafi otot- otot wajah.
4

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari dua sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan
Bells Palsy | 17

sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari dua sisi tidak lumpuh, yang
lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan nervus VII jenis perifer (gangguan
berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama
saraf fasialis.
4
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari nervus VII ( lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral), tetapi ia kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih
dapat terjadi bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.
3

Pada lesi lower motor neuron, semua gerakan wajah baik volunter maupun involunter,
lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan bagian dari
hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada stroke dan dan lesi- butuh ruang (space occupying
lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus mesensefalon dan pons
diatas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu.
3














Bells Palsy | 18

3.4. PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu
atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh.
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis
sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.
5
Terdapat
lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bells palsy, yaitu iskemik
vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi.
3
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen
mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi
atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau
di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal
awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin
seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga
sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa
sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan
fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os
petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan
fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai
kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu,
paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral
dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa
penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1
dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster
karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan
Bells Palsy | 19

bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra
tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang
berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan
platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa
disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
5


3.5. ETIOLOGI
Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
5

A. Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut
bells palsy. Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bells Palsy antara
lain : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di
lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,
gangguan imunologik dan faktor genetic.
B. Kongenital
- Anomali kongenital (sindroma Moebius)
- Trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial)
C. Didapat
- Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
- Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan, dll)
- Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
- Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)
- Sindroma paralisis n. fasialis familial


3.6. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis biasanya timbul mendadak,hampir selalu unilateral,sering kali waktu
bangun tidur pagi penderita baru mengetahui kelumpuhan otot wajah atau diberitahukan
teman bahwa salah satu sudut mulutnya rendah. Manifestasi klinik Bells Palsy khas dengan
memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73%
didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.
3

Bells Palsy | 20

Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitar nya sering
merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah yang berhubungan
dengan tempat/lokasi lesi :
1
a. Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,
makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di
wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak
tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti
pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian
depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan
pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan
lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan
nervus fasialis di kanalis fasialis.

c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis.

d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di
dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran
timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang
berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat
di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.

e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c),
(d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.

f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya
nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abducens,
nervus aksesorius dan nervus hipoglosus.







Bells Palsy | 21

3.7. DIAGNOSA
A. Anamnesa
3

1. Nyeri post auricular : Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan
paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
2. Aliran air mata : Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam
mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir sampai ke
saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan.
3. Kelopak mata tidak bisa menutup dengan sempurna, gangguan pada pengecapan,
serta sensasi mati rasa pada salah satu bagian wajah.
4. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai dengan adanya hiperakusis (sensasi
pendengaran yang berlebihan), telinga berdenging, nyeri kepala dan perasaan
melayang. Hal tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam dua
hari.
5. Keluhan yang terjadi biasanya diawali dengan nyeri pada bagian telinga yang
seringkali dianggap sebagai infeksi.
6. Selain itu masih ada gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu,
pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur,
menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong
terlebih saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu
penderita menutup kelopak matanya maka bola mata akan tampak berputar ke
atas (nistagmus). Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur
maka air liur akan keluar ke sisi melalui sisi mulut yang lumpuh

Bells Palsy | 22

7. Riwayat penyakit seperti :
a. Infeksi saluran pernafasan
b. Otitis media akut
c. Herpes
d. Meningitis
e. Diabetes mellitus
f. Trauma daerah wajah

B. Pemeriksaan
Paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk
menyingkirkan kelainan sepanjang perjalanan saraf dan kemungkinan penyebab lain.
Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah.
Pemeriksaan ini akan menemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena.

Gerakan motorik yang diperiksa antara lain :
4
1. Suruh penderita mengankat alis dan mengerutkan dahi.
Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah simetri. Pada kelumpuhan
jenis supranuklir sesisi, penderita dapat mengangkat alis dan mengerutkan
dahinya sebab otot-otot ini mendapatkan persarafan bilateral. Pada kelumpuhan
jenis perifer terlihat adanya asimetri.
4

2. Suruh penderita memejamkan mata
Bila lumpuhnya berat, maka penderita tidak dapat memejamkan mata, bila
lumpuhnya ringan, maka tenaga pejaman kurang kuat. Hal ini dapat dinilai
dengan jalan mengangkat kelopak mata dengan tangan pemeriksa, sedangkan
pasien disuruh tetap memejamkan mata. Suruh pula pasien memejamkan
matanya satu persatu . Hal ini merupakan pemeriksaan yang baik bagi parese
ringan. Bila terdapat parese, penderita tidak dapat memejamkan matanya pada
sisi yang lumpuh.
4

3. Suruh penderita menyeringai (menunjukkan gigi geligi), mencucurkan
bibir, menggembungkan pipi.
Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah ada simetri. Perhatikan
sudut mulutnya. Suruh penderita bersiul. Penderita yang tadinya dapat bersiul
menjadi tidak mampu lagi setelah adanya kelumpuhan.
4



Bells Palsy | 23

3.8. DIAGNOSA BANDING

1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom).
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam
yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.
6

Tanda dan gejala RHS meliputi:
Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,
saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit)
atau lidah.
Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi
Kesulitan menutup satu mata
Sakit telinga
Pendengaran berkurang
Dering di telinga (tinnitus)
Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)
Perubahan dalam persepsi rasa
6


