You are on page 1of 8

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010


Tata Laksana Komprehensif
Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Liana Halim*, Sri Linuwih Menaldi**
*Dokter PTT di Maluku Tenggara Barat, Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
**Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Abstrak: Ulkus plantar pada pasien lepra yang tidak ditata laksana dengan baik dapat
menimbulkan komplikasi, rekurensi, dan kecacatan. Tata laksana ulkus meliputi pencegahan,
penggunaan balutan, aplikasi topikal, pembersihan luka, debridement, penggunaan alat ortotik,
antibiotik, pembedahan, dan teknik alternatif lain.Untuk mencapai hasil yang optimal,
dibutuhkan kerja sama yang baik antara tenaga medis, pasien, keluarga, dan masyarakat.
Kata kunci: ulkus plantar, lepra, pencegahan, perawatan
Management of Leprosy Plantar Ulcer
Liana Halim*, Sri Linuwih Menaldi**
*In service physician in West region of Southeast Maluku,
Alumni Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta
**Dermatovenerology Department Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta
Abstract: Leprosy plantar ulcer which is not well manage can lead to complications, recurrence,
and disability. Management of ulcer consist of prevention, dressing aplication, topical application,
wound cleansing, debridement, usage of orthotic device, usage of antibiotic, surgery, and another
alternative technics. To achieve optimal results, it needs a good team-work between medical staff,
patients, families, and communities.
Keywords: plantar ulcer, leprosy, prevention, treatment
237
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010
Pendahuluan
Lepra merupakan salah satu penyakit yang masih
menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Saat ini masih ada
kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit lepra di atas satu
per 10.000 warga, seperti Sampang, Sumenep, Tuban, dan
Lamongan. Hingga tahun 2008 terdapat 17.441 penderita
baru lepra.
1
Prevalensi penyakit lepra di Indonesia tahun
2006 berdasarkan data WHO adalah 0,97/10 000 populasi.
2
Selain menimbulkan dampak psikologis, lepra juga
mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi karena dapat
menyebabkan kecacatan. Salah satu masalah pada penyakit
lepra yang bisa menyebabkan kecacatan adalah ulkus plan-
tar. Ulkus ini terjadi pada 30% pasien lepra dan sebagian
besar terjadi pada telapak kaki bagian depan karena sebagian
besar beban tubuh terpusat pada bagian tersebut. Faktor
yang mempengaruhi timbulnya ulkus plantar adalah
gangguan sensorik, atrofi dan fibrosis serat otot kaki,
gangguan sistem saraf otonom sehingga kulit menjadi kering,
anhidrosis, dan hiperkeratosis.
3
Perawatan ulkus yang kurang memadai dan compliance
pasien yang buruk dapat menyebabkan ulkus menjadi kronik,
berkomplikasi, dan berkambuh (recurrent). Oleh sebab itu,
sebagai tenaga kesehatan, penting untuk mengetahui
pencegahan dan perawatan ulkus secara komprehensif.
Mekanisme Timbulnya Ulkus Plantar
Ulkus sebagian besar disebabkan oleh gaya vertikal
yang menimbulkan tekanan atau gaya horizontal berupa
gesekan yang berulang untuk waktu yang lama. Jaringan
yang mengalami tekanan berat akan melepaskan sinyal yang
akan diteruskan ke otak. Impuls tersebut akan membuat otak
memberi perintah pada bagian tubuh yang mengalami
tekanan untuk beristirahat. Semakin besar tekanan yang
diterima, semakin banyak sinyal yang dilepaskan, sehingga
otak akan menginterpretasikannya sebagai rasa sakit agar
bagian tubuh yang mengalami tekanan segera diistirahatkan.
Selama periode istirahat, jaringan mengalami penyembuhan
dan selanjutnya dapat berfungsi normal.
4
Pada penderita lepra terjadi gangguan sistem saraf,
sehingga otak tidak dapat menerima impuls yang dilepaskan
oleh bagian tubuh yang mengalami tekanan untuk
mengirimkan perintah istirahat, akibatnya dapat terjadi
kelelahan hebat dan kerusakan jaringan pada bagian tubuh
tersebut. Respons normal jaringan tubuh ketika terjadi
kerusakan jaringan adalah dilepaskannya mediator radang
yang menimbulkan edema dan tanda-tanda kelelahan hebat
berupa bengkak, merah, hangat pada telapak kaki. Edema
akan menekan pembuluh darah kecil, sehingga suplai
makanan dan oksigen terganggu dan dapat terjadi kematian
jaringan. Akumulasi plasma dan jaringan yang rusak semakin
lama semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan tekanan
internal yang menyebabkan robeknya jaringan kulit,
akibatnya cairan plasma keluar dan timbul ulkus terbuka.
4
Kulit telapak kaki mempunyai arsitektur yang khas yang
dikenal sebagai fenomena slippery slope. Bila telapak kaki
mendapat tekanan, maka tekanan akan disebarkan ke daerah
sekitarnya, sehingga dapat ditahan oleh daerah kulit yang
lebih luas. Hal ini terjadi karena pada kulit kaki terdapat sekat
yang memisahkan globus-globus lemak. Bila mekanisme ini
terganggu, misalnya oleh jaringan parut, kulit pada daerah
tersebut akan mendapat tekanan yang tinggi dan
menimbulkan luka, sehingga luka baru menjadi mudah timbul
pada telapak kaki yang sering terluka.
5
Proses Penyembuhan Ulkus
Fase Aktif
Dalam fase aktif leukosit berperanan aktif menghan-
curkan jaringan rusak. Monosit akan melepaskan enzim untuk
menghancurkan kolagen. Pada fase ini, transudat dan eksudat
akan dikeluarkan. Pada fase aktif awal, eksudat yang di-
keluarkan bersifat steril.
Fase Proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan re-
epitelisasi jaringan.
Fase Maturasi
Dalam fase ini kulit yang sakit tampaknya telah sembuh,
namun sebenarnya proses penyembuhan belum selesai.
Banyak hal dapat dilakukan selama fase ini untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut.
4
Ulkus Kronis
Jika penyebab ulkus tidak dapat dihilangkan, ulkus tidak
akan sembuh dan menjadi ulkus kronis atau dapat timbul
komplikasi. Selain stres mekanis, terdapat faktor lain yang
dapat menghambat penyembuhan ulkus, misalnya nutrisi,
antineoplastik, zat hemostatik, NSAID, antibiotik sistemik,
dan faktor psikososial.
4,6
Pada ulkus kronik terjadi proses inflamasi yang
berkepanjangan sehingga penyembuhan menjadi tertunda.
Tubuh akan memproduksi fibroblas yang membuat ulkus
semakin lekat dengan struktur di bawahnya, sehingga daerah
di sekitar ulkus menjadi kaku. Jika kaki dengan ulkus kronik
digunakan untuk berjalan, maka tekanan akan meningkat dan
timbul kerusakan jaringan yang lebih buruk.
4
Ulkus dengan Komplikasi
Ulkus dengan kerusakan jaringan terbatas di dermis dan
epidermis disebut ulkus plantar sederhana. Bila kerusakan
lebih dalam daripada dermis dan mengenai bagian lain seperti
tendon, sendi, dan tulang maka disebut ulkus dengan
komplikasi. Komplikasi terjadi akibat ulkus plantar sederhana
yang tidak ditangani dan biasanya mengalami infeksi. Bila
ulkus terinfeksi mengalami tekanan, infeksi akan mudah
menyebar. Jaringan lunak dan kontraksi otot akan bertindak
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
238
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010
a
b
seperti pompa, sehingga mikroorganisme dapat memasuki
jaringan sehat.
Infeksi pada tendon, sendi, dan tulang dapat me-
nyebabkan deformitas dan hilangnya fungsi. Pada tulang
bisa timbul osteoporosis yang membuat tulang mudah patah.
Bila periosteum terinfeksi dapat terjadi osteomielitis.
Cairan yang keluar dari ulkus dengan komplikasi lama
kelamaan akan menyebabkan iritasi sel yang memicu
perubahan struktur sel menjadi ganas.
4
Pencegahan Ulkus
Kesadaran (awareness)
Pasien diedukasi agar saat berjalan tekanan tubuh
diusahakan tersebar merata ke seluruh bagian telapak kaki.
Sebagian besar ulkus plantar muncul akibat tekanan tubuh
yang tertumpu pada area tertentu sehingga bagian tersebut
mendapat tekanan yang lebih tinggi. Tekanan tinggi akan
menimbulkan kerusakan jaringan bila area tersebut mengalami
kelelahan. Pasien juga diedukasi untuk mengenal tanda-tanda
kelelahan pada bagian tubuh agar bagian tubuhnya segera
diisitirahatkan bila salah satu tanda tersebut timbul, misalnya
rasa panas, kemerahan, dan bengkak di daerah kaki.
4
Pasien
diberi tahu agar jangan berjalan terlalu lama dan diminta
untuk memperhatikan seberapa banyak ia dapat berjalan
tanpa terjadi luka. Pasien diminta untuk berhati-hati terhadap
api, air panas, dan benda-benda panas lainnya

serta berhati-
hati saat duduk bersila karena dapat terjadi lepuh pada mata
kaki.
5,7
Pengukuran suhu kaki dengan termometer digital
inframerah diperlukan untuk mencegah ulkus. Jika suhu salah
satu kaki meningkat >2,2
o
C (4
o
F) dibandingkan dengan kaki
yang satu lagi selama dua hari berturut-turut, maka pasien
diminta untuk menurunkan aktivitas kaki hingga suhu nor-
mal kembali.
8
Perawatan Kulit
Ketika fungsi saraf terganggu, tubuh kehilangan
kemampuan untuk mengendalikan produksi keringat,
sehingga kulit menjadi kering. Keringat penting untuk
menjaga kelembaban yang merupakan faktor untuk
mempertahankan elastisitas kulit sehingga kulit dapat
meregang bila ada tekanan. Gangguan elastisitas menye-
babkan kulit mudah mengalami kerusakan.
Elastisitas kulit dapat dijaga dengan merendam bagian
tubuh dalam air suam-suam kuku atau membalurkan krim
emolien. Bagian tubuh yang perlu dijaga elastisitasnya
direndam sekitar 30 menit kemudian dikeringkan lalu diberi
salap barier (vaselin) untuk mencegah penguapan sehingga
air dipertahankan di dalam kulit. Minyak dapat digunakan
sebagai pengganti salap barier. Berbeda dengan salap barier,
emolien akan menarik air ke dalam kulit dari jaringan sekitar
misalnya dermis
4
Bagian kulit yang kering dan tajam,
dihaluskan dengan sikat lembut.