2. Miller Fisher Syndrom
Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang
dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated
Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa
opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom
didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan
kelemahan otot otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan
kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada
Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan
rasa kebas, pusing dan mual.
6


3.9. PENATALAKSANAAN
Kepada penderita usia pertengahan sampai lanjut perlu diberikan pengertian
bahwa apa yang dialaminya bukanlah tanda stroke. Hal ini perlu ditekankan karena penderita
dapat mengalami stres yang lebih berat sebagai akibat dari salah pengertian. Sebab-sebab
Bells Palsy | 24

terjadinya paralisis fasialis perifer harus dijelaskan kepada para penderita agar mereka tidak
panik lagi.
1
. Terapi yang dapat dilakukan antara lain :
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
7

2. Medikamentosa
a. Pemberian kortikosteroid (prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1
mg/kgBB/hari selama 6 hari, diikuti 4 hari tappering off ), dimana pemberiannya
dimulai pada 72 jam dari onset penyakitnya guna menurunkan kemungkinan
terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan
nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.
7


b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan
prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak
dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan
pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
7


c. Perawatan mata:
- Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi
yang hilang.
- Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air
mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu
kerugiannya adalah pandangan kabur.
- Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan
pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea.
1,7


3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada
stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh.
1
Cara
yang digunakan yaitu :
a. Mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore. Hal ini dilakukan dengan
tangan yang ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik
pada jaringan saraf, otot, maupun sirkulasi.
3

b. Pasien diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan didepan kaca seperti : mengangkat
alis dan mengerutkan dahi keatas, menutup mata,tersenyum, bersiul, menutup mulut
Bells Palsy | 25

dengan rapat, mengangkat sudut bibir ke atas dan memperlihatkan gigi-gigi,
mengembangkempiskan cuping hidung, mengucapkan kata-kata labil a,i,u,e,o minimal
4x sehari selama 5-10 menit.
3

c. Faradisasi
Pada kasus Bells Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan
kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang
sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan
kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih
kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan
kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.
3

4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat
menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :
- Tidak terdapat penyembuhan spontan
- Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison
7


3.10. KOMPLIKASI
1. Crocodile tear phenomenon.
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa
bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut
otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi
lesi di sekitar ganglion genikulatum.
8

2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu
timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan
timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi.

Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami
regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
8

3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme.
Bells Palsy | 26

Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak
terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.

Pada stadium awal hanya
mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila
penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun
kemudian.
8


3.11. PROGNOSIS
Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki prognosis
yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85 %
memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15%
kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat
sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan
elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki
kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup.
9

Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
9

1. Usia di atas 60 tahun
2. Paralisis komplit
3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
4. Nyeri pada bagian belakang telinga dan
5. Berkurangnya air mata.

Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan untuk
mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala neurologis lain.
Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu
6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih,
mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.
Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen
antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4
bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears
dan kadang spasme hemifasial.
9

Bells Palsy | 27

Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 %
kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 %
penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor
kelenjar parotis.
9




BAB IV
KESIMPULAN

Bells Palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron yang
disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa adanya
penyakit neurologik lainnya.

Manifestasi klinik dari bells Palsy ini dapat terjadi gangguan komplit yang
menyebabkan paralisis semua otot ekspresi wajah. Bells palsy juga dapat menyebabkan
paralisis sebagian otot wajah tergantung dari lesi yang mengenai persarafannya. Lesi yang
mengenai upper motor neuron mngakibatkan paralisis sebagian wajah berbeda dengan lesi
yang terdapat pada lower motor neuron yang mengakibatkan paralisis semua otot wajah.

Selanjutnya gejala dan tanda kliniknya dapat berdasarkan tempat/ lokasi lesi.

Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik setelah kausa yang jelas untuk lesi n.
fasialis perifer disingkirkan. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan motorik untuk
mengetahui kemampuan nervuas fasialis yang menginervasi bagian - bagian wajah.
Terapi pada Bells palsy yakni menggunakan pengobatan kortikosteroid dan
antiviral jika penyebabnya diketahui virus. Selain itu fisioterapi wajah dengan cara masase

otot wajah secara rutin dalam jangka waktu tertentu sangat membantu perbaikan otot-otot
wajah.





Bells Palsy | 28







DAFTAR PUSTAKA

1. Djamil Y, A Basjiruddin. Kapita selekta neurologi. 2009. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
2. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. 1979. Dian Rakyat.
3. Ikhamuan. Bells Palsy. 2013. Cited 21 Maret 2014. Available from
http://ikhamuan.blogspot.com/2013/07/bells-palsy.html
4. Lumbantobing.Neurologi Klinik. 2007. Jakarta: Universitas Indonesia.
5. Irga. Bells Palsy. 2009. Cited 22 Maret 2014. Available from
http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html.
6. Dr P Nara, Dr Sukardi. Bells Palsy, 2009. Cites 20 Maret 2014. Available from
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.pdf/ sPalsy.html
7. Nurdin, Moslem Hendra. 2010. Bell Palsy. Cited 22 Maret 2014. Available from
http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/bell-palsy.html
8. Sabirin J. Hadinoto dkk. Gangguan Gerak Cetakan I. 1990. Semarang : Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
9. Danette C Taylor, DO, MS. Bell Palsy. 2011. Cited 19 Maret 2014. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#a0156

You might also like