5
Selain merendam kaki, terdapat metode lain untuk
mengatasi kekeringan kulit pada pasien lepra agar tidak
terbentuk ulkus, di antaranya terapi lilin. Pada metode ini
kaki pasien diberi terapi parafin yang dipanaskan dengan
mesin termostatik dengan suhu di bawah 120
o
F, sekali sehari
selama 20 menit. Dengan metode tersebut kulit kaki akan
terasa lebih lembut dan kulit yang pecah-pecah mengalami
perbaikan. Selain melembutkan kulit, lilin panas membuat kulit
lebih elastis dan mengurangi nyeri sehingga mempermudah
pergerakan. Terapi ini juga bermanfaat untuk menstimulasi
kelenjar keringat untuk mensekresi keringat.
9
Bila terdapat lepuh pada jari atau telapak kaki, bagian
yang melepuh dibalut dengan kasa bersih. Bila terdapat luka
yang kering, maka luka dibersihkan dengan sabun dan air,
lalu dibalut dengan kain bersih dan kaki diistirahatkan. Bila
terdapat luka berair, luka dibersihkan, kemudian dibalut
dengan pembalut yang diberi antiseptik dan kaki di-
istirahatkan. Bila dalam 4 minggu tidak ada perbaikan, maka
disarankan untuk merujuk pasien ke rumah sakit.
10
Perawatan kuku dan kalus juga penting untuk
pencegahan ulkus. Kalus dapat meningkatkan tekanan lokal
sebesar 30% sehingga dibutuhkan debridement kalus secara
periodik.
7
Tata Laksana Ulkus
Prinsip utama tata laksana ulkus adalah menghilangkan
tekanan pada lokasi ulkus, debridement yang agresif, serta
kontrol infeksi yang adekuat. Tekanan dapat dihilangkan
dengan mengistirahatkan dan membalut kaki, penggunaan
plester gips, serta penggunaan sepatu khusus. Infeksi ringan
diatasi dengan antibiotik oral, sedangkan infeksi berat
memerlukan antibiotik intravena dosis tinggi.
11-13
Salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan
ulkus adalah jenis bahan pembalut yang dipakai. Bahan
pembalut yang ideal adalah yang dapat menyerap eksudat
dengan baik, mempertahankan kelembaban lingkungan di
permukaan luka, membantu pertukaran gas (O
2
dan CO
2
),
mencegah masuknya kuman, mempertahankan suhu yang
cocok dan stabil, tidak melekat dengan permukaan luka, dan
tidak bersifat toksik.
4
Perawatan Ulkus Plantar Sederhana
Ulkus dirawat dengan membersihkan, membuang
jaringan mati, menipiskan penebalan kulit, dan memberikan
kompres.
5
Tepi ulkus yang menjorok dan kalus yang keras
dipotong untuk membantu proses epitelisasi dan mengurangi
tekanan di daerah luka. Jaringan nekrotik diangkat, di-
bersihkan dengan larutan salin atau hidrogen peroksida, dan
ditutup dengan balut steril sebelum penggunaan alat ortotik.
13
Rumah Sakit Kusta (RSK) Sitanala menggunakan cairan
MSG untuk kompres yang terdiri dari 1/3 bagian magnesium
sulfat dan 2/3 bagian gliserin. Ulkus plantar sederhana tidak
memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan bila
terdapat komplikasi.
5
239
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Perawatan Ulkus Plantar Sederhana Berdasarkan atas
Fase Penyembuhan Ulkus
Fase aktif: tidak memberikan beban pada kaki, imo-
bilisasi, mengganti pembalut sesering mungkin, menjaga
higiene luka. Yang perlu diperhatikan dalam fase aktif adalah
jangan sampai pembalut menjadi basah oleh transudat.
Karena pada fase ini transudat bersifat steril, pada tahap ini
tidak dibutuhkan antibiotik.
Fase proliferasi: tidak memberikan beban untuk kaki,
menggunakan pembalut yang lembab (pembalut direndam
dalam larutan salin dan diperas sampai kering), dan menjaga
higiene luka. Balutan diganti setelah dua hari. Saat me-
ngangkat balutan, bila balutan melekat dengan luka, maka
balutan harus direndam terlebih dahulu.
Fase maturasi: pemberian beban bertahap dengan alas
kaki protektif, kaki dapat direndam, luka ditutup dengan
plester semipermeabel.
4
Perawatan Ulkus Kronik dan Ulkus dengan Komplikasi
Chaudhury RA dan Das S
12
melakukan perawatan ulkus
plantar kronis menggunakan plester PTB (patellar tendon
bearing) dan tongkat jalan, dengan tongkat berada dalam
posisi vertikal di dalam plester. Sebelumnya telah dilakukan
debridement. Plester dibiarkan terbuka di daerah ulkus. Ulkus
dibalut dengan campuran air hangat dan povidon iodium.
Saat ini pasien boleh berjalan dibantu tongkat jalan dengan
tungkai yang sehat menggunakan sepatu. Dalam waktu dua
minggu ulkus akan mulai menyembuh. Plester PTB akan
menopang beban kaki dan tibia bawah. Tongkat membantu
mencegah pergerakan sendi kaki. Infeksi dikontrol dengan
mengganti pembalut.
12
Dalam tata laksana ulkus dengan komplikasi harus
diperhatikan apakah ulkus mengalami infeksi. Jika terinfeksi,
maka harus dipastikan apakah terdapat kantong-kantong
pus. Kantong pus ini harus segera disalir (drainage) untuk
mencegah septisemia. Setelah penyaliran, ulkus dibalut, dan
tungkai diistirahatkan pada posisi lebih tinggi dari jantung
(elevasi).
4
Antibiotik sistemik diberikan secepatnya. Mishra et al
memberikan antibiotik metronidazole oral 3x400 mg selama
satu minggu, dan gel metronidazol 1% dua kali sehari untuk
mengeliminasi bakteri anaerob setelah debridement luka pada
pasien lepra yang mengalami ulkus berbau busuk yang tidak
responsif dengan berbagai antibiotik sistemik maupun
topikal. Setelah tiga minggu didapatkan hasil yang
memuaskan, yaitu bau busuk menghilang dan ulkus cepat
menyembuh. Sayangnya, Mishra tidak melakukan kultur
bakteri untuk mengevaluasi keberhasilan terapi metronida-
zole. Evaluasi hanya berdasarkan penampilan ulkus dan bau
yang timbul.
14
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kuman
penyebab. Infeksi dapat diklasifikasikan sebagai infeksi yang
tidak mengancam ekstremitas, infeksi yang mengancam
ekstremitas, dan yang mengancam nyawa.
7
Bila pada pemeriksaan masih ditemukan pus, maka
dilakukan kembali penyaliran pus. Bila tidak didapatkan pus,
luka dibersihkan dengan larutan salin kemudian dibalut.
Setelah tiga hari, bila tetap tidak ditemukan pus dan inflamasi
sudah berkurang maka dapat dilakukan debridement,
kemudian luka ditutup dengan kasa yang telah direndam
larutan povidone yodium dan diplester. Kasa diganti setiap
hari.
Bila pada pemeriksaan masih ditemukan jaringan nekrotik
maka dilakukan debridement kembali. Bila tidak ada pus, maka
luka cukup dibersihkan dengan larutan salin kemudian ditutup
dengan kasa yang dilembabkan dengan larutan salin, lalu
dibalut. Luka didiamkan selama dua hari kemudian diperiksa,
bila tidak ditemukan pus, maka luka dibersihkan dengan larutan
salin dan dibalut lembab selama dua hari. Luka diperiksa tiap
2 hari dan lakukan sesuai dengan urutan tadi. Dengan teknik
pembersihan luka yang baik, luka akan menyembuh, namun
lama penyembuhan bergantung pada kedalaman dan luasnya
ulkus, sikap pasien, kondisi kesehatan umum pasien (status
nutrisi, kardiovaskuler, rokok), dan higiene personal.
4
Gips Plester, Bidai, Sandal Buatan
Empat belas hari setelah debridement, ulkus akan berada
dalam kondisi stabil. Gips plester dapat digunakan dalam tahap
ini.
4
Infeksi, edema, dan kulit yang hipotrofik merupakan
kontraindikasi relatif penggunaan gips. Ciri khas kulit
hipotrofik adalah tipis, mengkilap. Pasien dengan kulit
hipotropik lebih baik menggunakan sandal buatan. Edema
membuat gips menjadi longgar, dan kulit mudah rusak. Atasi
edema sebelum penggunaan gips dengan elevasi tungkai atau
penggunaan pompa ekstremitas Jobs. Gips pertama diganti
setelah satu minggu, selanjutnya diganti dengan interval dua
Tabel 1. Jenis Antibiotik Sesuai dengan Klasifikasi Infeksi
7
Klasifikasi infeksi Jenis antibiotik
Infeksi yang tidak mengancam ekstremitas 1. Oral: cephalexine, clindamycin, dicloxacilin, amoxiclav
2. Parenteral: cefazolin, oxacilin atau nafcilin, clindamycin
Infeksi yang mengancam ekstremitas 1. Oral: fluoroquinolone dan clindamycin
2. Parenteral: ampicilin-sulbactam, ticarcilin-clavulanat, cefoxitin atau cefotetan,
fluoroquinolone, dan clindamycin
Infeksi yang mengancam nyawa Parenteral: imipenem-cilastatin, vancomycin, metronidazole, dan aztreonam, ampicilin-
sulbactam dan aminoglikosida
240
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010
Tabel. 2 Jenis Antibiotik Berdasarkan Mikroorganisme
15
Mikroorganisme Antibiotik pilihan pertama Antibiotik alternatif
Staphylococcus aureus atau epidermidis
Tidak memproduksi penisilinase Penicillin G atau V Cephalosporin; clindamycin; vancomycin; imipenem;
fluoroquinolone
Produksi penisilinase Penicillinase-resistant penicillin. Cephalosporin; vancomycin; amoxicillin/asam clavulanat;
PO: dicloxacillin, cloxacillin. Intravena ticarcillin/asam clavulanat piperacillin/tazobactam;
untuk infeksi berat; nafcillin, oxacillin ampicillin/sulbactam; imipenem; clindamycin; fluoroqui-
nolone
Resistens thd. Methicilin Vancomycin+gentamicin+rifampin Trimethoprim-sulfamethoxazole; fluoroquinolone; mino-
cycline; linezolid; quinupristin/dalfopristin
Streptococcus pyogenes (grup A) Penicillin G atau V Erythromycin, clarithromycin, azithromycin; cephalosporin;
dan grup C dan G vancomycin; clindamycin
Streptococcus, grup B Penicillin G atau ampicillin Cephalosporin, vancomycin, erythromycin
Streptococcus pneumoniae Penicillin G atau V Cephalosporin erythromycin; azithromycin; clarithromycin;
(pneumococcus) fluoroquinolone; meropenem; imipenem; trimethoprim-
sulfameth-oxazole; clindamycin; tetracycline
Penicillin-susceptible Penicillin G atau V (12 juta unit/hari untuk Levofloxacin; vancomycin; clindamycin
(MIC <0.1 g/mL) dewasa) atauceftriaxone ataucefotaxime
Penicillin-intermediate resistance
Penicillin-high level resistance Meningitis: vancomycin+ceftriaxoneor Meropenem; imipenem; clindamycin
(MIC 2 g/mL) cefotaxime + rifampin
Infeksi lain: varicomycin + ceftriaxone Quinupristin/dalfopristin; linezolid
ataucefotaxime; atau levofloxacin
Erysipelothrix rhusiopathiae Penicillin G Erythromycin, cephalosporin, afluoroquinolone
Pasteurella multocida Penicillin G Tetracycline; cephalosporin; amoxicillin/asam clavulanat;
ampicillin/sulbactam
Pseudomonas aeruginosa Ciprofloxacin; ticarcillin, mezlocillinatau Carbenicillin, ticarcillin, piperacillinataumezlocillin;
minggu kecuali luka mengeluarkan banyak cairan.
13
Total contact cast merupakan jenis gips yang dipakai
untuk tata laksana ulkus yang berfungsi menurunkan tekanan
plantar dengan redistribusi tekanan ke seluruh plantar. Jenis
gips ini dapat meminimalkan mikrotrauma repetitif akibat gaya
gesek yang muncul antara kulit dengan gips saat berjalan.
Total contact cast dilepas setelah 24-48 jam pemakaian,
kemudian diganti tiap minggu.
7,16,17
Penggunaan bidai lebih disukai untuk kasus ulkus
dengan infeksi aktif dan gangguan sirkulasi. Setelah
penggunaan gips atau bidai, kaki diistirahatkan total selama
24 jam. Bidai diganti dua kali sehari untuk 48 jam pertama,
selanjutnya dapat diganti satu kali sehari. Sandal buatan
dilepas sedikitnya dua kali sehari. Hati-hati dapat terjadi iritasi
kulit akibat pemakaian sandal.
13
Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengatasi komplikasi
seperti osteomielitis, abses, sinus, artritis septik, meng-
hilangkan jaringan parut, memperbaiki bentuk dan mekanisme
kaki, serta mencegah penyebaran pada keganasan.
5
Kamath BJ dan Bhardwaj P
3
menggunakan peralatan
Ilizarov untuk menutup ulkus plantar pada pasien lepra tanpa
diabetes mellitus, dan gangguan vaskular lainnya dengan
ukuran ulkus kurang dari 4 cm, dan ulkus tidak mengenai
tulang. Peralatan tersebut menggunakan beberapa buah
kawat K. Dengan kawat K, tepi ulkus posisi medio-lateral
akan ditarik untuk dipertemukan, kemudian dijahit dengan
benang non-absorbable agar terjadi aproksimasi. Metode
ini menggunakan sifat kulit yang secara bertahap dapat
meregang dan kemampuan kulit untuk meningkatkan aktivitas
mitosisnya yang berlangsung dalam 24-48 jam sebagai
respons terhadap tekanan ekspansi persisten. Metoda ini
sangat efektif, mudah dilakukan, dan berhasil menutup ulkus
berukuran kurang dari 4 cm.
Metoda yang lain adalah skin flap. Metode ini
digunakan untuk memperbaiki luka dengan kehilangan
jaringan lunak.
18
Pada ulkus plantar berukuran kecil dapat
dilakukan resurfacing menggunakan jaringan lokal. Pada
ulkus berukuran medium dapat dilakukan flap fasia kulit arteri
cara Reiffel, flap plantar medial dengan pedikel plantar lateral
cara Martin, dan teknik flap arteri plantar medial terbalik
menurut Gravem. Cross leg flaps menyebabkan kekakuan
sendi dan berpotensi menimbulkan luka. Amputasi Chopart
atau Lisfranc dapat menjadi alternatif, namun banyak pasien
menolak.
19
Transfer jaringan bebas dengan flap bebas arteri radia-
lis dapat menjadi pilihan. Transfer jaringan bebas dapat
menyediakan vaskularisasi yang cukup untuk luka.
Penggunanaan end-to-end anastomosis pada pasien lepra
dapat memperburuk kondisi iskemia. Oleh sebab itu lebih
disarankan end-to-side anastomosis. Sebagai pembuluh darah
resipien lebih dipilih arteri tibialis anterior ketimbang arteri
tibialis posterior karena arteri tibialis posterior merupakan
241
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Gambar 1. Ulkus yang Telah Mengalami Aproksimasi
dengan Alat Ilizarov
2
pembuluh darah dominan di kaki, dan anastomosis pada arteri
tibialis posterior lebih berisiko menimbulkan jaringan parut
di daerah yang menahan beban tubuh daripada anastomosis
pada arteri tibialis anterior. Cara tersebut jika diikuti dengan
perawatan pascaoperasi yang baik dapat memberikan hasil
yang memuaskan.
19
Aplikasi Topikal
Peranan Fenitoin Topikal dalam Penyembuhan Luka
Beberapa penelitian menunjukan bahwa fenitoin dapat
meningkatkan penyembuhan luka. Berbagai penelitian in vitro
terhadap binatang menunjukkan bahwa fenitoin mening-
katkan proliferasi fibroblas, deposisi kolagen, neovas-
kularisasi, dan pembentukan jaringan granulasi, menurunkan
kerja kolagenase, produksi eksudat, dan kontaminasi bakteri.
Efek samping penggunaan fenitoin topikal adalah rasa
terbakar yang sementara pada pemakaian pertama, bercak
merah pada kulit, dan hipertrofi granulasi.
8,20,21
Secara in vivo fenitoin bekerja tidak langsung pada
keratinosit dengan mempengaruhi kation dari membran
transpor yang menginduksi pelepasan sitokin sehingga
mengaktifkan reaksi inflamasi.
21
Sinha dan Amarasena
20
menarik kesimpulan bahwa
fenitoin topikal berperanan dalam penyembuhan luka kronik
setelah dilakukan debridement. Bansal dan Mukul
21
melakukan suatu studi perbandingan penggunaan fenitoin
topikal dengan balutan NaCl 0,9% dalam tata laksana ulkus
tropik pada penderita lepra. Pada kelompok fenitoin, jaringan
granulasi tumbuh dengan cepat dan cairan luka menghilang
dalam waktu satu minggu, sedangkan pada kelompok kontrol
pertumbuhan granulasi yang baik baru muncul setelah dua
minggu dan cairan baru menghilang setelah 2-3 minggu. Hasil
yang sama juga didapatkan oleh Malthora dan Amin
21
,
Menezes et al.
21
, Bogert et al.
20
dan Reiner et al.
22
dalam
perawatan ulkus tropik pada penderita lepra.
Modaghegh et al.
21
membandingkan empat jenis
sediaan fenitoin topikal (gel, krim, bedak fenitoin sodium,
dan bedak fenitoin) pada kulit tikus untuk mengetahui jenis
sediaan yang memberikan penyembuhan terbaik. Hasil yang
didapatkan adalah bedak fenitoin memperlihatkan hasil yang
terbaik. Bhatia et al.
23
juga membandingkan suspensi fenitoin
sodium 2% dan 4% dalam penyembuhan ulkus. Hasil yang
diperoleh adalah suspensi fenitoin sodium 2% dan 4% sama-
sama dapat menyembuhkan ulkus dengan baik dan tidak
dilaporkan adanya efek samping. Namun, sampai sekarang
belum ada kesepakatan tentang metode aplikasi fenitoin
topikal yang terbaik. Masih dibutuhkan penelitian untuk
menemukan sediaan fenitoin topikal yang terbaik untuk
penyembuhan luka. Fenitoin topikal aman, murah, dan efektif
untuk penyembuhan ulkus pada pasien lepra.
23
Apligraf
Ulkus dengan komplikasi rumit yang sulit disembuhkan
dapat diterapi dengan produk kulit buatan yang disebut
Apligraf. Apligraf merupakan kulit buatan setara HSE (Hu-
man Skin Equivalent) yang terdiri atas dua lapisan (dermis
dan epidermis) yang mengandung kolagen dan fibroblas yang
berasal dari kulit neonatal dan kolagen sapi. Apligraf akan
menghasilkan sitokin dan faktor pertumbuhan yang
ditoleransi baik oleh sistem imun tubuh. Apligraf akan
membentuk matriks ekstraselular yang mengisi jaringan luka
serta memproduksi substansi bioaktif yang akan membantu
penyembuhan luka dan pembentukan kulit normal.
24
Aplikasi Topikal Lain
Reiner et al.
22
melakukan perbandingan efek penyem-
buhan luka antara ketanserin topikal, krim clioquinol dan
pasta seng. Didapatkan hasil bahwa ketanserin topikal lebih
efektif dalam penyembuhan luka dibandingkan krim
clioquinol maupun pasta seng.
Penggunaan 20 mL larutan yang mengandung asam
lemak esensial dan asam linoleat (yang diekstrak dari minyak
bunga matahari) tiga kali sehari menurunkan insidens ulkus
dan memperbaiki hidrasi dan elastisitas kulit dibandingkan
dengan kontrol (minyak mineral topikal)

Aloe vera juga
membantu penyembuhan.
25
Dari penelitian didapatkan pasien
dengan ulkus akibat tekanan mengalami penyembuhan
sempurna setelah aplikasi hidrogel aloe selama 10 minggu.
Penggunaan hidrogel aloe untuk kasus ulkus ringan-sedang
telah disetujui oleh FDA Amerika Serikat.
26
Madu mempunyai efek antibakteri, menghambat respons
inflamasi yang berlebihan, dan menginduksi debridement
autolisis. Madu dapat digunakan sebagai gel untuk pera-
watan luka kronik. Namun data klinik terhadap penggunaan
242
madu masih sangat terbatas. Beberapa produk seperti yo-
ghurt, minyak daun teh, dan kentang kupas telah banyak
digunakan untuk pengobatan ulkus, namun penelitiannya
masih kurang.
6
Nutrisi
Nutrisi juga berperanan dalam penyembuhan ulkus.
Dalam suatu studi kasus-kontrol terhadap 28 pasien malnutrisi
dengan ulkus didapatkan bahwa penyembuhan lebih baik
pada pasien yang mendapat diet tinggi protein (24% pro-
tein) dibandingkan dengan diet rendah protein (14%).
27
Vitamin E dan C dikatakan dapat membantu penyem-
buhan ulkus. Sebuah uji coba berpembanding menggunakan
dosis vitamin E 400 IU memperlihatkan bahwa vitamin E
membantu hasil skin graft pada pasien ulkus vena kronik.
28
Suplementasi vitamin C 3 gram/hari meningkatkan kecepatan
penyembuhan ulkus pada pasien thalasemia. Pemberian vi-
tamin C 2x500 mg meningkatkan penyembuhan ulkus akibat
tekanan.
29
Seng juga berperan dalam penyembuhan ulkus. Pada
pasien lepra dengan ulkus yang mendapat seng 50 mg/hari
terjadi penyembuhan ulkus secara lengkap dalam 6-12
minggu.
30
Seng sulfat dapat membantu penyembuhan ulkus
kronik pada pasien dengan kadar seng serum yang rendah.
6
Terapi Oksigen Hiperbarik
Penempatan pasien dalam ruangan berkadar oksigen
tinggi selama 5 hari seminggu untuk 6 minggu akan membantu
penyembuhan ulkus kronik pada tungkai.
31,32
Pasien bernapas
dengan oksigen 100% dan diberi tekanan atmosfer.
5
Pada
penelitian yang dilakukan dengan pasien diabetes melitus
dengan ulkus atau gangren, terapi ini dapat mencegah
amputasi.
33,34
Namun data dari Cochrane menunjukkan
kurangnya bukti efektivitas terapi hiperbarik untuk luka
kronik, meskipun terapi ini berperanan mengurangi risiko
amputasi pada pasien diabetes mellitus.
6
Terapi Elektrik
Terapi elektrik terhadap kulit dapat meningkatkan kece-
patan penyembuhan ulkus. Beberapa metode memberikan
hasil positif, yaitu penggunaan arus galvanik tegangan
rendah, high-voltage pulsed current, transcutaneous elec-
trical nerve stimulation (TENS), dan pulsed high-frequency
electromagnetic therapy.
35
Vacuum Assisted Closure
Vacuum assisted closure merupakan alat non-invasif
bertekanan negatif yang dapat membantu penyembuhan
ulkus kronik. Alat ini menggunakan tekanan subatmosfir
terkendali untuk mengalirkan cairan luka dari ruang
ekstravaskuler, meningkatkan oksigenisasi lokal, dan aliran
darah perifer. Hal ini akan membantu angiogenesis dan
pembentukan jaringan granulasi.
6
Biosurgery (myasis)
Teknik ini menggunakan larva lalat (biasanya Lucilia
sericata) yang akan mencerna jaringan nekrotik tanpa
merusak jaringan sehat sekitar. Namun penelitian terhadap
aplikasi teknik ini dalam tata laksana ulkus masih sangat
kurang. Beberapa pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman
dan nyeri saat menjalani terapi ini.
6
Rekurensi
Tata laksana komprehensif dapat menurunkan rekurensi.
Penyebab rekurensi yang sering adalah tekanan pada plan-
tar misalnya karena pasien bekerja atau intensif berjalan kaki,
kurangnya obat-obatan, perawatan diri yang tidak baik (com-
pliance pasien yang buruk), tidak konsisten menggunakan
alas kaki, serta osteomielitis. Dibutuhkan kerja sama yang
baik antara pasien, keluarga, masyarakat, dan tenaga medis
untuk penyembuhan ulkus dan mencegah rekurensi.
16,18
Kesimpulan
Pencegahan dan tata laksana ulkus yang komprehensif
sangat penting untuk mencegah timbulnya cacat pada pasien
lepra. Terdapat berbagai metode untuk tata laksana ulkus
pada penderita lepra, tetapi penelitian terhadap berbagai
metode tersebut masih minim, sehingga dibutuhkan penelitian
lebih lanjut. Para tenaga kesehatan diharapkan menguasai
teknik pencegahan dan perawatan ulkus yang komprehensif,
sedangkan para pasien, keluarga, dan masyarakat diharapkan
mendapatkan edukasi yang tepat serta motivasi untuk
meningkatkan compliance pasien.
Daftar Pustaka
1. Kompas.com [homepage on the Internet]. Jakarta: Kompas
Online; c2008-9 [updated 2009 Jun 15; cited 2010 March 26].
Available from: http: //cetak. kompas. com/read /xml/2009/06/
15/03432442/ prevalensi.turun.indonesia.belum.aman.dari.kusta
2. World Health Organization. South East Asia region: leprosy situ-
ation by country at the end of 2006 [monograph on the Internet].
Switzerland: World Health Organization; 2006 [cited 2010 March
26]. Available from: http://www.who.int/lep/situation/SEA-
ROStatsEnd2006.pdf.
3. Kamath BJ dan Bhardwaj P. A unique method of plantar forefoot
ulcer closure using the ilizarov device: series of 11 patients with
leprosy. The Foot & Ankle Journal. 2008;1(1):3.
4. Cross H. Wound care for people affected by leprosy:a guide for
low resource situations [monograph on the Internet].
Greenville:American Leprosy Missions; 2003 [cited 2010 March
15]. Available from: www.ilep.org.uk/fileadmin/uploads/.../
Self_care/Wound_Care.pdf
5. Soewono JPH, Darmada IGK. Rehabilitasi medik II. In: Sjamsoe-
daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editors. Lepra. 2nd
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.p.108-11.
6. Enoch S, Grey JE, Garding KG. ABC of wound healing: Non-
surgical and drug treatments. Brit Med J. 2006;332 :900-903.
7. Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, Gibbons GW, Karchmer
AW. Assessment and management of foot disease in patients
with diabetes. N Engl J Med. 1994; 331(13):854-60.
8. Lavery LA, Higgins KR, Constantinides GP, Lanctot DR,
Zamorano RG, Athanasiou KA, et al. Preventing diabetic foot
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010 243
ulcer recurrence in high-risk patients use of temperature moni-
toring as a self-assessment tool. Diabetes Care. 2007;30:14-20.
9. Sharma R, Bargotra R, Gupta R, Dar HA. Comparative study of
the effects of wax therapy and foot soaks on dry plantar skin and
ulcers in leprosy patients. JK Science. 2005;7(2):81-3.
10. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat lepra. In: Sjamsoe-
daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H,editors. Lepra. 2nd
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.p.90.
11. Mekkes JR, Loots MAM, Van Der Wal AC, Bos JD. Causes,
investigation and treatment of leg ulceration. Brit J Dermatol.
2003;148:388-401.
12. Chaudhury RA, Das S. Chronic planter ulcer: A new technique of
management. Indian J of Phys Med a Rehab. 2004;15:45-7.
13. Birke JA, Novick A, Graham SL, Coleman WC, Brasseaux DM.
Methods of treating plantar ulcers. Phys Ther. 1991;71:116-22.
14. Mishra S, Singh PC, Mishra M. Metronidazole in management of
trophic ulcers in leprosy. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
1995;61:19-20
15. Wolff K, Jonhson RA, Suurmont D. Fitzpatricks color atlas and
synopsis of clinical dermatology [CD-ROM]. New York: McGraw-
Hill; 2007.
16. Wertsch JJ, Frank LW , Zhu H, Price MB, Harris GF, Alba HM.
Plantar pressures with total contact casting. Journal of Rehabili-
tation Research and Development .1995;32(3):205-9.
17. Myerson M, Papa J, Eaton K, Wilson K. The total-contact cast
for management of neuropathic plantar ulceration of the foot. J
Bone Joint Surg Am. 1992;74:261-269.
18. Liangbin Y, Guochneg Z, Zhiju Z, Wenzhong L, Tisheng Z,
Watson JM, et al. Comprehensive treatment of complicated
plantar ulcers in leprosy. Chin Med J. 2003;116 (12):1946-8.
19. Bhatt YC, Panse NS, Vyas KA, Patel GA. Free tissue transfer for
trophic ulcer complicating leprosy. Indian J Plast Surg.
2009;42:115-7.
20. Sinha SN, Amarasena I. Does phenytoin have a role in the
treatment of pressure ulcers? Wound Practice and Research. 2008;
16(1):37-41.
21. Bhatia A, Prakash S. Topical phenytoin for wound healing. Der-
matology Online Journal [serial on the Internet]. 2004 [cited
2010 March 11]; 10 (1): [about 5 p.]. Available from: http://
dermatology.cdlib.org/101/reviews/phenytoin/bhatia.html
22. Reinar LM, Forsetlund L, Bjrndal A, Lockwood D. Interven-
tions for skin changes caused by nerve damage in leprosy.
Cochrane Database Syst Rev. 2008; 16 (3):CD004833.
23. Bhatia A, Nanda S, Gupta U, Gupta S, Reddy BSN. Topical pheny-
toin suspension and normal saline in the treatment of leprosy
trophic ulcers: a randomized, double-blind, comparative study.
Journal of Dermatological Treatment. 2004;15(5):321-327.
24. Vowden K, Darcy A, Vowden P. Management of a complex neu-
ropathic foot ulcer: a case report . World Wide Wounds [database
on the internet]. 2002 May[cited 2010 March 13]. Available
from: http://www.worldwidewounds.org/2002/may/Vowden/Com-
plex-Foot-Ulcer.html
25. Declair V. Usefulness of topical application of essential fatty
acids to prevent pressure ulcers. Ostomy Wound Management.
1997;43:48-52.
26. Thomas DR, Goode PS, LaMaster K, Tennyson T. Acemannan
hydrogel dressing versus saline dressing for pressure ulcers. A
randomized, controlled trial. Adv Wound Care. 1998;11:273-6.
27. Breslow RA, Hallfrisch J, Guy DG. The importance of dietary
protein in healing pressure ulcers. J Am Geratr Soc. 1993;41:357-
62.
28. Ramasastry, SS, Angel MF, Narayanan K. Biochemical evidence
of lipoperoxidation in venous stasis ulcer: Beneficial role of
vitamin E as antioxidant. Ann NY Acad Sci. 1989;506-8.
29. Taylor TV, Rimmer S, Day B, Butcher J, Dymock IW. Ascorbic
acid supplementation in the treatment of pressure cores. Lancet.
1974;2:544-6.
30. Mathur NK, Bumb RA. Oral zinc in the trophic ulcers of leprosy.
Int J Lepr. 1983;51:410-1.
31. Wattel F, Mathieu D, Coget JM, Billard V. Hyperbaric oxygen
therapy in chronic vascular wound management. Angiology.
1990;41:59-65.
32. Lee HC, Niu KC, Chen SH, Chang LP, Lee AJ. Hyperbaric oxy-
gen therapy in clinical application. A report of a 12-year experi-
ence. Chung Hua I Hsueh Tsa Chih. 1989;43:307-16.
33. Faglia E, Favales F, Aldeghi A, Calia P,Quarantiello A, Oriani G,et
al. Adjunctive systemic hyperbaric oxygen therapy in treatment
of severe prevalently ischemic diabetic foot ulcer. A randomized
study. Diabetes Care. 1996;19:1338-43.
34. Baroni G, Porro T, Faglia E, Pizzi G, Mastropasqua A, Oriani G, et
al. Hyperbaric oxygen in diabetic gangrene treatment. Diabetes
Care. 1987;10:81-6.
35. Frantz RA. Adjuvant therapy for ulcer care. Clin Geriatr Med.
1997;13:553-64.
MS
Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010 244

You might also like